Saturday, February 5, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 32

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  32

(Tien Kumalasari)

 

Nina terperangah. Kata-kata Haryo yang terakhir membuatnya terkejut. Mengapa tiba-tiba dia menyuruhnya menjual cincin? Apakah dia tahu bahwa aku telah menjual cincinnya dan sekarang ingin menjebaknya?

Ia tak segera keluar dari kamarnya. Termenung memikirkan apa maksud kata-kata Haryo. Benar-benar ingin agar dia menjual cincinnya agar bisa dijadikan modal berjualan, atau dia hanya menjebaknya karena mengetahui bahwa cincin yang dipakainya adalah palsu? Nina keluar, dilihatnya Haryo duduk di ruang tengah, sambil menikmati acara  televisi, dan segelas air putih tampak dipegangnya dan belum juga diminumnya. Matanya menatap ke arah televisi, entah apa yang menarik pada acara itu. Lalu Haryo meneguk hampir setengahnya air putih itu, kemudian meletakkannya di meja.

Nina lupa menyediakan kopi pahit yang biasa dihidangkannya untuk Haryo, Ia bergegas kebelakang, untuk membuatkannya. Ada hal yang menghalangi dia untuk berani membantah kata-kata Haryo. Ia takut Haryo meninggalkannya, sehingga ia justru tak akan mendapatkan apapun juga nantinya.

Nina menghidangkan kopi pahit yang akhir-akhir ini selalu diminum Haryo. Lalu dia beranjak pergi, tanpa mempersilakan meminumnya. Tapi kemudian ia kembali lagi mendekatinya, dan duduk didepannya. Ada perasaan takut tentang cincin itu.

“Diminum mas, mumpung masih hangat,” katanya pelan.

“Terima kasih,” jawabnya singkat dan itu membuat Nina terkejut. Tak biasanya Haryo begitu formal, dilayani lalu mengucapkan terima kasih.

Nina masih duduk termangu, menatap Haryo yang masih terus memperhatikan acara di televisi. Acara berita yang sama sekali Nina tak menyukainya.

“Mas,” akhirnya kata Nina.

Haryo menoleh sekilas ke arah Nina.

“Ada apa? Kurang jelas apa yang aku katakan tadi?”

“Mengapa akhir-akhir ini Mas tampak berubah?”

Haryo mengalihkan lagi tatapannya ke arah televisi. Mereke diam, sampai acara berita itu terputus oleh iklan. Haryo mematikannya.

“Kamu bilang apa?”

“Mengapa akhir-akhir ini Mas tampak berubah?”

“Bukan aku, keadaan yang merubahnya.”

“Apa maksudnya? Bertahun-tahun kita bersama, sikap Mas selalu manis. Bahkan Mas rela meninggalkan isteri dan anak-anak Mas demi aku. Sekarang apa? Aku merasa Mas menindas aku.”

Mata Haryo berkilat, menatap tajam isteri sirinya.

“Apa katamu? Menindas? Jadi kamu merasa tertindas?”

“Maksudku … maksudku … sikap Mas sangat berbeda,” kata Nina terbata.

“Kamu tidak usah bicara macam-macam. Kamu mengerti apa yang aku katakan bukan? Jangan bergantung sama aku. Anak-anakmu sudah saatnya mengerti bagaimana cara mencari uang untuk semua kebutuhannya.”

“Mereka masih anak-anak.”

“Anak-anak? Mereka sudah kuliah. Tapi seperti kataku tadi, kalau kamu merasa sayang anakmu bersusah payah, kamulah yang harus bekerja. Tadi kamu bilang mau jualan gado-gado? Lakukan. Jangan tanyakan modalnya dari mana. Jual cincin kamu itu. Kamu tahu, itu harganya lebih dari tiga juta.”

Nina bungkam. Ia mencengkeram jari-jarinya, agar Haryo tak melihat cincin imitasinya.

“Mengapa kamu meremas-remas tanganmu seperti itu?”

“Apa?”

“Kamu tidak usah menyembunyikannya dari aku. Aku sudah tahu apa yang kamu lakukan. Aku sudah tahu mengapa itu kamu lakukan. Aku kecewa.”

Haryo meneguk kopinya sampai habis, kemudian masuk ke kamarnya. Nina memburunya, lalu bersimpuh di kakinya.

“Apa ini?”

“Mas, maafkanlah aku.”

