Wednesday, November 16, 2022

JANGAN PERGI 26

 

JANGAN PERGI  26

(Tien Kumalasari)

 

Nyeri dan ngilu rasa batin Tijah. Ternyata suaminya tidak peduli pada anak kandungnya sendiri. Tidak merasa kehilangan, justru merasa bersukur karena adanya seorang anak hanya akan membebaninya. Aduhai.

Dan setelah itu Sukur juga tidak pernah berbicara apapun. Juga tidak pernah bertanya, bagaimana membayar biaya persalinan, bagaimana keadaannya setelah melahirkan. Apakah ada yang dirasakannya setelah itu. Tidak. Tijah ingin sekali suaminya bertanya tentang banyak hal saat dia melahirkan. Oh ya, jangankan bertanya tentang dirinya, kehadiran seorang anak yang bagi orang lain sangat membahagiakan saja tidak tampak pada Sukur. Semuanya hanyalah angin lewat.

Tapi Tijah memendam luka dan duka itu seorang diri. Memendam kesakitan yang merobek-robek hatinya sampai berkeping-keping, tanpa ada tempat untuk mengadu.

***

“Benarkah istri kamu sudah melahirkan Mas? Kamu senang dong,” kata Tarmi ketika Sukur bermalam di rumahnya.

“Senang? Biasa saja tuh. Kehadiran seorang anak hanya menyusahkan saja. Menambah beban hidup. Ya kan?”

“Lebih baik tanpa beban, sehingga kita puas bersenang-senang bukan?”

“Tentu saja.”

“Berarti sekarang Tijah sibuk mengurus bayinya.”

“Tidak. Bayinya sudah diberikan pada orang lain.”

“Ya ampun. Kamu marahi dia kan mas? Perempuan macam apa, menyerahkan bayinya kepada orang lain.”

“Marah? Tidak. Bagiku itu bukan sesuatu yang harus aku pikirkan. Aku tidak peduli. Hidupku adalah kamu, dan bukan orang lain,” kata Sukur enteng.

Tarmi terkekeh senang. Ia menyandarkan kepalanya di dada kekasihnya, dan membuat Sukur semakin tenggelam dalam lautan asmara penuh gelombang dosa.

“Apa Tijah tahu bahwa kamu selalu bersama aku? Kalau tahu dia pasti marah sama kamu, ya kan Mas?”

“Tidak sama sekali. Entahlah. Mungkin tidak tahu. Dia itu kan perempuan bodoh. Bahkan dia tidak pernah lagi bertanya walaupun aku tidak pulang sampai berhari-hari.”

“Benarkah? Ya ampun Mas, kenapa kamu dulu tidak memilih aku, dan memilih perempuan bodoh itu?”

“Salah siapa, ketemunya belakangan sih.”

“Mas Sukur harus segera menikahi aku dong.”

“Iya nanti, yang penting cinta aku hanya sama kamu, ya kan?”

“Iya sih, bagiku yang penting mas Sukur selalu bersama aku.”

Tapi karena terlalu memanjakan Tarmi, Sukur melakukan hal yang tak terpuji di kantor, Dia ketahuan korupsi, dan dipecat dengan tidak hormat.

Sukur merasa dunianya gelap. Apalagi setelah Tarmi menyadari bahwa dirinya tak lagi punya uang, lalu bersikap acuh dan tak lagi memintanya datang menemuinya.

***

Dengan tubuh lunglai tak berdaya, akhirnya dia pulang ke rumah istrinya.

Tijah juga tidak bertanya. Mengapa pulang, mengapa kelihatan sedih. Ia bersikap seakan tak terjadi apa-apa. Ia memendam semua perasaannya dalam-dalam, dan seperti mati rasa. Dia juga diam ketika suaminya meminta maaf.

“Tidak usah meminta maaf. Memangnya kamu salah apa?” tanyanya enteng.

Sukur tak bisa memahami hati istrinya yang terlanjur remuk dan tak bersisa. Tiba-tiba dia merasa kasihan kepada istrinya.

