Tuesday, November 8, 2022

JANGAN PERGI 19

 

JANGAN PERGI  19

(Tien Kumalasari)        

 

Radit tampak sangat memperhatikan, bu Sumini seperti orang sedih. Wajahnya muram, seperti menahan tangis.

"Ketika dia mengandung anak pertama, suaminya selingkuh dengan seorang gadis, yang ternyata hanya memoroti hartanya. Ia tak pernah pulang, setiap hari hanya menghamburkan uang untuk bersenang-senang dengan selingkuhannya. Yu Sutijah sangat menderita, sampai anaknya lahir suaminya sama sekali tak pernah menungguinya. Karena tak bisa mengasuh bayinya, lalu bayi itu diserahkan kepada keluarga Suroto, yang kemudian menganggap bayi itu sebagai anaknya sampai akhir hayatnya. Bayi itu adalah non Listi, yang tidak tahu bahwa sebenarnya dia hanyalah anak angkat."

“Jadi benar, bahwa Listi itu sesungguhnya anaknya bu Sutijah, dan yang berarti keponakan bu Sumini dong.

“Saya adik misannya yu Tijah. Bukan adik kandung. Dan kebetulan rumah saya berdekatan dengan rumah keluarga Suroto ini.”

“Mengapa bu Sumini bilang bahwa bu Sutijah itu … maaf … gila?”

“Ceritanya masih panjang,” kata bu Sumini sambil mengusap setitik air matanya.

“Ketika merasa ditipu oleh wanita itu, suami yu Tijah yang namanya Sukur, pulang ke rumah, meminta maaf, dan yu Tijah memaafkannya. Mereka hidup rukun, biarpun harta mereka habis. Tapi mereka kemudian merasa bahagia. Tapi melihat kebahagiaan mereka, bekas selingkuhan Sukur merasa kesal, karena sesungguhnya ia masih menyukai Sukur. Ia selalu berusaha merayu Sukur agar kembali bersamanya lagi. Pada awalnya, Sukur tidak mempedulikannya, tapi lama kelamaan tergoda juga, dan kembali lagi, saat hamil anak keduanya, suaminya benar-benar tak ingin kembali bersama yu Tijah lagi. Karena pukulan demi pukulan dalam hidupnya itu, yu Tijah menjadi seperti orang kurang waras. Ketika dia melahirkan, ia tak mebawa pulang bayinya, dan dia mengatakan bahwa bayinya meninggal.

Setelah itu hidup yu Tijah menjadi tak karuan. Tapi dia sering berkeliaran di daerah sini, mengawasi anaknya yang sudah diambil keluarga Suroto, dari masih bayi hingga dewasa. Ia selalu ingat bahwa Listi adalah anak kandungnya, tapi dia tak mau mengusiknya, karena keluarga Suroto memanjakannya bagai anak kandung sendiri. Sebenarnya sudah bertahun-tahun dia tidak berkeliaran di sekitar tempat ini, kabarnya dia sakit. Entah bagaimana dia tiba-tiba muncul, tapi kali ini tidak menemui saya, sementara biasanya dua atau tiga hari sekali dia pasti menemui saya dan banyak bertanya. Hanya saja tentang bekas suami non Listi  yang pernah datang kemari saya tidak mengatakannya, soalnya saya juga tidak begitu paham," kata Bu Sumini panjang lebar.

Bu Sumini kembali mengusap air matanya.

“Kemarin dia datang menemui saya, dan menuduh saya membuat Listi menjadi sakit jiwa. Tapi setelah saya katakan bahwa tiga tahun saya berpisah dengan Listi, dia pergi begitu saja, dan tampaknya sangat terpukul.”

“Memang benar Listi adalah anak kandungnya, tapi saya tidak ingin mengatakan apa-apa pada non Listi. Takut ceritanya menjadi panjang. Biarlah itu menjadi sesuatu yang terpendam dan jangan sampai terungkap, agar non Listi juga merasa lebih nyaman.

Radit mengangguk, mencoba mengerti.

“Mas Radit juga jangan sampai bilang apa-apa sama non Listi tentang apa yang saya katakan ini ya. Saya mengatakan pada mas Radit, karena mas Radit sudah ditemui yu Tijah.”

