MEMANG KEMBANG JALANAN
31
(Tien Kumalasari)
Haryo memperlambat laju mobilnya. Ia menjalankannya
agak ke pinggir, seakan mau parkir, agar bisa melihat apa yang dilakukan Nina
dan anaknya.
“Ia membeli emas? Setelah aku beri uang kemarin?
Rasanya tak mungkin. Aku tahu dia punya janji sama Siska. Aku sengaja memberi
dia pelajaran agar dia tak sembarang berhutang. Aku juga akan tetap memberikan
uang belanja yang secukupnya agar dia tak bisa menghambur-hamburkan uang. Aku
bahkan tak bersedia lagi membiayai kuliah anak-anaknya agar supaya mereka
belajar mencari uang sendiri. Lalu apa yang dilakukannya di toko emas itu?
Tebakanku hanya satu, ia justru menjual sesuatu. Pasti cincin yang dipakainya
telah dijual, demi membayar hutangnya.Tuh, dia sekarang masuk ke toko imitasi.
Hm, bisa aku duga, dia membeli yang palsu untuk mengelabui aku,” gumam Haryo,
kemudian menjalankan mobilnya kembali.
“Diam-diam Nina mengajari aku tentang apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Baiklah …. “ gumamnya lagi, entah apa yang akan dilakukannya.
Sementara itu Nina dan Endah tersenyum-senyum penuh
kemenangan setelah berhasil mendapatkan uang penjualan cincin itu, dan
menukarnya dengan imitasi yang bentuknya mirip.
“Untunglah ada yang mirip ya Ndah, dan bagus banget
ini. Siapa tahu kalau ini imitasi,” gumam Nina yang duduk di bocengan
Endah ketika kendaraan mereka melaju pulang.
“Iya, sebetulnya aku juga pengin tadi, tapi nanti
dulu. Uangku dikembalikan lho Bu.”
“Iya, sampai di rumah nanti aku kembalikan. Tapi
tunggu, ini sudah hampir sore, kamu sih, mengajak Ibu muter-muter mencari toko yang mau
membeli paling mahal. Ternyata juga sama saja.”
“Siapa tahu bisa lebih banyak dapat uangnya. Eh ... ternyata sama saja."
“Karena itu mampir dulu ke warung, kita beli lauk
mateng saja, mana sempat Ibu memasak. Kalau tiba-tiba pak Haryo pulang, dan
belum ada makanan, dia bisa curiga.”
“Iya, itu didepan ada warung.”
“Baik, turun sebentar disitu, cari yang seperti
masakan rumahan, supaya dikira masakan ibu sendiri.”
Endah berhenti di warung yang dimaksud, lalu Nina
membeli lauk. Kemudian mereka pulang dengan wajah sumringah. Masalah bisa
teratasi dengan sangat mudah.
“Turun dari atas kendaraan, mereka merasa lega karena
belum tampak mobil Haryo di halaman. Hanya Ana, yang menyambut mereka dengan
bersungut-sungut.
“Kemana saja sih? Lapar nih, mana makanan belum ada,”
gerutunya dengan mulut manyun.”
“Halah, cuma menahan sebentar saja kok nggak sabar sih,”
jawab Endah sambil menstandartkan motornya.
Nina langsung masuk ke dalam rumah, dan menata lauk
yang dibelinya di meja makan.
“Tumben beli lauk matang,” celetuk Ana yang kemudian
wajahnya berseri karena tak harus menunggu lama untuk segera makan.
“Sudah, jangan banyak komentar, bantu Ibu mengambil
wadah dan piring-piring untuk makan,” perintah Nina.
“Yah, beli lauk matang kok begini sih? Ini seperti
masakan rumahan. Sayur lodeh, goreng ikan asin, tempe dan tahu , lalu kerupuk.”
“Diam Ana, kalau nggak mau nggak usah makan,” sergah
Endah dengan marah.
“Makan dong, dikira nggak lapar apa? Cuma heran saja,
ini seperti masakan rumahan.”
“Maksudmu apa?” tanya Endah sambil mendelik.
“Biasanya kalau beli lauk di luar itu ya, bakmi, cap
cay, rendang, atau….”
“Sudah, mulailah makan, setelah itu Ibu akan
merapikannya supaya siap kalau sewaktu-waktu pak Haryo minta makan.”
“Hm, kasihan pak Haryo, makan hanya dengan sayur dan
ikan asin,” Ana masih mengoceh sambil makan.
