Friday, February 4, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 31

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  31

(Tien Kumalasari)

 

Haryo memperlambat laju mobilnya. Ia menjalankannya agak ke pinggir, seakan mau parkir, agar bisa melihat apa yang dilakukan Nina dan anaknya.

“Ia membeli emas? Setelah aku beri uang kemarin? Rasanya tak mungkin. Aku tahu dia punya janji sama Siska. Aku sengaja memberi dia pelajaran agar dia tak sembarang berhutang. Aku juga akan tetap memberikan uang belanja yang secukupnya agar dia tak bisa menghambur-hamburkan uang. Aku bahkan tak bersedia lagi membiayai kuliah anak-anaknya agar supaya mereka belajar mencari uang sendiri. Lalu apa yang dilakukannya di toko emas itu? Tebakanku hanya satu, ia justru menjual sesuatu. Pasti cincin yang dipakainya telah dijual, demi membayar hutangnya.Tuh, dia sekarang masuk ke toko imitasi. Hm, bisa aku duga, dia membeli yang palsu untuk mengelabui aku,” gumam Haryo, kemudian menjalankan mobilnya kembali.

“Diam-diam Nina mengajari aku tentang apa yang harus aku lakukan  selanjutnya. Baiklah …. “ gumamnya lagi, entah apa yang akan dilakukannya.

Sementara itu Nina dan Endah tersenyum-senyum penuh kemenangan setelah berhasil mendapatkan uang penjualan cincin itu, dan menukarnya dengan imitasi yang bentuknya mirip.

“Untunglah ada yang mirip ya Ndah, dan bagus banget ini. Siapa tahu kalau ini imitasi,” gumam Nina yang duduk di bocengan Endah ketika kendaraan mereka melaju pulang.

“Iya, sebetulnya aku juga pengin tadi, tapi nanti dulu. Uangku dikembalikan lho Bu.”

“Iya, sampai di rumah nanti aku kembalikan. Tapi tunggu, ini sudah hampir sore, kamu sih, mengajak Ibu muter-muter mencari toko yang mau membeli paling mahal. Ternyata juga sama saja.”

“Siapa tahu bisa lebih banyak dapat uangnya.  Eh ...  ternyata sama saja."

“Karena itu mampir dulu ke warung, kita beli lauk mateng saja, mana sempat Ibu memasak. Kalau tiba-tiba pak Haryo pulang, dan belum ada makanan, dia bisa curiga.”

“Iya, itu didepan ada warung.”

“Baik, turun sebentar disitu, cari yang seperti masakan rumahan, supaya dikira masakan ibu sendiri.”

Endah berhenti di warung yang dimaksud, lalu Nina membeli lauk. Kemudian mereka pulang dengan wajah sumringah. Masalah bisa teratasi dengan sangat mudah.

“Turun dari atas kendaraan, mereka merasa lega karena belum tampak mobil Haryo di halaman. Hanya Ana, yang menyambut mereka dengan bersungut-sungut.

“Kemana saja sih? Lapar nih, mana makanan belum ada,” gerutunya dengan mulut manyun.”

“Halah, cuma menahan sebentar saja kok nggak sabar sih,” jawab Endah sambil menstandartkan motornya.

Nina langsung masuk ke dalam rumah, dan menata lauk yang dibelinya di meja makan.

“Tumben beli lauk matang,” celetuk Ana yang kemudian wajahnya berseri karena tak harus menunggu lama untuk segera makan.

“Sudah, jangan banyak komentar, bantu Ibu mengambil wadah dan piring-piring untuk makan,” perintah Nina.

“Yah, beli lauk matang kok begini sih? Ini seperti masakan rumahan. Sayur lodeh, goreng ikan asin, tempe dan tahu , lalu kerupuk.”

“Diam Ana, kalau nggak mau nggak usah makan,” sergah Endah dengan marah.

“Makan dong, dikira nggak lapar apa? Cuma heran saja, ini seperti masakan rumahan.”

“Maksudmu apa?” tanya Endah sambil mendelik.

“Biasanya kalau beli lauk di luar itu ya, bakmi, cap cay, rendang, atau….”

“Sudah, mulailah makan, setelah itu Ibu akan merapikannya supaya siap kalau sewaktu-waktu pak Haryo minta makan.”