“Aku tidak lagi punya penghasilan. Aku sudah tidak bekerja,” akhirnya Sukur berterus terang.

“Ya sudah, diam saja di rumah. Masih ada barang-barang yang bisa dijual untuk makan,” lagi-lagi Tijah tampak tak terbebani dengan kisah pilu yang diutarakan suaminya.

Dua bulan di rumah, Tijah hamil lagi. Kali ini Sukur sedikit perhatian kepada istrinya. Ia yang kemudian menjadi buruh di sebuah perusahaan kayu, bahkan selalu mengantarkan istrinya periksa ke dokter kandungan. Ia sudah menjual sepeda motornya untuk mencukupi biaya hidup.

Apakah Tarmi benar-benar tak peduli? Ternyata sesungguhnya Tarmi masih mencintai Sukur. Sukur yang sudah menjadi pekerja kasar, masih tampak ganteng dan kekar. Tarmi tak pernah bisa melupakan malam-malam indah yang dilaluinya bersama Sukur. Hatinya panas melihat Sukur tampak rukun dengan istrinya.

Pada suatu hari, Tarmi menemui Sukur di tempat kerjanya. Membuat Sukur sangat terkejut.

“Tarmi? Mau apa kamu menemui aku?” tanya Sukur heran.

Tapi tiba-tiba Tarmi memeluk Sukur dengan erat, dan menangis terisak tanpa malu, bahkan ketika teman-teman kerja Sukur melihatnya.

“Kenapa kamu ini?”

“Kamu ini sungguh keterlaluan Mas.”

“Keterlaluan bagaimana?”

“Kamu meninggalkan aku begitu saja. Aku sudah menyewa kamar sendiri agar bisa bebas saat bersama kamu, tapi kamu tidak pernah lagi menemui aku,” isaknya.

“Bukankah kamu sendiri yang tidak membutuhkan aku? Tidak pernah memintaku untuk datang menemui kamu?”

“Aku hanya pura-pura Mas, aku menguji cinta kamu sama aku. Ternyata kamu kembali kepada istri kamu, dan membuatnya hamil lagi. Aku cemburu, tahu!” rengek Tarmi memelas, tapi sambil erat mendekap.

Sukur hanyalah manusia biasa, yang begitu rapuh dan imannya gampang runtuh. Kehangatan itu membangkitkan lagi keinginan-keinginan yang dulu pernah dia nikmati bersama perempuan cantik yang pintar meluruhkan hati dan pertahanannya.

Ia mendorong pelan tubuh Tarmi.

“Baiklah, sepulang kerja aku akan menemui kamu.”

“Benar ya Mas?” sorak Tarmi.

“Tapi aku sudah tidak bisa lagi memberi uang kamu yang banyak, aku hanya buruh harian yang uangnya tidak seberapa.”

“Itu tidak masalah, yang penting kamu kembali bersama aku.”

Dan dosa itu terulang lagi.

Sukur jarang pulang kerumah, dan tak pernah lagi mengantarkan istrinya saat ia memeriksakan kandungannya.

Dan lagi-lagi Tijah hanya diam.

Ia juga diam ketika Sumini kembali mengingatkan atas kelakuan suaminya.

“Suami kamu kumat Yu, jangan biarkan hal itu berlanjut.”

“Aku tidak peduli Sum.”

“Dia masih suami kamu, kamu berhak merebutnya kembali.”

Tijah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sumini merasa trenyuh. Ini bukan hal yang biasa. Sepupunya tak peduli apapun, dan ini menunjukkan bahwa dia sakit. Sakit jiwa. Apa yang harus Sumini lakukan? Sumini melihat rumah Tijah sudah tak berperabot. Meja kursi sudah dijualnya. Almari pakaian tak ada lagi. Ia melihat pakaian Tijah hanya ditumpuk di sebuah ember.

“Ya Tuhan, keluarga ini sudah hancur. Benar-benar hancur.”

Ketika merasa mau melahirkan, Sumini bahkan tidak tahu. Hanya tetangga yang mengantarkan, kemudian ditinggalkan begitu saja. Suaminya yang diberi tahu, juga tak lagi mempedulikannya.