“Memang dia maunya begini. Ya sudah, biarkan saja.
Kalau dikasih makan enak nanti Ibu dibilang boros.”
“Eeeh, cincin Ibu baru. Itu bukan cincin yang
sebelumnya kan? Jadi diberikan kepada si Siska jahat itu ya Bu?”
“Sssst, sudah diam, ceritanya nanti saja. Kalau
tiba-tiba dia datang dan mendengar, bagaimana?”
“Juga cerita lauk murahan ini?” ejek Ana.
“Iih, cerewet banget nih anak,” kesal Endah mendengar
celoteh adiknya.
***
Haryo memang tidak langsung pulang ke rumah Nina. Ia
memutar mobilnya, dan berhenti makan siang di sebuah restoran. Banyak hal yang
dipikirkannya setelah satu demi satu masalah melingkupi hidupnya. Pilihannya
untuk tinggal selamanya bersama Nina pastilah bukan pilihan yang tepat. Apa dia
harus pulang ke rumah Tindy? Itupun tidak ingin dilakukannya. Ia masih punya
malu untuk bertemu dengan orang-orang yang sudah dikhianatinya. Tapi perlahan
atau pasti ia harus punya pilihan. Ia sudah merasa tua, dan sekarang hidupnya
dibebani oleh sesal yang tak akan ada yang bisa meringankannya.
Tiba-tiba ada beberapa gadis yang memasuki rumah makan
itu, dan yang membuat Haryo terkejut, salah satunya adalah Desy. Haryo
menundukkan wajahnya, pura-pura menikmati makanannya. Ia menyuapnya dengan
tergesa-gesa, menghindari tatapan Desy yang ia tahu amat membencinya. Ya, Desy
anaknya yang paling galak dan berani. Kalau Lala lembut seperti ibunya, tapi
Desy bukanlah gadis pemaaf. Pasti ia masih sangat membenci dirinya.
Gadis-gadis itu memilih sebuah meja yang agak besar
karena mereka datang ber enam. Haryo meliriknya sekilas. Dua suap lagi
makanannya akan habis. Ia meraih tissue setelah suapan terakhirnya, lalu menghabiskan
minumannya. Namun ketika tangannya melambai ke arah pelayan, Desy melihatnya.
Tanpa diduga Desy mendekat, dan menatap ayahnya tajam.
“Bapak ada disini?”
“Desy ?”
“Mengapa Bapak makan di sini ?”
“Tak apa, sekali-sekali.”
“Pasti masakan isteri muda Bapak tidak enak. Ya kan?”
Haryo tak menjawab, ia menyerahkan selembar uang
kepada pelayan yang sudah menghampirinya, lalu dia berdiri.
“Bapak tidak menitipkan salam pada Ibu?” tanya Desy
sambil tersenyum tipis.
Haryo melangkah pergi, membawa luka yang ditorehkan
oleh anaknya sendiri.
Desy menatap punggung ayahnya dengan senyuman tipis.
Ah, kalau saja Desy tahu bahwa ayahnya sedang menderita. Tapi Desy merasa ada sesuatu yang tiba-tiba menyentuh hatinya. Apa ya.
Desy menghampiri kawan-kawannya, dan berpamit karena
harus buru-buru pulang.
“Hei, ada apa denganmu?” tanya salah satu temannya.
“Tidak apa-apa, tiba-tiba aku ingat ada urusan.”
“Siapa yang kamu dekati tadi? Kamu suka sama om-om?”
ledek yang lainnya.
“Ngawur.” sergah Desy yang kemudian berlalu begitu
saja.
Ketika sampai di luar, ia tak lagi melihat bayangan
ayahnya. Mobilnya juga tak tampak disekelilingnya. Tapi jauh di lubuk hati
Desy, sesungguhnya dia menangkap sesuatu di mata ayahnya, dan sesuatu itu
adalah hal yang buruk. Oh ya, Desy ingat kata dokter Linda ketika itu, katanya
ayahnya sakit. Apakah masih sakit? Lalu Desy menyesal karena tak sempat
berbicara banyak dengan ayahnya, dan justru melontarkan kata-kata yang pastinya
membuat ayahnya terluka.
“Tampaknya Bapak tidak sedang gembira. Kalau Bapak
sakit, apakah isteri mudanya tidak merawatnya? Tiba-tiba aku menyesal
mengucapkan kata-kata tadi. Habis aku masih kesal.”
