JANGAN PERGI 27
(Tien Kumalasari)
Bu Listyo kesal, Radit tidak segera menjawab
pertanyaannya.
“Dit, ada apa kamu itu? Apa yang kamu pikirkan? Apa
kamu sudah ketemu orang tua asli Ratri, lalu mereka menolak kamu? Biar ibu yang
bicara.”
“Bukan begitu Bu, Radit juga baru saja tahu, tapi
belum jelas dimana dia tinggal.”
“Belum jelas? Lha kamu dapat cerita itu dari mana?”
“Dari orang yang tahu, tapi dia juga tidak bisa
menunjukkan dimana dia tinggal. Radit baru mau mencarinya.”
“Sepertinya ada yang nggak beres,” gerutu bu Listyo dengan
wajah tak senang.
“Kalau sudah jelas, Radit akan bilang sama ibu.”
“Jangan sampai ibunya Ratri itu seperti ibunya Listi
lho, sakit jiwa begitu, apa tidak menurun ke anaknya. Tidak keluarga berada tidak apa-apa, asalkan dia waras," kata bu Listyo yang
membuat Radit pucat pasi.
Bukankah sama, ibunya Listi dan ibunya Ratri? Radit
semakin tenggelam dalam diam.
“Kamu tampak gelisah Dit? Ya kalau memang baru akan
mencari siapa orang tua Ratri, segeralah cari tahu. Apa kamu tidak ingin bisa
segera menikah? Ibu saja sudah kebelet banget punya cucu,” kata bu Listyo sambil beranjak
ke kamarnya.
Radit masih terpaku di tempat duduknya. Ucapan ibunya
tentang harapannya agar tidak punya besan seperti ibunya Listi, membuatnya
kebingungan. Bisakah dia membuat ibunya mengerti bahwa walau orang tuanya bukan
bu Cipto, tapi nyatanya Ratri adalah gadis yang tidak ada cacat celanya? Radit
menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia belum berhasil menemukan bu Tijah,
tapi kendala yang menghadang sudah sangat berat untuk dilaluinya. Belum lagi
kalau nanti kedua ibu itu bertemu, kemudian bicaranya tidak nyambung, lalu
ibunya benar-benar tidak sudi bermenantukan Ratri.
“Ya Tuhan ….”
Radit menatap langit-langit ruangan yang diam membisu,
dipandangnya berlama-lama seakan mencari jawab atas apa yang harus
dilakukannya.
“Ratri, apapun yang terjadi, jangan pergi meninggalkan
aku, ya,” rintihnya sambil memeluk bantalan sofa yang kemudian diraihnya.
“Apa Ratri sudah mendengar dari ibunya tentang cerita bu Tarmi siang tadi? Lalu bagaimana sikap Ratri setelah mengetahui semuanya? Aku yakin Ratri akan menerima keadaan itu. Ratri gadis yang baik. Dia tak akan ingkar seandainya ibunya hanya seorang wanita yang sakit jiwa.
Lalu Radit meraih ponselnya. Dari pembicaraan nanti,
Radit berharap bisa mengerti bagaimana situasi rumah bu Cipto sepulang dari
ketemu bu Tarmi.
Sebuah jawaban suara lembut dan merdu segera terdengar
begitu Radit mengontaknya.
“Ya Mas Radit.”
“Sedang apa Tri? Sudah mau tidur?”
“Belum lah Mas, masih sore lho ini. Apa Mas Radit
sudah mau tidur?”
“Aku juga belum.”
“Tuh kan, sama berarti. Ada apa nih, ada yang penting?”
“Waduh, apa bolehnya menelpon hanya kalau ada yang penting?”
Ratri tertawa. Tawa yang lepas, tak tampak ada beban.
Tak tampak bahwa dia baru mengetahui sebuah rahasia besar. Radit menghela
napas.
“Mas Radit kelihatannya ingin mengatakan sesuatu?”
“Tidak Tri, hanya kangen sama kamu.”
“Aduuuh, baru berapa hari tidak ketemu sudah kangen.”
“Itu benar, sehari tidak ketemu rasanya sudah setahun.”
“Berarti kalau dua hari, seperti tidak ketemu dua
tahun dong.”
“Kalau tiga hari ….”
Keduanya tertawa ngakak.
