Tuesday, January 15, 2019

SEPENGGAL KISAH 131

SEPENGGAL KISAH  131

(Tien Kumalasari)

 

Bowo terkejut, demikian juga Asri.

"Apa dia pernah datang ketempatmu?" tanya Mimi

"Ya, hanya sebentar.. kemudian kami tidak tau lagi beritanya." jawab Bowo.

"Dia datang kemari ketika lari dari rumah akit jiwa. Kasihan, dia merasa dibuang.." kata bu Surya sendu.

"Oh, temannya mencari carinya. Saya tidak tau dia ada dimana."

"Dia nggak mau ketemu temannya itu. Yang memasukkannya ke rumah sakit jiwa?"

"Dia melakukannya untuk kebaikan. Tapi sudahlah, Sekarang dia sakit apa? " tanya Bowo.

"Mungkin capek.. capek lahir batin lah, dan sekarang perlu istirahat disini> Dia mau pulang, tapi ibu tidak mengijinkannya. Kalau dirumahnya sendiri, siapa yang akan merawatnya?"

"Apa dia masih perlu dirawat?"

"Ada obat2 yang harus rutin diminumnya, trus dia juga nggak boleh kecapean. Kalau dirumahnya nanti, dia pasti tidak bisa memikirkan dirinya sendiri. Makan juga harus dijaga, obat harus terus. Ibu khawatir dia tidak tertib menjalankan nasehat dokter."

"Rupanya ibu amat menyayanginya."

"Dia itu sebatang kara, ayah ibunya sudah tidak ada, dan ibu  menganggapnya seperti anak sendiri, sejak dia berusia 10 tahun dan ditinggalkan kedua orang tuanya. Saya amat menyayangi dia. Dirumah ini, dia pasti merasa punya keluarga karena semua orang memperhatikannya dan menyayanginya."

Bowo mengangguk angguk sementara Asri hanya menunduk. Ada rasa sedih yang merayapi hatinya mendengar Damar sakit. Tapi ia tak berani mengungkapkannya dihadapan suaminya. 

"Apa saya boleh bertemu dia bu?"

"Kalau dia tidak tidur, silahkan, tapi kalau tidur jangan diganggu."

Bu Surya berdiri, dan masuk kedalam diikuti Bowo.Ketika Bowo mengajak Asri mask, Asri menggelengkan kepalanya. 

"Mimi, sungguh aku berterimakasih karena kamu menemukan Pandu dan merawatnya dengan baik. Aku menyesal kamu pernah dihajar orang karena mertuaku meneriaki kamu sebagai penculik." kata Asri untuk menghilangkkan suasana kaku diantara mereka.

"Oh, iya.. tadinya aku marah pada mertuamu itu, enak saja ngatain aku penculik, tapi aku kemudian maklum, pasti dia sangat panik karena kehilangan cucunya."

"Terimakasih Mimi."

"Aku juga minta ma'af Asri, dulu sikapku sunggu buruk terhadapmu. Aku menyadari, bahwa tak bisa mengejar cinta seseorang. Tak bisa memaksa perasaan orang. Sekarang aku pasrah, hidup sendirian bersama mama dan Nancy anakku. Kami bahagia. "

"Syukurlah Mimi."

"Senang melihatmu juga bahagia, punya anak yang cakap, pintar dan lucu seperti Pandu. Sekarang aku mengerti mengapa Nancy sangat menyayanginya."

"Ia kadang juga nakal lho."

"Biasa lah, anak kecil nakal."

Namun dikamar itu Damar menerima Bowo dengan dingin. Ia bahkan mengusir Bowo walau secara halus. Barangkali kalau kekuatan itu masih ada, ada keinginannya untuk menampar wajah laki2 yang berdiri didepannya dan menunjukkan rasa prihatin. Tapi Damar merasa lemas dan enggan melakukan apapun.

"Ma'af Bowo, aku tidak bisa bicara banyak, kepalaku pusing."

"Baiklah, istirahat saja. Nanti aku akan bilang sama Ongky bahwa kamu ada disini."