“Lepaskan, aku mau istirahat.”

“Aku bersalah, aku … aku … sesungguhnya memang menjual cincin itu,” katanya terbata sambil berurai air mata. Kedua tangannya merangkul kaki Haryo,

“Lepaskan,” hardik Haryo.

“Mas … maafkan Mas … “ tangis Nina pilu. Dulu, setiap kali ia menangis seperti itu, maka Haryo akan selalu memenuhi apa yang dimintanya. Tangis itu dianggap senjatanya untuk meluluhkan hati Haryo. Nina mendongakkan kepalanya, dengan tatapan memohon.Tapi kali ini wajah itu tak sedikitpun menampakkan belas kasihan. Begitu bengis tatapan matanya, dan seperti ada nada membunuh disana. Nina merasa ngeri.

Haryo menghentakkan kakinya sehingga Nina jatuh tertelentang. Haryo mengacuhkannya, lalu naik keatas ranjang, dan tidur menghadap ke arah dinding.

Nina bangkit, masih meraung dengan tangisnya. Ia akhirnya keluar dari kamar dan menghambur ke kamar anaknya, membuat keduanya terkejut.

“Kenapa bu ?”

“Sepertinya dia tahu kalau kita menjual cincin itu,” katanya terisak.

“Masa sih? Siapa yang kasih tahu?”

“Entahlah, dia bilang tahu apa yang aku lakukan dan mengapa aku melakukannya.”

“Ibu bilang apa?”

“Aku hanya bilang minta maaf, tapi dia mengacuhkan aku.”

“Lalu bagaimana Bu?”

“Sebaiknya kamu berhenti kuliah dulu.”

“Apa?” teriak keduanya.

“Cari pekerjaan seperti apa yang dia minta.”

“Ya ampuuun. Mengapa tiba-tiba sikapnya berubah begitu? Apa dia sekarang juga memberikan uangnya untuk isteri atau anaknya?” kata Endah dengan wajah kesal.

“Iya, aku juga mengira begitu,” sambung Ana.

“Mungkin itu benar. Tapi kita harus menjaga, jangan sampai dia kabur lalu pulang ke rumah isterinya. Kita turuti saja kemauannya supaya dia senang.”

“Aku harus cari kerja apa dong bu?”

“Ibu nggak tau, cari saja lowongan kerja di iklan-iklan atau apa. Ibu mau jualan.”

“Jualan apa?”

“Didepan situ, jual gado-gado juga nggak apa-apa. Laku atau tidak, yang penting kita jalani apa yang dia minta. Ibu khawatir dia pergi kalau kita mengecewakan dia.”

“Aduuh, cari kerja apa ya yang enak?” kata Ana.

“Jangan yang enak, mana ada kerja itu enak. Yang enak itu sekarang ini, kita tinggal minta dan diberi.”

“Lalu kalau Ibu harus jualan, modalnya apa?”

“Ya duit yang ada saja kita pakai. Kita taruh meja didepan lalu kita gelar dagangan.”

“Kalau begitu kita membantu ibu jualan saja,” kata Endah.

Nina yang takut Haryo meninggalkannya, terpaksa menuruti apa keinginan Haryo untuk berusaha mencari uang. Tak berani ia meminta modal tambahan, takut Haryo menyinggung soal cincin itu lagi.

***

Hari-hari terus berlalu, Haryo mendiamkan saja Nina menggelar dagangan gado-gado didepan rumah, dibantu anak-anaknya. Haryo hanya tersenyum di dalam hati. Ia melihat dagangan itu belum laku benar, hanya ada satu dua orang pembeli, dan seringkali Nina membuang sisa makanan yang tak lagi bisa diselamatkan.

Haryo tak pernah mencelanya. Ia hanya ingin Nina melakukan hal baik yang pantas bagi seorang isteri. Ketika hartanya masih berlimpah, sikapnya begitu manis, tapi begitu ia mengatakan bahwa sudah saatnya berhemat, Nina melakukan hal yang diluar akal sehatnya. Berhutang untuk belanja, kemudian berbohong untuk menutupi cacat celanya. Lalu Haryo bisa menilai, seperti apa Nina sebenarnya. Ia hanya benalu yang menggerogoti hartanya demi kesenangan dan demi anak-anaknya. Memang terlambat penilaian itu, karena sifatnya yang buruk baru kelihatan saat ia menggambarkan kehidupannya yang jauh dari gelimang harta. Dan terlambat pula penyesalan yang ada pada dirinya ketika ia sudah dalam keadaan sakit dan tak berdaya. Haryo masih menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya.

