Thursday, December 13, 2018

SEPENGGAL KISAH 76

SEPENGGAL KISAH  76

(Tien Kumalasari)

Bowo menarik tangan Asri, tapi Asri menolaknya.

"Kenapa Asri...? Aku harus  mengajakmu, biar bapak dan ibu tau bahwa kita saling mencintai."

"Saya tidak berani mas, tolong jangan paksa saya, saya sudah tau bagaimana kejadiannya nanti. Itu hanya akan menyakiti saya mas, sudah cukup semuanya." pinta Asri

"Kamu tidak tau Asri, bapak, terutama ibu pasti akan setuju,"

"Bagaimana mungkin mas, jadi tolong jangan paksa saya,"

"Dengar Asri, sesungguhnya ada hal yang kamu seharusnya tau, tapi aku belum mengatakannya padamu."

"Apa itu mas.."

"Ibu pernah bersumpah, akan mengambil menantu siapapun yang telah menyelamatkan nyawanya. Dan orang itu kamu Asri."

Asri terkejut, benarkah bu Prasojo berkata demikian?

"Bagaimana dengan mbak Dewi ?"

"Dewi sudah jauh dari keluarga Prasojo, tadinya dialah yang mengaaku menjadi pendonor itu, tapi kemudian ketahuan bahwa dia bohong. Itu terjadi karena bapak menemukan KTP Dewi yang ternyata golongan darahnya berbeda dengan ibu."

"Oh, kasihan mbak Dewi mas.."

"Kasihan bagaimana? Dia sudah berbohong hanya karena ingin diambil menantu keluarga Prasojo. Sejak itu ibu menjauhinya."

"Ya, tapi kan dia mencintai mas Bowo."

"Sudahlah Asri, jangan bicarakan itu lagi, ayo kerumah."

"Tidak mas, saya baru mau kesana setelah keluarga mas Bowo benar2  mau menerima saya sebagai keluarganya."

Pak Prasojo kesal ketika sore itu isterinya belum juga mau percaya bahwa pendonor darah itu adalah Asri. 

"Bukan ibu tidak percaya, tapi Asri sendiri yang mengatakan bahwa bukan dia yang melakukannya. Aku sudah bilang akan memberi hadiah bagi pendonor itu, tapi dia tetap mengatakan bahwa bukan dia orangnya."

"Tentu saja, bapak sih sudah tau watak Marsam dan anaknya, dia tak pernah mau diberi iming2 apapun. Bapak beri uang pensiun tiap bulan saja mereka memilih pergi dari rumahnya dan menghilang selama bertahun tahun.Justru karena ibu memberikan iming2 itu maka mereka semakin tak mau mngakuinya.

Bu Prasojo terdiam. Tadi dirumah pak Marsam dia merasa sudah bersikap baik, tapi Asri tetap tidak mau mengakuinya. Asri tetap menganggap bahwa orang lainlah pelakunya.

"Jadi ibu harus bagaimana ? Masa tiba2 ibu harus memaksa dia untuk mengaku."

"Bowo mana ?" tanya pak Prasojo ketika belum melihat anaknya.

"Dari pagi tadi dia belum pulang."

"Tuh mobilnya ada.."

"Tadi kan perginya sama Ongky, dipaksa dibawa kerumah sakit, ya pastilah mereka pergi entah kemana."

"Bowo pasti bisa memaksa Asri untuk mengaku."

Diam2 pak Prasojo mulai menyadari bahwa tinggi rendahnya derajat seseorang bukan terletak pada harta dan kedudukan yang dimilikinya. Orang sederhana seperti pak Marsam, tak pernah tergiur oleh gemerlapnya harta, dan itu adalah perbuatan mulia yang sangat dipujinya.

"Mengapa aku harus malu seandainya harus berbesan dengan bekas sopirku?"

"Bapak bilang apa?"

