MEMANG KEMBANG JALANAN
32
(Tien Kumalasari)
Nina terperangah. Kata-kata Haryo yang terakhir
membuatnya terkejut. Mengapa tiba-tiba dia menyuruhnya menjual cincin? Apakah
dia tahu bahwa aku telah menjual cincinnya dan sekarang ingin menjebaknya?
Ia tak segera keluar dari kamarnya. Termenung
memikirkan apa maksud kata-kata Haryo. Benar-benar ingin agar dia menjual
cincinnya agar bisa dijadikan modal berjualan, atau dia hanya menjebaknya
karena mengetahui bahwa cincin yang dipakainya adalah palsu? Nina keluar,
dilihatnya Haryo duduk di ruang tengah, sambil menikmati acara televisi, dan segelas air putih tampak
dipegangnya dan belum juga diminumnya. Matanya menatap ke arah televisi, entah
apa yang menarik pada acara itu. Lalu Haryo meneguk hampir setengahnya air
putih itu, kemudian meletakkannya di meja.
Nina lupa menyediakan kopi pahit yang biasa
dihidangkannya untuk Haryo, Ia bergegas kebelakang, untuk membuatkannya. Ada
hal yang menghalangi dia untuk berani membantah kata-kata Haryo. Ia takut Haryo
meninggalkannya, sehingga ia justru tak akan mendapatkan apapun juga nantinya.
Nina menghidangkan kopi pahit yang akhir-akhir ini
selalu diminum Haryo. Lalu dia beranjak pergi, tanpa mempersilakan meminumnya.
Tapi kemudian ia kembali lagi mendekatinya, dan duduk didepannya. Ada perasaan
takut tentang cincin itu.
“Diminum mas, mumpung masih hangat,” katanya pelan.
“Terima kasih,” jawabnya singkat dan itu membuat Nina terkejut.
Tak biasanya Haryo begitu formal, dilayani lalu mengucapkan terima kasih.
Nina masih duduk termangu, menatap Haryo yang masih
terus memperhatikan acara di televisi. Acara berita yang sama sekali Nina tak
menyukainya.
“Mas,” akhirnya kata Nina.
Haryo menoleh sekilas ke arah Nina.
“Ada apa? Kurang jelas apa yang aku katakan tadi?”
“Mengapa akhir-akhir ini Mas tampak berubah?”
Haryo mengalihkan lagi tatapannya ke arah televisi.
Mereke diam, sampai acara berita itu terputus oleh iklan. Haryo mematikannya.
“Kamu bilang apa?”
“Mengapa akhir-akhir ini Mas tampak berubah?”
“Bukan aku, keadaan yang merubahnya.”
“Apa maksudnya? Bertahun-tahun kita bersama, sikap Mas
selalu manis. Bahkan Mas rela meninggalkan isteri dan anak-anak Mas demi aku.
Sekarang apa? Aku merasa Mas menindas aku.”
Mata Haryo berkilat, menatap tajam isteri sirinya.
“Apa katamu? Menindas? Jadi kamu merasa tertindas?”
“Maksudku … maksudku … sikap Mas sangat berbeda,” kata
Nina terbata.
“Kamu tidak usah bicara macam-macam. Kamu mengerti apa
yang aku katakan bukan? Jangan bergantung sama aku. Anak-anakmu sudah saatnya
mengerti bagaimana cara mencari uang untuk semua kebutuhannya.”
“Mereka masih anak-anak.”
“Anak-anak? Mereka sudah kuliah. Tapi seperti kataku
tadi, kalau kamu merasa sayang anakmu bersusah payah, kamulah yang harus
bekerja. Tadi kamu bilang mau jualan gado-gado? Lakukan. Jangan tanyakan
modalnya dari mana. Jual cincin kamu itu. Kamu tahu, itu harganya lebih dari
tiga juta.”
Nina bungkam. Ia mencengkeram jari-jarinya, agar Haryo
tak melihat cincin imitasinya.
“Mengapa kamu meremas-remas tanganmu seperti itu?”
“Apa?”
“Kamu tidak usah menyembunyikannya dari aku. Aku sudah
tahu apa yang kamu lakukan. Aku sudah tahu mengapa itu kamu lakukan. Aku
kecewa.”
Haryo meneguk kopinya sampai habis, kemudian masuk ke
kamarnya. Nina memburunya, lalu bersimpuh di kakinya.
“Apa ini?”
“Mas, maafkanlah aku.”
“Lepaskan, aku mau istirahat.”
