Friday, November 4, 2022

JANGAN PERGI 17

 

JANGAN PERGI  17

(Tien Kumalasari)

 

Bu Cipto tertegun.

“Aku tuh merasa nggak bermaksud jahat, hanya ingin menyapa, kok seperti pernah kenal, ee kok malah lari,” gumamnya sambil kembali ke tempat semula, dimana dia sedang menunggu taksi.

“Tapi sikapnya tadi kok jadi malah mencurigakan ya. Apa dia pernah kenal sama aku? Kok malah jadi pikiran nih,” gumamnya lagi.

Bu Cipto merasa lega ketika kemudian taksi yang dipesannya sudah datang. Ia segera naik setelah memasukkan barang belanjaannya.

Tapi pikiran tentang wanita yang melarikan diri ketika hendak disapa itu terus menghantuinya.

“Siapaa … siapa … siapa …” gumamnya pelan, membuat pengemudi taksi merasa heran.

“Ada apa bu?” tanyanya.

“Oh … eh … aku sampai terus memikirkan dia.”

“Melamun, sampai keceplosan ya Bu?”

“Itu lho Nak, saya tadi kan melihat seorang ibu, saya merasa penah kenal, tapi lupa dimana dan siapa. Ketika saya dekati, ee … belum sempat saya menyapa, dia kabur.”

“Oh ya? Berarti ada sesuatu pada diri ibu, yang membuat dia takut. Atau sebuah kejadian yang dia merasa bersalah terhadap ibu.”

“Kok sampai segitunya ya? Kejadian apa … kira-kira?”

“Pastinya kejadiannya tidak biasa Bu, mungkin dia pernah menipu Ibu.”

“Menipu? Tentang apa ya? Apa pernah ada orang yang menipu aku? Dan pasti sesuatu yang luar biasa ya Nak, sampai dia ketakutan begitu.”

“Ya nggak tahu Bu. Saya hanya mengingatkan Ibu saja. Barangkali Ibu bisa mengingat sesuatu.”

“Apa ya Nak, namanya orang tua itu kok ya susah mengingat-ingat.”

“Peristiwa yang dulu sangat berkesan barangkali Bu. Maaf ini, jadi ikutan mengingatkan.”

“Entahlah Nak. Semoga saja saya diberi kesempatan untuk bertemu dia lagi dan membuat saya teringat akan dia.”

“Iya Bu, saya ikut mendoakan.”

Tapi tiba-tiba bu Cipto melihat lagi wanita itu, sedang duduk pula di bawah sebuah pohon.

“Nah, itu dia. Itu wanita itu … “ kata bu Cipto, tapi mobil yang ditumpanginya sudah berlalu, dan susah untuk kembali karena jalanan satu jalur dan sedang ramai.

Bu Cipto menerima nasib tidak bisa bertemu wanita itu lagi. Ia melupakannya setelah sampai di rumah, karena segera di sibukkan dengan kegiatannya di dapur.

***

Siang hari itu, ketika Ratri pulang dari mengajar, dilihatnya Radit sudah duduk di rumah, bersama ibunya, yang langsung masuk ke dalam setelah Ratri menemuinya.

“Ada berita apa?” tanya Radit.

“Tadi bu Dewi cerita, bahwa Listi dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa, karena keadaannya yang belum stabil, dan sering meracau tidak karuan.”

“Kasihan juga sebenarnya.”

“Dia tidak sadar apa yang dilakukannya,” sahut Ratri.

“Kemarin mas Dian menelpon lagi, mengeluh tentang Listi yang ternyata masih menimbulkan masalah. Tapi mau bagaimana lagi. Ini soal perasaan hati. Seperti juga aku, tak mungkin lagi bisa mencintai dia. Jadi satu-satunya jalan adalah membiarkannya menyadari apa yang seharusnya dia jalani. Semoga dengan pengobatan dari para ahli, Listi segera bisa sadar diri, dan menjalani hidup dengan normal.”

“Aamiin. Kalau teringat kelakuan kasarnya dan tindakan yang semena-mena, rasanya ingin marah, tapi mengingat jiwanya yang terguncang, kasihan juga.”

“Lebih kasihan lagi, memang benar dia sudah tak punya siapa-siapa.”