Hari itu sudah siang, dan Haryo bersiap pulang dari kampus tempatnya mengajar, ketika tiba-tiba Desy muncul dihadapannya.

“Bapak,” sapanya menghentikan kesibukan ayahnya membenahi berkas-berkas di mejanya.

“Kamu?” sapanya kaku. Ia menyembunyikan kekesalannya karena  tahu bahwa Desy membencinya.

“Saya boleh duduk Pak?” tanya Desy yang tanpa menunggu dipersilakan ia sudah duduk dengan kedua siku diletakkan di meja, dan dipergunakan untuk menopang dagunya. Ia juga memandangi ayahnya dengan mata berkejap-kejap. Haryo teringat, itu sikap Desy kepadanya saat mereka masih berakrab ria dengan keluarganya. Ia juga melihat senyuman menghiasi bibirnya. Haryo merasa ada nafas kedamaian tersirat disana.

“Ada apa?” tanya Haryo singkat, dengan menyembunyikan senyumnya.

“Bapak, Desy minta maaf ya,” kata Desy lirih.

Haryo tak menjawab, tapi menatap mata bening yang berkilat karena air mata mulai merebak.

“Minta maaf untuk apa?”

“Beberapa hari yang lalu Desy ketemu Bapak, tapi Bapak sepertinya marah karena ejekan Desy. Padahal Desy ingin bicara banyak sama Bapak.”

“Tidak apa-apa. Tak perlu minta maaf,” kata Haryo lemah.

“Bapak sakit? Sudah beberapa hari yang lalu Desy ingin kemari, baru sekarang bisa."

“Tidak, sudah baikan, sudah ke dokter, sudah minum obat. Kenapa kamu kemari? Ibu kamu yang menyuruhnya?”

Desy menggeleng, dan lagi-lagi Haryo kecewa. Memang seharusnya Tindy tak memperhatikannya. Memangnya siapa dia? Seorang suami yang sudah menyakitinya, bahkan berkali-kali menyakitinya.

“Prihatin mendengar Bapak sakit,” kata Desy sambil melepaskan tangan yang semula menopang dagunya. Lalu Desy melihat mata garang yang sebelumnya sering ia lihat saat dia pulang kerumah dan disambut dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kemana dia pergi, kali ini ia tak melihatnya lagi. Ia justru melihat mata itu seperti mata lelah yang benar-benar memprihatinkan.

“Tidak apa-apa. Bapak baik-baik saja.”

“Besok Mbak Lala mau berangkat. Bapak sudah tahu kan kalau mbak Lala mau melanjutkan kuliahnya di luar negri?”

“Ya, Bapak sudah ketemu dia. Bapak senang mendengarnya. Bapak juga sudah mendengar kalau kamu adalah dokter muda yang nyaris sempurna.”

“Bapak tahu dari mana?”

“Bapak ketemu Danarto, ketika di rumah sakit.”

“Mas Danar sudah cerita. Bagaimana keadaan jantung bapak? Dokter Linda mengatakan apa? Kalau perlu Bapak harus ke dokter jantung juga. Dokter Linda kan Internis.”

“Tapi dia kan juga dokter dan tahu keadaan Bapak.”

“Bagaimana katanya?”

“Tidak apa-apa. Hanya diberi obat, dan harus banyak istirahat.”

“Mengapa Bapak masih mengajar? Tidak ingin pensiun?”

“Bapak sudah mengajukan pensiun dini.”

“Oh, itu bagus. Bapak harus lebih santai di rumah. Ingin pulang kah?”

Lagi-lagi ada pertanyaan itu. Dulu Lala menanyakannya, sekarang Desy. Benarkah dia berani pulang? Haryo menggeleng lemah.

“Bapak tidak tega meninggalkan perempuan itu? Eh, maaf,” kata Desy sengit, tapi kemudian disusulnya dengan kata ‘maaf’, khawatir ayahnya tersinggung.

Haryo menghela napas berat, dan tersenyum tipis.

"Bapak akan benar-benar istirahat. Minggu depan Bapak sudah tidak lagi mengajar.”

“Tidak ingin pulang?”