“Baiklah, saya janji tak akan mengatakan apapun.”

Radit segera berpamit ketika bu Sumini sudah bercerita banyak, dan sedikit banyak sudah dimengertinya.

“Terima kasih bu Sumini,” katanya kemudian berlalu.

Bu Sumini mengusap air matanya. Ia tak mengira, Listi yang masih terhitung keponakannya bisa menderita sakit jiwa, seperti ibunya.

“Semoga segera pulih ya non,” bisiknya sambil masuk ke rumah, menjalankan tugasnya bersih-bersih seperti biasanya.

***

Tapi siang itu Listi yang masih di rumah sakit, kedatangan seorang tamu. Tamu yang belum pernah dikenal sebelumnya, membuatnya mengerutkan kening ketika bertemu dan duduk berhadapan.

“Kamu siapa?”

“Listi, sayang, kamu tidak pernah melihat aku, karenanya kamu tak mengenali aku,” kata wanita yang ternyata bu Sutijah.

“Mengapa kamu tidak memanggil nona sama aku? Aku bukan anakmu!” ketusnya.

Sutijah terkekeh.

“Ihh, tawa kamu jelek banget, sudah sana pergi, aku tidak ada urusan sama kamu,” katanya sambil berdiri.

“Listi, tunggu dulu Listi,” Sutijah menghentikannya dengan memegang tangannya, tapi Listi menepiskannya.

“Listi … Listi … “ sergahnya.

“Masa aku harus memanggil kamu nona? Kamu itu anakku.”

“Orang gila. Harusnya kamu yang ada di sini, bukan aku. Karena yang gila adalah kamu!” teriaknya.

“Sayang, jangan begitu. Kamu menyakiti ibumu dengan kata-kata itu.”

“Suster, bawa aku masuk, aku tidak mau ketemu dia.”

“Jangan, aku belum selesai bicara,” kali ini Sutijah berkata tandas, sambil memandang tajam Listi. Listi surut ke belakang, kemudian kembali duduk.

“Apa benar kamu sudah menikah, dan kamu diceraikan oleh suami kamu?”

Tiba-tiba Listi menangis terisak, sambil menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya.

“Sayang, jangan menangis. Aku sedih melihatmu begitu,” kata Sutijah lembut, sambil mengelus kepalanya.

“Suami kamu menyakiti kamu? Benarkah kamu menggugurkan kandungan lalu dia marah dan menceraikan kamu?”

Listi masih terisak.

“Aku mau … dia ada disini, aku mau dia membawaku pergi…”

“Sayang, kamu tidak usah takut, aku akan menyeretnya dan membawanya ke hadapan kamu.”

“Benarkah?”

“Panggil aku ibu, dan aku akan menepati janjiku.”

“Apa? Masa ibuku kumal dan buruk? Aku tidak mau!!”

“Aku memang ibumu Listi, aku yang melahirkan kamu dengan taruhan nyawaku.  Suroto adalah orang tua angkatmu, aku yang memberikan kamu saat masih bayi.”

“Kalau begitu kamu itu ibu yang jahat!! Tapi itu sama dengan aku bukan? Aku tidak mau punya anak, aku gugurkan setiap aku mengandung. Apa kamu tidak suka sama aku?”

Listi sudah meletakkan tangannya di atas meja, lalu dipergunakan untuk menghapus air matanya.

“Listi, aku mencintai kamu, aku hanya ingin agar kamu hidup layak, karena aku sudah miskin gara-gara perempuan setan itu.”

“Suster, bawa aku masuk,” kali ini Listi benar-benar berdiri, dan seorang perawat membawanya masuk.

“Listiiii ! Panggil aku ‘Ibu’ Listiiii!” teriaknya.

Tapi seorang petugas kemudian membawa Sutijah keluar.

***

Sore itu Dian menelpon Dewi. Sayangnya Arina sudah tidur, sehingga tidak ikut-ikutan bicara setiap kali Dian menelpon.

“Jam berapa kok sudah tidur?” tanya Dian agak kecewa.