“Hm, kasihan pak Haryo, makan hanya dengan sayur dan ikan asin,” Ana masih mengoceh sambil makan.

“Memang dia maunya begini. Ya sudah, biarkan saja. Kalau dikasih makan enak nanti Ibu dibilang boros.”

“Eeeh, cincin Ibu baru. Itu bukan cincin yang sebelumnya kan? Jadi diberikan kepada si Siska jahat itu ya Bu?”

“Sssst, sudah diam, ceritanya nanti saja. Kalau tiba-tiba dia datang dan mendengar, bagaimana?”

“Juga cerita lauk murahan ini?” ejek Ana.

“Iih, cerewet banget nih anak,” kesal Endah mendengar celoteh adiknya.

***

Haryo memang tidak langsung pulang ke rumah Nina. Ia memutar mobilnya, dan berhenti makan siang di sebuah restoran. Banyak hal yang dipikirkannya setelah satu demi satu masalah melingkupi hidupnya. Pilihannya untuk tinggal selamanya bersama Nina pastilah bukan pilihan yang tepat. Apa dia harus pulang ke rumah Tindy? Itupun tidak ingin dilakukannya. Ia masih punya malu untuk bertemu dengan orang-orang yang sudah dikhianatinya. Tapi perlahan atau pasti ia harus punya pilihan. Ia sudah merasa tua, dan sekarang hidupnya dibebani oleh sesal yang tak akan ada yang bisa meringankannya.

Tiba-tiba ada beberapa gadis yang memasuki rumah makan itu, dan yang membuat Haryo terkejut, salah satunya adalah Desy. Haryo menundukkan wajahnya, pura-pura menikmati makanannya. Ia menyuapnya dengan tergesa-gesa, menghindari tatapan Desy yang ia tahu amat membencinya. Ya, Desy anaknya yang paling galak dan berani. Kalau Lala lembut seperti ibunya, tapi Desy bukanlah gadis pemaaf. Pasti ia masih sangat membenci dirinya.

Gadis-gadis itu memilih sebuah meja yang agak besar karena mereka datang ber enam. Haryo meliriknya sekilas. Dua suap lagi makanannya akan habis. Ia meraih tissue setelah suapan terakhirnya, lalu menghabiskan minumannya. Namun ketika tangannya melambai ke arah pelayan, Desy melihatnya. Tanpa diduga Desy mendekat, dan menatap ayahnya tajam.

“Bapak ada disini?”

“Desy ?”

“Mengapa Bapak makan di sini ?”

“Tak apa, sekali-sekali.”

“Pasti masakan isteri muda Bapak tidak enak. Ya kan?”

Haryo tak menjawab, ia menyerahkan selembar uang kepada pelayan yang sudah menghampirinya, lalu dia berdiri.

“Bapak tidak menitipkan salam pada Ibu?” tanya Desy sambil tersenyum tipis.

Haryo melangkah pergi, membawa luka yang ditorehkan oleh anaknya sendiri.

Desy menatap punggung ayahnya dengan senyuman tipis. Ah, kalau saja Desy tahu bahwa ayahnya sedang menderita. Tapi Desy merasa ada sesuatu yang tiba-tiba menyentuh hatinya. Apa ya.

Desy menghampiri kawan-kawannya, dan berpamit karena harus buru-buru pulang.

“Hei, ada apa denganmu?” tanya salah satu temannya.

“Tidak apa-apa, tiba-tiba aku ingat ada urusan.”

“Siapa yang kamu dekati tadi? Kamu suka sama om-om?” ledek yang lainnya.

“Ngawur.” sergah Desy yang kemudian berlalu begitu saja.

Ketika sampai di luar, ia tak lagi melihat bayangan ayahnya. Mobilnya juga tak tampak disekelilingnya. Tapi jauh di lubuk hati Desy, sesungguhnya dia menangkap sesuatu di mata ayahnya, dan sesuatu itu adalah hal yang buruk. Oh ya, Desy ingat kata dokter Linda ketika itu, katanya ayahnya sakit. Apakah masih sakit? Lalu Desy menyesal karena tak sempat berbicara banyak dengan ayahnya, dan justru melontarkan kata-kata yang pastinya membuat ayahnya terluka.

“Tampaknya Bapak tidak sedang gembira. Kalau Bapak sakit, apakah isteri mudanya tidak merawatnya? Tiba-tiba aku menyesal mengucapkan kata-kata tadi. Habis aku masih kesal.”