Lagi-lagi Haryo menghela napas dan tersenyum tipis. Desy ingin mengatakan sesuatu, tapi kemudian ponselnya berdering.

“Maaf Pak, dari mas Danar,” kata Desy sambil membuka ponselnya.

“Ya Mas, “ jawabnya pelan.

“Kamu di kampus? Atau di rumah?”

“Aku di kampus. Eh, lagi bertemu Bapak.”

“Oh, maaf. Aku hanya ingin mengajak kamu makan siang, aku sudah selesai. Tapi tidak, kalau memang ini mengganggu pertemuan kamu dengan Bapak.”

“Bapak, maukah makan siang bersama kami?” Desy beralih bicara dengan ayahnya.

“Kemana?”

“Enaknya di mana ya, di restoran yang kemarin ketemu Bapak ya? Mas Danar mengajak makan siang.”

“Boleh.”

“Mas, sama Bapak juga ya?” katanya kemudian kepada Danar.

“Tidak apa-apa. Aku samperin ya.”

“Tidak, ketemu di rumah makan waktu kita ketemu itu. Yang aku bilang ketemu Bapak.”

“Baiklah, aku berangkat sekarang.”

Desy menutup ponselnya dengan wajah sumringah. Haryo menatap pancaran bahagia di mata anaknya.

“Kamu suka sama dia?”

“Ah, Bapak. Kami kan belum lama kenal.”

“Dia laki-laki yang baik.”

“Benarkah?”

“Bapak yakin. Bapak senang kalau kamu berjodoh dengannya,” kata Haryo sambil berdiri.

Desy tersenyum, lalu menggandeng ayahnya keluar dari ruangan. Aduh, anaknya belum mengatakan cinta, ayahnya sudah setuju. Desy berdebar. Adakah cinta dihatinya? Danar memang menarik, hampir tak ada cacat celanya. Tapi cintakah dia? Ia menunggu percikan api di dadanya yang menyiratkan cinta itu, tapi dia belum melihatnya. Dia justru selalu dibayangi oleh penghianatan yang mungkin saja dilakukan oleh seorang suami, seperti ayahnya melakukannya. Tapi bagaimana dengan debar di dada ini? Aduhai.

“Desy takut,” kata Desy lirih ketika mereka berjalan ke arah parkiran.

“Takut kalau suami kamu seperti Bapak?”

“Iya,” kata Desy terus terang.”

“Tidak, dia laki-laki yang baik.”

“Mengapa Bapak begitu yakin?”

“Kelihatan, laki-laki yang suka main perempuan.”

“O, karena Bapak berpengalaman ya?” kata Desy terus terang. Tapi Haryo tidak marah, dia mengacak kepala Desy sambil tersenyum tipis.

“Kamu bawa mobil?”

“Tidak, mobilnya dibawa Mbak Lala, Desi naik taksi.”

“Kalau begitu naik mobil Bapak saja.”

***

“Bapak kelihatan segar siang ini,” kata Danar ketika mereka sudah duduk bertiga sambil menikmati makan siang di rumah makan langganan mereka.

“Benarkah?”

Danar mengangguk.

“Desy tidak bersikap galak kan?”

“Enak saja,” sergah Desy cemberut.

“Memang dia galak, tapi tadi kelihatan jinak,” canda Haryo.

“Eeh, Bapak, memang aku harimau apa?” Desy tambah cemberut, tapi Danar melihatnya sangat manis dan lucu.

“Gadis ini, tertawa atau marah, mengapa ya selalu tampak menarik? Sungguh aku suka sama dia. Gemes juga melihatnya cemberut begitu. Pengin mencubit pipinya, tapi takut sih, ada Bapaknya,” batin Danar sambil tersenyum sendiri.

“Kok senyum-senyum sih mas?” tanya Desy masih dengan wajah cemberut.

“Kamu itu lho, kalau cemberut begitu lucu.”

“Memangnya aku badut?”

Haryo melihat keakraban Desy dan Danar, senang dia melihatnya.

“Oh ya, Bapak besok mau mengantar Mbak Lala ke bandara?”

“Jam berapa dia berangkat?”

“Nanti Desy telpon Bapak deh, kalau tidak salah pagi, persisnya saya akan mengabari Bapak. Mbak Lala pasti senang kalau Bapak ikut mengantarnya.