“Aku bersalah, aku … aku … sesungguhnya memang menjual
cincin itu,” katanya terbata sambil berurai air mata. Kedua tangannya merangkul
kaki Haryo,
“Lepaskan,” hardik Haryo.
“Mas … maafkan Mas … “ tangis Nina pilu. Dulu,
setiap kali ia menangis seperti itu, maka Haryo akan selalu memenuhi apa yang
dimintanya. Tangis itu dianggap senjatanya untuk meluluhkan hati Haryo. Nina
mendongakkan kepalanya, dengan tatapan memohon.Tapi kali ini wajah itu tak
sedikitpun menampakkan belas kasihan. Begitu bengis tatapan matanya, dan
seperti ada nada membunuh disana. Nina merasa ngeri.
Haryo menghentakkan kakinya sehingga Nina jatuh
tertelentang. Haryo mengacuhkannya, lalu naik keatas ranjang, dan tidur
menghadap ke arah dinding.
Nina bangkit, masih meraung dengan tangisnya. Ia
akhirnya keluar dari kamar dan menghambur ke kamar anaknya, membuat keduanya
terkejut.
“Kenapa bu ?”
“Sepertinya dia tahu kalau kita menjual cincin itu,”
katanya terisak.
“Masa sih? Siapa yang kasih tahu?”
“Entahlah, dia bilang tahu apa yang aku lakukan dan
mengapa aku melakukannya.”
“Ibu bilang apa?”
“Aku hanya bilang minta maaf, tapi dia mengacuhkan
aku.”
“Lalu bagaimana Bu?”
“Sebaiknya kamu berhenti kuliah dulu.”
“Apa?” teriak keduanya.
“Cari pekerjaan seperti apa yang dia minta.”
“Ya ampuuun. Mengapa tiba-tiba sikapnya berubah begitu?
Apa dia sekarang juga memberikan uangnya untuk isteri atau anaknya?” kata Endah
dengan wajah kesal.
“Iya, aku juga mengira begitu,” sambung Ana.
“Mungkin itu benar. Tapi kita harus menjaga, jangan
sampai dia kabur lalu pulang ke rumah isterinya. Kita turuti saja kemauannya
supaya dia senang.”
“Aku harus cari kerja apa dong bu?”
“Ibu nggak tau, cari saja lowongan kerja di
iklan-iklan atau apa. Ibu mau jualan.”
“Jualan apa?”
“Didepan situ, jual gado-gado juga nggak apa-apa. Laku
atau tidak, yang penting kita jalani apa yang dia minta. Ibu khawatir dia pergi
kalau kita mengecewakan dia.”
“Aduuh, cari kerja apa ya yang enak?” kata Ana.
“Jangan yang enak, mana ada kerja itu enak. Yang enak
itu sekarang ini, kita tinggal minta dan diberi.”
“Lalu kalau Ibu harus jualan, modalnya apa?”
“Ya duit yang ada saja kita pakai. Kita taruh meja
didepan lalu kita gelar dagangan.”
“Kalau begitu kita membantu ibu jualan saja,” kata
Endah.
Nina yang takut Haryo meninggalkannya, terpaksa
menuruti apa keinginan Haryo untuk berusaha mencari uang. Tak berani ia meminta
modal tambahan, takut Haryo menyinggung soal cincin itu lagi.
***
Hari-hari terus berlalu, Haryo mendiamkan saja Nina
menggelar dagangan gado-gado didepan rumah, dibantu anak-anaknya. Haryo hanya
tersenyum di dalam hati. Ia melihat dagangan itu belum laku benar, hanya ada
satu dua orang pembeli, dan seringkali Nina membuang sisa makanan yang tak lagi
bisa diselamatkan.
Haryo tak pernah mencelanya. Ia hanya ingin Nina
melakukan hal baik yang pantas bagi seorang isteri. Ketika hartanya masih
berlimpah, sikapnya begitu manis, tapi begitu ia mengatakan bahwa sudah saatnya
berhemat, Nina melakukan hal yang diluar akal sehatnya. Berhutang untuk belanja,
kemudian berbohong untuk menutupi cacat celanya. Lalu Haryo bisa menilai,
seperti apa Nina sebenarnya. Ia hanya benalu yang menggerogoti hartanya demi
kesenangan dan demi anak-anaknya. Memang terlambat penilaian itu, karena sifatnya
yang buruk baru kelihatan saat ia menggambarkan kehidupannya yang jauh dari
gelimang harta. Dan terlambat pula penyesalan yang ada pada dirinya ketika ia
sudah dalam keadaan sakit dan tak berdaya. Haryo masih menimbang-nimbang apa
yang harus dilakukannya.
Hari itu sudah siang, dan Haryo bersiap pulang dari
kampus tempatnya mengajar, ketika tiba-tiba Desy muncul dihadapannya.
“Bapak,” sapanya menghentikan kesibukan ayahnya membenahi
berkas-berkas di mejanya.
“Kamu?” sapanya kaku. Ia menyembunyikan kekesalannya
karena tahu bahwa Desy membencinya.
“Saya boleh duduk Pak?” tanya Desy yang tanpa menunggu
dipersilakan ia sudah duduk dengan kedua siku diletakkan di meja, dan dipergunakan untuk menopang
dagunya. Ia juga memandangi ayahnya dengan mata berkejap-kejap. Haryo teringat,
itu sikap Desy kepadanya saat mereka masih berakrab ria dengan keluarganya. Ia
juga melihat senyuman menghiasi bibirnya. Haryo merasa ada nafas kedamaian
tersirat disana.
“Ada apa?” tanya Haryo singkat, dengan menyembunyikan senyumnya.
“Bapak, Desy minta maaf ya,” kata Desy lirih.
Haryo tak menjawab, tapi menatap mata bening yang berkilat
karena air mata mulai merebak.
“Minta maaf untuk apa?”
“Beberapa hari yang lalu Desy ketemu Bapak, tapi Bapak
sepertinya marah karena ejekan Desy. Padahal Desy ingin bicara banyak sama
Bapak.”
“Tidak apa-apa. Tak perlu minta maaf,” kata Haryo lemah.
“Bapak sakit? Sudah beberapa hari yang lalu Desy ingin kemari, baru sekarang bisa."
“Tidak, sudah baikan, sudah ke dokter, sudah minum
obat. Kenapa kamu kemari? Ibu kamu yang menyuruhnya?”
Desy menggeleng, dan lagi-lagi Haryo kecewa. Memang
seharusnya Tindy tak memperhatikannya. Memangnya siapa dia? Seorang suami yang
sudah menyakitinya, bahkan berkali-kali menyakitinya.
“Prihatin mendengar Bapak sakit,” kata Desy sambil
melepaskan tangan yang semula menopang dagunya. Lalu Desy melihat mata garang
yang sebelumnya sering ia lihat saat dia pulang kerumah dan disambut dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang kemana dia pergi, kali ini ia tak melihatnya
lagi. Ia justru melihat mata itu seperti mata lelah yang benar-benar
memprihatinkan.
“Tidak apa-apa. Bapak baik-baik saja.”
“Besok Mbak Lala mau berangkat. Bapak sudah tahu kan
kalau mbak Lala mau melanjutkan kuliahnya di luar negri?”
“Ya, Bapak sudah ketemu dia. Bapak senang mendengarnya.
Bapak juga sudah mendengar kalau kamu adalah dokter muda yang nyaris sempurna.”
“Bapak tahu dari mana?”
“Bapak ketemu Danarto, ketika di rumah sakit.”
“Mas Danar sudah cerita. Bagaimana keadaan jantung
bapak? Dokter Linda mengatakan apa? Kalau perlu Bapak harus ke dokter jantung
juga. Dokter Linda kan Internis.”
“Tapi dia kan juga dokter dan tahu keadaan Bapak.”
“Bagaimana katanya?”
“Tidak apa-apa. Hanya diberi obat, dan harus banyak
istirahat.”
“Mengapa Bapak masih mengajar? Tidak ingin pensiun?”
“Bapak sudah mengajukan pensiun dini.”
“Oh, itu bagus. Bapak harus lebih santai di rumah.
Ingin pulang kah?”
Lagi-lagi ada pertanyaan itu. Dulu Lala menanyakannya,
sekarang Desy. Benarkah dia berani pulang? Haryo menggeleng lemah.
“Bapak tidak tega meninggalkan perempuan itu? Eh, maaf,”
kata Desy sengit, tapi kemudian disusulnya dengan kata ‘maaf’, khawatir ayahnya
tersinggung.
Haryo menghela napas berat, dan tersenyum tipis.
"Bapak akan benar-benar istirahat. Minggu depan Bapak sudah
tidak lagi mengajar.”
“Tidak ingin pulang?”
Lagi-lagi Haryo menghela napas dan tersenyum tipis.
Desy ingin mengatakan sesuatu, tapi kemudian ponselnya berdering.
“Maaf Pak, dari mas Danar,” kata Desy sambil membuka ponselnya.
“Ya Mas, “ jawabnya pelan.
“Kamu di kampus? Atau di rumah?”
“Aku di kampus. Eh, lagi bertemu Bapak.”
“Oh, maaf. Aku hanya ingin mengajak kamu makan siang,
aku sudah selesai. Tapi tidak, kalau memang ini mengganggu pertemuan kamu
dengan Bapak.”
“Bapak, maukah makan siang bersama kami?” Desy beralih
bicara dengan ayahnya.
“Kemana?”
“Enaknya di mana ya, di restoran yang kemarin ketemu
Bapak ya? Mas Danar mengajak makan siang.”
“Boleh.”
“Mas, sama Bapak juga ya?” katanya kemudian kepada
Danar.
“Tidak apa-apa. Aku samperin ya.”
“Tidak, ketemu di rumah makan waktu kita ketemu itu.
Yang aku bilang ketemu Bapak.”
“Baiklah, aku berangkat sekarang.”
Desy menutup ponselnya dengan wajah sumringah. Haryo
menatap pancaran bahagia di mata anaknya.
“Kamu suka sama dia?”
“Ah, Bapak. Kami kan belum lama kenal.”
“Dia laki-laki yang baik.”
“Benarkah?”
“Bapak yakin. Bapak senang kalau kamu berjodoh
dengannya,” kata Haryo sambil berdiri.
Desy tersenyum, lalu menggandeng ayahnya keluar dari
ruangan. Aduh, anaknya belum mengatakan cinta, ayahnya sudah setuju. Desy
berdebar. Adakah cinta dihatinya? Danar memang menarik, hampir tak ada cacat
celanya. Tapi cintakah dia? Ia menunggu percikan api di dadanya yang menyiratkan
cinta itu, tapi dia belum melihatnya. Dia justru selalu dibayangi oleh
penghianatan yang mungkin saja dilakukan oleh seorang suami, seperti ayahnya
melakukannya. Tapi bagaimana dengan debar di dada ini? Aduhai.
“Desy takut,” kata Desy lirih ketika mereka berjalan
ke arah parkiran.
“Takut kalau suami kamu seperti Bapak?”
“Iya,” kata Desy terus terang.”
“Tidak, dia laki-laki yang baik.”
“Mengapa Bapak begitu yakin?”
“Kelihatan, laki-laki yang suka main perempuan.”
“O, karena Bapak berpengalaman ya?” kata Desy terus
terang. Tapi Haryo tidak marah, dia mengacak kepala Desy sambil tersenyum
tipis.
“Kamu bawa mobil?”
“Tidak, mobilnya dibawa Mbak Lala, Desi naik taksi.”
“Kalau begitu naik mobil Bapak saja.”
***
“Bapak kelihatan segar siang ini,” kata Danar ketika
mereka sudah duduk bertiga sambil menikmati makan siang di rumah makan
langganan mereka.
“Benarkah?”
Danar mengangguk.
“Desy tidak bersikap galak kan?”
“Enak saja,” sergah Desy cemberut.
“Memang dia galak, tapi tadi kelihatan jinak,” canda
Haryo.
“Eeh, Bapak, memang aku harimau apa?” Desy tambah
cemberut, tapi Danar melihatnya sangat manis dan lucu.
“Gadis ini, tertawa atau marah, mengapa ya selalu
tampak menarik? Sungguh aku suka sama dia. Gemes juga melihatnya cemberut
begitu. Pengin mencubit pipinya, tapi takut sih, ada Bapaknya,” batin Danar
sambil tersenyum sendiri.
“Kok senyum-senyum sih mas?” tanya Desy masih dengan
wajah cemberut.
“Kamu itu lho, kalau cemberut begitu lucu.”
“Memangnya aku badut?”
Haryo melihat keakraban Desy dan Danar, senang dia
melihatnya.
“Oh ya, Bapak besok mau mengantar Mbak Lala ke
bandara?”
“Jam berapa dia berangkat?”
“Nanti Desy telpon Bapak deh, kalau tidak salah pagi,
persisnya saya akan mengabari Bapak. Mbak Lala pasti senang kalau Bapak ikut
mengantarnya.
Haryo hanya tersenyum sambil menikmati makan siangnya.
Ada rasa ciut membayangkan akan bertemu Tindy. Beranikah dia?”
Mereka asyik berbincang, diselingi candaan Danar dan
Desy yang semakin akrab, tanpa tahu bahwa sepasang mata sedang mengawasi mereka.
***
Besok lagi ya.
Terima kasih
ReplyDeleteMatur nuwun mbk Tien
ReplyDeleteSami2 jeng Nani
DeleteTerima kasih bunda
ReplyDeleteMbk Wiwik selamat.... Juara 1
ReplyDeleteYess ...tks bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien 😊🌹🌹🌹
Suwun bu Tien MKJ 32 sampun tayang ...salam aduhai
ReplyDeleteMas Danar... ah...ah... ah..duhai
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ 32 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Mkjtayang asyiik tenan sepuluh besar kommenxa hehehe tumben
ReplyDeleteSelamat buat jeng Wiwik Ngadiluwih
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ32 sdh tayang
ReplyDeleteterima kasih mbak Tien.
semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin
Alamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir gasik
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap.
Hoorreeeee MKJ_32 sdh tayang... rasain Nina, Haryo cerdik. Sekarang ganti Haryo yang "ngadali" Nina, si tukang porot.....
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien....
Selamat istirahat ben ndang ilang ngelune.....
Asyik asyik.asyik tayang gasik,,,matur nuwun jeng Tien ,,sehat selalu nggih
ReplyDeleteSaiki aku tak maca
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Aduhai
Alhamdulillah, matur nuwun Bu Tien, semoga selalu sehat dan tetap semangat salam aduhai dari Pasuruan
ReplyDeleteTerimakasih.akhirnya kembali nggih Mbak Tien.salam sehat.
ReplyDeleteWah terlambat…hehe. Trimakasih mbak Tien..
ReplyDeleteAsyekkk ...yg dtunggu datang juga ... salam Aduhai mbak 🙏🙏😊
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Salam sehat selalu
Aduhaiii.. MKJ bikin penasaran.. 👍👍🙏🙏❤
Terimakasih mbak Tien yang ditunggu sudah muncul. Sehat selalu salam aduhai. .'ah'
ReplyDeleteSaya senang perbincangan Danarto dan Desy., 🙏
Alhamdulillah bisa muncul...
ReplyDeleteEh, Abah kemana aja?
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bu Tien
Aduhai...
Terima kasih... asyiiik sekali part nya... sehat² trs Mbu Tien... ditunggu part berikutnya...
ReplyDeleteSami2 pak Zimi
DeleteAamiin
Slmt mlm bunda Tien.. TerimaKsih MKJ 32 sdh tayang.. Slnsht sll dan aduhai dri skbmi🥰🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Farid
DeleteADUHAI
Maturnuwun mbak Tien..MKJ32nyaa..
ReplyDeleteWadoooh...siapa yg lihat yaa..Ninakah..ato anak2nya..
Tapi ga apa2lah..kan Desy anaknya..emang peduli apa klo itu Nina n anak2nya..benalu semuaa..
Semoga msh ada maaf buat Haryo dr kelgnya..
Tindy kmn yaa..semoga udh sehat..lg sibuk bantu Lala siap2 kali..
Besook lagii lanjuuut...eeh seniin..😊😊
Salam sehat selalu dan aduhaiii mbak Tien..🙏💟🌹
Sami2 ibu Maria yang selalu asyiik
DeleteSalam ADUHAI
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51,
Assalanualaikum bu Tien. Terimakasih MKJ 32 muncul sblm saya tidur.
ReplyDeleteBu Tien bener luar biasa ya. Cerita bikin saya merindu episode2 verikutnya.
Terimakadih bu. Semoga ibu beserta kelyarga sehat selalu . Aamiin
Wa'alaikum salam wr wb. Ibu Sulasminah, apa kabar?
DeleteAlhamdulillah, yerima kasih bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam aduhai....,
Makasih Bunda yg selalu ditunggu telah muncul.
ReplyDeleteMet malam dan salam ADUHAI.
Sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah berkunjung.
ReplyDeleteHeran, Nina jadi penjual gado" sedang anak"nya berhenti kuliah. Tahan berapa lama kira"....
Selamat jalan ya Lala, semoga berhasil, good luck...
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah, matur nuwun Bunda
ReplyDeleteSelalu sehat dan bahagia
Salam aduhai dari yogya
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Siapa yg mengawasi ya, jgn2 endah
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ sudah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat
Sal sahat dan aduhai
𝕎𝕒𝕙 𝕞𝕒𝕜𝕚𝕟 𝕞𝕒𝕟𝕥𝕒𝕡 𝕤𝕒𝕛𝕒 𝕟𝕚𝕙 𝔻𝕒𝕟𝕒𝕣 𝕤𝕕𝕙 𝕓𝕖𝕣𝕒𝕟𝕚 𝕒𝕛𝕒𝕜 𝕞𝕒𝕜𝕒𝕟 𝔻𝕖𝕤𝕪 𝕕𝕒𝕟 ℍ𝕒𝕣𝕪𝕠..ℍ𝕒𝕣𝕪𝕠 𝕡𝕦𝕟 𝕤𝕖𝕥𝕦𝕛𝕦 𝕒𝕥𝕒𝕤 𝕙𝕦𝕓𝕦𝕟𝕘𝕒𝕟 𝔻𝕖𝕤𝕪 𝕕𝕒𝕟 𝔻𝕒𝕟𝕒𝕣.
ReplyDelete𝕊𝕦𝕟𝕘𝕘𝕦𝕙 𝕒𝕝𝕦𝕣 𝕔𝕖𝕣𝕚𝕥𝕒 𝕪𝕒𝕟𝕘 𝕥𝕖𝕣𝕥𝕒𝕥𝕒 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕓𝕒𝕚𝕜 𝕠𝕝𝕖𝕙 𝔹𝕦 𝕋𝕚𝕖𝕟 ...𝔸𝕡𝕒𝕜𝕒𝕙 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕚𝕟𝕤𝕪𝕒𝕗𝕟𝕪𝕒 ℍ𝕒𝕣𝕪𝕠 𝕟𝕒𝕟𝕥𝕚 𝕒𝕜𝕒𝕟 𝕛𝕒𝕕𝕚 𝕙𝕦𝕓𝕦𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕪𝕒𝕟𝕘 𝕓𝕒𝕚𝕜 𝕝𝕒𝕘𝕚 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕋𝕚𝕟𝕕𝕪 𝕜𝕚𝕥𝕒 𝕥𝕦𝕟𝕘𝕘𝕦 𝕤𝕒𝕛𝕒 ..𝕥𝕒𝕡𝕚 𝕓𝕚𝕒𝕤𝕒𝕟𝕪𝕒 𝕜𝕖𝕓𝕒𝕟𝕪𝕒𝕜𝕒𝕟 𝕒𝕘𝕒𝕜 𝕤𝕦𝕝𝕚𝕥 𝕞𝕖𝕞𝕡𝕖𝕣𝕓𝕒𝕚𝕜𝕚 𝕙𝕦𝕓𝕦𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕥𝕖𝕣𝕤𝕖𝕓𝕦𝕥 𝕥𝕖𝕣𝕦𝕥𝕒𝕞𝕒 𝕕𝕒𝕣𝕚 𝕡𝕚𝕙𝕒𝕜 𝕋𝕚𝕟𝕕𝕪.
𝕋𝕒𝕡𝕚 𝕜𝕚𝕥𝕒 𝕥𝕦𝕟𝕘𝕘𝕦 𝕤𝕒𝕛𝕒 𝕓𝕒𝕘𝕒𝕚𝕞𝕒𝕟𝕒 𝕒𝕜𝕙𝕚𝕣 𝕔𝕖𝕣𝕚𝕥𝕒 𝕚𝕟𝕚 𝕕𝕚𝕥𝕒𝕟𝕘𝕒𝕟 𝔹𝕦 𝕋𝕚𝕖𝕟 𝕡𝕒𝕤𝕥𝕚 ..𝔸𝔻𝕌ℍ𝔸𝕀.
𝕊𝕒𝕝𝕒𝕞 𝕤𝕖𝕙𝕒𝕥 𝕕𝕒𝕟 𝕓𝕒𝕙𝕒𝕘𝕚𝕒 𝕦𝕟𝕥𝕦𝕜 𝔹𝕦 𝕋𝕚𝕖𝕟 𝕕𝕒𝕟 𝕜𝕖𝕝𝕦𝕒𝕣𝕘𝕒.. 𝔸𝕒𝕞𝕚𝕚𝕟 𝕐ℝ𝔸🙏🙏🙏👍👍
Malmingan dg kiriman bu Tien.. mtr nuwun bu.
ReplyDeleteSiapa ya..sepasang mata sedang memperhatikan..?