"Bu, kita harus mensyukuri atas apa yang diberikan Tuhan untuk kita ini, sehingga kita bisa hidup terhormat dan berkecukupan. Tapi kita juga harus bisa menghargai orang lain, walau mereka berbeda dalam status dan derajat kehidupannya . Bukan berarti mereka itu rendah, bahkan kita harus mengacungi jempol atas ketulusan hati dan keluhuran budi seseorang. Contohnya Marsam, dia tak pernah mau diberi uang dengan cuma2. Dia juga menyembunyikan perbuatan baik yang telah dilakukannya karena tak mau dianggap mengharapkan imbalan atas apa yang dilakukannya.

Bu Prasojo terdiam, dan mencerna dengan seksama atas semua ucapan suaminya.

"Ibu tau kenapa Marsam pergi dari rumahnya dan menyembunyikan tempat tinggalnya ? Itu karena dia tak mau aku memberikan uang pensiun setiap bulannya. Dia merasa sudah tidak bekerja dan tak pantas menerima uang itu. Bapak tau itu karena mereka menghilang setelah berusaha menolak uang dari bapak. Sekarang ibu bandingkanlah perilaku Asri dan Dewi. Dewi itu orang terpelajar, dan menurut ibu lebih pantas menjadi menantu ibu daripada Asri yang hanya anak seorang sopir. Tapi apa yang dilakukannya? Dia rela berbohong karena ingin mendapat pujian, ingin mendapat imbalan.. ingin supaya bisa menjadi menantu kita.. apakah itu perbuatan terpuji? Jadi manakah yang disebut mulia? Kedudukan seseorang atau perilaku yang menakjubkan ketulusannya?

 

Pak Marsam memuji Asri yang menolak diajak Bowo sebelum yakin bahwa keluarga Bowo menyetujuinya. 

"Bagus nduk, bapak suka itu, ternyata anak bapak ini pintar dan bijak dalam berfikir. Tapi apakah mas Bowo marah?"

"Tidak pak, mas Bowo tidak marah, dia pasti bisa mengerti atas apa yang Asri inginkan. Meski kita orang tak punya, tidak berlebihan bukan kalau Asri minta agar keluarga Prasojo dulu yang datang kemari dan menunjukkan bahwa mereka tidak menolak Asri?"

"Kamu pintar nduk, bapak bangga padamu. Kalau nanti keluarga Prasojo tidak mau datang kemari, kamu harus bisa menerima kenyataan bahwa kamu tidak sebanding dengan mereka."

"Ya, Asri tau." tapi Asri merasa ada sembilu yang mengiris batinnya.

 

Berhari hari lamanya belum ada berita dari keluarga Prasojo. Asri mempersiapkan diri untuk menata hatinya atas apa yang akan terjadi. Semoga tak akan tumpah lagi air mata ini. Batin Asri.

Tiba2 dilihatnya sebuah mobil masuk kehalaman. Itu mobil pick up yang belakangnya terbuka, dan di jok belakang itu penuh dengan tanaman bunga. Asri dan pak Marsam heran karena tak pernah memesan pohon2 bunga itu.

Ketika mobil itu mendekat dan Asri melihat isinya, Asri merasa mengenal pot2 bunga itu.

"Tanaman dari mana ini nduk?"

"Entahlah, Asri tidak memesannya, tapi Asri merasa mengenal pot2 bunga ini."

Sopir mobil pick up itu turun dan memberikan sebuah amplop.

"Ini apa mas ?" tanya Asri sambil menerima amplop itu.

"Coba mbak baca dulu, saya hanya mengantarkan saja.

Berdebar hati Asri ketika membuka amplop itu. Isinya sepucuk surat.

 

#adalanjutannyaya#


1 comment:

MAWAR HITAM 02

MAWAR HITAM  02 (Tien Kumalasari)   Satria heran, apakah dia salah lihat? Ia merasa wanita itu adalah Sinah, suaranya juga suara Sinah, tapi...