Lalu Desy menghampiri mobilnya. Tapi sebelum ia
membuka pintunya, seseorang memanggilnya.
“Hai, dokter muda yang cantik.”
Desy tertegun, suara itu amat dikenalnya, dan ketika
menoleh, ia melihat seseorang yang tentu saja juga amat dikenalnya.
“Ah ….”
“Kok ‘ah’ sih?” kata Danarto sambil tersenyum lebar.”
“Membuat orang kaget saja.”
“Begitu saja kaget. Kamu habis makan?”
“Mau makan, tapi nggak jadi.”
“Kenapa?”
“Nggak suka saja.”
“Kalau begitu ayo temani aku makan, aku lapar nih,
sejak pagi belum makan. Lihat, sampai kurus aku kan?” canda Danarto.
Desy tertawa lebar.
“Badan segede itu … kurus? Kasihan ….”
“Ayolah, ngomong didalam saja.”
“Nggak mau disitu, cari yang lain saja.”
“Kenapa?”
“Nggak usah nanya, pokoknya jangan disitu, tadi aku
sama teman-teman aku, tapi aku pamit pulang duluan.”
“Kenapa?”
“Tanya melulu, ayo pergi dari sini, nggak enak kalau
aku masuk lagi.”
Danarto menurut.
“Naik mobilku saja, kata Desy.”
“Baiklah,” kata Danarto sambil meminta kunci mobil
Desy dan mengendarainya ke restoran lain seperti kemauan Desy.
***
“Ada apa sih, makan saja kok kelihatan heboh. Ini
sudah lewat waktu makan, tahu.”
“Tadinya aku mau makan bersama teman-teman aku, belum
juga pesan, aku melihat Bapak lagi makan.”
“Pak Haryo?”
“Iya, aku dekati Bapak, tapi aku mengucapkan kata yang
pasti menyakiti Bapak.”
“Mengucapkan apa?”
“Kok makan disini Pak, pasti masakan isteri muda Bapak
nggak enak, ya kan? Gitu….”
“Lalu Bapak jawab apa?”
“Nggak jawab, langsung pergi. Aku menyesal sekali, aku
merasa Bapak lagi sakit. Lalu aku berpamit pada teman-temanku untuk pulang,
nggak jadi makan. Maksudku akan bicara sama Bapak, tapi aku sudah tak bisa
menemukannya lagi. Bapak sudah pergi,” sesal Desy.
“Kamu jangan galak-galak.”
“Ah … “
“Kata Bapak kamu galak.”
“Masa Bapak bilang begitu? Kapan?”
“Ketika aku menemui Bapak waktu itu.”
“Iya sih, aku galak. Jadi kamu jangan berani-berani
mengganggu aku.”
“Pengin digalakin aku, sekali-sekali.
“Ah ….”
“Yaah, ‘ah’ lagi deh. Ayo makan dulu, nanti ngomong
lagi.”
“Aku pengin ketemu Bapak, kelihatannya Bapak lagi
sedih, menyesal aku.”
“Temui di kampusnya.”
“Gitu ya?”
“Memang pak Haryo lagi sakit, kemarin ketemu lagi rekam
jantung di rumah sakit.”
“Jantung?”
“Dokter Linda hanya ingin melihat keadaan jantung Bapak
melalui rekam jantung itu. Tapi Bapak baik-baik saja kok.”
“Mengapa perempuan itu membiarkan Bapak sakit? Keterlaluan,”
geram Desy.
Danarto bisa mengerti, biarpun marah, Desy juga tak rela
ayahnya menderita. Darah ayahnya mengalir pula ditubuhnya. Ia menepuk-nepuk
tangan Desy yang terletak di atas meja, berusaha menenangkannya.
“Aku juga heran pada diriku ini mas, aku kesal sama Bapak,
tapi aku kasihan melihatnya sakit.”
“Kalau kamu ingin, kamu bisa menemuinya di kampus.”
Desy mengangguk pelan. Tapi memang ia merasa sedikit
terhibur, ketika ada Danarto yang bisa mengerti akan dirinya.
***
“mBak Lala, aku mau ngomong,” kata Desy ketika sudah
berada di rumah.
“Ngomong apa, serius kelihatannya. Tentang dokter
Danar kah?”
“Iih, apa sih.”
“Ditanya kok malah cemberut?”
