JANGAN PERGI 19
(Tien Kumalasari)
Radit tampak sangat memperhatikan, bu
Sumini seperti orang sedih. Wajahnya muram, seperti menahan tangis.
"Ketika dia mengandung anak pertama,
suaminya selingkuh dengan seorang gadis, yang ternyata hanya memoroti hartanya.
Ia tak pernah pulang, setiap hari hanya menghamburkan uang untuk
bersenang-senang dengan selingkuhannya. Yu Sutijah sangat menderita, sampai
anaknya lahir suaminya sama sekali tak pernah menungguinya. Karena tak bisa
mengasuh bayinya, lalu bayi itu diserahkan kepada keluarga Suroto, yang
kemudian menganggap bayi itu sebagai anaknya sampai akhir hayatnya. Bayi itu adalah non Listi,
yang tidak tahu bahwa sebenarnya dia hanyalah anak angkat."
“Jadi benar, bahwa Listi itu
sesungguhnya anaknya bu Sutijah, dan yang berarti keponakan bu Sumini dong.
“Saya adik misannya yu Tijah. Bukan
adik kandung. Dan kebetulan rumah saya berdekatan dengan rumah keluarga Suroto
ini.”
“Mengapa bu Sumini bilang bahwa bu
Sutijah itu … maaf … gila?”
“Ceritanya masih panjang,” kata bu
Sumini sambil mengusap setitik air matanya.
“Ketika merasa ditipu oleh wanita
itu, suami yu Tijah yang namanya Sukur, pulang ke rumah, meminta maaf, dan yu
Tijah memaafkannya. Mereka hidup rukun, biarpun harta mereka habis. Tapi mereka
kemudian merasa bahagia. Tapi melihat kebahagiaan mereka, bekas selingkuhan Sukur
merasa kesal, karena sesungguhnya ia masih menyukai Sukur. Ia selalu berusaha
merayu Sukur agar kembali bersamanya lagi. Pada awalnya, Sukur tidak
mempedulikannya, tapi lama kelamaan tergoda juga, dan kembali lagi, saat hamil
anak keduanya, suaminya benar-benar tak ingin kembali bersama yu Tijah lagi.
Karena pukulan demi pukulan dalam hidupnya itu, yu Tijah menjadi seperti orang
kurang waras. Ketika dia melahirkan, ia tak mebawa pulang bayinya, dan dia
mengatakan bahwa bayinya meninggal.
Setelah itu hidup yu Tijah menjadi
tak karuan. Tapi dia sering berkeliaran di daerah sini, mengawasi anaknya yang
sudah diambil keluarga Suroto, dari masih bayi hingga dewasa. Ia selalu ingat
bahwa Listi adalah anak kandungnya, tapi dia tak mau mengusiknya, karena
keluarga Suroto memanjakannya bagai anak kandung sendiri. Sebenarnya sudah
bertahun-tahun dia tidak berkeliaran di sekitar tempat ini, kabarnya dia sakit.
Entah bagaimana dia tiba-tiba muncul, tapi kali ini tidak menemui saya,
sementara biasanya dua atau tiga hari sekali dia pasti menemui saya dan banyak
bertanya. Hanya saja tentang bekas suami non Listi yang pernah datang kemari saya
tidak mengatakannya, soalnya saya juga tidak begitu paham," kata Bu Sumini
panjang lebar.
Bu Sumini kembali mengusap air
matanya.
“Kemarin dia datang menemui saya, dan
menuduh saya membuat Listi menjadi sakit jiwa. Tapi setelah saya katakan bahwa
tiga tahun saya berpisah dengan Listi, dia pergi begitu saja, dan tampaknya
sangat terpukul.”
“Memang benar Listi adalah anak
kandungnya, tapi saya tidak ingin mengatakan apa-apa pada non Listi. Takut
ceritanya menjadi panjang. Biarlah itu menjadi sesuatu yang terpendam dan jangan
sampai terungkap, agar non Listi juga merasa lebih nyaman.
Radit mengangguk, mencoba mengerti.
“Mas Radit juga jangan sampai bilang
apa-apa sama non Listi tentang apa yang saya katakan ini ya. Saya mengatakan
pada mas Radit, karena mas Radit sudah ditemui yu Tijah.”
