Friday, December 14, 2018

SEPENGGAL KISAH 77

 SEPENGGAL KISAH 77

(Tien Kumalasari)

 

Perlahan Asri membuka surat itu, yang tertulis dengan sangat rapi.

Asri,

Kalau kamu membaca surat ini, barangkali aku sudah jauh dari sini, jauh sekali, terutama dari hatimu. Aku bukan melarikan diri Asri, aku bukan bersembunyi dari kenyataan yang tak pernah terduga ini, aku hanya ingin pergi untuk menghirup wanginya hatimu yang aku bayangkan dari tempat yang entah dimana dan tak akan kamu ketahui. Barangkali akan terasa damai apabila segala harap dan pintaku sudah jelas tergambar nyata, bukan lagi pengharapan yang tak berujung. Sekarang aku tau bahwa mimpi adalah mimpi, yang tak akan menjadi nyata. Namun aku bahagia Asri, ketika aku terjaga, aku sadar bahwa kamu akan menemukan bahagia. Ini bukan salahmu, juga bukan salah angin yang menderu, yang menerpa kedalam hatiku yang paling dalam, karena rasa datang tanpa terduga. Bahwa kau menjadi penghubah jalan hidupku, aku sangat mensyukurinya. Kalau aku tak pertemu denganmu, entah langkah apa yang akan aku perbuat, dan pasti tak pernah ada puja dan puji dalam hidup ini. Selamat tinggal Asri, jangan pernah melupakan aku yang selalu mengagumimu. Hanya satu pesanku, tolong rawatlah bunga2ku, agar wanginya tetap terjaga sepanjang masa. seperti wanginya hatimu, yang aromanya semoga selalu mengguyur jalan hidupku.  Dari aku, Ongky yang selalu menyayangimu.

Asri menutup surat itu dan memasukkannya kembali kedalam sampul. Berlinang air matanya membaca surat yang mengharukan dari seseorang yang memberinya perhatian lebih dari apapun. Asri merasa bersalah, tapi apakah cinta bisa terbagi?

"Asri, bunga2 itu sudah diturunkan," tegur pak Marsam.

"Oh, terimakasih mas," kata Asri kepada sopir pick up itu, yang kemudian berlalu.

"Dari nak Ongky? Ini seperti bunga2 yang pernah kita kirim kerumahnya."

"Ya, dia sudah pindah pak, entah kemana ," jawab Asri sendu.

Pak Marsam berjalan keluar, kearah rumah Ongky yang tak begitu jauh dari rumahnya. Ia berharap bisa bertemu anak muda yang pernah melamar anaknya, sebelum dia pergi. Pak Marsam terus melangkah, Pintu rumah itu tertutup rapat. Halamannya kosong, kerontang, barangkali sekosong hati Ongky ketika melangkah pergi. Pak Marsam merasa iba, ia berjalan kesekeliling halaman, tapi tak ada sisa apapun yang memberinya makna. Sepi dan hening terasa, hanya semilir angin sore yang gemersik menerpa dedaunan pohon mangga, satu2nya pohon yang ada dihalaman itu. Barangkali ketika musim mangga tiba, pemiliknya tak akan pernah mengecap manis buahnya. 

"Ma'afkan Bapak nak, terkadang apa yang terjadi tidak seperti yang kita impikan. Dan ketika sakit itu mendera hati kita, kita harus bisa menerimanya dengan ikhlas. Bapak hanya berdo'a, semoga nak Ongky bisa mendapatkan gadis yang lebih baik dari Asri," berbisik suara pak Marsam, berbaur dengan bisik berisik burung2 yang akan segera kembali kesarangnya.

Damar sudah duduk dihadapan meja kerjanya. Sudah berbulan bulan ia bekerja di Jogya, dan itu atas budi baik lelaki setengah tua yang ditemuinya ketika nyaris terserempet mobil. Lelaki itu pak Darman.

Damar mengangkat teleponnya yang berdering sejak tadi dan  sesungguhnya tak ingin ia menjawabnya karena itu telepone dari Bu Surya. Bu Surya selalu membujuk Damar agar mau kembali ke Amerika, tapi Damar menolaknya. Ia bertekat untuk meninggalkan semua yang pernah terjadi dalam hidupnya, dari ketika ia kecil dan dirawat oleh keluarga Surya, sampai kemudian menikahi anaknya yang tak pernah dicintainya. Bahkan mengandung yang bukan darah dagingnya. Damar tak perduli, dan ingin membuang semuanya. Tapi dering telepon itu akan terus bergema kalau dia tidak mengangkatnya.