“Ini tentang Bapak.”
“Kenapa memangnya?”
“Tadi aku ketemu Bapak.”
“Oh ya, dimana ?”
“Di rumah makan yang kita biasa makan.”
“Sama siapa?”
“Sendiri. Aku tuh kesal sebenarnya sama Bapak. Aku
hampiri Bapak dan setengah mengejeknya. Aku bilang isteri muda Bapak masakannya
pasti nggak enak, jadi Bapak makan di rumah makan. Gitu.”
“Lalu?”
“Bapak diam saja, lalu pergi. Tampaknya kesal sama
aku.”
“Kamu tuh kalau ngomong memang sering nggak
terkontrol.”
“Aku tuh kesal sama Bapak sebenarnya. Tapi Mbak,
sekarang aku menyesal, pengin ketemu Bapak. Bapak sepertinya sedang sakit. Kasihan
aku melihatnya.”
Lala menghela napas.
“Aku sudah ketemu Bapak. Dirumah perempuan itu.”
“Haaah? Mengapa Mbak Lala nggak ngajak aku sih?”
“Kalau kamu ikut, nanti kamu mengamuk di sana. Mbak
nggak ingin itu terjadi. Aku kesana juga karena mendengar Bapak sakit. Kecuali
itu aku pamit sama Bapak, karena sebentar lagi aku harus berangkat.”
“Ketemu sama perempuan itu?”
“Ketemu, dan menyebalkan sekali. Sudahlah, aku nggak
mau cerita, nanti kamu mengamuk di sana kalau aku ceritain juga.”
“Mbak Lala tuh….”
“Temui di kampus kalau kamu mau.”
“Baiklah, kalau begitu aku besok ke kampus saja, Mbak
Lala temani aku ya?”
“Besok aku ada urusan, kamu sendiri saja kesana, tapi
nggak usah bilang sama Ibu, supaya Ibu nggak kepikiran.”
“Baiklah.”
***
Haryo sampai di rumah saat hari menjelang sore. Ia
turun dari mobil dan langsung masuk kedalam, acuh saja melihat Nina duduk
sendirian di teras.”
“Mas, kok baru pulang?” tanya Nina sambil mengikuti
Haryo yang langsung masuk ke kamarnya.
“Iya, memang baru pulang.”
“Mas tidak makan? Aku tadi cuma masak sayur sama
goreng ikan asin, tahu, tempe.”
“Aku sudah makan. Nanti malam saja.”
“Baiklah.”
Haryo melepaskan baju dinasnya, dan kemudian masuk ke
kamar mandi. Nina masih menungguinya disana, sambil menyiapkan baju gantinya.
Ketika Haryo keluar dari kamar mandi, dilihatnya Nina
sedang mengumpulkan baju kotornya, lalu dimasukkannya ke dalam keranjang yang
tersedia.
“Benarkah Mas tidak akan menambah lagi uang belanja
untuk aku?” tanyanya pelan.
“Sudah kamu tulis catatan pengeluaran kamu?”
“Belum. Aku kan juga harus memikirkan beaya kuliah
anak-anak.”
“Bagus, memang kamu harus memikirkannya.”
“Tapi mana cukup, biar aku catat semua kebutuhan
sekalipun?”
“Itu tidak termasuk beaya kuliah anak-anak kamu.”
“Maksud Mas apa?”
“Bukankah aku sudah bilang bahwa dia harus berusaha?
Kuliah sambil kerja kan bisa? Atau kalau anak kamu tidak sanggup bekerja, kamu
yang harus bekerja. Aku tidak bisa lagi memikirkan semuanya,” kata Haryo sambil
memakai baju gantinya.
“Kalau aku bekerja itu harus bekerja apa? Masa aku
masih laku bekerja di kantoran?”
“Siapa menyuruh kamu bekerja di kantoran? Kerja itu
tidak harus di kantor.”
“Lalu …. “
“Kamu bisa berjualan. Buka warung, jual apa lah apa. Pokoknya
yang bisa menghasilkan uang.”
“Tapi itu kan butuh modal? Mas mau memberi aku modal?
Aku mau jualan gado-gado di depan situ.”
“Benar, kamu mau?”
“Benar, berikan modalnya,” kata Nina penuh harap, karena
dia pastilah akan mendapat uang lagi.
“Tidak. Jual saja cincin kamu itu untuk modal,” kata
Haryo enteng sambil keluar dari kamar.