“Baiklah, saya janji tak akan
mengatakan apapun.”
Radit segera berpamit ketika bu
Sumini sudah bercerita banyak, dan sedikit banyak sudah dimengertinya.
“Terima kasih bu Sumini,” katanya
kemudian berlalu.
Bu Sumini mengusap air matanya. Ia
tak mengira, Listi yang masih terhitung keponakannya bisa menderita sakit jiwa,
seperti ibunya.
“Semoga segera pulih ya non,”
bisiknya sambil masuk ke rumah, menjalankan tugasnya bersih-bersih seperti
biasanya.
***
Tapi siang itu Listi yang masih di
rumah sakit, kedatangan seorang tamu. Tamu yang belum pernah dikenal
sebelumnya, membuatnya mengerutkan kening ketika bertemu dan duduk berhadapan.
“Kamu siapa?”
“Listi, sayang, kamu tidak pernah
melihat aku, karenanya kamu tak mengenali aku,” kata wanita yang ternyata bu
Sutijah.
“Mengapa kamu tidak memanggil nona
sama aku? Aku bukan anakmu!” ketusnya.
Sutijah terkekeh.
“Ihh, tawa kamu jelek banget, sudah
sana pergi, aku tidak ada urusan sama kamu,” katanya sambil berdiri.
“Listi, tunggu dulu Listi,” Sutijah
menghentikannya dengan memegang tangannya, tapi Listi menepiskannya.
“Listi … Listi … “ sergahnya.
“Masa aku harus memanggil kamu nona?
Kamu itu anakku.”
“Orang gila. Harusnya kamu yang ada
di sini, bukan aku. Karena yang gila adalah kamu!” teriaknya.
“Sayang, jangan begitu. Kamu
menyakiti ibumu dengan kata-kata itu.”
“Suster, bawa aku masuk, aku tidak
mau ketemu dia.”
“Jangan, aku belum selesai bicara,”
kali ini Sutijah berkata tandas, sambil memandang tajam Listi. Listi surut ke belakang,
kemudian kembali duduk.
“Apa benar kamu sudah menikah, dan
kamu diceraikan oleh suami kamu?”
Tiba-tiba Listi menangis terisak,
sambil menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya.
“Sayang, jangan menangis. Aku sedih
melihatmu begitu,” kata Sutijah lembut, sambil mengelus kepalanya.
“Suami kamu menyakiti kamu? Benarkah
kamu menggugurkan kandungan lalu dia marah dan menceraikan kamu?”
Listi masih terisak.
“Aku mau … dia ada disini, aku mau
dia membawaku pergi…”
“Sayang, kamu tidak usah takut, aku
akan menyeretnya dan membawanya ke hadapan kamu.”
“Benarkah?”
“Panggil aku ibu, dan aku akan
menepati janjiku.”
“Apa? Masa ibuku kumal dan buruk? Aku
tidak mau!!”
“Aku memang ibumu Listi, aku yang melahirkan
kamu dengan taruhan nyawaku. Suroto
adalah orang tua angkatmu, aku yang memberikan kamu saat masih bayi.”
“Kalau begitu kamu itu ibu yang
jahat!! Tapi itu sama dengan aku bukan? Aku tidak mau punya anak, aku gugurkan
setiap aku mengandung. Apa kamu tidak suka sama aku?”
Listi sudah meletakkan tangannya di
atas meja, lalu dipergunakan untuk menghapus air matanya.
“Listi, aku mencintai kamu, aku hanya
ingin agar kamu hidup layak, karena aku sudah miskin gara-gara perempuan setan
itu.”
“Suster, bawa aku masuk,” kali ini Listi
benar-benar berdiri, dan seorang perawat membawanya masuk.
“Listiiii ! Panggil aku ‘Ibu’
Listiiii!” teriaknya.
Tapi seorang petugas kemudian membawa
Sutijah keluar.
***
Sore itu Dian menelpon Dewi.
Sayangnya Arina sudah tidur, sehingga tidak ikut-ikutan bicara setiap kali Dian
menelpon.
“Jam berapa kok sudah tidur?” tanya Dian
agak kecewa.
