BAGAI REMBULAN 02
(Tien Kumalasari)
“Anjas, kamu tak apa-apa?” salah seorang laki-laki itu mendekati Anjas, dan menghentikan ayunan tangannya yang bertubi-tubi menghantam tubuh Adit yang tak sempat bangkit.
Laki-laki bertongkat itu sekali lagi mengayunkan tongkatnya kearah laki-laki satunya dan kembali membuatnya tersungkur.
Dayu menutup mulutnya, tak sempat berteriak. Laki-laki tua itu tersenyum, wajahnya yang keriput menatap Dayu sesa’at, kemudian berlalu.
“Pak tua, pak tua... terimakasih..” dan terdengar ketukan beraturan ketika laki-laki itu melangkah pergi. Ketukan dari tongkat penyangga yang membantu pak tua itu melangkah, karena kakinya pincang.
Adit bangkit dengan susah payah, lalu sebuah mobil berhenti. Rupanya Naya bersama Yayi datang dengan mobil, karena Dayu menelponnya.
“Adit? Kamu tidak apa-apa?”
“Adit tampak lemas, Naya memapahnya masuk kedalam mobil.”
“Mas Naya, tolonglah..”
“Aku akan membawanya ke rumah sakit. Yayi, kamu bersama Dayu.”
Yayi mengangguk. Ia mendekati Dayu, mengambil motornya dan mengajaknya kerumah.
“Ayo, biar aku memboncengkan kamu.”
Dayu mengangguk, sesekali menoleh kearah mobil Naya yang membawa Adit kerumah sakit.
“Mas Adit akan segera mendapat pertolongan. Setelah membawa makanan ini, kita akan menyusul nya kerumah sakit. Kamu tidak usah khawatir, Dayu.”
Dayu naik ke boncengan, masih dengan menenteng bungkusan makanan.
“Ibu sedang menunggu pesanan ini. Akan ada acara arisan ibu-ibu kampung dirumah,” kata Yayi sambil menstarter sepeda motor Adit dan melaju pulang kerumah. Membiarkan Anjas dan temannya tertatih masuk ke mobilnya. Tampaknya mereka luka karena tengkuk mereka mendapat pukulan lumayan keras.
“Mas Adit dan Anjas bermusuhan ?” tanya Yayi sambil mengendarai motornya.
“Kemarin mas Adit menghajarnya.”
“Kenapa? Anjas memang laki-laki brengsek. Dia akan terus mendendam pada mas Adit.”
“Mas Adit marah karena Anjas menggangu aku. Mereka sempat berantem kemarin, di kampus.”
“Oh, pantas.”
***
Ketika sampai dirumah, bu Indra menunggu diteras dengan khawatir. Ia heran melihat Yayi berboncengan dengan Dayu.
“Apa yang terjadi ?”
“Mas Adit dipukuli dua orang temannya. Mas Naya membawanya kerumah sakit.”
“Kamu mengenal mereka ?”
“Mengenal bu, kami sekampus, tapi dia memang kurangajar. Entah bagaimana tadi mereka bisa jatuh tersungkur, sementara mas Adit sudah tak berdaya.” kata Yayi.
“Seorang laki-laki tua lewat. Lalu memukul keduanya dengan tongkat penyangga tubuhnya. Laki-laki itu pincang.” Jawab Dayu.
“Mana dia, aku tak melihatnya tadi?” tanya Yayi.
“Dia aneh, setelah memukul keduanya kemudian berlalu tanpa mengucapkan apa-apa.”
“Ya ampun, anak-anak muda.. mengapa suka berantem sih?”
“Anjas itu memang berandalan. Ini saya bawa kebelakang ya bu? Tanya Yayi.
“Iya, bawalah kebelakang. Taruh saja dimeja. Biar nanti mbak Darmi mengaturnya.”
Setelah Dayu dan Yayi selesai membawa makanan kebelakang, keduanya segera berpamit untuk pergi kerumah sakit.