“Mengapa Mas Radit tidak berusaha mencintainya lagi?”

“Bagaimana mungkin perasaan bisa dipaksakan? Aku sudah menemukan yang lain,” katanya sambil menatap Ratri dengan tatapan yang membuat Ratri harus memalingkan wajahnya karena degup jantung yang tak bisa dikendalikannya.

“Oo, syukurlah, aku ikut berbahagia,” katanya sambil menundukkan wajahnya.”

“Kamu tidak ingin tahu, siapa dia?”

“Tidak usah ….”

“Tapi aku ingin memberi tahu kamu.”

Ratri mengangkat wajahnya.

“Gadis itu kamu,” akhirnya Radit mampu mengucapkannya, setelah sekian lama ditahannya.

“Aku ?”

“Aku jatuh cinta sama kamu,” Radit meneruskannya karena merasa sudah kepalang tanggung.

Wajah Ratri memerah, ia menghela napas panjang, dan berharap agar degup jantungnya yang sangat kencang tidak terdengar oleh Radit.

“Apa jawabmu, Ratri?”

Ratri tak mampu menjawabnya. Lidahnya terasa kelu.

“Mengapa diam? Katakan ‘tidak’ kalau kamu menolaknya, katakan ‘iya’ kalau kamu menerimanya. Maaf kalau kamu menganggap aku lancang.”

“Tidak,” buru-buru Ratri menjawabnya.

Radit tertegun.

“Tidak? Kamu menolaknya?” tanya Radit dengan perasaan khawatir.

“Aku memang bukan seorang yang romantis, yang bisa mengungkapkan kata cinta dengan ungkapan yang indah” sambungnya.

“Aku tidak menganggap mas Radit lancang. Jadi ….”

“Jadi kamu menerimanya?”

“Aku takut.”

“Apa yang kamu takutkan?”

“Mas Radit dan saya itu kan seperti bumi dan langit.

“Masa? Lihat, kita duduk berhadapan, sejajar.”

“Itu bukan yang sebenarnya. Hanya ungkapan.”

“Iya, aku tahu.”

“Jangan membuat saya kegirangan dengan ucapan cinta itu, saya takut sakit.”

“Mengapa harus sakit? Aku sama sekali tak bermaksud menyakiti kamu.”

“Bukan secara langsung. Mas Radit kan tidak berdiri sendiri, ada keluarga, yang belum tentu setuju dengan pilihan mas Radit. Jadi lebih baik_”

“Lebih baik aku bawa kamu menemui ibuku.”

“Apa?" Ratri sangat terkejut.

“Iya, benar. Hari Sabtu, setelah acara peresmian gedung baru di sekolah kamu, aku akan langsung mengajak kamu ke rumah.”

“Tapi ….”

“Tidak ada tapi, aku bukannya memaksa kamu, tapi kamu harus yakin pada jawaban kamu, setelah bertemu ibuku.”

Ratri menatap Radit untuk mencari kebenaran pada apa yang dikatakannya. Mata mereka bertaut. Radit tak ingin melepaskannya, sampai pertahanan Ratri luruh, kemudian menundukkan wajahnya dengan wajah kembali memerah.

***

Pagi hari itu, di jam bezoek, Radit memerlukan menemui Listi di rumah sakit. Bagaimanapun mereka pernah menjadi sepasang kekasih, walau kemudian rasa itu sudah terbang tergilas hari-hari yang melintas. Hanya ada rasa iba dan rasa persaudaraan yang ada.

Ketika memasuki rumah sakit itu, Radit bertemu dengan bu Sumini yang sedang duduk sendirian. Radit mendekatinya, karena Radit sudah minta ijin untuk menemui dan pegawai rumah sakit mempersilakannya untuk menunggu.

“Mau bezoek siapa Bu?” tanya Radit.

“Bezoek majikan saya. Kasihan dia, mengapa tiba-tiba dianggap gila?”

“Ooh, sudah lama di sini Bu?”

“Baru dua hari ini, tadinya dia ditangkap polisi.”

Radit terkejut.

“Siapa namanya Bu?”

“Dia, non Listi.”

“Oh … kita membezoek orang yang sama.

“Mas juga mau menengok non Listi?”

“Iya.”