“Tadi siang main terus, nggak mau
tidur, jadi setelah makan langsung tidur.”
“Apa kabar bu Dewi?”
“Saya baik Pak, hanya sedikit capek,
ikut mengurus kepindahan murid ke kelas baru.”
“Wah, butuh tukang pijit dong.”
“Ada, disini bibik pintar mijit lho,”
katanya sambil tersenyum.
“Syukurlah, berarti sudah hilang dong
capeknya.”
“Tinggal dikit.”
“Besok saya mau pulang.”
“Benarkah?”
“Mungkin sore. Sudah kangen berat
sama Arina nih.”
“Barangkali Arina juga kangen sama Pak
Dian, tiap hari bertanya terus tentang Pak Dian.”
“Katakan bahwa besok pasti ketemu om
Dian.”
“Kalau dia bangun akan saya katakan,
pasti dia senang. Pak Dian akan lama di sini?”
“Tidak, hanya libur Minggu ini saja.
Saya pulang Sabtu sore, lalu Senen pagi-pagi sudah harus kembali ke Jakarta.”
“Lumayan bisa seharian disini.”
“Nanti kita jalan-jalan sama Arina.”
“Baiklah.”
Rupanya Dian baru berani bicara
dengan penuh basa basi, dan tak berani mengutarakan apa yang terkandung dalam
hatinya. Cinta? Barangkali terlalu cepat kalau dibilang cinta, tapi apa dong
artinya kalau selalu ingin dekat dan membayangkan wajahnya? Rupanya Arina hanya
sebuah jalan untuk mendekatkan dirinya dengan ibunya. Dian juga bingung
bagaimana caranya mengungkapkan isi hatinya nanti. Dulu, ketika menikah dengan
Listi, ia tak pernah bingung menyatakan cinta. Kehamilan yang tak direncanakan
memaksanya menikah, dan itu tanpa ungkapan cinta. Cinta itu tumbuh dengan
berjalannya waktu, tapi kemudian terhempas dengan lindasan waktu dan peristiwa
menyakitkan baginya.
“Mas … eh … Pak Dian … kok diam?”
Dian terkejut, rupanya dia melamun.
“Eh … maaf, tadi sambil menutup
pintu,” katanya berbohong.
“Oh … kirain … “
“Kirain ketiduran ya?”
Dewi tertawa.
“Tadi bu Dewi memanggil saya ‘mas’
kenapa tidak diteruskan ? Lebih enak begitu, kalau bu Dewi memanggil ‘pak’,
saya jadi merasa sangat tua,” katanya.
“Tapi … “
“Panggil saya mas, saya juga akan
memanggil nama Dewi saja, kan saya lebih tua.”
“Baiklah, Mas ….”
“Terima kasih, Dewi.”
Pembicaraan itu ditutup dengan senyuman
dari mereka, walau tak saling menatap, tapi saling meluapkan rasa, dengan
panggilan yang terdengar lebih manis dan mesra.
***
“Nanti mas Dian akan pulang,” kata
Dewi yang membuat Ratri menahan senyuman karena mendengar panggilan yang
berbeda, dari ‘pak’ menjadi ‘mas’.
“Oh ya? Senang dong, Arina,” jawab
Ratri pura-pura tak mendengar perubahan panggilan itu. Sungkan dong meledek
atasannya.
“Tapi masih sore nanti, baru pulang di
hari Senin pagi.”
“Semoga menyenangkan setelah bertemu
orang yang dirindukan,” kata Ratri yang maksud sebenarnya adalah Arina, tapi
entah mengapa, Dewi menjadi tersipu dan wajahnya bersemu merah.
“Arina selalu menanyakan om Dian.”
“Saya belum pernah bertemu Arina,
pengin sekali ke rumah bu Dewi. Arina pasti cantik.”
“Pipinya gembul. Ini, fotonya ada,” kata
Dewi sambil membuka ponselnya dan menunjukkan foto seorang anak kecil yang
sedang tertawa lucu.
“Ya ampuun, cantik dan lucu ya Arina,
pengin ke sana deh Bu.”
“Ayuk main ke rumah. Nanti sepulang
sekolah ya.”