***
Besok lagi ya.
Akhamdulilla
ReplyDeleteKakek ki keburu-buru...
DeleteSampai tulisane salah2
Selamat kakek....
DeleteKetemu Nina
Di kejar mb Wik kakek ngebut...
DeleteHello juara 1
Selamat om kakek. Cepet aja loh, nyanggongnya. Aduhai bu. Tien
Deleteππππ
DeleteMatur nuwun mbk Tien
ReplyDeleteTrimakasih MKJ udah tayang.
ReplyDeleteTrimakaaih bu Tien.
Aduhai
Sami2 ibu Wiwik
DeleteADUHAI
Makasih Bunda Met malam dan SALAM ADUHAI
ReplyDeleteSami2 mas Bambang
DeleteSalam ADUHAI
Waduh nulis ALHAMDILILLAH, kok kleru.
ReplyDeleteGara² ngomongi pijet....
Wadew......
Matur nuwun bu Tien
Gara2 mbalap
DeleteMatur nuwun bunda Tien. MJK memang makin aduhai
ReplyDeleteSami2 ibu Wiwik
DeleteADUHAI
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51,
Haryo malu pulang soale belum nyaur utang yg 20 juta ke Tindy.
DeleteSalam sehat selalu Bu Tien
Yess tks bu tien ...sehat dan heppy selalu ya bu...salam aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ 31 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah makin penasaran terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 jeng Werdi
DeleteADUHAI
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Aduhai, 'ah' sudah no 13, ya GPP
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien sudah maringi sangu tidur.
Sehat selalu, selamat berkarya.π
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Salam Aduhai
Alhamdulillah tayang gasik... matur suwun bu Tien salam sehat n bugar sllu
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ Eps 31 sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga mbak Tien tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin Yaa Robbal 'Alaaminn.
Wilujeng ndalu mb Tien,,,
ReplyDeleteSuwun sampin tayang.
Mugi tansah pinaringan sehat ππ€
Alhamdulillah... MKJ tayang .
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien ... Semoga Berkah dan Ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala selalu melindungi kita semua AamiinππΉ
Selamat malam, mb Tien
ReplyDeleteSelamst malam smua...
Maturnuwun, mb Tien.
Rasanya cepet banget bacanya.
Salam sehat nan aduhai mb Tien
Yuli Semarang
Alhamdulillah MKJ31 sdh tayang
ReplyDeleteterima kasih mbak Tien...π
semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.
Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien π, sehat selalu beserta keluarga, pastinya ADUHAI episode selanjutnya
ReplyDeleteAlhamdulillah .. matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteKalo tidak baca MKJ spt ada yg hilang ..
Semangat sehat dan ceria bersama keluarga
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Yien semoga sehat sekalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur suwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu bersama keluarga dan penggemar
Alhamdulillah, akhirnya satu persatu kebohongan Nina terkuak, dari hutang dengan Sisca sampai menjual cincin. Wah sindiran Haryo untuk menjual cincin sebagai modal jualan gado gado mengena deh.. apakah Nina akan berkelit? Semoga Desy bisa menemui ayahnya dan mengajaknya pulang ke rumah berkumpul kembali dengan istri dan anak anaknya.. aamiin
ReplyDeleteNuwun bu Tien jadi penasaran menunggu jawaban Nina. Salam sehat dan semangat berkarya
Alhamdulillah... makin asyiiik trs part nya.... terima kasih... sehat² trs Mbu Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien.... Semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat dalam berkarya... Selamat malam selamat beristirahat... Salam... πππ
ReplyDeleteTerima kasih MKJ nya Bunda..
ReplyDeleteSalam sehat dan Aduhai..
Slhamdulillah dah tayang
ReplyDeleteGitu dong mas haryo memberi pelajaran sama nina, biar tau rasa cari uang
Eng ing eng...Alhamdulillah sdh hadir..makasih Bu Tien..salam sehat ya .
ReplyDeleteTurnuwun Mbak.makin Aduhai MKJ nya
ReplyDeleteNaaah loooo ..rasain Nina .. Mbak Tien, ADUHAI .. tega nian ...
ReplyDeleteAlhamdulillah, jumpa lagi MKJ 31, kasihan pak Haryo mau pensiun gk bisa hidup tenang akibat tidak menghargai bu Tindy istri yg setia dan penyabar.. ditunggu kelanjutannya bu Tien, salam aduhai..
