JANGAN PERGI 17
(Tien Kumalasari)
Bu Cipto tertegun.
“Aku tuh merasa nggak bermaksud jahat, hanya ingin
menyapa, kok seperti pernah kenal, ee kok malah lari,” gumamnya sambil kembali
ke tempat semula, dimana dia sedang menunggu taksi.
“Tapi sikapnya tadi kok jadi malah mencurigakan ya.
Apa dia pernah kenal sama aku? Kok malah jadi pikiran nih,” gumamnya lagi.
Bu Cipto merasa lega ketika kemudian taksi yang
dipesannya sudah datang. Ia segera naik setelah memasukkan barang belanjaannya.
Tapi pikiran tentang wanita yang melarikan diri ketika
hendak disapa itu terus menghantuinya.
“Siapaa … siapa … siapa …” gumamnya pelan, membuat
pengemudi taksi merasa heran.
“Ada apa bu?” tanyanya.
“Oh … eh … aku sampai terus memikirkan dia.”
“Melamun, sampai keceplosan ya Bu?”
“Itu lho Nak, saya tadi kan melihat seorang ibu, saya
merasa penah kenal, tapi lupa dimana dan siapa. Ketika saya dekati, ee … belum
sempat saya menyapa, dia kabur.”
“Oh ya? Berarti ada sesuatu pada diri ibu, yang
membuat dia takut. Atau sebuah kejadian yang dia merasa bersalah terhadap ibu.”
“Kok sampai segitunya ya? Kejadian apa … kira-kira?”
“Pastinya kejadiannya tidak biasa Bu, mungkin dia
pernah menipu Ibu.”
“Menipu? Tentang apa ya? Apa pernah ada orang yang
menipu aku? Dan pasti sesuatu yang luar biasa ya Nak, sampai dia ketakutan
begitu.”
“Ya nggak tahu Bu. Saya hanya mengingatkan Ibu saja.
Barangkali Ibu bisa mengingat sesuatu.”
“Apa ya Nak, namanya orang tua itu kok ya susah
mengingat-ingat.”
“Peristiwa yang dulu sangat berkesan barangkali Bu.
Maaf ini, jadi ikutan mengingatkan.”
“Entahlah Nak. Semoga saja saya diberi kesempatan
untuk bertemu dia lagi dan membuat saya teringat akan dia.”
“Iya Bu, saya ikut mendoakan.”
Tapi tiba-tiba bu Cipto melihat lagi wanita itu,
sedang duduk pula di bawah sebuah pohon.
“Nah, itu dia. Itu wanita itu … “ kata bu Cipto, tapi
mobil yang ditumpanginya sudah berlalu, dan susah untuk kembali karena jalanan
satu jalur dan sedang ramai.
Bu Cipto menerima nasib tidak bisa bertemu wanita itu
lagi. Ia melupakannya setelah sampai di rumah, karena segera di sibukkan dengan
kegiatannya di dapur.
***
Siang hari itu, ketika Ratri pulang dari mengajar,
dilihatnya Radit sudah duduk di rumah, bersama ibunya, yang langsung masuk ke
dalam setelah Ratri menemuinya.
“Ada berita apa?” tanya Radit.
“Tadi bu Dewi cerita, bahwa Listi dimasukkan ke Rumah
Sakit Jiwa, karena keadaannya yang belum stabil, dan sering meracau tidak
karuan.”
“Kasihan juga sebenarnya.”
“Dia tidak sadar apa yang dilakukannya,” sahut Ratri.
“Kemarin mas Dian menelpon lagi, mengeluh tentang
Listi yang ternyata masih menimbulkan masalah. Tapi mau bagaimana lagi. Ini
soal perasaan hati. Seperti juga aku, tak mungkin lagi bisa mencintai dia. Jadi
satu-satunya jalan adalah membiarkannya menyadari apa yang seharusnya dia
jalani. Semoga dengan pengobatan dari para ahli, Listi segera bisa sadar diri,
dan menjalani hidup dengan normal.”
“Aamiin. Kalau teringat kelakuan kasarnya dan tindakan
yang semena-mena, rasanya ingin marah, tapi mengingat jiwanya yang terguncang,
kasihan juga.”
“Lebih kasihan lagi, memang benar dia sudah tak punya
siapa-siapa.”
“Mengapa Mas Radit tidak berusaha mencintainya lagi?”