“Tadi siang main terus, nggak mau tidur, jadi setelah makan langsung tidur.”

“Apa kabar bu Dewi?”

“Saya baik Pak, hanya sedikit capek, ikut mengurus kepindahan murid ke kelas baru.”

“Wah, butuh tukang pijit dong.”

“Ada, disini bibik pintar mijit lho,” katanya sambil tersenyum.

“Syukurlah, berarti sudah hilang dong capeknya.”

“Tinggal dikit.”

“Besok saya mau pulang.”

“Benarkah?”

“Mungkin sore. Sudah kangen berat sama Arina nih.”

“Barangkali Arina juga kangen sama Pak Dian, tiap hari bertanya terus tentang Pak Dian.”

“Katakan bahwa besok pasti ketemu om Dian.”

“Kalau dia bangun akan saya katakan, pasti dia senang. Pak Dian akan lama di sini?”

“Tidak, hanya libur Minggu ini saja. Saya pulang Sabtu sore, lalu Senen pagi-pagi sudah harus kembali ke Jakarta.”

“Lumayan bisa seharian disini.”

“Nanti kita jalan-jalan sama Arina.”

“Baiklah.”

Rupanya Dian baru berani bicara dengan penuh basa basi, dan tak berani mengutarakan apa yang terkandung dalam hatinya. Cinta? Barangkali terlalu cepat kalau dibilang cinta, tapi apa dong artinya kalau selalu ingin dekat dan membayangkan wajahnya? Rupanya Arina hanya sebuah jalan untuk mendekatkan dirinya dengan ibunya. Dian juga bingung bagaimana caranya mengungkapkan isi hatinya nanti. Dulu, ketika menikah dengan Listi, ia tak pernah bingung menyatakan cinta. Kehamilan yang tak direncanakan memaksanya menikah, dan itu tanpa ungkapan cinta. Cinta itu tumbuh dengan berjalannya waktu, tapi kemudian terhempas dengan lindasan waktu dan peristiwa menyakitkan baginya.

“Mas … eh … Pak Dian … kok diam?”

Dian terkejut, rupanya dia melamun.

“Eh … maaf, tadi sambil menutup pintu,” katanya berbohong.

“Oh … kirain … “

“Kirain ketiduran ya?”

Dewi tertawa.

“Tadi bu Dewi memanggil saya ‘mas’ kenapa tidak diteruskan ? Lebih enak begitu, kalau bu Dewi memanggil ‘pak’, saya jadi merasa sangat tua,” katanya.

“Tapi … “

“Panggil saya mas, saya juga akan memanggil nama Dewi saja, kan saya lebih tua.”

“Baiklah, Mas ….”

“Terima kasih, Dewi.”

Pembicaraan itu ditutup dengan senyuman dari mereka, walau tak saling menatap, tapi saling meluapkan rasa, dengan panggilan yang terdengar lebih manis dan mesra.

***

“Nanti mas Dian akan pulang,” kata Dewi yang membuat Ratri menahan senyuman karena mendengar panggilan yang berbeda, dari ‘pak’ menjadi ‘mas’.

“Oh ya? Senang dong, Arina,” jawab Ratri pura-pura tak mendengar perubahan panggilan itu. Sungkan dong meledek atasannya.

“Tapi masih sore nanti, baru pulang di hari Senin pagi.”

“Semoga menyenangkan setelah bertemu orang yang dirindukan,” kata Ratri yang maksud sebenarnya adalah Arina, tapi entah mengapa, Dewi menjadi tersipu dan wajahnya bersemu merah.

“Arina selalu menanyakan om Dian.”

“Saya belum pernah bertemu Arina, pengin sekali ke rumah bu Dewi. Arina pasti cantik.”

“Pipinya gembul. Ini, fotonya ada,” kata Dewi sambil membuka ponselnya dan menunjukkan foto seorang anak kecil yang sedang tertawa lucu.

“Ya ampuun, cantik dan lucu ya Arina, pengin ke sana deh Bu.”

“Ayuk main ke rumah. Nanti sepulang sekolah ya.”

“Tapi saya belum pamit sama ibu, nanti ditungguin.”