Haryo hanya tersenyum sambil menikmati makan siangnya. Ada rasa ciut membayangkan akan bertemu Tindy. Beranikah dia?”

Mereka asyik berbincang, diselingi candaan Danar dan Desy yang semakin akrab, tanpa tahu bahwa sepasang mata sedang mengawasi mereka.

***

Besok lagi ya.

 

 

107 comments:

  1. Suwun bu Tien MKJ 32 sampun tayang ...salam aduhai

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah MKJ 32 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  3. Mkjtayang asyiik tenan sepuluh besar kommenxa hehehe tumben

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah MKJ32 sdh tayang
    terima kasih mbak Tien.
    semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin

    ReplyDelete
  5. Alamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir gasik
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
    Salam ADUHAI dr Cilacap.

    ReplyDelete
  6. Hoorreeeee MKJ_32 sdh tayang... rasain Nina, Haryo cerdik. Sekarang ganti Haryo yang "ngadali" Nina, si tukang porot.....

    Terima kasih bunda Tien....
    Selamat istirahat ben ndang ilang ngelune.....

    ReplyDelete
  7. Asyik asyik.asyik tayang gasik,,,matur nuwun jeng Tien ,,sehat selalu nggih
    Saiki aku tak maca

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Aduhai

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, matur nuwun Bu Tien, semoga selalu sehat dan tetap semangat salam aduhai dari Pasuruan

    ReplyDelete
  10. Terimakasih.akhirnya kembali nggih Mbak Tien.salam sehat.

    ReplyDelete
  11. Wah terlambat…hehe. Trimakasih mbak Tien..

    ReplyDelete
  12. Asyekkk ...yg dtunggu datang juga ... salam Aduhai mbak 🙏🙏😊

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien..
    Salam sehat selalu
    Aduhaiii.. MKJ bikin penasaran.. 👍👍🙏🙏❤

    ReplyDelete
  14. Terimakasih mbak Tien yang ditunggu sudah muncul. Sehat selalu salam aduhai. .'ah'
    Saya senang perbincangan Danarto dan Desy., 🙏

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    maturnuwun bu Tien
    Aduhai...

    ReplyDelete
  16. Terima kasih... asyiiik sekali part nya... sehat² trs Mbu Tien... ditunggu part berikutnya...

    ReplyDelete
  17. Slmt mlm bunda Tien.. TerimaKsih MKJ 32 sdh tayang.. Slnsht sll dan aduhai dri skbmi🥰🙏

    ReplyDelete
  18. Maturnuwun mbak Tien..MKJ32nyaa..

    Wadoooh...siapa yg lihat yaa..Ninakah..ato anak2nya..
    Tapi ga apa2lah..kan Desy anaknya..emang peduli apa klo itu Nina n anak2nya..benalu semuaa..
    Semoga msh ada maaf buat Haryo dr kelgnya..

    Tindy kmn yaa..semoga udh sehat..lg sibuk bantu Lala siap2 kali..

    Besook lagii lanjuuut...eeh seniin..😊😊

    Salam sehat selalu dan aduhaiii mbak Tien..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  19. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51,

    ReplyDelete
  20. Assalanualaikum bu Tien. Terimakasih MKJ 32 muncul sblm saya tidur.
    Bu Tien bener luar biasa ya. Cerita bikin saya merindu episode2 verikutnya.
    Terimakadih bu. Semoga ibu beserta kelyarga sehat selalu . Aamiin


    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam wr wb. Ibu Sulasminah, apa kabar?

      Delete
  21. Alhamdulillah, yerima kasih bu Tien.
    Salam sehat dan salam aduhai....,

    ReplyDelete
  22. Makasih Bunda yg selalu ditunggu telah muncul.
    Met malam dan salam ADUHAI.
    Sehat selalu dan bahagia bersama keluarga

    ReplyDelete
  23. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah berkunjung.
    Heran, Nina jadi penjual gado" sedang anak"nya berhenti kuliah. Tahan berapa lama kira"....
    Selamat jalan ya Lala, semoga berhasil, good luck...
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matur nuwun Bunda
    Selalu sehat dan bahagia
    Salam aduhai dari yogya

    ReplyDelete
  25. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah,

    ReplyDelete
  26. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah MKJ sudah tayang
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat
    Sal sahat dan aduhai