“Bagaimana mungkin perasaan bisa dipaksakan? Aku sudah
menemukan yang lain,” katanya sambil menatap Ratri dengan tatapan yang membuat
Ratri harus memalingkan wajahnya karena degup jantung yang tak bisa
dikendalikannya.
“Oo, syukurlah, aku ikut berbahagia,” katanya sambil
menundukkan wajahnya.”
“Kamu tidak ingin tahu, siapa dia?”
“Tidak usah ….”
“Tapi aku ingin memberi tahu kamu.”
Ratri mengangkat wajahnya.
“Gadis itu kamu,” akhirnya Radit mampu mengucapkannya,
setelah sekian lama ditahannya.
“Aku ?”
“Aku jatuh cinta sama kamu,” Radit meneruskannya
karena merasa sudah kepalang tanggung.
Wajah Ratri memerah, ia menghela napas panjang, dan
berharap agar degup jantungnya yang sangat kencang tidak terdengar oleh Radit.
“Apa jawabmu, Ratri?”
Ratri tak mampu menjawabnya. Lidahnya terasa kelu.
“Mengapa diam? Katakan ‘tidak’ kalau kamu menolaknya,
katakan ‘iya’ kalau kamu menerimanya. Maaf kalau kamu menganggap aku lancang.”
“Tidak,” buru-buru Ratri menjawabnya.
Radit tertegun.
“Tidak? Kamu menolaknya?” tanya Radit dengan perasaan
khawatir.
“Aku memang bukan seorang yang romantis, yang bisa
mengungkapkan kata cinta dengan ungkapan yang indah” sambungnya.
“Aku tidak menganggap mas Radit lancang. Jadi ….”
“Jadi kamu menerimanya?”
“Aku takut.”
“Apa yang kamu takutkan?”
“Mas Radit dan saya itu kan seperti bumi dan langit.
“Masa? Lihat, kita duduk berhadapan, sejajar.”
“Itu bukan yang sebenarnya. Hanya ungkapan.”
“Iya, aku tahu.”
“Jangan membuat saya kegirangan dengan ucapan cinta
itu, saya takut sakit.”
“Mengapa harus sakit? Aku sama sekali tak bermaksud
menyakiti kamu.”
“Bukan secara langsung. Mas Radit kan tidak berdiri
sendiri, ada keluarga, yang belum tentu setuju dengan pilihan mas Radit. Jadi
lebih baik_”
“Lebih baik aku bawa kamu menemui ibuku.”
“Apa?" Ratri sangat terkejut.
“Iya, benar. Hari Sabtu, setelah acara peresmian gedung
baru di sekolah kamu, aku akan langsung mengajak kamu ke rumah.”
“Tapi ….”
“Tidak ada tapi, aku bukannya memaksa kamu, tapi kamu
harus yakin pada jawaban kamu, setelah bertemu ibuku.”
Ratri menatap Radit untuk mencari kebenaran pada apa
yang dikatakannya. Mata mereka bertaut. Radit tak ingin melepaskannya, sampai
pertahanan Ratri luruh, kemudian menundukkan wajahnya dengan wajah kembali
memerah.
***
Pagi hari itu, di jam bezoek, Radit memerlukan menemui
Listi di rumah sakit. Bagaimanapun mereka pernah menjadi sepasang kekasih,
walau kemudian rasa itu sudah terbang tergilas hari-hari yang melintas. Hanya
ada rasa iba dan rasa persaudaraan yang ada.
Ketika memasuki rumah sakit itu, Radit bertemu dengan
bu Sumini yang sedang duduk sendirian. Radit mendekatinya, karena Radit sudah
minta ijin untuk menemui dan pegawai rumah sakit mempersilakannya untuk
menunggu.
“Mau bezoek siapa Bu?” tanya Radit.
“Bezoek majikan saya. Kasihan dia, mengapa tiba-tiba
dianggap gila?”
“Ooh, sudah lama di sini Bu?”
“Baru dua hari ini, tadinya dia ditangkap polisi.”
Radit terkejut.
“Siapa namanya Bu?”
“Dia, non Listi.”
“Oh … kita membezoek orang yang sama.
“Mas juga mau menengok non Listi?”
“Iya.”