“Kamu membawa mobil bapak saja Yayi, bapak tidak akan pergi kemana mana. Nanti setelah selesai acara ibu dan bapak akan menyusul kesana.”
“Baiklah bu, biar motornya mas Adit saya masukkan ke garasi.
***
Dayu menangis tersedu sambil menubruk kakaknya yang terbaring dengan wajah lebam.
“Mas Adit... mengapa jadi begini ?” isaknya.
“Aku tidak apa-apa.. sudah jangan menangis, cengeng,” kata Adit sambil mengacak rambut adiknya. Kamu merepotkan banyak orang,” tegur Adit lemah karena kepalanya terasa pusing.
“Kami tidak repot mas, mas Adit tidak apa-apa?” tanya Yayi sambil menatap wajah tampan yang menjadi biru lebam.
“Yayi.. lama tidak bertemu,” sapanya ketika melihat wajah cantik bermata bintang itu. Dan tiba-tiba ada kerinduan yang menyeruak ketika kemudian bertemu.
“Mas Adit, aku baik-baik saja. Bagimana rasanya? Sakitkah ?” kata Yayi sambil menggenggam tangan Adit, yang terasa bergetar.
“Tidak, aku tidak apa-apa, aku ingin pulang.”
“Jangan bandel Adit, dokter meminta kamu agar dirawat beberapa hari disini,” kata Naya yang sejak tadi menunggui Adit.
“Tidak, aku tidak mau, aku tidak apa-apa..” ucapnya kesal.
“Mas Adit... “ panggilan lembut itu membuatnya menatap siapa yang mengucapkannya. Mata bening itu memandanginya tak berkedip, membuat Adit tak mampu berkata apa-apa.
“Menurut ya..?” kata Yayi lagi.
Mata bening itu tak hendak pergi dari hadapannya, membuatnya tak mampu berkutik kecuali mengangguk. Semuanya bernafas lega.
“Bagaimana bapak sama ibu? Pasti bingung,” keluhnya tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Yayi yang masih memegangi tangannya.
“Aku akan bilang bahwa mas Adit tak apa-apa,” kata Dayu.
“Jahanam itu, aku tak akan mema’afkannya.”
“Sudah Adit, kamu dari dulu suka sekali berantem,” kata Naya yang berteman sejak kecil.
“Dia itu kurangajar Naya. Satu lawan satu tidak berani, beraninya membawa teman dan mengecoh aku dengan cara licik,” kata Adit geram.
Yayi menepuk-nepuk tangan Adit dengan lembut.
“Redakan amarah kamu. Permusuhan hanya akan saling menyakiti,” katanya lembut.
Dan entah mengapa, setiap ucapan yang meluncur dari bibir nan apik itu selalu membuatnya tak mampu berkata apa-apa.
Entah kapan dimulainya, sesungguhnya ada sepasang hati yang saling bertaut, yang tak seorangpun mengetahuinya kecuali sang pemilik hati itu sendiri.
Indra dan Seruni datang ketika Adit sudah dipindahkan ke kamar rawat. Naya sudah mengurus semuanya atas perintah ayahnya.
“Adit, bagaimana keadaan kamu?” tanya Indra dan Seruni hampir bersamaan.
“Baik, sebenarnya saya tak ingin dirawat, saya tidak apa-apa,” kata Adit.
“Wajahmu lebam begitu, dan kamu mengatakan tidak apa-apa?” sela Seruni.
“Hanya sedikit pusing.”
“Tuh, kan.. tapi kalau memang kamu tidak apa-apa pasti besok sudah boleh pulang.”
“Naya sudah mengurus semuanya, dan sekarang aku mau menjemput bapak sama ibu kamu,” kata Indra kemudian.
“Terimakasih pak Indra,” kata Adit terharu.
“Anak-anak disini dulu menemani Adit ya, bapak mau mengambil mobil bapak yang tadi dibawa Yayi.”