“Mas apanya? Beberapa hari yang lalu saya bertemu bekas suaminya. Saya ini, walaupun pembantu, tapi tidak mengetahui sebenarnya non Listi itu bagaimana. Tahu-tahu saat pulang sudah ada bekas suami. Menikahnya saya juga tidak tahu.”

“Saya temannya Bu.”

“Oh, hanya teman. Saya kira non Listi tidak punya teman karena lama tidak di rumah. Dia juga tidak punya keluarga setelah orang tuanya meninggal.”

“Iya, saya tahu.”

Ketika kemudian petugas rumah sakit membawanya masuk, dilihatnya Listi keluar dari sebuah ruangan dengan didampingi seorang perawat.

“Listi,” sapa Radit.

“Mengapa kamu ke sini? Aku bohong ketika bilang cinta sama kamu.”

“Listi, aku hanya ingin melihat keadaan kamu.”

“Aku kenapa? Kamu senang aku dianggap gila, bukan? Dengar, aku masih mencintai suamiku, aku akan ikut ke Jakarta.”

“Listi ….”

“Apa kamu mengasihani aku? Tolong bawa aku keluar dari sini.”

“Kamu di sini, supaya bisa lebih tenang.”

“Aku tidak gilaaa!” Listi tiba-tiba berteriak.

“Baiklah, aku hanya berharap yang terbaik, semoga kamu segera bisa menemukan ketenangan dalam hidup kamu,” kata Radit sambil menyerahkan parsel birisi buah-buahan itu kepada bu Sumini.

“Bawa buah-buahan busuk itu, kamu pasti meracuni aku kan?”

Radit tidak menjawab, mengangguk pada perawat yang mendampingi, kemudian berlalu, karena tidak ingin Listi semakin garang. Tinggal bu Sumini yang sedari tadi diam, kemudian maju mendekat.

“Mengapa Non seperti ini?”

Tiba-tiba Listi menangis terisak-isak. Bu Sumini merangkulnya.

“Hidupku ini hidup seperti apa sih Bik … aku seperti selalu bingung … sedih … dan ingin menangis.”

“Non Listi di sini karena sedang berobat. Segera sembuh ya Non.”

“Aku ini tidak gilaaa!!”

“Ya, tentu saja. Non memang baik-baik saja.”

“Laki-laki tadi, adalah orang yang aku cintai, tapi dia membuang aku, karena dia suka pada wanita lain,” lalu Listi terisak lagi.

“Tapi aku masih cinta," lanjutnya.

“Tapi Non bilang tidak cinta.”

“Iya juga sih, aku ini kadang cinta, kadang tidak,” Listi meracau lagi.

Bu Sumini membawakan makanan untuk Listi.

“Non saya bawakan makanan, dimakan ya? Pak Dian yang menyuruh saya sering menemani Non.”

“Katakan sama dia, aku tidak mau dicerai, aku ingin punya anak.”

Bu Sumini mengelus bahu Listi, rasa iba memenuhi dadanya.

“Kamu harus bilang, aku tidak mau dicerai.”

“Tapi … dulu saat aku menggugurkan kandungan, orang itu bilang bahwa aku tidak akan bisa mengandung lagi ….”

Bu Sumini terkejut.

“Aku bohong sama dia. Eh, jangan bilang kalau aku tidak bisa punya anak lagi ya, awas kalau kamu bilang.”

Beberapa saat lamanya bu Sumini menemani Listi,  yang bicara tanpa jelas ujung pangkalnya, sampai kemudian jam bezoek sudah berlalu. Bu Sumini pergi dengan rasa iba memenuhi dadanya.

***

Hari itu Ratri bersiap berangkat lebih pagi, karena hari itu adalah hari peresmian gedung baru yang diadakan sekolah nya.

Tapi sebelum berangkat, dia bilang pada ibunya bahwa akan pulang terlambat, karena setelah acara selesai, Radit mengajaknya ke rumahnya. Agak terkejut bu Cipto mendengar penuturan anaknya.

“Apa benar, nak Radit mau membawa kamu menemui orang tuanya?”

“Ratri sih sebenarnya juga ragu bu, tapi mas Radit memaksa. Ratri juga takut, mengingat keluarga mas Radit itu kan keluarga terpandang.”