Radit kembali menghela napas. Rupanya Ratri
benar-benar belum mengerti tentang siapa sebenarnya orang tuanya. Mengapa bu Cipto
tidak segera mengatakannya? Apakah bu Cipto takut kehilangan kasih sayang
Ratri, yang sudah dianggapnya sebagai anak kandungnya sendiri?
Pembicaraan tetap lancar, seperti tak ada sesuatu yang terjadi.
Malam itu Radit terus memikirkan ucapan ibunya, dan rasa takut
kehilangan Ratri itu bahkan lebih besar dari barangkali rasa takut bu Cipto
sendiri.
***
Tapi sesungguhnya Ratri justru gelisah memikirkan
sikap ibunya beberapa hari terakhir ini, apalagi setelah dia pulang dari
bekerja tadi.
Bu Cipto tampak banyak merenung, dan Ratri sama sekali
tidak berani menanyakan apapun, walau sebenarnya dia ingin bertanya tentang apa
yang dilakukan ibunya di pasar, lalu menolak diajak pulang bareng. Masih
terbayang saat pagi harinya ketika ibunya marah-marah saat dia melarang untuk
sering-sering pergi ke pasar. Hal yang dilakukan karena sayang, diterima dengan
marah oleh ibunya. Bahkan sangat marah, dan hal itu membuatnya takut sampai
malam harinya.
Sampai makan malam bersama, bu Cipto tak banyak
bicara.
“Apakah Ibu baik-baik saja?”
“Apa? Ya, ibu baik-baik saja,” jawabnya singkat.
Lagi-lagi dilihatnya sang ibu hanya makan sedikit, seperti hanya ingin menemani
dirinya makan saja.
“Ibu tidak sakit kan?”
“Tidak. Ibu sehat, apakah ibu kelihatan pucat?” jawabnya tak senang.
“Bukan. Baiklah, Ratri senang ibu tampak sehat,” katanya
karena nada suara ibunya terdengar lebih tinggi.
“Masakan ibu enak sekali,” kata Ratri, untuk
menghilangkan kekakuan situasi makan malam itu.”
“Apa biasanya tidak enak? Memang ibu kan bukan koki
pilihan.”
“Tidak Bu, masakan Ibu selalu enak. Tapi hari ini
terasa lebih enak. Apa karena Ratri sudah lama ingin makan sayur asem, kemudian
ibu memasaknya hari ini ya.”
Bu Cipto diam. Pujian itu tak membuatnya terbuai dan
bersorak kegirangan. Ratri menjadi sedih. Mengapa tiba-tiba suasana hangat yang
selalu tercipta, tiba-tiba menjadi kaku seperti ini? Tapi sungguh Ratri tak
berani lagi bicara. Ia membersihkan meja makan ketika ibunya sudah berdiri
meninggalkan ruang makan itu, lalu mencuci semua piring dan semua yang kotor di
dapur. Tak terdengar ibunya melarang seperti biasanya. ‘Biar ibu saja Tri’ …
tak ada. Ratri sedih bukan karena pekerjaan yang banyak itu, tapi sedih atas
suasana kaku yang tiba-tiba membuatnya miris ketakutan, entah karena apa, Ratri
tak mengerti.
***
Bu Cipto sudah masuk ke dalam kamar, tak lama setelah
selesai makan malam. Ratri duduk sendirian di depan televisi, berusaha
menikmati acara, tapi pikirannya terbang ke mana-mana. Apakah dia punya
kesalahan yang tak bisa dimaafkan, apakah ada orang yang menyakiti perasaan
ibunya, apakah ada sesuatu di pasar yang membuat ibunya marah dan terluka.
Ratri terus membatin, dan malam sudah semakin larut. Perlahan Ratri memasuki
kamar ibunya, dan berbaring di samping ibunya yang tampak memejamkan mata. Tapi
Ratri terkejut ketika melihat ibunya bergerak.
“Tidurlah di kamar kamu sendiri Tri,” katanya pelan.
Ratri urung membaringkan tubuhnya. Penolakan ibunya
membuat jantungnya bagai teriris oleh seribu sembilu.
“Mengapa Bu, Ratri selalu nyaman berada di samping
Ibu.”
“Ibu akan belajar menjalani hidup ini sendirian,” jawaban
yang mengagetkan.
Ratri berpikir, pada suatu hari kalau dirinya menikah,
ibunya akan sendirian di rumah ini.
“Bu, kalaupun Ratri menikah, Ratri akan mengajak Ibu
tetap tinggal bersama Ratri. Ibu tak akan sendirian,” kata Ratri, lembut,
sambil merangkul ibunya.