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya Desy berdamai dengan bapaknya. Semoga Haryo mau nguntapke Lala ke airport..Wah ada sepasang mata yang ngawasi Haryo. yang sedang makan siang bersama Desy dan Danar..apakah itu Endah? Biar saja dia lapor ke ibunya .,Salam sehat selalu..ditunggu lanjutan yang makin aduhai
ReplyDeleteMatur nuwun, mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat, nggih....
Bu Tien, matur nuwun MKJ 32 nya sudah tayang. Tapi besok libur ya....sehat selalu
ReplyDeleteAduhai ada sepasang mata mengintai yg sedang makan bertiga.Ah Ah mata siapakah kl bukan sepasang matanya Endah? Ha ha asal nebak jawaban yg pasti ada pd Mbak Tien.
ReplyDeleteSalam Ah Ah Ah mbak Tien dr Tegal.
Salam Ah Ah Ah ibu Neni
DeleteAlhamdulillah telah kubaca...tiap episode selalu ditungguuu
ReplyDeleteDanar oh Danar...
Yang namanya Danar jangan ge er ya
DeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat dalam berkarya... Selamat malam selamat beristirahat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ eps 32 sudah tayang. Semoga kita Semua tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat..
Selamat malam Bu Tien,, selamat malam semua. Perkenalkan, saya Yulita,dari Mijen Semarang, penggemar setia cerita2 Bu Tien. Sudah lama baca cerita2 Bu Tien,,tp baru skrg berani komentar. Salam kenal Bu Tien, salam kenal semua,, aduhai....
ReplyDeleteSalam kenal kembali ibu Yulita.
DeleteSenang atas perhatian Ibu.
ADUHAI
Haryo kok gak peka, klo ada perempuan yang mau dideketin laki" sudah beristri harusnya kan why? Kasian prof.haryo, baru sadar setelah tua, semoga belum terlambat ya mbak Tien, biasanya akhirnya kembali yang istri sahnya. Aduhai mbak Tien, semoga . . Tapi terserah mbak Tien ya andingnya.
ReplyDeleteMbak Tien gitu loh.👍👍👍 The best
Salam aduhai penuh 'ah'
Mbah Tt gitu lhoh
DeleteEndingnya
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete...nikmat membawa sengsara...
ReplyDeleteSemoga yg mengantar Lala ke Bandara bu Tindy, Desy, Tutut, mas Danar dan pak Haryo. Semua memperlakukan pak Haryo dengan baik dan menawari untuk kembali pulang... Haryo tergerak hatinya... Maaf ini anganku saja, tapi semoga..
Monggo ibu dilanjut aja, penasaran. Matur nuwun, Berkah Dalem.
Sami2 Ibu Yustinhar
DeleteADUHAI deh
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Sami2 Wo
DeleteAamiin
Selamat j. Wiwiek. Bu Tien, Haryo nya dubikin yg genes2 gitu, biar tambah aduhai.....
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk MKJ32nya.makin seru nih,,bgm kisah ,Nina selanjutnya yg jd penjual gado-gado,,,
ReplyDeleteSehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗💖
salam Aduhaaii 🙏
Sami2 ibu Ika Laksmi
DeleteAamiin
Keluarga bu Tindy adalah orang2 baik, sabar, tegar, peduli,saling menyayangi.
ReplyDeleteMelihat kondisi pak Haryo yg sudah sakit2an,pasti iba dan ingin menolong, maka dibujuk untuk kembali buka lembaran baru, tdk perlu diingat kenakalannya sbg orang tua.
Ibu Tindy yg cerdas, cerdas pula dlm mempertahankan keutuhan keluarga, walau dg berliku tajam. Biarlah dimasa tuanya bahagia karena ada cinta dlm keluarga.
ADUHAI Ibu Yustinhar
Delete𝐓𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐛𝐚𝐤 𝐓𝐢𝐞𝐧...
ReplyDeleteSami2 KP LOVER
DeleteTerimakasih bu Tien, ceritanya makin asyik .....
ReplyDeleteSemoga bu Tien sehat selalu.
Sami2 ibu Sri
DeleteAamiin
Saking lamanya Nina di bobokan gebyar kesukaan mendangir pundi-pundi, irung pesek di useg-useg, bathuk banyak mbengok ngakak lakak-lakak, oo buntut kucing; bundhel.
ReplyDeleteSudah mulai sebel, ndenger anak pinter menawarkan kemandirian tidak perlu lagi bantuan apalagi uang.
Sentuh hati sang papah yang mulai gundah, resah ketuaannya tak bisa dicegah dan menemui jalan yang membingungkan, sampai dan manakah jalan yang harus kutempuh di usia senja yang rapuh?