“Mas apanya? Beberapa hari yang lalu saya bertemu
bekas suaminya. Saya ini, walaupun pembantu, tapi tidak mengetahui sebenarnya non
Listi itu bagaimana. Tahu-tahu saat pulang sudah ada bekas suami. Menikahnya
saya juga tidak tahu.”
“Saya temannya Bu.”
“Oh, hanya teman. Saya kira non Listi tidak punya
teman karena lama tidak di rumah. Dia juga tidak punya keluarga setelah orang
tuanya meninggal.”
“Iya, saya tahu.”
Ketika kemudian petugas rumah sakit membawanya masuk,
dilihatnya Listi keluar dari sebuah ruangan dengan didampingi seorang perawat.
“Listi,” sapa Radit.
“Mengapa kamu ke sini? Aku bohong ketika bilang cinta
sama kamu.”
“Listi, aku hanya ingin melihat keadaan kamu.”
“Aku kenapa? Kamu senang aku dianggap gila, bukan? Dengar,
aku masih mencintai suamiku, aku akan ikut ke Jakarta.”
“Listi ….”
“Apa kamu mengasihani aku? Tolong bawa aku keluar dari
sini.”
“Kamu di sini, supaya bisa lebih tenang.”
“Aku tidak gilaaa!” Listi tiba-tiba berteriak.
“Baiklah, aku hanya berharap yang terbaik, semoga kamu
segera bisa menemukan ketenangan dalam hidup kamu,” kata Radit sambil
menyerahkan parsel birisi buah-buahan itu kepada bu Sumini.
“Bawa buah-buahan busuk itu, kamu pasti meracuni aku
kan?”
Radit tidak menjawab, mengangguk pada perawat yang
mendampingi, kemudian berlalu, karena tidak ingin Listi semakin garang. Tinggal bu Sumini yang sedari tadi diam,
kemudian maju mendekat.
“Mengapa Non seperti ini?”
Tiba-tiba Listi menangis terisak-isak. Bu Sumini
merangkulnya.
“Hidupku ini hidup seperti apa sih Bik … aku seperti
selalu bingung … sedih … dan ingin menangis.”
“Non Listi di sini karena sedang berobat. Segera
sembuh ya Non.”
“Aku ini tidak gilaaa!!”
“Ya, tentu saja. Non memang baik-baik saja.”
“Laki-laki tadi, adalah orang yang aku cintai, tapi
dia membuang aku, karena dia suka pada wanita lain,” lalu Listi terisak lagi.
“Tapi aku masih cinta," lanjutnya.
“Tapi Non bilang tidak cinta.”
“Iya juga sih, aku ini kadang cinta, kadang tidak,”
Listi meracau lagi.
Bu Sumini membawakan makanan untuk Listi.
“Non saya bawakan makanan, dimakan ya? Pak Dian yang
menyuruh saya sering menemani Non.”
“Katakan sama dia, aku tidak mau dicerai, aku ingin
punya anak.”
Bu Sumini mengelus bahu Listi, rasa iba memenuhi dadanya.
“Kamu harus bilang, aku tidak mau dicerai.”
“Tapi … dulu saat aku menggugurkan kandungan, orang
itu bilang bahwa aku tidak akan bisa mengandung lagi ….”
Bu Sumini terkejut.
“Aku bohong sama dia. Eh, jangan bilang kalau aku
tidak bisa punya anak lagi ya, awas kalau kamu bilang.”
Beberapa saat lamanya bu Sumini menemani Listi, yang bicara tanpa jelas ujung pangkalnya, sampai
kemudian jam bezoek sudah berlalu. Bu Sumini pergi dengan rasa iba memenuhi
dadanya.
***
Hari itu Ratri bersiap berangkat lebih pagi, karena
hari itu adalah hari peresmian gedung baru yang diadakan sekolah nya.
Tapi sebelum berangkat, dia bilang pada ibunya bahwa
akan pulang terlambat, karena setelah acara selesai, Radit mengajaknya ke
rumahnya. Agak terkejut bu Cipto mendengar penuturan anaknya.
“Apa benar, nak Radit mau membawa kamu menemui orang
tuanya?”
“Ratri sih sebenarnya juga ragu bu, tapi mas Radit
memaksa. Ratri juga takut, mengingat keluarga mas Radit itu kan keluarga
terpandang.”