“Kan bisa telpon dulu,” Dewi memaksa.

“Baiklah, nanti saja gampang.”

Tapi kemudian Radit menelpon, dan mengajak Ratri ke rumahnya.

“Ya ampun mas, aku sudah bilang mau ke rumah bu Dewi. Pengin kenal sama Arina.”

“Siapa Arina?”

“Putri bu Dewi namanya Arina.”

“Oh, baiklah, aku antar ke rumah bu Dewi dulu, lalu ke rumah aku. Aku sudah bilang sama ibu lho. Sudah minta ijin untuk kamu.”

“Mas menelpon ibu?”

“Aku ke rumah, lalu minta ijin akan mengajak kamu.”

“Ya ampun, aku baru akan menelpon ibu kalau pulang terlambat karena mau ke rumah bu Dewi.”

“Tidak usah minta ijin lagi, nanti aku jemput, langsung ke rumah bu Dewi. Pulang jam berapa?”

“Jam satu, bareng sama bu Dewi.”

“Baiklah, nanti pulang sama-sama”

Ratri meletakkan ponselnya.

“Nanti mas Radit mau menjemput, jadi langsung mengantar bu Dewi, sekalian kenalan sama Arina,” kata Ratri sambil bersiap kembali ke kelas.

“Syukurlah, dapat gratisan dong, tidak usah mencari taksi,” kata Dewi sambil tertawa.

***

Ternyata Arina menerima salam dari Radit dengan malu-malu, tidak seperti ketika bertemu Dian dan langsung melekat saat digendong.

“Ayo gendong om, mau ya?” kata Radit, tapi Arina berlari dan sembunyi di belakang tubuh ibunya.

“Kok gitu, Arina. Itu om dokter lho, dan ini ibu Ratri.”

“Om dotel?” tanya Arina yang heran, ibunya datang membawa dokter.

“Ibu atit?”

“Tidak, tidak … om ini kemari bukan karena ada yang sakit. Dia temannya ibu kok,” kata Dewi menerangkan.

Arina menatap Radit dengan mata bulatnya, tapi tetap saja tak mau mendekat.

“Ya sudah, sini sama bu Ratri saja,” bujuk Ratri.

Arina tersenyum, tapi masih bergayut pada baju ibunya.

“Ana … om Dian?” tiba-tiba Arina bertanya.

“Oh, om Dian belum datang, Arina harus sabar ya?”

“Ain mau om Dian.”

“Om Dian baru naik pesawat, nanti sore baru nyampe,” bujuk Dewi.

“Aik pecawat?”

“Iya, ayo sekarang panggil bibik, suruh buat minum buat tamunya ibu ya,” kata Dewi.

Tapi Arina tak perlu memanggil bibik, karena bibik sudah keluar sambil membawa jus segar lalu dihidangkan di meja.

“Cepat sekali hidangan keluar,” celetuk Ratri.

Mereka berbincang beberapa saat lamanya, dan dengan telaten Ratri merayu Arina, sehingga mau diajaknya bermain.

***

Sore itu Dian baru saja turun dari taksi, lalu segera melangkah ke rumahnya. Tak ada penunggu rumah, dan Dian hanya memanggil orang untuk membersihkan ketika dia datang.

Ia mengambil kunci rumah, dan menaiki teras, ketika dia dikejutkan dengan adanya seorang wanita yang dengan santainya duduk di kursi.

“Lho, ibu ini siapa?”

“Apa kamu yang bernama Dian Aryo Seno?”

Dian tertegun, Ia tak pernah menganal wanita itu, dan wanita itu bisa menyebut namanya dengan lengkap.

***

Besok lagi ya.

46 comments:

  1. Alhamdulillah Jangan Pergi 19 sdh tayang
    Trimakasih buTien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yesss....., Jeng Wiwik sdh menggeliat dari tidur nyenyaknya dan sdh lari ikutan balapan di JO Eps 19 malam ini

      Delete
  2. Replies
    1. Alhamdulillah JePe_eps 19 sdh di tayangkan bu Tien.
      Manusang bun, tetap semangat sehat selalu dan selalu sehat.
      Salam ADUHAI dari mBandung.
      🤝🤝🥰🌹💯❤️🇮🇩

      Delete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Ratri sdh datang

    ReplyDelete

  4. Alhamdulillah JANGAN PERGI~19 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Tks bunda Tien..
    Alhamdulilah Ratri sdh tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  7. Alhamdl... matur nuwun sampun tayang

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ...