    ReplyDelete
  28. 𝕎𝕒𝕙 𝕞𝕒𝕜𝕚𝕟 𝕞𝕒𝕟𝕥𝕒𝕡 𝕤𝕒𝕛𝕒 𝕟𝕚𝕙 𝔻𝕒𝕟𝕒𝕣 𝕤𝕕𝕙 𝕓𝕖𝕣𝕒𝕟𝕚 𝕒𝕛𝕒𝕜 𝕞𝕒𝕜𝕒𝕟 𝔻𝕖𝕤𝕪 𝕕𝕒𝕟 ℍ𝕒𝕣𝕪𝕠..ℍ𝕒𝕣𝕪𝕠 𝕡𝕦𝕟 𝕤𝕖𝕥𝕦𝕛𝕦 𝕒𝕥𝕒𝕤 𝕙𝕦𝕓𝕦𝕟𝕘𝕒𝕟 𝔻𝕖𝕤𝕪 𝕕𝕒𝕟 𝔻𝕒𝕟𝕒𝕣.

    𝕊𝕦𝕟𝕘𝕘𝕦𝕙 𝕒𝕝𝕦𝕣 𝕔𝕖𝕣𝕚𝕥𝕒 𝕪𝕒𝕟𝕘 𝕥𝕖𝕣𝕥𝕒𝕥𝕒 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕓𝕒𝕚𝕜 𝕠𝕝𝕖𝕙 𝔹𝕦 𝕋𝕚𝕖𝕟 ...𝔸𝕡𝕒𝕜𝕒𝕙 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕚𝕟𝕤𝕪𝕒𝕗𝕟𝕪𝕒 ℍ𝕒𝕣𝕪𝕠 𝕟𝕒𝕟𝕥𝕚 𝕒𝕜𝕒𝕟 𝕛𝕒𝕕𝕚 𝕙𝕦𝕓𝕦𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕪𝕒𝕟𝕘 𝕓𝕒𝕚𝕜 𝕝𝕒𝕘𝕚 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕋𝕚𝕟𝕕𝕪 𝕜𝕚𝕥𝕒 𝕥𝕦𝕟𝕘𝕘𝕦 𝕤𝕒𝕛𝕒 ..𝕥𝕒𝕡𝕚 𝕓𝕚𝕒𝕤𝕒𝕟𝕪𝕒 𝕜𝕖𝕓𝕒𝕟𝕪𝕒𝕜𝕒𝕟 𝕒𝕘𝕒𝕜 𝕤𝕦𝕝𝕚𝕥 𝕞𝕖𝕞𝕡𝕖𝕣𝕓𝕒𝕚𝕜𝕚 𝕙𝕦𝕓𝕦𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕥𝕖𝕣𝕤𝕖𝕓𝕦𝕥 𝕥𝕖𝕣𝕦𝕥𝕒𝕞𝕒 𝕕𝕒𝕣𝕚 𝕡𝕚𝕙𝕒𝕜 𝕋𝕚𝕟𝕕𝕪.

    𝕋𝕒𝕡𝕚 𝕜𝕚𝕥𝕒 𝕥𝕦𝕟𝕘𝕘𝕦 𝕤𝕒𝕛𝕒 𝕓𝕒𝕘𝕒𝕚𝕞𝕒𝕟𝕒 𝕒𝕜𝕙𝕚𝕣 𝕔𝕖𝕣𝕚𝕥𝕒 𝕚𝕟𝕚 𝕕𝕚𝕥𝕒𝕟𝕘𝕒𝕟 𝔹𝕦 𝕋𝕚𝕖𝕟 𝕡𝕒𝕤𝕥𝕚 ..𝔸𝔻𝕌ℍ𝔸𝕀.

    𝕊𝕒𝕝𝕒𝕞 𝕤𝕖𝕙𝕒𝕥 𝕕𝕒𝕟 𝕓𝕒𝕙𝕒𝕘𝕚𝕒 𝕦𝕟𝕥𝕦𝕜 𝔹𝕦 𝕋𝕚𝕖𝕟 𝕕𝕒𝕟 𝕜𝕖𝕝𝕦𝕒𝕣𝕘𝕒.. 𝔸𝕒𝕞𝕚𝕚𝕟 𝕐ℝ𝔸🙏🙏🙏👍👍

    ReplyDelete
  29. Malmingan dg kiriman bu Tien.. mtr nuwun bu.