“Iya juga sih Tri, tapi yang namanya jodoh itu kan
datangnya dari Allah Yang Maha Kuasa. Kamu tidak usah ragu atau takut. Dari
pertemuan kamu dengan orang tuanya nanti, kamu kan bisa tahu apa mereka bisa
menerima kalau kamu dekat dengan nak Radit, atau tidak.
“Ratri juga akan bersikap seperti itu Bu, tidak
terlalu memasukkan dalam hati atas kedekatan Ratri dengan mas Radit, karena rasa
takut itu tetap saja ada.”
“Baiklah Nak, memang dalam hidup itu, orang harus bisa
membawa diri dan mawas diri. Jangan menjangkau sesuatu yang tak mungkin
terjangkau, tapi jangan takut menjangkau sesuatu. Rumit ya, itu hubungannya
dengan kata mawas diri yang ibu katakan tadi. Kamu bisa mengerti?”
“Mengerti Bu, jadi Ratri tidak akan berharap pada
sesuatu yang tak mungkin, karena Ratri harus tahu diri. Ya kan?”
“Iya Nak, ya sudah berangkat sana, nanti kesiangan.
Kamu kan harus ikut membantu mengatur untuk acara itu kan?”
“Iya Bu, Ratri berangkat dulu ya.”
Ratri bergegas berangkat, sementara bu Cipto juga
ingin berangkat ke pasar lagi. Bukan karena banyak yang harus dibelinya, tapi
karena penasaran kepada orang yang pernah dilihatnya, tapi begitu didekati,
kemudian dia kabur.
***
Peresmian gedung baru itu berjalan lancar. Radityo
yang menjadi tamu kehormatan, duduk berjajar dengan Ketua Yayasan dan Kepala
Sekolah serta para pengurus lainnya. Ucapan terima kasih diucapkan oleh Ketua Yayasan,
dan disambut tepuk tangan oleh seluruh hadirin, yang sebagian besar terdiri
dari orang tua murid dan murid-murid itu sendiri.
Sesuai janjinya, setelah selesai upacara, Radit
mengajak Ratri ke rumahnya. Agak cemas hati Ratri ketika sudah berada di dalam
mobil. Keringat dingin membasahi dahi dan telapak tangannya, yang diremas-remasnya
sendiri sejak duduk di samping kemudi.
“Ratri, kamu tampak gelisah sih?”
Ratri menoleh ke arah laki-laki di sampingnya.
“Iya sih, agak gelisah.”
“Kamu tidak usah khawatir, ibuku sudah pernah melihat
kamu kok.”
Ratri terkejut.
“Sudah pernah melihat aku? Di mana?”
“Ketika kamu sedang membeli ponsel. Ibu menyapa kamu,
mengira kamu adalah Listi.”
“Ya ampun, ibu-ibu itu, ternyata ibunya mas Radit?”
Radit mengangguk sambil tersenyum.
“Ibu meminta aku mengajak kamu ke rumah.”
Ratri semakin berdebar. Baru ingin Radit membawanya ke
rumah, tapi belum tentu suka juga kan?
“Jangan takut, ibuku baik.”
Ratri hanya tersenyum. Bagaimanapun pertemuan dengan
orang tua Radit membuatnya gelisah tak menentu.
Ia kemudian diam, dan membiarkan Radit berbicara
tentang banyak hal.
Ratri semakin berdebar ketika mobil Radit memasuki
sebuah halaman luas, dimana tampak sebuah rumah besar yang megah.
Tapi ketika turun, tiba-tiba seorang wanita setengah
tua dengan pakaian lusuh mendekati Radit.
“Kamu yang bernama Radityo?”
Radit terpaku, merasa belum pernah mengenal wanita
itu.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteJuara 1 mbk Iin
DeleteHorreee....
ReplyDeleteIni sdh detik² *eM eS Te* pa Hadi kok blm buka wapriku..... Alamat aku "kudu" tetap ngedit *JePe*
ReplyDeleteSudah di edit .....eh kedobelan dengan kakek Habi. Ya sudah ngga apa² . Besok saya edit lagi ya ......nuwun
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteAlhmdllh.... terima kasih
ReplyDeletetes
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang.
ReplyDeleteWong 3 telu jame pada......
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah...sampun tayang...
ReplyDeleteSalam sehat Bu Tien
Alhamdulillah, matur nuwun Bunda Tien, mugi bunda tansah pinaringan sehat.