“Tapi saya belum pamit sama ibu,
nanti ditungguin.”
“Kan bisa telpon dulu,” Dewi memaksa.
“Baiklah, nanti saja gampang.”
Tapi kemudian Radit menelpon, dan
mengajak Ratri ke rumahnya.
“Ya ampun mas, aku sudah bilang mau
ke rumah bu Dewi. Pengin kenal sama Arina.”
“Siapa Arina?”
“Putri bu Dewi namanya Arina.”
“Oh, baiklah, aku antar ke rumah bu
Dewi dulu, lalu ke rumah aku. Aku sudah bilang sama ibu lho. Sudah minta ijin
untuk kamu.”
“Mas menelpon ibu?”
“Aku ke rumah, lalu minta ijin akan
mengajak kamu.”
“Ya ampun, aku baru akan menelpon ibu
kalau pulang terlambat karena mau ke rumah bu Dewi.”
“Tidak usah minta ijin lagi, nanti
aku jemput, langsung ke rumah bu Dewi. Pulang jam berapa?”
“Jam satu, bareng sama bu Dewi.”
“Baiklah, nanti pulang sama-sama”
Ratri meletakkan ponselnya.
“Nanti mas Radit mau menjemput, jadi langsung
mengantar bu Dewi, sekalian kenalan sama Arina,” kata Ratri sambil bersiap
kembali ke kelas.
“Syukurlah, dapat gratisan dong,
tidak usah mencari taksi,” kata Dewi sambil tertawa.
***
Ternyata Arina menerima salam dari
Radit dengan malu-malu, tidak seperti ketika bertemu Dian dan langsung melekat
saat digendong.
“Ayo gendong om, mau ya?” kata Radit,
tapi Arina berlari dan sembunyi di belakang tubuh ibunya.
“Kok gitu, Arina. Itu om dokter lho,
dan ini ibu Ratri.”
“Om dotel?” tanya Arina yang heran,
ibunya datang membawa dokter.
“Ibu atit?”
“Tidak, tidak … om ini kemari bukan
karena ada yang sakit. Dia temannya ibu kok,” kata Dewi menerangkan.
Arina menatap Radit dengan mata
bulatnya, tapi tetap saja tak mau mendekat.
“Ya sudah, sini sama bu Ratri saja,”
bujuk Ratri.
Arina tersenyum, tapi masih bergayut
pada baju ibunya.
“Ana … om Dian?” tiba-tiba Arina
bertanya.
“Oh, om Dian belum datang, Arina
harus sabar ya?”
“Ain mau om Dian.”
“Om Dian baru naik pesawat, nanti
sore baru nyampe,” bujuk Dewi.
“Aik pecawat?”
“Iya, ayo sekarang panggil bibik,
suruh buat minum buat tamunya ibu ya,” kata Dewi.
Tapi Arina tak perlu memanggil bibik,
karena bibik sudah keluar sambil membawa jus segar lalu dihidangkan di meja.
“Cepat sekali hidangan keluar,”
celetuk Ratri.
Mereka berbincang beberapa saat
lamanya, dan dengan telaten Ratri merayu Arina, sehingga mau diajaknya bermain.
***
Sore itu Dian baru saja turun dari
taksi, lalu segera melangkah ke rumahnya. Tak ada penunggu rumah, dan Dian
hanya memanggil orang untuk membersihkan ketika dia datang.
Ia mengambil kunci rumah, dan menaiki
teras, ketika dia dikejutkan dengan adanya seorang wanita yang dengan santainya
duduk di kursi.
“Lho, ibu ini siapa?”
“Apa kamu yang bernama Dian Aryo
Seno?”
Dian tertegun, Ia tak pernah menganal
wanita itu, dan wanita itu bisa menyebut namanya dengan lengkap.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah Jangan Pergi 19 sdh tayang
ReplyDeleteTrimakasih buTien
Juara 1 mbk Wiwik
DeleteYesss....., Jeng Wiwik sdh menggeliat dari tidur nyenyaknya dan sdh lari ikutan balapan di JO Eps 19 malam ini
Delete
ReplyDeleteMtnuwun Mbak Tien 🙏🙏
Alhamdulillah JePe_eps 19 sdh di tayangkan bu Tien.