Lalu Desy menghampiri mobilnya. Tapi sebelum ia membuka pintunya, seseorang memanggilnya.

“Hai, dokter muda yang cantik.”

Desy tertegun, suara itu amat dikenalnya, dan ketika menoleh, ia melihat seseorang yang tentu saja juga amat dikenalnya.

“Ah ….”

“Kok ‘ah’ sih?” kata Danarto sambil tersenyum lebar.”

“Membuat orang kaget saja.”

“Begitu saja kaget. Kamu habis makan?”

“Mau makan, tapi nggak jadi.”

“Kenapa?”

“Nggak suka saja.”

“Kalau begitu ayo temani aku makan, aku lapar nih, sejak pagi belum makan. Lihat, sampai kurus aku kan?” canda Danarto.

Desy tertawa lebar.

“Badan segede itu … kurus? Kasihan ….”

“Ayolah, ngomong didalam saja.”

“Nggak mau disitu, cari yang lain saja.”

“Kenapa?”

“Nggak usah nanya, pokoknya jangan disitu, tadi aku sama teman-teman aku, tapi aku pamit pulang duluan.”

“Kenapa?”

“Tanya melulu, ayo pergi dari sini, nggak enak kalau aku masuk lagi.”

Danarto menurut.

“Naik mobilku saja, kata Desy.”

“Baiklah,” kata Danarto sambil meminta kunci mobil Desy dan mengendarainya ke restoran lain seperti kemauan Desy.

***

“Ada apa sih, makan saja kok kelihatan heboh. Ini sudah lewat waktu makan, tahu.”

“Tadinya aku mau makan bersama teman-teman aku, belum juga pesan, aku melihat Bapak lagi makan.”

“Pak Haryo?”

“Iya, aku dekati Bapak, tapi aku mengucapkan kata yang pasti menyakiti Bapak.”

“Mengucapkan apa?”

“Kok makan disini Pak, pasti masakan isteri muda Bapak nggak enak, ya kan? Gitu….”

“Lalu Bapak jawab apa?”

“Nggak jawab, langsung pergi. Aku menyesal sekali, aku merasa Bapak lagi sakit. Lalu aku berpamit pada teman-temanku untuk pulang, nggak jadi makan. Maksudku akan bicara sama Bapak, tapi aku sudah tak bisa menemukannya lagi. Bapak sudah pergi,” sesal Desy.

“Kamu jangan galak-galak.”

“Ah … “

“Kata Bapak kamu galak.”

“Masa Bapak bilang begitu? Kapan?”

“Ketika aku menemui Bapak waktu itu.”

“Iya sih, aku galak. Jadi kamu jangan berani-berani mengganggu aku.”

“Pengin digalakin aku, sekali-sekali.

“Ah ….”

“Yaah, ‘ah’ lagi deh. Ayo makan dulu, nanti ngomong lagi.”

“Aku pengin ketemu Bapak, kelihatannya Bapak lagi sedih, menyesal aku.”

“Temui di kampusnya.”

“Gitu ya?”

“Memang pak Haryo lagi sakit, kemarin ketemu lagi rekam jantung di rumah sakit.”

“Jantung?”

“Dokter Linda hanya ingin melihat keadaan jantung Bapak melalui rekam jantung itu. Tapi Bapak baik-baik saja kok.”

“Mengapa perempuan itu membiarkan Bapak sakit? Keterlaluan,” geram Desy.

Danarto bisa mengerti, biarpun marah, Desy juga tak rela ayahnya menderita. Darah ayahnya mengalir pula ditubuhnya. Ia menepuk-nepuk tangan Desy yang terletak di atas meja, berusaha menenangkannya.

“Aku juga heran pada diriku ini mas, aku kesal sama Bapak, tapi aku kasihan melihatnya sakit.”

“Kalau kamu ingin, kamu bisa menemuinya di kampus.”

Desy mengangguk pelan. Tapi memang ia merasa sedikit terhibur, ketika ada Danarto yang bisa mengerti akan dirinya.

***

“mBak Lala, aku mau ngomong,” kata Desy ketika sudah berada di rumah.

“Ngomong apa, serius kelihatannya. Tentang dokter Danar kah?”

“Iih, apa sih.”

