Friday, January 11, 2019

SEPENGGAL KISAH 127

SEPENGGAL KISAH  127

(Tien Kumalasari)

 

Bu Surya, Nancy dan Mimi bergegas menghampiri tubuh lemas itu, dan dengan susah payah mengangkatnya ke sofa terdekat.

"Hadeww.. ada apa Damar, dari mana kamu? Cepat ambilkan obat gosok.."

Nancy berlari mengambil obat gook dan Mimi mengambilkan segelas teh hangat.

Bu Surya sibuk merawat dan memijit mijit tubuh Damar.. menciumkan minyak ke  hidung Damar...sementara Mimi memijit mijit kakinya. Tak lama mata Damar terbuka, memandangi orang2 disekitarnya.

"Damar, kamu kenapa? Mimi, minumkan teh nya.. pelan2 pakai sendok..oh.. ambil sedotan saja biar dia minum sambil rebahan dulu."

Damar berusaha bangkit namun bu Surya mencegahnya.Nancy membawakan sedotan, dan Damar meminumnya perlahan. 

"Kenapa kamu Damar?"

Damar memegangi kepalanya.

"Pusing ya?" Bu Surya memijit mijit kepala Damar. 

Damar tampak terharu menyaksikan perhatian keluarga ini. Tadi ia merasa tak ada orang memperhatikannya, sekarang ia melihat tangan2 perempuan merawatnya dengan baik. Damar bangun dan bersandar pada sandaran sofa.

"Ma'af..." hanya itu yang dikatakannya kemudian Damar memejamkan matanya. Kepalanya seperti berputar.

"Grandma, kayaknya kita harus membawanya kerumah sakit."

"Kamu benar Nancy.. ayo kita siap2."

Tapi Damar menggelengkan kepalanya. 

"Tidak tante...Damar tidak apa2.

"Mama, Damar belum makan sejak siang kan?"

"Oh benar, tolong ambilkan, pakai kuah ya, biar mama suapin dia."

Sore hari itu semua sibuk melayani Damar. Sampai wajah pucat itu sedikit kemerahan, tapi Damar masih menyandarkan kepalanya.Rasa pusing dikepalanya belum hilang.

"Papa Damar masih pusing? Ada obat pusing kok, biar Nancy ambilkan." Nancy pun berlari mengambilkan obatnya yang segera diminum oleh Damar. 

"Kayaknya memang kita harus membawanya kerumah sakit. Badannya panas sekali." kata bu Surya.

"Jangan.. " keluh Damar.

"Tidak Damar, kamu jangan bandel. Ini tante yang juga ibu kamu, jadi kamu harus menurut."

"Tapi aku tidak gila..." 

"Bukan ke rumah sakit jiwa.. ke rumah sakit umum.. aduh Damar.. tante juga nggak akan sampai hati membawamu kesana."

Sore itu juga mereka membawa Damar kerumah sakit.

"Bapak.. bapak... Pandu mau cerita nih.." kata Pandu sambil mendekati ayahnya yang sedang duduk sendirian diteras depaan.

"Oh ya? Anak bapak punya cerita apa nih?" sahut Bowo sambil tersenyum.

"Tadi siang itu pak, ada bapak2 datang kemari.. eh bukan kemari.. cuma dipintu depan sana itu lho pak. Kasihan deh ngelihatnya."

Bowo mulai berfikir, jawaban apa yang akan dikatakan nanti kalau si kecil cerewet ini bertanya ini dan itu, so'alnya Bowo sudah tau siapa yang dimaksud anaknya.

"Kenapa nak?"

"Bapak2 itu sampai menangis, kata kakek, dia haaus dan lapar.."

"Wah, kasihan ya..?"

"Tapi kakek nggak mau membuka pintu, dan juga nggak mau kasih dia makan an minum. Bukankah kita harus menyayangi sesama?"

"Ya, Pandu benar."