“Bapak sama ibu tadi naik apa kesininya?’
“Naik taksi, tidak apa-apa, mana kuncinya.”
***
Surti terkejut ketika Seruni tiba-tiba datang bersama Indra.
“Lho, acaranya sudah selesai bu Indra ?” tanya Surti.
“Sudah, tadi hanya untuk arisan ibu-ibu dikampung. Kue-kue buatan kamu sangat enak, banyak yang suka, dan berjanji akan pesan apabila mereka memerlukan.”
“Terimakasih bu Indra, silahkan duduk, pak Indra.. bu Indra.”
Lalu Surti bergegas kebelakang untuk memanggil suaminya.
“Ada siapa? Anak-anak sudah pulang ?”
“Belum, pasti masih asyik main sama mas Naya dan Yayi. Lama mereka tidak ketemu.”
“Oh, siapa yang datang?”
“Pak Indra dan bu Indra.”
“Owh..” Tikno yang baru selesai mandi bergegas kedepan, menyalami kedua tamunya.
“Masih segar, baru mandi ya mas?” celetuk Indra.
“Iya pak Indra, wah.. tumben nih.. mau jalan-jalan ya?”
“Iya.. mau ngajak mas Tikno dan Surti ..”
“Kemana ?” tanya Surti yang sudah muncul dengan membawa nampan berisi cawan-cawan teh hangat.
“Silahkan diminum pak Indra, bu Indra..” kata Surti.
Indra dan Seruni meraih cawan-cawan itu dan meneguknya.
“Sebenarnya Adit ada dirumah sakit,” kata Indra sambil meletakkan cawannya.
Tikno dan Surti terkejut.
“Rumah sakit? Kecelakaan? Bagaimana ?” kata Surti panik.
“Tidak, berantem dengan temannya dijalan.”
“Aduuh, anak itu...”
“Masih juga suka berantem.”
“Tidak begitu, dia dikeroyok dua orang yang mencegatnya dijalan, tapi nanti ceritanya sambil jalan saja, ayo sekarang kita kerumah sakit.”
“Ttt..tapi.. bagaimana keadaannya?” tanya Surti masih merasa khawatir.
“Tidak apa-apa.. hanya saja dokter meminta agar Adit dirawat. Kalau tidak ada apa-apa pasti besok sudah boleh pulang,” kata Indra menenangkan
***
Ketika keluarga Indra dan keluarga Tikno datang, anak-anak masih ada disana. Surti langsung menubruk anaknya dan terisak disana.
“Adit.. kamu jangan suka berantem lagi dong nak. Lihat wajahmu.. “ isak Surti.
“Ibu jangan menangis, Adit tidak apa-apa. Kalau tidak dipaksa mas Naya aku juga tidak mau dirawat bu, aku merasa baik-baik saja.”
“Anak bandel, kamu kesakitan seperti itu masih bilang tidak apa-apa..” tegur Tikno sambil mengelus kepala anaknya.
“Lain kali jangan suka bertengkar dong Dit, “
“Bukan Adit yang memulainya bu, dia mengganggu Dayu, awal mulanya. Tadi dia membawa teman dan mengeroyok dengan curang,” bela Adit.
“Apapun, kalau ada perselisihan, lebih baik mengalah dan menghindari bentrokan .”
“Iya, bapak, Adit minta ma’af.”
Malam itu Tikno menunggui Adit dirumah sakit, ditemani Naya. Tikno sudah melarangnya, tapi Naya nekat. Mereka bersahabat sejak kecil dan sangat dekat, melebihi saudara kandung. Apalagi mereka seumuran.
Ketika Tikno ke ruang administrasi untuk menanyakan biayanya, dengan terkejut dia mendengar bahwa semuanya sudah ada yang bayar.
“Mas Naya, siapa yang membayar semuanya?”