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
ReplyDeleteAH...kamu mengejutkanku Desy...gak jadi makan gara" om om.
AH...pak Haryo kok gitu sih... suruh jual cincin??? Kan baru saja ...ngeledek ya???
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulilah.. MKJ tayang
ReplyDeleteTambah penasaran aja dan tunggu bsk lg
Terimakasih bunda Tien..
Salam aduhai..
Semoga bunda sehat & bahagia selalu
ππ❤❤
Maturnuwun mbak Tien MKJ31nya..
ReplyDeleteNah..Desy udh terketuk hatinya..
Semoga Haryo ambil keputusan utk ninggalin Nina n mending hidup sendiri..
Diakhir cerita jd senyum bacanya..jual aja cincinnya pdhl udh dijual...π€¨
Lanjuut besok lagiii..
Salam sehat selalu n aduhaiiii mbak Tien..πππΉ
Matur nuwun MKJ 31 sudah muncul. Salam ADUHAI, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbungnya
Salamsehat dan aduhai dari Purworejo
Sami2 ibu Salamah
DeleteADUHAI
πͺππππππππ πππππππ ππππ. ..
ReplyDeleteπ»πππππ πππππ ππππ π»πππ. ..
Sami2 KP LOVER
DeleteLa sekali kali tegas gitu pak Haryo....seru Bu Tien trims udah menghibur....sehat sehat terus Bu tien
ReplyDeleteSami2 ibu Suparmia
DeleteAamiin
Makasih mba Tien .
ReplyDeleteSalam sehat dan selalu semangat.
Aduhai
Sami2 ibu Sul
ReplyDeleteSalam sehat semangat ADUHAI
Terima kasih mbak Tien. Semoga mbak Tien sehat² selalu.
ReplyDeleteMbak Tien, mas haryo mau "ditaruh" dimana? Dikembalikan ke bu tindy saja mbak. Karena dimasyarakat, istri pertama adalah pelabuhan terakhir sang suami yg suka selingkuh.
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
ReplyDeleteSenantiasa sehat,Aamiin.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatursuwun mbak Tien...
Dengan sabar tiap malam menunggu kelanjutan dr kisah yg sangat menarik...
Sehat selalu mbak Tien
Salam Aduhaiii π
Wah nina kena batunya. Terina kas8h bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien...
Salam sehat selalu...π
Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu. Aamiin π€²
ReplyDeleteWaduuhhhh kena sckak mat nih si Nina disuruh jual cincin untuk modal buka warung gado gado..ha..ha padahal cincin sudah bukan emas lagi tapi cincin cincinan alias palsu.
ReplyDeleteMemang Bu Tien top markotop dalam mengatur alur cerita ini...Mari kita tunggu saja warung gado gado Nina jadi diresmikan tidak..ha..ha.
Salam sehat selalu untuk Bu Tien dan keluarga semua ..teatap semangat dan berkarya untuk menghibur para penggemarnya.. Aamiin YRA.
Selamat pgii bunda Tien.. Terimakasih MKJ 31 nya.. Smgbunda sll sht dan berkarya terus.. Salamsehat dan aduhai dari sukabumiπππ₯°π₯°
ReplyDeleteEnding episode ini bagus banget, Bu Tien memang aduhai banget....keren abis. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat selalu untuk semuanya..
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb. Mudah mudahan Haryo bisa menemukan solusi terbaik bagi dirinya, terkait kondisi kesehatan dan keuangan yg mulai menggerogotinya, akibat salah langkah. Rupanya nikmat membawa sengsara. Maturnuwun Bu Tien, ceritanya semakin aduhai, semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon dan tetap semangat dlm berkarya. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteWa'alaikum salam warahmatullahi bawarakatuh
DeleteAamiin ya robbal alamin
Matur nuwun pak Mashudi
Assalam'ualaikum bunda tien.
ReplyDeleteSemoga kabar bunda dan keluarga sehat serta selalu dalam lindungan Allah SWT. Aaamiiin!
Nah lho nin, rasakan akibat dari ulahmu itu.
Aduhai! Akhirnya bisa baca lagi kelanjutan cerita ini.
Makasih bun.
Sami2 ibu Echy
ReplyDeleteAamiin ya robbal alamim
ADUHAI...
Nunggu MKJ32 serasa lama....πsemakin aduhai ceritanya.....
ReplyDelete