Biar bagaimanapun seorang pembimbing harus menyalurkan kreasi ide untuk melepas dengan baik, syukur-syukur siap bergulat sendiri dengan usaha untuk menopang biaya hidup sendiri, mulai perhitungan untung rugi.
Ternyata sentuhan-sentuhan hati anak-anaknya yang tersirat merindukan seorang Bapak, saling meluruhkan ego yang pernah bergolak.
Penilaian tentang Danar nya; mengakrabkan keduanya, Bapak dan anak yang saling melepas rindu.
Suasana akrab yang mereka bertiga ketemukan di siang itu; membuat Haryo melupakan sejenak bakul gado-gado yang jualan didepan rumah kontrakannya.
Wauw ada sepasang mata yang memperhatikan mereka bertiga; ya.. mata mata
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke tiga puluh dua sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Nanaaaang, nuwuuun. Sami2
DeleteSelalu nggamblèhhh.. wwkk.
Hé hé hé hé
DeleteNggih Bu
Crigiser
Rencangé unyil
Matur nuwun bu Tien MKJ sudah tayang.
ReplyDeleteMugi Ibu tansah sehat
Haryo mulai sadar...akankah pulang setelah Lala n Desy mengajaknya...semoga dengan mengantar ke Bandara..menentukan sikap..
Tentunya cerita makin aduhai
Sami2 ibu Moedjiati
DeleteADUHAI
Alhamdulillah MKJ sdh tayang. Matursuwun mbak Tien... salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Umi
DeleteSalam sehat
Waduh yg ngawasi siapa ya????
ReplyDeleteDuh harus nunggu sampai hari Senin ini kayaknya lama banget.,....trims Bu Tien sudah menghibur sehat2 selalu Bu tien
Sami2 Ibu Suparmia
DeleteAamiin
Trimakasih bu Tien. Semoga bu Tien sehat selalu.
ReplyDeleteEndang Amirul
Sami2 Ibu Endang
DeleteAamiin
Alhamdulillah Bu Tien ...makasih ...Haryo biar balik Ma Tidy deh .biar Nina ngerassa terabaikan ...ihhh benci aku sapa suruh jd pelakor ..Haryo insyap yg dah kadaluwarsa🤭🤭🤭🤦♀️
ReplyDeleteSami2 ibu Yanti
DeleteADUHAI
Alhamdulillah,
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien...
Salam sehat selalu
Sami2 pak Prim
DeleteSalam sehat
Endah kali ya?
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Sehat selalu dan tetap semangat.
Aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteAamiin
ADUHAI
Pg, wah semakem ketiduran..
ReplyDeleteJd paling telat baca.
Maturnuwun mb Tien cerita semakin menarik. Kelembutan hati meluruhkan kemarahan.
Maturnuwun mb Tien. Apakah Haryo mau plg
Salam manis n aduhai mb Tien.
Nunggu hari Selasa lg
Yuli Semarang
Sami2 ibu YulI
DeleteADUHAI
Assalamualaikum wr wb. Mungkinkah sepasang mata itu milik Endah, yg sll mengejar Danar.. Beranikah Haryo pulang ke rumah Tindy... Penasaran trs untuk mengikuti lanjutan ceritanya yg semakin menarik... Maturnuwun Bu Tien, salam aduhai, semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam wr wb.
DeleteAamiin
Matur nuwun pak Mashudi
Asyiiik ADUHAI ... mtr nen mbak Tien yg baik hati .. salam sehat bahagia dr lembah Tidar
ReplyDeleteSami2 pak Pri
ReplyDeleteSalam ADUHAI
Mudah”an yg mengawasi si endah
ReplyDeleteMakin panas hatinya melihat danar sama desi dan haryo... ayo bunda lanjutin makin greget aja sama nina dan anaknya
ADUHAI Ibu Engkas
DeleteBikin Penasaran.Sehat2 Slalu bu tien
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun ibu Dwi
Assalamualaikum Bu Tien, semoga sehat selalu, saya selalu baca cerbung2 Bu Tien, tetap semangat menulis.
ReplyDeleteWa'alaikum salam wr wb.
ReplyDeleteAamiin
Terimakasih perhatiannya
Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
ReplyDeleteSenantiasa sehat nggih,Aamiin.
Sami2 ibu Rini
ReplyDeleteAamiin
Assalamualaikum wrwb
ReplyDeleteAduhai bunda Tien '....
Bagaimana cara memberi nama dan memasang foto ya ?
ReplyDelete