“Ditanya kok malah cemberut?”

“Ini tentang Bapak.”

“Kenapa memangnya?”

“Tadi aku ketemu Bapak.”

“Oh ya, dimana ?”

“Di rumah makan yang kita biasa makan.”

“Sama siapa?”

“Sendiri. Aku tuh kesal sebenarnya sama Bapak. Aku hampiri Bapak dan setengah mengejeknya. Aku bilang isteri muda Bapak masakannya pasti nggak enak, jadi Bapak makan di rumah makan. Gitu.”

“Lalu?”

“Bapak diam saja, lalu pergi. Tampaknya kesal sama aku.”

“Kamu tuh kalau ngomong memang sering nggak terkontrol.”

“Aku tuh kesal sama Bapak sebenarnya. Tapi Mbak, sekarang aku menyesal, pengin ketemu Bapak. Bapak sepertinya sedang sakit. Kasihan aku melihatnya.”

Lala menghela napas.

“Aku sudah ketemu Bapak. Dirumah perempuan itu.”

“Haaah? Mengapa Mbak Lala nggak ngajak aku sih?”

“Kalau kamu ikut, nanti kamu mengamuk di sana. Mbak nggak ingin itu terjadi. Aku kesana juga karena mendengar Bapak sakit. Kecuali itu aku pamit sama Bapak, karena sebentar lagi aku harus berangkat.”

“Ketemu sama perempuan itu?”

“Ketemu, dan menyebalkan sekali. Sudahlah, aku nggak mau cerita, nanti kamu mengamuk di sana kalau aku ceritain juga.”

“Mbak Lala tuh….”

“Temui di kampus kalau kamu mau.”

“Baiklah, kalau begitu aku besok ke kampus saja, Mbak Lala temani aku ya?”

“Besok aku ada urusan, kamu sendiri saja kesana, tapi nggak usah bilang sama Ibu, supaya Ibu nggak kepikiran.”

“Baiklah.”

***

Haryo sampai di rumah saat hari menjelang sore. Ia turun dari mobil dan langsung masuk kedalam, acuh saja melihat Nina duduk sendirian di teras.”

“Mas, kok baru pulang?” tanya Nina sambil mengikuti Haryo yang langsung masuk ke kamarnya.

“Iya, memang baru pulang.”

“Mas tidak makan? Aku tadi cuma masak sayur sama goreng ikan asin, tahu, tempe.”

“Aku sudah makan. Nanti malam saja.”

“Baiklah.”

Haryo melepaskan baju dinasnya, dan kemudian masuk ke kamar mandi. Nina masih menungguinya disana, sambil menyiapkan baju gantinya.

Ketika Haryo keluar dari kamar mandi, dilihatnya Nina sedang mengumpulkan baju kotornya, lalu dimasukkannya ke dalam keranjang yang tersedia.

“Benarkah Mas tidak akan menambah lagi uang belanja untuk aku?” tanyanya pelan.

“Sudah kamu tulis catatan pengeluaran kamu?”

“Belum. Aku kan juga harus memikirkan beaya kuliah anak-anak.”

“Bagus, memang kamu harus memikirkannya.”

“Tapi mana cukup, biar aku catat semua kebutuhan sekalipun?”

“Itu tidak termasuk beaya kuliah anak-anak kamu.”

“Maksud Mas apa?”

“Bukankah aku sudah bilang bahwa dia harus berusaha? Kuliah sambil kerja kan bisa? Atau kalau anak kamu tidak sanggup bekerja, kamu yang harus bekerja. Aku tidak bisa lagi memikirkan semuanya,” kata Haryo sambil memakai baju gantinya.

“Kalau aku bekerja itu harus bekerja apa? Masa aku masih laku bekerja di kantoran?”

“Siapa menyuruh kamu bekerja di kantoran? Kerja itu tidak harus di kantor.”

“Lalu …. “

“Kamu bisa berjualan. Buka warung, jual apa lah apa. Pokoknya yang bisa menghasilkan uang.”

“Tapi itu kan butuh modal? Mas mau memberi aku modal? Aku mau jualan gado-gado di depan situ.”

“Benar, kamu mau?”

“Benar, berikan modalnya,” kata Nina penuh harap, karena dia pastilah akan mendapat uang lagi.

“Tidak. Jual saja cincin kamu itu untuk modal,” kata Haryo enteng sambil keluar dari kamar.