    ReplyDelete
  30. Siapa ya..sepasang mata sedang memperhatikan..?

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah akhirnya Desy berdamai dengan bapaknya. Semoga Haryo mau nguntapke Lala ke airport..Wah ada sepasang mata yang ngawasi Haryo. yang sedang makan siang bersama Desy dan Danar..apakah itu Endah? Biar saja dia lapor ke ibunya .,Salam sehat selalu..ditunggu lanjutan yang makin aduhai

    ReplyDelete
  32. Matur nuwun, mbak Tien.
    Salam sehat, nggih....

    ReplyDelete
  33. Bu Tien, matur nuwun MKJ 32 nya sudah tayang. Tapi besok libur ya....sehat selalu

    ReplyDelete
  34. Aduhai ada sepasang mata mengintai yg sedang makan bertiga.Ah Ah mata siapakah kl bukan sepasang matanya Endah? Ha ha asal nebak jawaban yg pasti ada pd Mbak Tien.
    Salam Ah Ah Ah mbak Tien dr Tegal.

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah telah kubaca...tiap episode selalu ditungguuu

    Danar oh Danar...

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat dalam berkarya... Selamat malam selamat beristirahat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ eps 32 sudah tayang. Semoga kita Semua tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam sehat dan salam hangat..

    ReplyDelete
  38. Selamat malam Bu Tien,, selamat malam semua. Perkenalkan, saya Yulita,dari Mijen Semarang, penggemar setia cerita2 Bu Tien. Sudah lama baca cerita2 Bu Tien,,tp baru skrg berani komentar. Salam kenal Bu Tien, salam kenal semua,, aduhai....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal kembali ibu Yulita.
      Senang atas perhatian Ibu.
      ADUHAI

      Delete
  39. Haryo kok gak peka, klo ada perempuan yang mau dideketin laki" sudah beristri harusnya kan why? Kasian prof.haryo, baru sadar setelah tua, semoga belum terlambat ya mbak Tien, biasanya akhirnya kembali yang istri sahnya. Aduhai mbak Tien, semoga . . Tapi terserah mbak Tien ya andingnya.
    Mbak Tien gitu loh.👍👍👍 The best
    Salam aduhai penuh 'ah'

    ReplyDelete
  40. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  41. ...nikmat membawa sengsara...

    Semoga yg mengantar Lala ke Bandara bu Tindy, Desy, Tutut, mas Danar dan pak Haryo. Semua memperlakukan pak Haryo dengan baik dan menawari untuk kembali pulang... Haryo tergerak hatinya... Maaf ini anganku saja, tapi semoga..

    Monggo ibu dilanjut aja, penasaran. Matur nuwun, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete
  43. Selamat j. Wiwiek. Bu Tien, Haryo nya dubikin yg genes2 gitu, biar tambah aduhai.....

    ReplyDelete
  44. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk MKJ32nya.makin seru nih,,bgm kisah ,Nina selanjutnya yg jd penjual gado-gado,,,
    Sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗💖
    salam Aduhaaii 🙏



    ReplyDelete
  45. Keluarga bu Tindy adalah orang2 baik, sabar, tegar, peduli,saling menyayangi.
    Melihat kondisi pak Haryo yg sudah sakit2an,pasti iba dan ingin menolong, maka dibujuk untuk kembali buka lembaran baru, tdk perlu diingat kenakalannya sbg orang tua.

    Ibu Tindy yg cerdas, cerdas pula dlm mempertahankan keutuhan keluarga, walau dg berliku tajam. Biarlah dimasa tuanya bahagia karena ada cinta dlm keluarga.

    ReplyDelete
  46. 𝐓𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐛𝐚𝐤 𝐓𝐢𝐞𝐧...

    ReplyDelete
  47. Terimakasih bu Tien, ceritanya makin asyik .....
    Semoga bu Tien sehat selalu.

    ReplyDelete
  48. Saking lamanya Nina di bobokan gebyar kesukaan mendangir pundi-pundi, irung pesek di useg-useg, bathuk banyak mbengok ngakak lakak-lakak, oo buntut kucing; bundhel.

    Sudah mulai sebel, ndenger anak pinter menawarkan kemandirian tidak perlu lagi bantuan apalagi uang.

    Sentuh hati sang papah yang mulai gundah, resah ketuaannya tak bisa dicegah dan menemui jalan yang membingungkan, sampai dan manakah jalan yang harus kutempuh di usia senja yang rapuh?