“Oh, itu .. saya pak.. tapi bapak yang memberi, sudah, jangan difikirkan,” kata Naya.
“Saya jadi nggak enak, besok mau bicara sama pak Indra. Kok jadi merepotkan.”
“Pak Tikno, sudahlah, Adit itu kan sahabat dan saudara saya.. kalau dia sakit saya juga merasa sakit.”
Tikno memeluk Naya dengan terharu. Keluarga Indra sangat baik kepada keluarganya, seperti keluarga pak Prastowo yang juga begitu baik kepada mertuanya.
***
Pagi itu Naya pamit pulang untuk mandi, demikian juga Tikno. Tapi tanpa diduga Yayi datang membawa sekantong roti dan sebungkus bubur gudeg dengan telur pindang dan ayam.
“Yayi, kamu bangun jam berapa, masih pagi sudah sampai disini?”
“Aku selalu bangun pagi, tadi sambil jalan beli bubur untuk kamu. Dimakan ya.”
“Kamu kan tahu, mulutku susah untuk makan, bibirku sakit.”
“Pelan-pelan harus makan mas, aku suapin, dan sebungkus ini harus habis,” kata Yayi sambil membuka bungkusan yang diletakkannya diatas sebuah piring.
“Mulutku masih sakit.”
“Cobain deh, coba sedikit. Ini bubur, tidak terlalu membutuhkan mulut menganga lebar, pelan-pelan pasti bisa.”
“Maksa deh.”
Harus dipaksa supaya kamu segera kuwat dan diperbolehkan pulang.”
Tiba-tiba Yayi teringat sesuatu.
“Eh.. tunggu.. tunggu.. ada salep yang harus dioleskan ke sudut bibir kamu. Biar aku oleskan sebentar, nanti kalau lemes pasti enak dibuat makan.”
Yayi dengan telaten mengobati bibir Adit. Ada tangan gemetar ketika melakukannya, ada dada berdebar ketika merasakannya. Tak tahan Adit memegang tangan Yayi dan menciumnya lembut.
“Terimakasih, bidadari cantik..” bisiknya terharu.
Yayi tersipu, ada rasa tak terungkap, tapi yakinlah bahwa batin mereka sudah bicara. Dan perlahan sakitnya dibibir tak lagi terasa.
Yayi dengan telaten pula menyuapinya sedikit demi sedikit.
“Sudah.. “
“Kurang sedikit, dua suap lagi ya.. “ Yayi masih terus membujuk dan berhasil menyuapkannya sampai suapan terakhir.
“Waah, hebat mas Adit..”
“Terimakasih Yayi.”
“Apakah kamu masih merasakan sakit?”
“Pusingnya sudah agak berkurang, sungguh lebih baik aku pulang saja hari ini.”
“Jangan mas, tunggu dokternya. Orang sakit harus nurut..”
Dan kata-kata lembut Yayi meluluhkan hati Adit.
***
“Cantikku, mengapa semalam tak membalas WA aku?”
“Ma’af Liando, hampir semalaman aku dirumah sakit.”
“Kamu sakit?” ada emoticon sedih disertakan di pesan singkat itu.
“Bukan aku, tapi mas Adit.”
“Sakit apa dia?”
“Dikeroyok dua orang berandalan. Anjas dan temannya.”
“Aduh, sebaiknya jangan berurusan dengan dia lah.. panjang nanti jadinya.”
“Tadinya mas Adit hanya membela aku ketika dia mengganggu ketika aku pulang kuliah, tak tahunya kemarin dia mencegat dijalan bersama seorang temannya.”
“Adit harus hati-hati, dia itu berandal, tapi sesungguhnya pengecut.”
“Ya, aku tahu.”
“Parahkah lukanya ?”
“Wajah nya lebam, bibirnya luka. Ini aku mau kerumah sakit. Semoga hari ini boleh pulang, sejak kemarin sebenarnya dia enggan dirawat.”