“Tidak Tri, bukan itu.”
“Apa maksud Ibu? Dengar Bu, sikap Ibu di hari-hari
terakhir ini sangat membuat Ratri bingung, dan juga sedih. Kalau Ratri membuat
kesalahan, tolong maafkanlah Ratri, ya Bu. Terkadang Ratri suka melakukan
sesuatu yang Ibu tidak suka. Katakan saja Bu, Ratri akan merubahnya. Ratri tak
ingin membuat ibu kesal dan marah. Ratri sangat sayang sama Ibu. Ratri tak bisa
hidup tanpa Ibu,” katanya sambil terisak di dada ibunya.
Bu Cipto tak bisa lagi menahan terlepasnya air mata
dari sepasang mata tuanya. Siapa bilang dia tidak sayang sama Ratri? Tapi dia
sedih saat harus kehilangan Ratri, bukan karena dibawa suaminya nanti, tapi
kalau ibu kandungnya memintanya.
“Aku hanya memiliki kamu Tri,” isaknya sambil
merengkuh kepala Ratri.
“Ratri juga hanya memiliki Ibu.”
“Tidak Tri, kamu salah.”
Ratri mengangkat kepalanya, duduk menghadapi ibunya
yang masih berbaring.
“Apa maksud Ibu?”
“Kamu bukan anakku Tri, kamu bukan anakku,” lalu tangis
bu Cipto pecah. Ia menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya.
Ratri bengong, ucapan ibunya seperti petir menyambar,
membuat tubuhnya lemas. Ia mencubit lengannya, berharap ini hanyalah mimpi.
Tapi tidak, lengannya terasa sakit. Dia tidak mimpi. Sang ibu mengatakan bahwa
dia bukan anaknya?
“Ibu berbohong bukan?”
“Tidak, ini benar. Ibu sekarang sedang belajar
menjalani hidup sendirian, karena sadar bahwa kamu bukanlah milik Ibu. Kamu
milik orang lain, ibu kandung kamu.”
“Bu, katakan dengan jelas, apa maksud Ibu?” kata Ratri
sambil menggoyang-goyangkan lengan ibunya.
“Kamu saudara sekandung Listi.”
“Apa?” Ratri terpekik.
Lalu dengan terbata-bata, bu Cipto menceritakan
semuanya, seperti Tarmi bercerita siang harinya.
Ratri benar-benar merasa lemas. Ia kembali menjatuhkan
kepalanya di dada bu Cipto.
“Ibu, di manakah ibu Ratri yang sebenarnya? Tapi
apapun yang terjadi, Ibu adalah ibu Ratri, yang tetap Ratri sayangi sampai
kapanpun.”
“Benarkah?”
“Dengan segenap jiwa , Ratri sangat menyayangi Ibu.”
Mereka berpelukan lama sekali. Rasa sesak yang
menghimpit hati bu Cipto terurai sudah, ketika dia sudah mengatakan semuanya
pada Ratri. Padahal sejak siang dia menahannya, tak tahu bagaimana mengatakannya.
“Sayangnya kita belum tahu di mana dia berada. Nak
Radit baru akan mencari tahu.”
“Jadi mas Radit juga tahu semuanya? Mengapa saat
menelpon dia tidak mengatakan apa-apa?” gumam Ratri.
Bu Cipto mengelus kepala Ratri.
“Ratri pernah bertemu wanita itu Bu, di rumah mas
Radit, dan di jalan, saat mau belanja sama ibunya mas Radit. Tapi dia tidak mengenali
Ratri, hanya mengatakan bahwa Ratri mirip anaknya. Ratri tidak merasa apa-apa,
karena banyak orang mengatakan bahwa Ratri mirip Listi.”
Tapi sekarang Ratri tahu, bahwa bu Tijah bersikap begitu, karena tidak mengetahui bahwa anak satunya masih hidup.
“Setelah kamu melihatnya, dan mengetahuinya bahwa ternyata
dia ibu kandung kamu, bagaimana perasaan kamu? Menurut cerita, dia seperti …
maaf … punya gangguan jiwa. Apa kamu malu mengakuinya?”
“Mengapa Ratri harus malu? Kalau memang dia ibu
kandung Ratri, tetaplah dia ibu yang melahirkan Ratri. Ratri tak mau
mengingkarinya. Ratri justru ingin bertemu dia secepatnya.