"Terserah kamu saja."

Dan Bowo meninggalkan kamar itu dengan perasaan lega. Setidaknya dia telah menunjukkan bahwa tak ada permusuhan dihatinya, walau Damar pernah ingin merebut isterinya, walau Bowo juga tau bahwa Damar masih kelihtan tak suka padanya.

Tapi ketika Bowo dan anak isterinya pulang, Damar menegur Nancy.

"Nancy, mengapa kamu biarkan dia masuk kemari?"

"Maksud papa, pak Bowo? Memangnya kenapa, grandma yang mengajaknya masuk dan itu juga karena permintaan dia."

"Aku benci laki2 itu Nancy."

"Papa, mengapa ?"

"Aku bilang benci, ya benci, kamu tidak perlu tanya mengapa karena itu perasaan aku, ya itulah yang aku rasakan!" sahut Damar sedikit keras.

Nancy terkejut. Damar tidak boleh sedih dan apalagi marah. Ia harus menjaga itu. :" Papa jangan marah ya.. baiklah kalau papa tidak suka, kami tidak akan mempertemukan dia dengan papa lagi."

"Dan jangan lagi boleh datang kemari."

"Tentu papa, akan Nancy ingatkan grandma dan mama untuk menolak dia setiap kali datang kemarin."

Nancy merasa bahwa dia sedang meladeni anak kecil yang sedang marah. Ditepuknya tangan Damar dengan penuh sayang.

"Papa mau makan sekarang ? Kan ada obat yang harus diminum sebelum makan?"

"Terserah kamu saja. .."

"Baiklah, makan untuk papa akan Nancy bawa kesini ya, supaya papa bisa tetap makan sambil berbaring."

"Nggak, aku mau makan dimeja makan. Masa aku harus disuapin terus."

"Okey papaku yang ganteng.." Nancy bercanda untuk memancing senyum Damar, tapi senyuman itu ternyata tenggelam didalam dasar hatinya. Mesti demikian Damar merasa bahwa dirumah ini ia banyak mendapatkan kasih sayang.

"Damar masih sangat membenci Bowo, tadi ia marah pada Nancy karena membiarkan Bowo masuk kekamarnya." kata bu Surya pada Mimi.

"Ternyata cinta Damar pada Asri masih dibawa sampai sekarang. Tidak luntur sedikitpun. Sampai2 hal itu membawanya masuk kerumah sakit jiwa."

"Kamu benar. Sekarang kita harus berhati hati, jangan sampai ia ingat lagi pada Asri dan Bowo.

"Ya mama, sekarang yang ada malah rasa kasihan sama Damar. asibnya begitu buruk, dan celakanya papa telah andil dalam kesengsaraan Damar ini."

"Mimi, nggak baik mengolok olok orang yang sudah meninggal. Sekarang kita harus memohonkan ampun pada Tuhan atas semua kesalahannya. Kemudian kita bersikap baik pada Damar untuk menebus semua kesalahan papa kamu.'

"Mimi mengangguk.

Pagi itu Bowo mengantar sendiri anaknya, nanti tinggal pak Marsam yang menjemputnya. Ketika Bowo pergi itu Asri duduk termenung memikirkan Damar. Asri tau ini bukan rasa cinta karena cintanya sudah tercurah semua untuk Bowo. Tapi bahwa ada ikatan yang dia sendiri tak tau apa artinya, yang membuatnya selalu merasa trenyuh setiap kali mengingat nasib buruknya. Apalagi mengetahui bahwa Damar sedang sakit,.

"Asri, apa kamu tidak ingin belanja hari ini? Ada beberapa persediaanmu yang sudah kamu catat harus dibeli, tapi kemarin kamu lupa membawanya." kata pak Marsam.

"Oh iya pak, ini Asri mau kepasar, tolong catatannya dibawa kemari ya pak, supaya Asri nggak lupa lagi."

Namun tiba2 terbersit keinginan Asri untuk menengok Damar sebelum belanja nanti.

#adalanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...