“Iya juga sih Tri, tapi yang namanya jodoh itu kan datangnya dari Allah Yang Maha Kuasa. Kamu tidak usah ragu atau takut. Dari pertemuan kamu dengan orang tuanya nanti, kamu kan bisa tahu apa mereka bisa menerima kalau kamu dekat dengan nak Radit, atau tidak.

“Ratri juga akan bersikap seperti itu Bu, tidak terlalu memasukkan dalam hati atas kedekatan Ratri dengan mas Radit, karena rasa takut itu tetap saja ada.”

“Baiklah Nak, memang dalam hidup itu, orang harus bisa membawa diri dan mawas diri. Jangan menjangkau sesuatu yang tak mungkin terjangkau, tapi jangan takut menjangkau sesuatu. Rumit ya, itu hubungannya dengan kata mawas diri yang ibu katakan tadi. Kamu bisa mengerti?”

“Mengerti Bu, jadi Ratri tidak akan berharap pada sesuatu yang tak mungkin, karena Ratri harus tahu diri. Ya kan?”

“Iya Nak, ya sudah berangkat sana, nanti kesiangan. Kamu kan harus ikut membantu mengatur untuk acara itu kan?”

“Iya Bu, Ratri berangkat dulu ya.”

Ratri bergegas berangkat, sementara bu Cipto juga ingin berangkat ke pasar lagi. Bukan karena banyak yang harus dibelinya, tapi karena penasaran kepada orang yang pernah dilihatnya, tapi begitu didekati, kemudian dia kabur.

***

Peresmian gedung baru itu berjalan lancar. Radityo yang menjadi tamu kehormatan, duduk berjajar dengan Ketua Yayasan dan Kepala Sekolah serta para pengurus lainnya. Ucapan terima kasih diucapkan oleh Ketua Yayasan, dan disambut tepuk tangan oleh seluruh hadirin, yang sebagian besar terdiri dari orang tua murid dan murid-murid itu sendiri.

Sesuai janjinya, setelah selesai upacara, Radit mengajak Ratri ke rumahnya. Agak cemas hati Ratri ketika sudah berada di dalam mobil. Keringat dingin membasahi dahi dan telapak tangannya, yang diremas-remasnya sendiri sejak duduk di samping kemudi.

“Ratri, kamu tampak gelisah sih?”

Ratri menoleh ke arah laki-laki di sampingnya.

“Iya sih, agak gelisah.”

“Kamu tidak usah khawatir, ibuku sudah pernah melihat kamu kok.”

Ratri terkejut.

“Sudah pernah melihat aku? Di mana?”

“Ketika kamu sedang membeli ponsel. Ibu menyapa kamu, mengira kamu adalah Listi.”

“Ya ampun, ibu-ibu itu, ternyata ibunya mas Radit?”

Radit mengangguk sambil tersenyum.

“Ibu meminta aku mengajak kamu ke rumah.”

Ratri semakin berdebar. Baru ingin Radit membawanya ke rumah, tapi belum tentu suka juga kan?

“Jangan takut, ibuku baik.”

Ratri hanya tersenyum. Bagaimanapun pertemuan dengan orang tua Radit membuatnya gelisah tak menentu.

Ia kemudian diam, dan membiarkan Radit berbicara tentang banyak hal.

Ratri semakin berdebar ketika mobil Radit memasuki sebuah halaman luas, dimana tampak sebuah rumah besar yang megah.

Tapi ketika turun, tiba-tiba seorang wanita setengah tua dengan pakaian lusuh mendekati Radit.

“Kamu yang bernama Radityo?”

Radit terpaku, merasa belum pernah mengenal wanita itu.

***

Besok lagi ya.

76 comments:

  1. Ini sdh detik² *eM eS Te* pa Hadi kok blm buka wapriku..... Alamat aku "kudu" tetap ngedit *JePe*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah di edit .....eh kedobelan dengan kakek Habi. Ya sudah ngga apa² . Besok saya edit lagi ya ......nuwun

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah...sampun tayang...
    Salam sehat Bu Tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, matur nuwun Bunda Tien, mugi bunda tansah pinaringan sehat.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah sugeng ndalu bu Tien

    ReplyDelete
  7. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  8. Sugeng dalu bu Tien, manusang JP 17 sampun tayang.
    Tambah greget aja nih

    ReplyDelete
  9. lha koq ada lagi yang buat penasaran bu Tien. wanita lusuh siapa ini?