***

Besok lagi ya.

 

 

74 comments:

  1. Trimakasih MKJ udah tayang.
    Trimakaaih bu Tien.
    Aduhai

    ReplyDelete
  2. Makasih Bunda Met malam dan SALAM ADUHAI

    ReplyDelete
  3. Waduh nulis ALHAMDILILLAH, kok kleru.
    Gara² ngomongi pijet....
    Wadew......

    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun bunda Tien. MJK memang makin aduhai

    ReplyDelete
  5. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haryo malu pulang soale belum nyaur utang yg 20 juta ke Tindy.
      Salam sehat selalu Bu Tien

      Delete
  6. Yess tks bu tien ...sehat dan heppy selalu ya bu...salam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah MKJ 31 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah makin penasaran terimakasih bunda Tien

    ReplyDelete
  9. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah,

    ReplyDelete
  10. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  11. Aduhai, 'ah' sudah no 13, ya GPP
    Terimakasih mbak Tien sudah maringi sangu tidur.
    Sehat selalu, selamat berkarya.🙏

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Salam Aduhai

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah tayang gasik... matur suwun bu Tien salam sehat n bugar sllu

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah MKJ Eps 31 sudah tayang.
    Semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin Yaa Robbal 'Alaaminn.

    ReplyDelete
  15. Wilujeng ndalu mb Tien,,,
    Suwun sampin tayang.
    Mugi tansah pinaringan sehat 😘🤗

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah... MKJ tayang .
    Matur nuwun Mbak Tien ... Semoga Berkah dan Ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala selalu melindungi kita semua Aamiin😊🌹

    ReplyDelete
  17. Selamat malam, mb Tien
    Selamst malam smua...
    Maturnuwun, mb Tien.
    Rasanya cepet banget bacanya.
    Salam sehat nan aduhai mb Tien
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah MKJ31 sdh tayang
    terima kasih mbak Tien...💕
    semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏, sehat selalu beserta keluarga, pastinya ADUHAI episode selanjutnya

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah .. matur nuwun bunda Tien
    Kalo tidak baca MKJ spt ada yg hilang ..
    Semangat sehat dan ceria bersama keluarga

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Yien semoga sehat sekalu.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur suwun mbak Tien
    Salam sehat selalu bersama keluarga dan penggemar

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, akhirnya satu persatu kebohongan Nina terkuak, dari hutang dengan Sisca sampai menjual cincin. Wah sindiran Haryo untuk menjual cincin sebagai modal jualan gado gado mengena deh.. apakah Nina akan berkelit? Semoga Desy bisa menemui ayahnya dan mengajaknya pulang ke rumah berkumpul kembali dengan istri dan anak anaknya.. aamiin
    Nuwun bu Tien jadi penasaran menunggu jawaban Nina. Salam sehat dan semangat berkarya

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah... makin asyiiik trs part nya.... terima kasih... sehat² trs Mbu Tien...

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien.... Semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat dalam berkarya... Selamat malam selamat beristirahat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  26. Terima kasih MKJ nya Bunda..
    Salam sehat dan Aduhai..

    ReplyDelete
  27. Slhamdulillah dah tayang
    Gitu dong mas haryo memberi pelajaran sama nina, biar tau rasa cari uang

    ReplyDelete
  28. Eng ing eng...Alhamdulillah sdh hadir..makasih Bu Tien..salam sehat ya .

    ReplyDelete
  29. Turnuwun Mbak.makin Aduhai MKJ nya

    ReplyDelete
  30. Naaah loooo ..rasain Nina .. Mbak Tien, ADUHAI .. tega nian ...

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah, jumpa lagi MKJ 31, kasihan pak Haryo mau pensiun gk bisa hidup tenang akibat tidak menghargai bu Tindy istri yg setia dan penyabar.. ditunggu kelanjutannya bu Tien, salam aduhai..

    ReplyDelete
  32. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
    AH...kamu mengejutkanku Desy...gak jadi makan gara" om om.
    AH...pak Haryo kok gitu sih... suruh jual cincin??? Kan baru saja ...ngeledek ya???
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  33. Alhamdulilah.. MKJ tayang
    Tambah penasaran aja dan tunggu bsk lg
    Terimakasih bunda Tien..
    Salam aduhai..
    Semoga bunda sehat & bahagia selalu
    🙏🙏❤❤

    ReplyDelete
  34. Maturnuwun mbak Tien MKJ31nya..