“Sampaikan salam untuk mas Adit ya, semoga segera pulih.”
“Terimakasih.”
“Jangan lupa, aku titipkan cintaku dihatimu, jaga dia..”
“Baiklah.”
Lalu pesan singkat itu diakhiri dengan masing-masing mengirimkan emoticon ‘love’. Aduhai...
“Dayu, ayo kita berangkat,” teriak Surti karena Dayu tidak segera keluar dari kamar.
“Iya ibu, aku sudah selesai,” jawab Dayu sambil mendekati ibunya.
***
“Liando, bagaimana keadaan kamu?” itu suara ibunya ketika menelpon.
“Baik ma, mama sehat kan ?”
“Ya begini ini mama kamu, harus selalu berjalan dengan kursi roda. Rasanya tak ada obat yang bisa menyembuhkan kelumpuhan mama ini.”
“Mama harus sabar ya.”
“Mama sudah letih untuk bersabar. Rasanya mama tak ingin hidup lebih lama tanpa kamu. Mama batalkan saja keinginan mama untuk menyekolahkanmu diluar negeri.”
“Mama, mengapa mama berkata begitu? Bukankah mama menyuruh Liando belajar diluar negeri karena Liando harus bisa menggantikan papa mengendalikan perusahaan papa?”
“Tapi mama tak tahan dengan penyakit ini nak, mama hanya punya kamu, sebaiknya kamu pulang saja.”
“Mama, aku baru mulai.. “
“Apa kamu tega membiarkan mama sendiri mengurus perusahaan papa kamu? Ternyata mama tak bisa melakukannya sendiri.”
Aliando kebingungan. Belum genap satu semester dia menempuh pendidikan disana dan tiba-tiba mamanya menyuruhnya pulang.
“Apa kamu tahu? Mama dirawat dirumah sakit selama sebulan.”
“Mengapa mama baru mengatakannya sekarang.?
“Mama pikir tak akan lama, ternyata banyak penyakit menggerogoti tubuh mama. Gula darah tinggi, kolesterol dan juga tensi mama tak hendak turun. Penyumbatan pembuluh darah membuat mama lumpuh, dan tampaknya mama harus tetap berada dikursi roda entah sampai kapan.”
“Baiklah mama, Aliando akan pulang. Lebih baik menunggui mama daripada berjauhan dan mama terus terusan sakit dan kesepian.”
“Bagus nak, barangkali dengan adanya kamu disamping mama, umur mama akan bertambah panjang lagi. Apalagi kalau kamu menikah.”
“Aah, mama.. Liando belum memikirkan untuk menikah.”
“Tidak nak, mama sudah menyiapkan seorang calon isteri untuk kamu.”
“Apa?”
“Turutilah kata mama, agar mama bahagia diakhir hidup mama.”
***
Besok lagi ya.
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Purwani Utomo,
Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Jombang,
Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
Alhamdulillah Bagai Rembulan 02 sudah tayang.
DeleteMatur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia, sejahtera dan selalu dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
Salam sehat dan salam SEROJA dari Karang Tengah Tangerang.
Alhamdulillah....
DeleteYang ditunggu tunggu sudah hadir
Matur nuwun Ibu Tien,
Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Purwani Utomo,
Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Jombang,
Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
Alhamdulillah Dayu di hari minggu ttp hadir, laki2 tua yg pincang itu pasti Satirman ayah kandung adit.. Timakasih Bu Tien.. Salam sehat bahagia dr Madiun yg sllu setia hadir.
DeleteMakasih Bunda untuk episode 2, alhamdulillah bisa keluar masih sore bisa baca untuk pengantar tidur, doa kami Bunda selalu diberi kekuatan,kesehatan dan kebahagiaan oleh Allah SWT.
ReplyDeleteSukses terus Bunda
Matur Nuwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat dari Batang
Alhamdulillah Bagai Rembulan 02 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia, sejahtera dan selalu dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
Salam sehat dan salam SEROJA dari Karang Tengah Tangerang.