“Nak Radit sedang mencari tahu tentang dia.”
***
Tak tahan memendam perasaannya, masih pagi Ratri
menelpon Radit. Ia ingin tahu, mengapa saat menelpon dia tidak mengatakan
apa-apa dan bersikap seakan tak ada apapun yang terjadi.
“Maaf Ratri, saat itu aku sebenarnya sedang menjajagi,
apa yang terjadi di rumah ini, setelah bu Cipto bertemu orang yang bernama
Tarmi. Dan ketika kamu terlihat biasa saja, aku yakin ibu belum mengatakan
apapun sama kamu.”
“Tengah malam ibu baru mengatakannya, saat aku sudah
mau tidur.”
“Baiklah, bagaimana perasaan kamu setelah mengetahui
semuanya? Aku merasa, bu Cipto sangat takut kehilangan kamu, itu sebabnya dia
tidak segera mengatakannya sama kamu.”
“Itu benar. Tapi kekhawatiran ibu tidak beralasan. Aku
sangat menyayanginya, karena aku merasa, ibu adalah ibuku. Aku menyayanginya,
apapun yang terjadi. Dan aku juga tak ingin ingkar setelah bertemu ibu kandung
aku, karena dia yang telah melahirkan aku.”
“Kamu sudah pernah bertemu dia bukan? Ibu kandung
kamu, yang bernama bu Tijah?”
“Iya, aku ingat Mas, sekarang dimana aku bisa bertemu dia lagi?”
“Kalau bisa, pagi ini aku akan menemui bu Sumini. Dia
pasti tahu di mana bu Sutijah berada.”
“Bu Sumini itu … yang menunggui rumah keluarga orang
tua angkat Listi?”
“Benar.”
“Aku ikut Mas, aku akan minta ijin untuk tidak
mengajar hari ini.”
“Baiklah, aku samperin kamu sebentar lagi.”
***
Radit menemui bu Sumini di rumah keluarga Suroto. Bu
Sumini terkejut ketika tahu bahwa Ratri juga anak dari Sutijah, sepupunya.
“Ya ampun, non ini adalah anak yu Tijah? Berarti Tarmi
memang benar-benar jahat. Memanfaatkan kegilaan yu Tijah untuk mencuri anaknya,
dan akhirnya diberikannya juga kepada orang lain.”
“Itu karena pak Sukur sudah tidak ada Bu.”
“Benar-benar jahat.”
“Bu, kalau begitu, bu Sumini ini bibiku, bukan?” kata
Ratri.
“Iya Non, karena saya adalah adik sepupu yu Tijah.”
“Mengapa memanggil saya Non, panggil saya Ratri, karena nama saya Ratri,
bibi,” kata Ratri sambil mencium tangan bu Sumini.
Bu Sumini tersenyum. Ia menatap Ratri tak berkedip.
Wajahnya sangat mirip Listi, tapi perilakunya jauh berbeda. Ratri sangat santun
dan bersikap manis. Sementara Listi sedikit kasar dan semaunya. Tak masalah
kalau Listi memintanya memanggil nona Listi, karena tahunya dirinya adalah
pembantu yang menjaga rumah orang tuanya. Tapi sikap keseharian Listi memang
jauh berbeda. Terkadang Listi bisa bersikap kasar, dan selalu merasa ingin dihormati.
“Mengapa bibi menatap saya terus?”
“Karena Non … eh, Ratri sangat mirip non Listi, tapi
perilakunya jauh berbeda,” kata bu Sumini sambil tersenyum.
“Bibi bisa saja. Tapi sekarang saya ingin tahu, dimanakah
saya bisa menemui ibu saya?”
Dan seperti menjawab pertanyaan Ratri, tiba-tiba
seorang wanita memasuki halaman dan berteriak memanggil.
“Sum! Aku mencari kamu di rumah, pagi-pagi sudah di
sini!!”
Semuanya menoleh ke arah datangnya suara. Ratri
berdebar.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien JP 27 sudah hadir
DeleteJuaranya mbk Iin
DeleteJeng Iin juara 1 menggantikan uti Nani yang 3 malam berturutan juara 1, selamat jeng Iin
DeleteKejora Pagi
ReplyDelete🌾🌾🌹🌹☘️☘️♣️♣️❤️❤️
Kamis, 17 November 2022
JANGAN PERGI
#Episode 27
Penulis : Tien Kumalasari.