"Hallo.."

"Damar, ini kamu kan ? Tante kangen sekali." begitulah ucapan pertama kali yang dikatakan bu Surya setiap kali menelpon Damar.

"Ya tante, tante sehat?"

"Sehat nak, kamu juga kan?"

"Atas do'a tante."

"Ada berita yang kamu harus tau Damar, Mimi sudah melahirkan,"

Damar tidak bereaksi. :"Oh, " hanya itu yang diucapkan.

"Anaknya perempuan, cantik sekali, apa kamu nggak ingin melihatnya?"

"Ma'af tante, seperti janji tante dulu, saya boleh meninggalkan Mimi ketika dia sudah melahirkan. Sekarang tante harus menepati janji itu." tandas kata Damar ketika mengucapkannya. Sebetulnya ia juga sangat sayang pada bu Surya, tapi ia tak bisa menjalani kehidupan yang akan membuatnya sengsara.

Dari seberang, terdengar bu Surya terisak.  Damar menguatkan hatinya.

"Tante harus kasihan sama Damar," 

"Tante sayang sama Damar, tante ingin Damar tidak meninggalkan tante."

"Damar juga sayang sama tante, tapi Damar ingin menjalani hidup tanpa menjadi beban orang lain. Damar sudah bisa mandiri, dan jangan lagi menyusahkan tante."

"Tapi kamu kan juga anak tante."

"Tante juga menjadi pengganti ibu Damar, percayalah bahwa Damar tak akan melupakan tante."

Telephone itu terputus ketika bu Surya menutupnya. Damar merasa kasihan, tapi Damar menguatkan hatinya.

Sekarang Damar bekerja dengan tekun, ia harus menjadi orang yang bisa berdiri sendiri tanpa belas kasihan orang lain. 

"Damar, surat2nya sudah selesai.Lihat ini." Lelaki tua itu tiba2 sudah ada diruangan dimana Damar bekerja.

" Kamu tau? Perusahaan itu dulunya  milik ayahmu. Aku tidak mengerti mengapa bisa menjadi milik Surya."

"Saya pernah mendengar, perusahaan itu sudah dibeli oleh pak Surya karena ayah saya bangkrut, dan uang hasil penjualan itu habis untuk membayar hutang2 ayah saya.

"Itu bohong ! Dengar, aku sedang mengumpulkan bukti2 kecurangannya. Mudah2an pengacara itu mau berterus terang dan ikut menguurusnya."

Damar teringat tentang map kuning yang dulu pernah ditemukannya, kemudian diminta oleh pak Surya sebelum ia sempat membacanya. Jangan2 surat itulah bukti semua kecurangan pak Surya. Tiba2 Damar ingin pergi kesana, pura2 menengok bayinya Mimi, lalu akan dicarinya map kuning itu. Ah, bisakah aku melakukannya? Tapi ia belum mengatakan hal itu pada pak Darman, lelaki tua penolongnya.

"Besok aku mau kembali ke Surabaya, aku tau kamu cakap dan bisa menjalankan usaha ini dengan baik. Iya lah, kamu kan anaknya Marsudi, masa kepintarannya nggak bisa menurun pada anaknya. Aku bisa meninggalkanmu menjalankan usaha ini, sesekali anakku akan datang membantumu." 

Damar merasa senang karena pekerjaannya mendapatkan pujian, dan itu memberinya semangat untuk terus melakukan yang terbaik.

"Om, saya mungkin akan pamit sebentar , mungkin Minggu depan, dalam satu atau dua hari."

"Oh, baiklah, mau kemana ?"

"Mau ke Amerika, sekalian mengurus perceraian saya."

"Oh, jadi kamu bercerai?"

"Panjang ceriteranya om, suatu hari nanti saya akan menceriterakannya."

"Baiklah, nah.. itu dia datang.. kebetulan, nanti kalau kamu pergi dia bisa menggantikanmu disini." Pak Darman menoleh pada laki2 muda yang baru datang.

"Ini Ongky, anakku."

Damar memandangi laki2 muda yang baru datang. Damar mengerutkan dahinya, ia mencoba meng ingat ingat, sepertinya pernah bertemu , kapan ya.. dan dimana?

 

#adalanjutannyaya#



No comments:

Post a Comment

MAWAR HITAM 02

MAWAR HITAM  02 (Tien Kumalasari)   Satria heran, apakah dia salah lihat? Ia merasa wanita itu adalah Sinah, suaranya juga suara Sinah, tapi...