DeleteManusang bun, tetap semangat sehat selalu dan selalu sehat.
Salam ADUHAI dari mBandung.
🤝🤝🥰🌹💯❤️🇮🇩
Matur nuwun mbak Tien-ku Ratri sdh datang
ReplyDeleteYes..tayang
ReplyDeleteAlhamdulullah ,
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah....dah tayang
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~19 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Tks bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulilah Ratri sdh tayang
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdl... matur nuwun sampun tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat ...
Alhamdullilah, terima kasih Bunda Tien Kumalasari, salam aduhai selalu
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga selalu sehat.
ReplyDeleteMakasih dah tayang, lansung baca
ReplyDeletealhamdulillah... maturnuwun🙏
ReplyDeleteAlhamdulilah jp 19 sdh tayang.. makin seru ...tks bu tien. Salam sehat 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dari mBantul
Matur nuwun Mbak Tien sayang JP 19 sudah hadir. Salam sehat selalu
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien...semakin seruuuu
ReplyDeletesehat2 selalu ya Bu....salam aduuhaaaiiii
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien semoga sehat selalu.
Alhamdulillah yg ditunggu sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteYu Tijah ya yg datang?
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Matur suwun Bu Tien..Salam sehat selalu..🙏🙏🙏
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteRupanya ibu Sutijah pengin membujuk mantan suami Listi...
ReplyDeleteRatri kemungkinan anak ke 2 bu Sutiyah yg sesudah melahirkan bayinya tidak dibawa pulang.
Matur nuwun ibu Tien, berkah Dalem.
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Alhamdulillah akhir non cantik Arina tayang kembali....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien Kumala...
Moga Bu Tien sekeluarga sehat selalu....
Aamiin.....
Alhamdulillah Matur nuwun bunda
ReplyDeleteMaturnuwun
ReplyDeleteAh.... Itu pasti Sutijah yang mau gusur Dian buat nemuin Listi.
ReplyDeleteCeritanya makin seru Bu Tien.
💃💃💃
Terima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteRatri itu adik Listi....
Alhamdulillah, mature nuwun bu Tien
ReplyDeleteMantab ,sepertinya listi n ratri ,bersaudara ,, 👍👍
Salam sehat wal'afiat bu Tien sekeluarga,,aamin 🙏😊
Trims Bu Tien....sehat sehat terus Bu tien
ReplyDeleteTernyata Sutijah itu gerilyawan yang tangguh, karena fokus ke anak pertama jadi anak kedua sempat teramati juga mengacu kemiripan yang ada, ketidak berdayaan kadang keluar ide ide yang merasa perlu segera di eksekusi, punya ide kalau ada ketenangan dihati tentu akan mempercepat kesembuhan, nah tuh pikiran waras.
ReplyDeleteIya sedikit; banyakan konsletnya.
Nggak lah maunya temuin dulu berkomunikasi jadi ada deal di kelegaan, gitu.
Cuma rasa lega aja.
Lain lain nanti ini dulu, maunya.
Dian dihadang mak Sutijah didepan pintu masuk rumah.
Repot ya mau menyongsong kesenangan biar ada sedikit pandangan; terganggu.
Apel nich yee
Kan hot mama
Salah satu metode pdkt; sayang anak, sayang anak
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Jangan pergi yang ke sembilan belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah, salam sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah .Sehat selalu u bu Tien, terima kasih
ReplyDeleteBu Tien tensinya agak naik 153/78 tpi sdh nggliyeng/pusing. Mohon doanya....
ReplyDeleteInshaaAllah JePe_20 tetap tayang.
Syafakillah bunda.
La ba-'sa thihuurun In Shaa Allah
Semoga bunda Tien selalu sehat, tensinya normal kembali, aamiin.
ReplyDeleteSemoga bu Tien segera pulih tensinya...Salam sehat selalu.🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah dah tayang.
ReplyDeleteSuwun bu Tien, Salam sehat
Semoga tensi Bu Tien segera normal, Bu Tien kembali sehat seperti sediakala...amin
ReplyDeletesalam aduhaaaiiii