👀👀👀👀👀👀👀👀👀👀
Alhamdulilah..... sudah tayang.....
Terima kasih bu Tien, semoga bu Tien sehat selalu dan selalu sehat.... Aamiin ya Mujibassailiin..
Salam ADUHAI, Kakek Habi mBandung.
Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi sudah tayang
ReplyDeleteAsyik sdh tsyang
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturnuwun bunda Tien
ReplyDeleteSugeng daluuu.... Mbak Tien
ReplyDeleteMugi tansah pinaringan keberkahan sehat... Salam kangen dr Surabaya
Punyaku urutan ke 4 ada yg nrombol
ReplyDeleteGak ya
Alhamdulillah tayang
ReplyDeleteAlkhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun sanget bu Tien, salam aduhaiiii 🌹🫰🏻
Alhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Alhamdulillah sampun tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien, mugi2 tansah ginanjar kasarasan karaharjan kabegjan rahayu ingkang pinanggih.
Aamiin yaa robbal alamiin 🤲
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~27 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSemoga bu Tien sehat selalu
Allhamdulillah, sehat selalu bund❤
ReplyDeleteBu Cipto sudah bilang kpd Ratri dan bisa menerima, tinggal bagaimana ibu Radit bila tahu siapa ibu Ratri.
ReplyDeleteMakin asyik bukan??
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah.
ReplyDeleteMatur nuwun nggih Mbak Tien ....semoga kita semua diparingi sehat Aamiin.🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat ...
Alhamdulillah
ReplyDeleteAkhirnya ketemu ibu kandung...
ReplyDeleteAkankah konflik menajam dengan sikap Bu Listyo yg menolak punya besan odgj..
atau justru bisa legowo...???
Hanya Bu Tien yang tahu.... hehehe
Selalu dibuat penasaran dengan kelanjutan nya.
Masih ada satu episode besok yg bisa dinikmati, semoga Bu Tien sehat selalu.
Aamiin yaa robb..
Alhamdulilah lebih clear ..sdh ketemu ibu kandung ratri ..makin seru ..terima kasih bu tien... salam sehat
ReplyDeleteAlamdulillah.... terima kasih
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah JP 27 sdh tayang
ReplyDeleteSemakin seru dan bikin penasaran lanjutan ceritanya
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
Aamiin Yaa Allah
Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun mbak Tien.. cerbung Jangan Pergi Eps. 27 sudah tayang. Semoga mbak Tien sekeluarga tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
ReplyDeleteTrims Bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Ayoo Tijah yg datang ya,,,,ratri berpelykan dg ibunya
🦋🌹🌿 Alhamdulillah JP 27 telah terbit. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nwn bu Tien, Salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi,
Makasih mba Tien
ReplyDeleteNah lho, Sumini menilai Ratri lebih baik, tentang kepribadiannya, lah olèhé nulis piyé iki, unggah ungguh sopan santun ngono lah, wis apik nggenah kåyå putri tenanan; genah wadon.
ReplyDeleteKetemu di rumah Listy, sajaknya Listy selama ini dimanja sama Bu Suroto; ya udah sama keluarga Suroto, yang masalah finansial mampu gitu.
mBasan sudah terbiasa apa apa dengan mudah didapatkan; jadi terbiasa nggak mau susah, ini yang mbikin Bu Suroto merasa salah pola asuh sampai setres, sok tahu.
Lho bener lho, terus nilai diri harus dihargai, kalau ada masalah dan dia punya mau itu yang dia lakukan, kayanya begitu.
Apalagi kalau sudah nduwé karêp, sudah kudu kelakon.
Tijah melihat ada anak yang mirip Listy, mendelok nggak berkedip, takut hilang.
Setelah bagé binagé ngabaraké keslametan kabèh, nah ini Radityo cerita kalau ketemu mak Tarmi; yang oleh bu Cipto disandera maunya apa, kok takut kalau Bu Cipto didekatnya, nah cerita itu yang di andaraké Radityo, ke Bu Lik Sumini dan mak Sutijah.
nah ini tergantung yang nanggap; Sutijah menanggapi nya gimana, apakah masih konsisten dengan karêp nya, kok agak ragu ya, itu Sutijah kan tidak stabil, apa bisa konsisten pernyataan nya dulu, ah aneh-aneh angèl megang omonganya orang mandan gemblung, seperti maunya sendiri gitu.