"Bapak2 itu..oh ya.. Pandu ingat.. bapak2 itu yang dulu menonjok bapak dirumah makan ketika kita membeli es krim."

"Oh ya?"

"Mungkin dia datang kemari mau meminta ma'af sama bapak."

"Hm... benar.. mungkin juga.."

"Kenapa kakek nggak mau bukan pintu ya pak?"

"Begini, orang itu kan harus ber hati2 dalam segala hal. Mungkin kakek khawatir jangan2 dia itu orang jahat. Itu sebabnya kakek tidak berani bukain pintunya."

"Kayaknya kakek kenal sama bapak2 itu. Siapa namanya.. Pandu lupa."

"Masa ?"

"Iya... kenapa kakek jahat ya pak?"

"O.. bukan nak, kakek bukannya jahat, kakek harus berhati hati."

"Kan sudah kenal?"

Aduuh, Bowo mulai kehabisan kata2 untuk menjawab pertanyaan anaknya. 

"Bapak..apa bapak benci sama dia? Kan dia sudah memukul bapak dulu itu."

"Bapak sudah mema'afkannya, bapak tidak benci. Tadi dia sudah kesini kok."

"Masuk kesini ?"

"Iya, waktu itu Pandu masih tidur."

"Kok bapak nggak bilang dari tadi. Pasti dia minta ma'af sama bapak, ya kan?"

"Ya.. ya, kamu benar.. sekarang sa'atnya belajar bukan?"

Pandu berlari kebelakang, tampaknya puas mendengar jawaban ayahnya.

 

Dirumah sakit itu dokter memutuskan bahwa Damar harus opname. Apa boleh buat, bu Surya membujuk Damar supaya menurut apa kata dokter.

"Damar, ini rumah sakit biasa, bukan rumah sakit jiwa, jadi kamu nggak usah khawatir. Dokter akan mengobati kamu sampai sembuh, lalu kita pulang. Ya nak?"

Damar  mengangguk.Berdekatan dengan bu Surya selalu membuatnya nyaman. Setelah lari dari rumah sakit jiwa, hanya bertemu bu Surya tujuannya. Ia tak mungkin pulang kerumah karena pihak rumah sakit pasti akan menemukannya. Ongky juga pasti akan mencarinya kesana.

Tapi kali ini badannya sangat panas, ia membiarkan jarum infus menusuk kulitnya, dan tak lama kemudian dia memejamkan matanya, membiarkan perawat membawanya ke zal, ruang terbaik yang dipilihkan bu Surya.

"Kamu istirahatlah disini, jangan membantah apa kata dokter dan perawat yang merawat kamu, supaya kamu bisa segera sembuh."

Damar kembali mengangguk.

"Papa Damar, apa papa memerlukan sesuatu?" tanya Nancy.

"Tidak, terimakasih." jawab Damar lemah.

"Ya sudah, papa Damar istirahat ya, Nancy sama mama sama grandma akan menunggu disini."

Kejiwaan Damar mungkin sudah lebih tenang, mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari keluarga Surya memang tak pernah dibayangkannya, tapi kenyataannya mereka sangat perduli dan memperhatikannya. . dan itu membuatnya lebih nyaman. Hanya kadang2 bayangan Asri melintas, namun ia selalu berusaha mengibaskannya... walau sakit masih terasa.

Pagi itu Damar sudah bisa bangun, ia bosan tiduran dikamar saja, Ia melangkah keluar, tapi tak menemukan bu Surya dan Nancy apalagi Mimi. Tiba2 dilihatnya seorang wanita tua, didorong dengan kursi roda. Yang mendorong seorang perempuan, dengan dandanan sederhana. Dan tiba2 saja wanita itu menuding kearahnya, 

"Kamu...?

Damar kebingungan karena belum pernah melihat wanita itu. Ia ingin masuk kembali kekamarnya, tapi wanita itu mencegahnya. 

"Tunggu..!! Dan Damarpun berhenti melangkah.

#adalanjutannya lho#

 

 


No comments:

Post a Comment