Alhamdulillah....
ReplyDelete.
.
Salam dari malang
Alhamdulillah BR 2 sdh tayang
ReplyDeleteSuwun mbak Tien 🙏
Salam sehat sll dr Bekasi katur mbak Tien sklg dan semua pembaca/penggemar
itu si kakek kayanya bapak kandung adit ya
ReplyDeleteSiapakah jodoh aliando....
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien BR 2 nya... salam sehat kami tunggu rpisode selanjutnya ...
ReplyDeleteWa... jangan2 sama anak si susi ha.. ha... ada critanya gak si susi itu bu tien?
ReplyDeleteLusi, maaf kliru.
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien, penasaran nih,apa yg akan terjadi di episode mendatang?salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah BR~02 sudah hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien Kumalasari, semoga panjenengan tetap sehat dan bahagia, serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin YRA..
Salam sehat dari Kartasura.
Alhamdulillah Bagai Rembulan sud
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien Cerbung nya
ReplyDeleteSalsm hangat dari Purworejo
Dijodohin lagi nih....Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Waduuuh...kasian Dayu...klo ditinggal Liando...
ReplyDeleteSugeng dalu mbak Tien..maturnuwun..salam sehat..🙏
Terima kasih sekali Mbak Tien.. ditunggu kelanjutannya ya. Salam seroja dari Semarang.
ReplyDeleteSelamat malam,,Terima kasih Bunda Tien,, semoga Bunda sehat selalu Aamiin 😍😍😍
ReplyDeleteBukan Adit yang memulainya bu, dia mengganggu Dayu, awal muanya. Tadi dia membawa teman dan mengeroyok dengan curang,” bela Adit.
ReplyDeleteawal muanya : awal mulanya
Eh.. tunggu.. tunggu.. ada selap yang harus dioleskan ke sudut bibir kamu. Biar aku oleskan sebentar, nanti kalau lemes pasti enak dibuat makan.”
ada selap : ada salep
Salam sehat buat semuanya
Aliando dijodohin kasihan dayu.sugeng enjing butien.sehat sll njih.penggemar setia hartiwi DS jkrt.
ReplyDeleteAlhamdulillah, Terima kasih, Bu Tien... Salam sehat dari Yogya. 😍
ReplyDeleteSlalu bikin penasaran niy cerbung b Tien... Salam sehat slalu ya bu, salam hormat dr Jkt
ReplyDeleteAliando plg kbr gembirakah utk Dayu atau malah sebaliknya? Mgkn kah Yayi yg akan dijodohkan mamanya Aliando? Ditunggu lanjutannya mb Tien...
ReplyDeleteAlhamndulillah..... Terimakasih mbak tien
ReplyDeleteMbak Tien sehat selalu Ya...
ReplyDeleteSalam..
Alhamdulillah episode 2 sudah hadir salam sehat dari Ambarawa untuk bu Tien
ReplyDeleteBagai rembulan nya mantap mbak Tien,generasi ke 2 dari kel Pak Indra dan Pak Tino yg sdh pd remaja,asyik banget dibaca nih jd pengin cepat2 nongol yg ke 3 he he he.
ReplyDeleteSalam Sehat2 selalu mbak Tien dr TEGAL.
Yang kutunggu setiap hari dah datang. Matur nuwun , mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat...bi Tien
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien...
ReplyDeleteSangat menghibur...
Salam sehat dan semangat dr Sragen
Temanggung hadir... Mks mbak Tien.. Tikno n Surti hidup bahagia..💪💪♥️👍
ReplyDeletePunten saya belum blm baca BR episode 1 adakah yg bisa share ke saya, tks.
ReplyDeleteSalam sehat
Salam kangen bunda Tien...."Aduhai".....baru sempat ngikuti cerbung bunda yang baru....
ReplyDelete