Mudah mudahan Ratri yang juga pernah diajari tentang psikologi bisa cepat tanggap, atau malah biså jadi membuat adem mbok Sutijah, malah jadi sembuh.
Lha kalau mbok Sutijah terus bikin peraturan harusnya yang tuwa dulu yang harus nikah, terus piyé, wong itu carané layangan kudu dikasih sinthingan biar kalau layangan ditarik apa diulur ngikut maunya yang punya layangan supaya bisa terbang tinggi dengan arus angin yang ada.
Malah mèlu tèrêng måcå ndongèngaké wong owah.
Dicrigisi yå malah mèlu mèlu tèrêng.
ADUHAI
gimana Dit yakin tetep sama Ratri.
Kan ibumu sudah ngebet kepingin punya cucu.
Nanti mertuamu ngudang cucu pakai tembang bocah;
buto buto galak solahmu lunjak lunjak.
ngadêg sigrak sigrak rambut gèmbèl rémbyak rémbyak.
Seru Dit kåyå nanggap jathilan.
Terimakasih Bu Tien
Jangan pergi yang ke dua puluh tujuh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Paklik, jangan Buto buto galak tho......Montor montor cilik wae .........
DeleteMontor montor cilik
Sing nunggang mblenek
Lungguh lenggat lenggut
Ngantuk liyat liyut
Njegagrek neng tengah kreteg
Ana grobak mandeg
Grobage isi babi
Ambune ra pati wangi
Pak gendut cengar cengir
Babine senggrak senggrok
Grok... grok...grok.... grok....
Translate nyaa dooong..hihii..
DeleteTerima kasih bunda Tien... 🙏
ReplyDeleteTerima ksih bunda JPnya..slm seroja sll dri skbmi🙏😍😍🌹
ReplyDeleteTijah datang, cerita pun terputus...
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
Alhamdulillah terimakasih Bu Tien.....
ReplyDeleteKok berkaca kaca ya saya....
Bu Tien memang pinter mengambil hati pembacanya....
Matur nuwun Bu Tien....
Moga sehat selalu Nggih.....
Waah...asyik juga baca komen2 prediksi lanjutan kisah ya...ibu Tien memang keren, menyatukan penggemar semua, gemes2 mikir mengikuti alur cerita yang berliku-liku seperti biasanya, ciri khas cerbung bu Tien. Bravo! Semangat terus, bu...matur nuwun, sehat2 ya...🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah JePe sudah tayang. Matursuwun bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteBu Tijah hadir, ketemu Ratri tentu sangat senang mengira itu adalah Listi.
ReplyDeleteSementara Ratri membiarkan dirinya dianggap Listi, yg penting bu Tijah senang dan syukur2 bisa sembuh odgjnya.
Ratri tetap jadi anak baik, sayang semua orang2 terdekatnya semoga semua orang juga tetap sayang kpd Ratri...
Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.
Alhamdulilah Ratri sdh tayang..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Salam sehat selalu utk bunda tercinta..
Alhamdulilah Ratri sdh tau ibu kandungnya..
ReplyDeleteApkh bu Tijah mengingatnya??
makin penasaran dg apa yg akan ditulis bunda Tien nanti mlm...
Tks bunda Tien..
Salam Aduhaaiii...
Luar biasa .....!
ReplyDeleteIbu Tien sudah mengurai benang ruwet dengan cara yang apik.
Membuka kisah Listi yang diberikan kekeluarga Suroto.
Serta Ratri yang dititipkan kepada keluarga Sucipto.
Semua terurai dalam alur ceritera yang apik.
Pertemuan bu Sutijah dengan Ratri yang dianggap Listi dan Ratri memeluk dirinya, mampu membuat ingatan bu Sutijah untuk kembali normal.
Dan saat membezoek Listi di RS, pun membuat Listi menjadi sadar.
Tapi ngga mungkinkan Radityo menikahi keduanya .....?
Nah kita tunggu episode selanjutnya, bagaimana bu Tien mengarahkan Listi menempuh pilihan hidupnya.
Salam sehat
Salam aduhai
Matur nuwun bu
ReplyDeleteMugi2 tansah sehat
Terima ksih bunda Tien..slm sht sll dan tetap aduhai🙏😍🌹
ReplyDeleteTerima kasih atas sapaannya mbak Tien.. Salam sehat selalu
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien
ReplyDelete