    Biar bagaimanapun seorang pembimbing harus menyalurkan kreasi ide untuk melepas dengan baik, syukur-syukur siap bergulat sendiri dengan usaha untuk menopang biaya hidup sendiri, mulai perhitungan untung rugi.

    Ternyata sentuhan-sentuhan hati anak-anaknya yang tersirat merindukan seorang Bapak, saling meluruhkan ego yang pernah bergolak.
    Penilaian tentang Danar nya; mengakrabkan keduanya, Bapak dan anak yang saling melepas rindu.
    Suasana akrab yang mereka bertiga ketemukan di siang itu; membuat Haryo melupakan sejenak bakul gado-gado yang jualan didepan rumah kontrakannya.

    Wauw ada sepasang mata yang memperhatikan mereka bertiga; ya.. mata mata

    ADUHAI



    Terimakasih Bu Tien;
    Memang Kembang Jalanan yang ke tiga puluh dua sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanaaaang, nuwuuun. Sami2
      Selalu nggamblèhhh.. wwkk.

      Delete
    2. Hé hé hé hé

      Nggih Bu

      Crigiser
      Rencangé unyil

      Delete
  49. Matur nuwun bu Tien MKJ sudah tayang.
    Mugi Ibu tansah sehat
    Haryo mulai sadar...akankah pulang setelah Lala n Desy mengajaknya...semoga dengan mengantar ke Bandara..menentukan sikap..
    Tentunya cerita makin aduhai

    ReplyDelete
  50. Alhamdulillah MKJ sdh tayang. Matursuwun mbak Tien... salam sehat selalu

    ReplyDelete
  51. Waduh yg ngawasi siapa ya????
    Duh harus nunggu sampai hari Senin ini kayaknya lama banget.,....trims Bu Tien sudah menghibur sehat2 selalu Bu tien

    ReplyDelete
  52. Trimakasih bu Tien. Semoga bu Tien sehat selalu.
    Endang Amirul

    ReplyDelete
  53. Alhamdulillah Bu Tien ...makasih ...Haryo biar balik Ma Tidy deh .biar Nina ngerassa terabaikan ...ihhh benci aku sapa suruh jd pelakor ..Haryo insyap yg dah kadaluwarsa🤭🤭🤭🤦‍♀️

    ReplyDelete
  54. Alhamdulillah,
    Terima kasih Bu Tien...
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  55. Endah kali ya?
    Makasih mba Tien.
    Sehat selalu dan tetap semangat.
    Aduhai

    ReplyDelete
  56. Pg, wah semakem ketiduran..
    Jd paling telat baca.
    Maturnuwun mb Tien cerita semakin menarik. Kelembutan hati meluruhkan kemarahan.
    Maturnuwun mb Tien. Apakah Haryo mau plg
    Salam manis n aduhai mb Tien.
    Nunggu hari Selasa lg
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  57. Assalamualaikum wr wb. Mungkinkah sepasang mata itu milik Endah, yg sll mengejar Danar.. Beranikah Haryo pulang ke rumah Tindy... Penasaran trs untuk mengikuti lanjutan ceritanya yg semakin menarik... Maturnuwun Bu Tien, salam aduhai, semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam wr wb.
      Aamiin
      Matur nuwun pak Mashudi

      Delete
  58. Asyiiik ADUHAI ... mtr nen mbak Tien yg baik hati .. salam sehat bahagia dr lembah Tidar

    ReplyDelete
  59. Mudah”an yg mengawasi si endah
    Makin panas hatinya melihat danar sama desi dan haryo... ayo bunda lanjutin makin greget aja sama nina dan anaknya

    ReplyDelete
  60. Bikin Penasaran.Sehat2 Slalu bu tien

    ReplyDelete
  61. Assalamualaikum Bu Tien, semoga sehat selalu, saya selalu baca cerbung2 Bu Tien, tetap semangat menulis.

    ReplyDelete
  62. Wa'alaikum salam wr wb.
    Aamiin
    Terimakasih perhatiannya

    ReplyDelete
  63. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
    Senantiasa sehat nggih,Aamiin.

    ReplyDelete
  64. Assalamualaikum wrwb
    Aduhai bunda Tien '....

    ReplyDelete
  65. Bagaimana cara memberi nama dan memasang foto ya ?

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...