    ReplyDelete
  10. Siapa ya kira2 wanita setengah tua itu? Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  11. Teka-teki.... Teka-teki....
    Kisah masa silam seperti apa nih Bu Tien..
    ☺☺☺☺
    Bikin pinisirin... wkwkwk

    ReplyDelete
  12. Matur suwun mbakyu Tien
    Semakin penisirin nih...
    Salam Tahes Ulales
    Selalu Aduhaiiii

    ReplyDelete
  13. Siapa ya ibu" paruh baya yg menyapa Radityo?
    Apkh org yg sama dg yg pernah dilihat oleh ibunya Ratri di pasar tp kabuuur..??
    Tks bunda Tien..
    ceritanya tambah bikin penasaran..
    ga sabar nunggu bsk lg..
    Semoga bunda Tien sehat selalu..
    Salam Aduhaaii...

    ReplyDelete
  14. Ya... pendatang baru belum dikenalkan, masih Besok lagi ya...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien.. 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  16. Wanita lusuh mungkin ibu asli atau ibunya siapa ya .,. Hihihi di duga "

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah. Terima kasih Bu. Cerbung tayang masih sore sehingga bisa segera bobok.
    Semoga Ibu tansah ginanjar karaharjan kasarasan, widada nir ing sambekala sahengga saget paring lelipur dumateng para sutrisno cerbung.
    Aamiin yaa robbal alamiin 🤲

    ReplyDelete
  18. Siapa yg menemui Radit?
    Ibunya Listi kah?
    Makasih mba Tien

    ReplyDelete
  19. Waduh siapa tuh org tua yg tanya Radit

    Jgn2 org yg sama di lht ibunya Ratri
    Hadeeh ga usah ber andai2 deh kita tunggu Bu Tien bsk aj

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ...

    ReplyDelete
  21. Trimakasih Bu Tien. Salam sehat selalu. Siapa lagi org yg tanya Radityo ....seru critanya ... maturnuwun

    ReplyDelete
  22. Ibu tua itu adalah orang yang menculik Listi dari bu Cipto? Listi itu adalah kembaran Ratri?

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah....Matur nuwun.
    Sehat selalu Bunda Tien cantik 😘😘❤❤❤

    ReplyDelete
  24. “Kamu yang bernama Radityo?”
    Radit terpaku, merasa belum pernah mengenal wanita itu.

    Tambah pinisirin...... siapa sih bun pendatang baru ini ?
    Kemarin ketemu ibunya Ratri mau disapa lari.....
    Sekarang menyapa / mengenal Radityo, sementara Radit belum pernah kenal/tahu ibu yang berpakaian lusuh ini......
    Lanjooooottttttt bunda, yang telah merujit-rujit hati para pembaca...

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah JP 17 sdh tayang
    wah semakin penasaran, siapa ya Ibu setengah tua yg menyapa Radityo?
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu selalu sehat.
    Aamiin

    ReplyDelete

  26. Alhamdulillah JANGAN PERGI~17 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  27. Wanita setengah tua itu orang yg bertemu ibu Cipto kemarin yaitu ibunya Listi, betul bunda Tien? Terimakasih bunda Tien ceritanya semakin asyik dan bikin penasaran, salam salut dan sehat selalu...

    ReplyDelete
  28. Nah kan
    Malah nyusul di rumah Radityo, ini yang dicari Bu Cipto, ini makelar bayi apa ya, yang pernah kerja di klinik bkia, yang mau menjelaskan peristiwa waktu bayi kembar dipisahkan paksa karena ada yang menginginkan anak, yang sebenarnya ada kembaran nya.
    Mau ketemu camer malah tak terduga ada yang orang yang membongkar peristiwa masa lalu, mudah mudahan Bu Listyo masih memaklumi akan kejadian masa lalu, ibu ini yang perlu dipertemukan dengan Bu Cipto, karena ibu kandung yang bisa membuat Listy tenang dan sembuh dari guncangan jiwa.
    Bu Cipto yang memang penyabar dan perhatian pada anak, berharap bisa membantu memulihkan Listy.
    Begitulah bunyinya.