“Istriku melahirkan,” kata Sukur bergumam ketika malam itu bersama Tarmi.

“Kelihatannya kali ini kamu peduli.”

“Sebenarnya aku ingin punya anak. Kamu juga tak hamil-hamil sih,” keluh Sukur.

Tarmi merengut. Ia juga heran, padahal ia tak pernah minum obat pencegah kehamilan, tapi tak juga hamil. Kalau hamil dia bisa mempergunakan untuk memaksa Sukur agar segera menikahinya.

***

Entah apa yang ada dipikiran Tarmi, Dia datang ke rumah sakit, dimana Tijah melahirkan. Ia mendatangi Tijah, pura-pura menjenguk. Ia sangat berhati-hati, dan bersikap manis, agar kalau melihatnya, Tijah tidak marah-marah dan membuat para perawat curiga.

Tapi Tijah hanya diam tak bereaksi. Ia sudah duduk dan tak ada wajah marah saat melihatnya.

“Jah, mana anakmu?”

“Apa aku punya anak?” jawab Tijah.

Tarmi tertegun. Ia menatap wajah Tijah yang seperti orang linglung. Matanya tak bercahaya. Dan tiba-tiba ia turun dari tempat tidur.

“Aku mau pulang.”

“Bagaimana anakmu?”

“Mati,” katanya tanpa melihat ke arah Tarmi.

Tarmi membiarkannya. Tak menahannya saat Tijah keluar dari kamar. Tarmi menemui perawat jaga, menanyakan tentang anak Tijah. Perawat mengatakan bahwa anaknya sehat.

Dengan mengaku sebagai kerabat, Tarmi mengambil anak itu, dan membayar biaya persalinan dengan uangnya sendiri.

***

Sumini heran, ketika datang ke rumah Tijah, dan melihat perut Tijah sudah mengecil.

“Kamu sudah melahirkan?”

“Anakku mati,” katanya enteng.

Sumini terkejut. Tapi dia tak pernah menanyakannya pada rumah sakit dimana Tijah melahirkan. Sumini takut, kalau tiba-tiba pihak rumah sakit menagih pembayaran saat dia datang.

Ia merasa iba melihat keadaan sepupunya yang seperti orang sakit jiwa.

Karena kasihan maka setiap hari Sumini  datang ke rumah Tijah, untuk memberinya makan, dan mengajaknya berbicara. Tapi bicaranya selalu ngelantur. Ia hanya ingat, anaknya dipelihara oleh keluarga Suroto, dan ia ingin selalu melihat keadaannya.

Penasaran, ia mendatangi Sukur di rumah selingkuhannya. Ia mengatakan bahwa Tijah sudah melahirkan dan anaknya meninggal. Sukur tak peduli, dan Sumini pulang dengan kecewa.

***

Sukur senang ketika Tarmi membawa pulang bayi Tijah. Ia lebih senang bayi itu bersama Tarmi, sehingga dia bisa melihatnya setiap hari.

Tapi dua bulan setelah itu, Sukur meninggal karena kecelakaan.

***

Tarmi terisak penuh penyesalan.

“Benar ya, jangan melaporkan saya pada polisi ya, saya sudah hidup menderita, sebagai balasan kejahatan saya,” isaknya memelas.

Radit tertegun.

“Kalau begitu, berarti Ratri itu adiknya Listi yang terpisah?” gumamnya.

Bu Cipto terkejut.

“Siapa Nak?”

“Listi itu anak bu Tijah, demikian juga Ratri.”

Bu Cipto menutup mulutnya.

“Apa itu sebabnya banyak yang keliru memanggil Ratri dikira Listi? Jadi mereka saudara kandung?”

“Bolehkah saya pergi? Tolong, tepati janji kalian.”

“Di mana rumah Ibu?” tanya Radit.

“Aku tidak punya rumah, aku tidur menggeletak di sembarang tempat, dan menjajakan koran, ini penghidupan aku,” katanya sambil berdiri.