ReplyDeleteWaduuh. ketinggalan
ReplyDeleteAlhamdulillah sugeng ndalu bu Tien
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Sugeng dalu bu Tien, manusang JP 17 sampun tayang.
ReplyDeleteTambah greget aja nih
lha koq ada lagi yang buat penasaran bu Tien. wanita lusuh siapa ini?
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSiapa ya kira2 wanita setengah tua itu? Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteTeka-teki.... Teka-teki....
ReplyDeleteKisah masa silam seperti apa nih Bu Tien..
☺☺☺☺
Bikin pinisirin... wkwkwk
Matur suwun mbakyu Tien
ReplyDeleteSemakin penisirin nih...
Salam Tahes Ulales
Selalu Aduhaiiii
Siapa ya ibu" paruh baya yg menyapa Radityo?
ReplyDeleteApkh org yg sama dg yg pernah dilihat oleh ibunya Ratri di pasar tp kabuuur..??
Tks bunda Tien..
ceritanya tambah bikin penasaran..
ga sabar nunggu bsk lg..
Semoga bunda Tien sehat selalu..
Salam Aduhaaii...
Alhamdulillah
ReplyDeleteYa... pendatang baru belum dikenalkan, masih Besok lagi ya...
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien.. 🌹🌹🌹🌹🌹
Wanita lusuh mungkin ibu asli atau ibunya siapa ya .,. Hihihi di duga "
ReplyDeleteAlhamdulillah. Terima kasih Bu. Cerbung tayang masih sore sehingga bisa segera bobok.
ReplyDeleteSemoga Ibu tansah ginanjar karaharjan kasarasan, widada nir ing sambekala sahengga saget paring lelipur dumateng para sutrisno cerbung.
Aamiin yaa robbal alamiin 🤲
Siapa yg menemui Radit?
ReplyDeleteIbunya Listi kah?
Makasih mba Tien
Waduh siapa tuh org tua yg tanya Radit
ReplyDeleteJgn2 org yg sama di lht ibunya Ratri
Hadeeh ga usah ber andai2 deh kita tunggu Bu Tien bsk aj
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat ...
Trimakasih Bu Tien. Salam sehat selalu. Siapa lagi org yg tanya Radityo ....seru critanya ... maturnuwun
ReplyDeleteMatur nuwun bu tien
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏
ReplyDeleteIbu tua itu adalah orang yang menculik Listi dari bu Cipto? Listi itu adalah kembaran Ratri?
ReplyDeleteAlhamdulillah....Matur nuwun.
ReplyDeleteSehat selalu Bunda Tien cantik 😘😘❤❤❤
“Kamu yang bernama Radityo?”
ReplyDeleteRadit terpaku, merasa belum pernah mengenal wanita itu.
Tambah pinisirin...... siapa sih bun pendatang baru ini ?
Kemarin ketemu ibunya Ratri mau disapa lari.....
Sekarang menyapa / mengenal Radityo, sementara Radit belum pernah kenal/tahu ibu yang berpakaian lusuh ini......
Lanjooooottttttt bunda, yang telah merujit-rujit hati para pembaca...
Alhamdulillah JP 17 sdh tayang
ReplyDeletewah semakin penasaran, siapa ya Ibu setengah tua yg menyapa Radityo?
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu selalu sehat.
Aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~17 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah hadirr
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteWanita setengah tua itu orang yg bertemu ibu Cipto kemarin yaitu ibunya Listi, betul bunda Tien? Terimakasih bunda Tien ceritanya semakin asyik dan bikin penasaran, salam salut dan sehat selalu...
ReplyDeleteNah kan
ReplyDeleteMalah nyusul di rumah Radityo, ini yang dicari Bu Cipto, ini makelar bayi apa ya, yang pernah kerja di klinik bkia, yang mau menjelaskan peristiwa waktu bayi kembar dipisahkan paksa karena ada yang menginginkan anak, yang sebenarnya ada kembaran nya.
Mau ketemu camer malah tak terduga ada yang orang yang membongkar peristiwa masa lalu, mudah mudahan Bu Listyo masih memaklumi akan kejadian masa lalu, ibu ini yang perlu dipertemukan dengan Bu Cipto, karena ibu kandung yang bisa membuat Listy tenang dan sembuh dari guncangan jiwa.