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi yang ke tujuh belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  29. Terima kasih bunda Tien! Saya bisa komen tp harus pakai lap top! Semoga bunda Tien dan bunda2 yang lain dan bapak2 selalu sehat!

    ReplyDelete
  30. Sepertinya tebakan mbak Lina benar nih.
    Listi dan Ratri adalah saudara kembar ?
    Tapi mengapa bu Cipto tidak sadar bila anaknya Ratri itu kembar ?

    Yang seru ternyata Ratri sesungguhnya bukan anak kandung bu Cipto, tetapi karena dirawat sejak bayi dan bu Cipto sendiri tidak punya anak, jadi sudah dianggap sebagai anak kandung sendiri, ternyata tidak diketahui bahwa Ratri itu punya saudara kembar. Jadi ibu Ratri yang sesungguhnya mungkin ibu yang berpakaian lusuh tersebut.

    Mengapa sifat mereka berbeda, itu disebabkan beda pengasuhan, sehingga mereka tumbuh kembang jadi berbeda.
    Bila melihat ini faktor genetika hanya berperanan 20% saja sedang 80% nya ditentukan oleh cara pengasuhan.

    Ini warning untuk ibu² muda, bahwa cara pengasuhan sejak kecil hingga dewasa merupakan faktor dominan dalam membentuk kepribadian seseorang.

    Bagaimana jawabnya ?

    Kita tunggu episode berikutnya 🙏🙏

    Salam aduhai .....

    Salam sehat untuk bunda Tien tercinta

    ReplyDelete
  31. Puji Tuhan...makin seru nih...makasih njih bu Tien

    ReplyDelete
  32. Hanya bu Cipto dan ibunya Radityo serta wanita tua yg terlihat lusuh yg bs mengurai crt ini... Krn kita tdk tahu crt yg msh jd misteri kecuali mb Tien penulis lakon crt ini. Di Ditunggu JP dg penuh penasaran. Mksh mb Tien slm seroja selalu utk kita semua🤗

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah akhirnya datang juga JP 17...
    Terimakasih Bu Tien Kumala...

    Terimakasih jaga namaku disebut...
    Kok jadi deh deg an ya...
    Moga sehat selalu buat Bu Tien sekeluarga...

    Aamiin...

    ReplyDelete
  34. Trims Bu Tien....ceritanya selalu jadi penasaran

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah...sehat ya Bu Tien..makasih yaaa

    ReplyDelete
  36. Alhamdullilah..terima ksih bundaqu Tien Kumalasari..salam sehat dan Aduhai sll dri skbmi🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  37. Libur mungkin mbak Tien sedang malam mingguan 😀

    ReplyDelete
  38. Sepertinya libur monggo sugeng istirahat...🙏

    ReplyDelete
  39. Menanti sebuah jawaban dari JP 18....
    Moga Bu Tien Sehat selalu....

    ReplyDelete
  40. Semoga bu Tien sehat selalu. Aamiin

    ReplyDelete
  41. Semoga bu Tien selalu diberi kesehatan dan kekuatan

    ReplyDelete
  42. Ada apa dgn JP 18
    Semoga bu Tien sehat selalu.
    Aamiin yaa rabbal alamiin

    ReplyDelete
  43. Sampai pagi ini belum ada tayangan JP 18
    Semoga Ibu Tien sehat2 saja..😘

    ReplyDelete
  44. Semoga Bu Tien tansah pinaringan sehat...
    Aamiin Yaa Mujibassailiin....

    ReplyDelete
  45. Sabtu minggu Bu Tien ada keperluan jadi mohon maaf mungkin baru Senin baru bisa melanjutkan ...Harap maklum... Mari kita doakan agar beliau tetap sehat... Aamiin YRA.🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  46. Moga kegiatan Bu Tien Kumala dilancarkan semuanya...

    Dan bisa melanjutkan dan menyelesaikan JP sampai tuntas...

    Serta dikaruniai kesehatan yang sempurna.....

    Aamiin....


    ReplyDelete
  47. Terima kasih atas sapaannya mba Tien.. Salam sehat selalu
    Kang Idih

    ReplyDelete
  48. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  49. Keren ... mantap, tiada hari tanpa menulis Blog ...

    ReplyDelete