“Tunggu, ibu belum makan, saya sudah memesan tadi.”

“Dibungkus saja, saya makan nanti,” katanya sambil berdiri menunggu.

Radit meminta pelayan warung agar membungkus nasi dan minuman bu Tarmi. Radit juga memberikan sejumlah uang untuk bu Tarmi, yang diterimanya dengan linangan air mata.

***

“Saya agak bingung tentang cerita bu Tarmi tadi. Jadi di mana gadis bernama Listi itu?” tanya bu Cipto ketika Radit mengantarkannya pulang.

Ratri tidak pernah menceritakan hal yang pelik kepada ibunya, takut ibunya jadi kepikiran. Itu sebabnya bu Cipto juga tidak tahu tentang Listi yang sekarang ada di rumah sakit Jiwa. Bahkan dia juga tidak tahu bahwa Listi adalah bekas istri Dian.

“Ceritanya panjang Bu. Pasti Ratri tidak pernah menceritakan tentang Listi kepada Ibu.”

“Ratri tidak pernah cerita apa-apa yang tidak ada hubungannya dengan ibu. Pasti dia takut ibu kepikiran.”

“Benar Bu.”

“Lalu dimanakah wanita bernama Tijah itu? Ibu pernah melihat, bu Tarmi dikejar-kejar oleh seorang wanita yang … maaf … sepertinya agak gila, dan mengatakan bahwa bu Tarmi mencuri suaminya dan hartanya. Tapi agak lupa, ibu kurang memperhatikan wajahnya karena kemudian seorang wanita lain membawanya pergi.”

“Saya akan mencari tahu. Ini ada hubungannya dengan keinginan ibu saya, agar segera melamar Ratri. Cukupkah saya mengatakannya hanya kepada Ibu saja?”

“Tidak Nak, setelah tahu bahwa Ratri punya ibu kandung yang jelas, saya ingin agar si ibu itu juga dilibatkan tentang lamaran nak Radit nanti, karena sesungguhnya dia juga berhak.”

“Baiklah Bu, saya akan berusaha menemukannya.”

“Nak Radit tahu, dimana dia berada?”

Lalu mau tak mau Radit menceritakan semuanya. Tentang Listi yang bekas istri Dian, tentang keberadaannya sekarang dan penyebabnya. Bu Cipto heran, ada kejadian serumit itu.

“Ya Tuhan. Apakah akan mudah menemukan bu Tijah, mengingat dia agak terganggu jiwanya? Apakah dia bisa kita ajak bicara?”

“Entahlah Bu, tapi kita akan berusaha mencari jalan sebaik-baiknya. Bu Tijah tidak benar-benar gila. Demikian juga Listi. Mereka adalah orang-orang yang terganggu jiwanya karena sebuah keadaan yang menekan perasaannya, atau karena memendam derita yang tak tertahankan. Semoga dengan upaya yang baik, niat yang baik, semuanya akan menjadi baik pula.”

“Baiklah, bagaimanapun ibu sudah merasa lega, bisa mengetahui asal usul Ratri, yang sejak bayi menjadi anak saya, dan sangat saya sayangi seperti anak kandung saya sendiri. Ini keadaan yang luar biasa. Jerih payah saya untuk setiap hari ke pasar hanya untuk bertemu bu Tarmi, akhirnya tidak sia-sia. Syukurlah.”

***

Tapi di sore hari itu, ketika  bu Listyo kembali menanyakan perihal lamaran untuk Ratri, Radit bingung menjawabnya, karena dia juga harus mengatakan kepada ibunya, bahwa Ratri bukan anak kandung bu Cipto.

“Kamu sudah ketemu Ratri kan?”

“Belum Bu.”

“Kalau bu Cipto? Ibu kan minta agar kamu langsung ketemu ibunya, dan sekilas kamu bisa mengatakan bagaimana sesungguhnya hubungan kalian, lalu keinginan untuk segera melamarnya. Begitu kan?”