Bu Cipto yang memang penyabar dan perhatian pada anak, berharap bisa membantu memulihkan Listy.
Begitulah bunyinya.
Terimakasih Bu Tien
Jangan pergi yang ke tujuh belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Terima kasih bunda Tien! Saya bisa komen tp harus pakai lap top! Semoga bunda Tien dan bunda2 yang lain dan bapak2 selalu sehat!
ReplyDeleteSepertinya tebakan mbak Lina benar nih.
ReplyDeleteListi dan Ratri adalah saudara kembar ?
Tapi mengapa bu Cipto tidak sadar bila anaknya Ratri itu kembar ?
Yang seru ternyata Ratri sesungguhnya bukan anak kandung bu Cipto, tetapi karena dirawat sejak bayi dan bu Cipto sendiri tidak punya anak, jadi sudah dianggap sebagai anak kandung sendiri, ternyata tidak diketahui bahwa Ratri itu punya saudara kembar. Jadi ibu Ratri yang sesungguhnya mungkin ibu yang berpakaian lusuh tersebut.
Mengapa sifat mereka berbeda, itu disebabkan beda pengasuhan, sehingga mereka tumbuh kembang jadi berbeda.
Bila melihat ini faktor genetika hanya berperanan 20% saja sedang 80% nya ditentukan oleh cara pengasuhan.
Ini warning untuk ibu² muda, bahwa cara pengasuhan sejak kecil hingga dewasa merupakan faktor dominan dalam membentuk kepribadian seseorang.
Bagaimana jawabnya ?
Kita tunggu episode berikutnya 🙏🙏
Salam aduhai .....
Salam sehat untuk bunda Tien tercinta
Puji Tuhan...makin seru nih...makasih njih bu Tien
ReplyDeleteHanya bu Cipto dan ibunya Radityo serta wanita tua yg terlihat lusuh yg bs mengurai crt ini... Krn kita tdk tahu crt yg msh jd misteri kecuali mb Tien penulis lakon crt ini. Di Ditunggu JP dg penuh penasaran. Mksh mb Tien slm seroja selalu utk kita semua🤗
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya datang juga JP 17...
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien Kumala...
Terimakasih jaga namaku disebut...
Kok jadi deh deg an ya...
Moga sehat selalu buat Bu Tien sekeluarga...
Aamiin...
Trims Bu Tien....ceritanya selalu jadi penasaran
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah...sehat ya Bu Tien..makasih yaaa
ReplyDeleteAlhamdullilah..terima ksih bundaqu Tien Kumalasari..salam sehat dan Aduhai sll dri skbmi🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteMenunggu
ReplyDeleteLibur mungkin mbak Tien sedang malam mingguan 😀
ReplyDeleteSepertinya libur monggo sugeng istirahat...🙏
ReplyDeleteMenanti sebuah jawaban dari JP 18....
ReplyDeleteMoga Bu Tien Sehat selalu....
Semoga bu Tien sehat selalu. Aamiin
ReplyDeleteAamiin
DeleteSemoga bu Tien selalu diberi kesehatan dan kekuatan
ReplyDeleteAda apa dgn JP 18
ReplyDeleteSemoga bu Tien sehat selalu.
Aamiin yaa rabbal alamiin
aamiin
ReplyDeleteSampai pagi ini belum ada tayangan JP 18
ReplyDeleteSemoga Ibu Tien sehat2 saja..😘
Semoga Bu Tien tansah pinaringan sehat...
ReplyDeleteAamiin Yaa Mujibassailiin....
Sabtu minggu Bu Tien ada keperluan jadi mohon maaf mungkin baru Senin baru bisa melanjutkan ...Harap maklum... Mari kita doakan agar beliau tetap sehat... Aamiin YRA.🙏🙏🙏
ReplyDeleteMoga kegiatan Bu Tien Kumala dilancarkan semuanya...
ReplyDeleteDan bisa melanjutkan dan menyelesaikan JP sampai tuntas...
Serta dikaruniai kesehatan yang sempurna.....
Aamiin....
Terima kasih atas sapaannya mba Tien.. Salam sehat selalu
ReplyDeleteKang Idih
Aamiin yra
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerima kasih kk, ini Blog ku
ReplyDeleteKeren ... mantap, tiada hari tanpa menulis Blog ...
ReplyDelete