    Nah..Desy udh terketuk hatinya..

    Semoga Haryo ambil keputusan utk ninggalin Nina n mending hidup sendiri..
    Diakhir cerita jd senyum bacanya..jual aja cincinnya pdhl udh dijual...🤨

    Lanjuut besok lagiii..

    Salam sehat selalu n aduhaiiii mbak Tien..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  35. Matur nuwun MKJ 31 sudah muncul. Salam ADUHAI, bu Tien

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien cerbungnya
    Salamsehat dan aduhai dari Purworejo

    ReplyDelete
  37. 𝑪𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒖. ..
    𝑻𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒎𝒃𝒂𝒌 𝑻𝒊𝒆𝒏. ..

    ReplyDelete
  38. La sekali kali tegas gitu pak Haryo....seru Bu Tien trims udah menghibur....sehat sehat terus Bu tien

    ReplyDelete
  39. Makasih mba Tien .
    Salam sehat dan selalu semangat.
    Aduhai

    ReplyDelete
  40. Sami2 ibu Sul
    Salam sehat semangat ADUHAI

    ReplyDelete
  41. Terima kasih mbak Tien. Semoga mbak Tien sehat² selalu.

    ReplyDelete
  42. Mbak Tien, mas haryo mau "ditaruh" dimana? Dikembalikan ke bu tindy saja mbak. Karena dimasyarakat, istri pertama adalah pelabuhan terakhir sang suami yg suka selingkuh.

    ReplyDelete
  43. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete
  44. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
    Senantiasa sehat,Aamiin.

    ReplyDelete
  45. Alhamdulillah
    Matursuwun mbak Tien...
    Dengan sabar tiap malam menunggu kelanjutan dr kisah yg sangat menarik...
    Sehat selalu mbak Tien
    Salam Aduhaiii 😍

    ReplyDelete
  46. Wah nina kena batunya. Terina kas8h bu tien

    ReplyDelete
  47. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien...
    Salam sehat selalu...🙏

    ReplyDelete
  48. Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu. Aamiin 🤲

    ReplyDelete
  49. Waduuhhhh kena sckak mat nih si Nina disuruh jual cincin untuk modal buka warung gado gado..ha..ha padahal cincin sudah bukan emas lagi tapi cincin cincinan alias palsu.

    Memang Bu Tien top markotop dalam mengatur alur cerita ini...Mari kita tunggu saja warung gado gado Nina jadi diresmikan tidak..ha..ha.

    Salam sehat selalu untuk Bu Tien dan keluarga semua ..teatap semangat dan berkarya untuk menghibur para penggemarnya.. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  50. Selamat pgii bunda Tien.. Terimakasih MKJ 31 nya.. Smgbunda sll sht dan berkarya terus.. Salamsehat dan aduhai dari sukabumi🙏🙏🥰🥰

    ReplyDelete
  51. Ending episode ini bagus banget, Bu Tien memang aduhai banget....keren abis. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat selalu untuk semuanya..

    ReplyDelete
  52. Assalamualaikum wr wb. Mudah mudahan Haryo bisa menemukan solusi terbaik bagi dirinya, terkait kondisi kesehatan dan keuangan yg mulai menggerogotinya, akibat salah langkah. Rupanya nikmat membawa sengsara. Maturnuwun Bu Tien, ceritanya semakin aduhai, semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon dan tetap semangat dlm berkarya. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Wa'alaikum salam warahmatullahi bawarakatuh
      Aamiin ya robbal alamin
      Matur nuwun pak Mashudi

      Delete
  53. Assalam'ualaikum bunda tien.
    Semoga kabar bunda dan keluarga sehat serta selalu dalam lindungan Allah SWT. Aaamiiin!
    Nah lho nin, rasakan akibat dari ulahmu itu.
    Aduhai! Akhirnya bisa baca lagi kelanjutan cerita ini.
    Makasih bun.

    ReplyDelete
  54. Sami2 ibu Echy
    Aamiin ya robbal alamim
    ADUHAI...

    ReplyDelete
  55. Nunggu MKJ32 serasa lama....💌semakin aduhai ceritanya.....

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...