“Sebenarnya masih ada masalah yang Ibu juga harus tahu, sebelum Radit melangkah lebih jauh.”

“Masalah apa? Ratri menolak kamu? Ya tidak mungkin, kan ibu sudah ketemu beberapa kali.”

“Bukan Bu. Radit baru tahu, bahwa Ratri itu bukan anak kandung bu Cipto?”

“Oh, anak angkat? Jadi siapa orang tuanya? Ibu berharap orang tuanya juga orang baik, karena nyatanya Ratri itu gadis yang baik.”

Radit ragu untuk mengatakannya. Bagaimana kalau ibunya menolaknya setelah tahu Ratri itu anak siapa?”

***

Besok lagi ya.

42 comments:

  1. Horeee 🥰 manusang bu Tien 🌹🫰🏻

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah....
    Terimakasih bu Tien...
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete

  5. Alhamdulillah JANGAN PERGI~26 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah JP26 sudah tayang

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah JB26 sudah tayang. Matursuwun mbak tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah,maturnuwun bu tien...salam sehat

    ReplyDelete
  9. Semoga ibunya Radit tdk berubah pikiran..
    Semakin rumit yaa..
    kita tunggu cerita selanjutnya bsk lg..
    Tks bunda Tien..
    Salam sehat dan bahagia selalu utk bunda..

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah yg di tunggu sdh datang.
    Terima kasih Bu Tien.. Semoga Ibu dan keluarga sehat selalu. Aamiin..

    ReplyDelete
  11. Nah sudah jelas sekarang, Ratri adik Listi. Bagaimana sikap ibu Radit setelah tahu siapa ibu Ratri?
    Jawabnya: Besok lagi ya..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah yg di tunggu2 sdh dtg

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillaah dah d baca
    Makasih bunda

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah JP26 sdh tayang
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien..
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  16. Ketegangan akan segera dimulai.... jreng jreng😁😁
    ..
    Sehat selalu bu tien 🤩🤩🤩

    ReplyDelete
  17. Manusang, ibu Tien. Sehat selalu ya...🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  18. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  19. Akankah muncul kembali konflik..
    Wait and see, next episode
    ...

    Salam sehat Bu Tien...,, 😘😘

    ReplyDelete
  20. Kalau cerita menarik ini, rasanya pendek sekali...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  21. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah JP 26 telah tayang...

    Matur nuwun Bu Tien.....

    Moga bunda Tien sehat selalu bersama keluarga...

    Aamiin...

    ReplyDelete
  23. Kejendelen

    Radit binun didesak sana didesak sini.
    Alamat yang jelas Sumini, yang masih saja mendatangi eresjé ikut merawat Listi, mengajak bicara; tahunya Sumini yang membantu membersihkan rumah keluarga Suroto, yang terwariskan ke Listi.
    Selama ini Listi juga belum tahu ibu kandungnya Sutijah, Sukur sudah lewat, ah ada ya keremukkan super berantakan, kehidupan asal status; asal hidup mengabaikan karunia.
    Lha itu bersama hidup; båså né Arab, wèh lha kok..

    Sutijah masih berusaha meyakinkan Listi bahwa dia ibu kandungnya, berhasilkah.

    Bisakah Ratri menerima kenyataan, berangan Sutijah tetap pada awal niatnya biar anak-anak nya mendapatkan kasih sayang dari orang tua asuh nya; yang merawat begitu baik dan itu sebuah wujud rasa syukur atas karunia Nya.
    Sutijah justru tidak merebut hak asuh itu, penyadaran dirinya terbelenggu keadaan waktu itu.
    Semoga dilancarkan keinginan Radityo, dan berhasil mempersunting Ratri.

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi yang ke dua puluh enam sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  24. Terima kasih Bu Tien
    Semoga Bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien ,sehat Wal'afiat semua ya

    Wah seru nih,,,apakah bu Listyo mau menerima ternyata ratri adiknya listi anaknya bu Tijah,,🤭

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, matutsuwun Bu Tien
    Semoga Bu Tien sehat selalu. Aamiin

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...