    ReplyDelete
  9. Alhamdullilah, terima kasih Bunda Tien Kumalasari, salam aduhai selalu

    ReplyDelete
  10. Terima kasih Bu Tien, semoga selalu sehat.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah jp 19 sdh tayang.. makin seru ...tks bu tien. Salam sehat 🙏

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, nuwun bu Tien
    Salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun Mbak Tien sayang JP 19 sudah hadir. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Terimakasih Bu Tien...semakin seruuuu
    sehat2 selalu ya Bu....salam aduuhaaaiiii

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    Terima kasih bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah yg ditunggu sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Yu Tijah ya yg datang?
    Makasih mba Tien

    ReplyDelete
  18. Matur suwun Bu Tien..Salam sehat selalu..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  19. Rupanya ibu Sutijah pengin membujuk mantan suami Listi...
    Ratri kemungkinan anak ke 2 bu Sutiyah yg sesudah melahirkan bayinya tidak dibawa pulang.

    Matur nuwun ibu Tien, berkah Dalem.

    ReplyDelete
  20. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah akhir non cantik Arina tayang kembali....

    Matur nuwun Bu Tien Kumala...

    Moga Bu Tien sekeluarga sehat selalu....

    Aamiin.....

    ReplyDelete
  22. Ah.... Itu pasti Sutijah yang mau gusur Dian buat nemuin Listi.
    Ceritanya makin seru Bu Tien.
    💃💃💃

    ReplyDelete
  23. Terima kasih mbak Tien...
    Ratri itu adik Listi....

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, mature nuwun bu Tien
    Mantab ,sepertinya listi n ratri ,bersaudara ,, 👍👍
    Salam sehat wal'afiat bu Tien sekeluarga,,aamin 🙏😊

    ReplyDelete
  25. Trims Bu Tien....sehat sehat terus Bu tien

    ReplyDelete
  26. Ternyata Sutijah itu gerilyawan yang tangguh, karena fokus ke anak pertama jadi anak kedua sempat teramati juga mengacu kemiripan yang ada, ketidak berdayaan kadang keluar ide ide yang merasa perlu segera di eksekusi, punya ide kalau ada ketenangan dihati tentu akan mempercepat kesembuhan, nah tuh pikiran waras.
    Iya sedikit; banyakan konsletnya.
    Nggak lah maunya temuin dulu berkomunikasi jadi ada deal di kelegaan, gitu.
    Cuma rasa lega aja.
    Lain lain nanti ini dulu, maunya.
    Dian dihadang mak Sutijah didepan pintu masuk rumah.
    Repot ya mau menyongsong kesenangan biar ada sedikit pandangan; terganggu.
    Apel nich yee
    Kan hot mama
    Salah satu metode pdkt; sayang anak, sayang anak

    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi yang ke sembilan belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, salam sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah .Sehat selalu u bu Tien, terima kasih

    ReplyDelete
  29. Bu Tien tensinya agak naik 153/78 tpi sdh nggliyeng/pusing. Mohon doanya....
    InshaaAllah JePe_20 tetap tayang.
    Syafakillah bunda.
    La ba-'sa thihuurun In Shaa Allah

    ReplyDelete
  30. Semoga bunda Tien selalu sehat, tensinya normal kembali, aamiin.

    ReplyDelete
  31. Semoga bu Tien segera pulih tensinya...Salam sehat selalu.🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah dah tayang.
    Suwun bu Tien, Salam sehat

    ReplyDelete
  33. Semoga tensi Bu Tien segera normal, Bu Tien kembali sehat seperti sediakala...amin
    salam aduhaaaiiii

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 01

  MAWAR HITAM  01 (Tien Kumalasari)   Di sebuah rumah mewah dengan perabotan cantik dan artistik, seorang nyonya duduk bersilang kaki di dep...