Saturday, January 12, 2019

SEPENGGAL KISAH 128

SEPENGGAL KISAH  128

(Tien Kumalasari)

 

Damar sedang menduga duga, siapa gerangan wanita itu, ketika tiba2 perawat menegurnya.

"Lho, pak Damar kok sudah bangun dan keluar, belum boleh lho. Nanti dimarahi dokter."

Damar langsung masuk kembali kekamar, dan merebahkan tubuhnya ditempat tidur. Ia memang masih merasa lemas dan pusing. Perawat telah melepas selang infusnya. Mungkin besok pagi dia sudah boleh pulang. Tapi hari itu tiba2 Damar masih merasa belum sehat.

Perawat yang melihat segera memeriksa tekanan darah Damar, dan melihat suhu tubuhnya.

"Pak Damar masih harus diawasi. Mungkin infus akan dilepas seterusnya kalau kondisi bapak sudah stabil. Tapi tampaknya  tidak. Suhu tubuh bapak juga belum normal.Mungkin bapak belum boleh pulang besok pagi. "

"Belum boleh?" tanya Damar

"Saya akan melaporkan kondisi bapak, nanti dokter yang akan menentukan. Saya heran, tadi pagi bapak sudah kelihatan sehat. Itu sebabnya infus dilepas dan kemungkinan bapak sudah boleh pulang, tinggal menunggu acc dokter. "

Perawat itu meninggalkan Damar, mungkin akan menelpon dokternya. Damar juga heran, mengapa tubuhnya terasa lemas setelah dia memaksa turun dan berjalan keluar.

Tiba2 seseorang memasuki ruangan itu, Damar terkejut, itu wanita yang tadi mendorong kursi roda.

"Ternyata nama bapak Damar?" tanya wanita itu.

"Anda siapa ya? Apa saya pernah mengenal anda?"

"Mengenal sih tidak. Tapi pernah melihat bapak."

Damar mengira wanita ini hanya meng ada2, untuk apa kalau hanya pernah melihat saja lalu dia menyapanya? 

"Kepala saya sedang pusing, ma'af .." Damar menutup matanya.

"Saya hanya mau minta ma'af."

Perawat yang datang menghentikan percakapan itu.

"Bu, mohon ma'af, ini bukan jam bezoek, sebaiknya nanti saja bezoeknya ya."

"Tapi saya hanya sebentar."

"Ma'af bu... nanti sore saja ya. Lagi pula sebentar lagi dokter akan datang untuk memeriksa kondisi pak Damar, jadi ma'af ya bu."

Wanita itu terpaksa keluar, dan Damar belum tau juga siapa dia dan apa maksudnya meminta ma'af.

"Pak, dokter akan segera memeriksa bapak." kata perawat itu.

 

Bu Surya dan Nancy baru saja kembali dari rumah sakit. Mereka senang karena katanya Damar boleh pulang besok. Tapi kemudian Damar menelpon bahwa dokter tiak memperbolehkan pulang. Badannya panas lagi, dan dokter menyuruhnya cek darah lagi hari ini juga.

"Papa Damar kenapa ya grandma? Kemarn sudah baik kan? Tadi pagi ketika kita mau pulang infusnya sudah dilepas."

"Entahlah Nancy, nanti grandma mau kesana dan ketemu dokternya langsung."

 

Tapi dirumah sakit itu bu Surya belum mendapatkan keterangan apapun, karena hasil pemeriksaan laboratorium baru akan selesai besok pagi. Bu Surya sangat khawatir melihat keadaan Damar. Tampaknya tadi baik2 saja, mengapa tiba2 wajahnya pucat seperti tak bertenaga?

"Apa yang kamu rasakan Damar?"

"Lemas, mual.. entahlah tante..kata perawat itu, air seni ku seperti air teh, kecoklatan."

Bu Surya sangat khawatir. Apa gerangan penyakit yang disandang oleh anak angkatnya ini. Dipegangnya kening Damar, panas. Damar menggigil. Bu Surya menarik selimut Damar untuk menutupinya dari kaki sampai kelehernya. Nancy memijit mijit kaki Damar.. 

Bu Surya mendekati perawat jaga, menanyakan tentang sakit Damar, tapi perawat itu belum bisa memberikan keterangan. Semuanya menunggu hasil lab dan keterangan dari dokter.

"Ibu tenang ya, dokter sudah memberinya suntikan melalui cairan infus itu, sebentar lagi panasnya akan menurun dan ia bisa tertidur. "

Bu Surya masuk kembali ke kamar lalu terduduk lemas dikursi tunggu didekat tempat tidur Damar.

"Grandma, teman Nancy ada yang dulu juga menderita seperti papa Damar, kencingnya keruh kecoklatan, ternyata dia sakit lever."

Bu Surya terkejut, ia menggaenggam tangan Nancy yang duduk disebelahnya erat2. Nancy tau neneknya sedang merasa khawatir.

"Tapi grandma jangan takut ya, semoga papa Damar baik2 saja."

Bu Surya mengangguk.  Ia kembali melihat keadaan Damar. Mata Damar tertutup, bu Surya memegang keningnya lagi.

"Panasnya agak menurun, biarkan dia tertidur,"

Keduanya duduk di sofa yang ada diruangan itu, dengan perasaan khawatir.

Siang hari itu Asri berbelanja diantar suaminya. Pandu ikut serta. Tapi seperti basaa, mereka terpisah karena Pandu selalu menarik narik tangannya untuk menuju ketempat mainan. 

"Ibu, Pandu sama bapak boleh kesana kan?"

"Iya. boleh, jangan lama2 dan jangan beli mainan lagi yang macam2. Digudang sudah banyak mainan kamu yang tidak terpakai."

"Baik ibu, ayo bapak.. kita kesana saja.. " dan Pandu menarik narik tangan bapaknya yang tentu saja kemudian diturutinya.

Asri asyik berbelanja.. dan tanpa sadar sepasang mata sedang mengawasinya.

Keranjang belanjaan itu sudah penuh, Asri mencari cari anak dan suaminya. Mereka asyik memilih milih, Asri menunggu sambil melihat lihat lagi barang yang dijual disekitar tempat itu.

Tiba2 seseorang menepuk punggunya. Asri menoleh, dan mencoba mengingat ingat, siapa perempuan yang sekarang ada dihadapannya. Ia seperti mengenalinya, tapi siapa ya?

"Asri, aku tidak heran kalau kamu tidak lagi mengenali aku. Aku Dewi."

Asri mundur selangkah, nama itu sangat membuatnya takut dan khawatir. Tapi ia masih belum percaya, benarkah wanita itu Dewi?

#adalanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment