Thursday, January 10, 2019

SEPENGGAL KISAH 126

SEPENGGAL KISAH  126

(Tien Kumalasari)

 

Pak Marsam langsung membawa Pandu kekamar, dan memintanya segera tidur. Tapi Pandu masih menanyakan tentang laki2 yang bernama Damar dan tadi haus dan lapar kata kakeknya.

"Kakek, apakah sekarang dia sudah membeli minuman?"

"Siapa le?"

"Tadi itu, bapak2 yang kata kakek haus dan lapar?"

"Ya pasti sudah lah .. diluar kan banyak orang jualan makan dan minum."

"Bagaimana kalau dia nggak punya uang?"

"Ah, punya lah.. masa nggak punya.."

"Mengapa tadi dia menangis?"

"Ya entahlah le, sudah.. Pandu jangan ngomong terus, nanti kapan tidurnya kalau ngomong terus begitu?"

"Kasihan sama bapak2 itu.."

"Mudah2an ada orang lain yang menolongnya."

"Mengapa bukan kakek saja yang menolongnya?"

Pak Marsam kebingungan menjawab pertanyaan2 Pandu. Sejujurnya, ia memang ingin menerima Damar masuk kerumah, tapi kalau nanti terjadi apa2 seperti yang diceriterakan Asri .. bagaimana? 

"Kakek..."

"Ayolah tidur dulu Pandu, nanti sebentar lagi bapak pulang, kalau Pandu belum tidur juga dimarahi lho.."

Pandu memejamkan matanya, tapi ia merasa tidak puas karena kakeknya tidak menjawab pertanyaannya.

 

Pak Marsam kedapur setelah Pandu tertidur. Dilihatnya Asri sudah selesai memasak dan siap menatanya dimeja.

"Bapak tadi seperti mau ngomong apa.. gitu sama Asri." tanya Asri.

"Tadi ada Pandu, bapak nggak berani ngomong."

"Memangnya ada apa?"

"Tadi Damar kemari."

"Apa?" wajah Asri mendadak pucat. 

"Ia hampir bisa membuka pintu gerbang, lalu bapak lari menghampiri."

"Ya ampuun... kalau nggak ada bapak Asri pasti ketakutan."

"Bapak kasihan melihatnya, tadi dia menangis.. tampak sedih dan wajahnya pucat."

"Mengapa dia menangis pak?"

"Dia merasa dibenci semua orang,  Dimasukkan kerumah sakit jiwa, dan mau masuk kesini bapak nggak berani membukakan pintunya. Bapak ngomongnya, bapak jadi sedih. Pengin menyuruhnya masuk, tapi takut kalau dia mengapa ngapain kamu nduk."

"Iya pak, aduh.. jangan sampai terjadi lagi.. tapi Asri sebenarnya kasihan sama dia.. "

"Ya, bapak juga merasa kasihan."

"Itu mas Bowo sudah datang." kata Asri ketika mendengar mobil berhenti dihalaman. Asri menyongsong kedepan, dan pak Marsam membantu menata makanan dimeja makan.

"Kok sendiri mas? Mana mas Ongky?"

"Dia kan bawa mobil sendiri, ada dibelakang, tapi kok lama ya.. tadi dibelakangku persis. Nggak tau mampir kemana dia."

"Ya sudah, mas ganti pakaian dulu sambil menunggu mas Ongky datang."

"Pandu bobuk ya?"

"Iya, kan memang waktunya dia tidur siang?"

Sambil melayani suaminya berganti pakaian, Asri berceritera kalau tadi Damar kerumah. 

"Untung ada bapak didepan, kalau nggak, pasti Pandu akan membukakan pintunya."

"Bapak merasa kasihan melihat dia. Kata bapak tadi dia menangis karena tidak dibukakan pintunya, habis bapak takut kalau dia berbuat nekat lagi."

"Iya benar, seharusnua kita mengunci pintu itu pakai gembok, kalau ada tamu kan bisa memencet bel yang didepan gerbang itu. Tapi kasihan ya, sampai dia menangis begitu."

 "Iya mas... bapak sebetulnya juga merasa kasihan.."

Asri menarik tangan suaminya kemeja makan.

"Ayo kita tunggu mas Ongky dimeja makan, kita bisa omong2 disana."

"Mana bapak, ajak makan sekaliyan dong."

"Bapaaak, sini pak.. makan sekalian."

"Katanya nunggu nak Ongky." sahut pak Marsam sambil duduk didepan anaknya.

"Iya, sambil nunggu mas Ongky kan kita bisa omong2 dulu .. tadi Asri buat selat buah lho.."

"Itu kayaknya Ongky datang." 

Bowo berjalan untuk menyongsong sahabatnya, Asri mengikuti dari belakang.

"Kok lama banget jaraknya, mampir kemana kamu?" tanya Bowo

Tiba2 seorang lagi turun dari mobil. Dia Damar, dan Asri mundur selangkah, berdiri dibelakang suaminya.

"Ongky ?"

"Aku ketemu Damar dijalan, aku ajak dia kemari."

Bowo menenangkan hatinya, lalu mengajak Damar bersalaman. Mata laki2 itu sembab, ada kesedihan memenuhi raut wajahnya.

"Itu Asri, katanya kamu mau ketemu Asri." tiba2 Ongky berkata.

Asri mencengkeram lengan suaminya. Ia heran mengapa Ongky membawanya kerumah.

Damar memandangi Asri, tapi pandangan itu sesungguhnya tidak menakutkan. Dibalik mata sembab itu mengalir rasa cinta, itu benar, dan Asri merasakannya. Tapi ia tak berani mendekatinya.

"Asri, tolong beri salam Damar, dia tidak apa2, dia hanya ingin ketemu kamu."

Bowo menarik isterinya dan mendorong kedepan.

"Beri dia salam, " bisik Bowo.

Asri maju selangkah. Tak ada reaksi Damar untuk menyerang  dirinya. Asri menghela nafas dan mengulurkan tangannya. Agak gemetar sih..

"Apa kabar Damar," lirih Asri mengatakannya.

"Ya seperti ini aku, terimakasih Asri.." Damar menyambut tangan Asri dan menggenggamnya erat, Asri sudah ketakutan, tapi kemudian tangan itu dilepaskannya.

"Sekarang aku mau pulang," Damar membalikkan tubuhnya, tapi Ongky menahannya.

"Apa maksudmu? Ingin memaksa aku ? " Damar menegur Ongky.

"Bukan Damar, dengar, siang ini Bowo mengundang aku makan siang, bukan begitu Bowo?"

"Ya, benar, kalau mau biar Damar ikut makan bersama kami."

"Tuh, Damar.."

Damar menoleh kearah Bowo, mengangguk pelan tapi kemudian menggelengkan kepalanya. 

"Aku mau pulang."

 "Kalau begitu biar aku mengantarmu Damar, tunggu sebentar." Ujar Ongky. 

"Jangan, aku mau pulang sendiri saja."

Damar terus melangkah pergi. Langkahnya gontai, seperti tak bertenaga. Tapi siapa yang bisa memaksanya?"

Ongky menghela nafas panjang. " Tapi dia sudah lebih baik, artinya tidak garang dan menakutkan. Dia hanya mengeluh, merasa disingkirkan ketika aku membawanya kerumah sakit."

"Tinggal dimana dia sekarang, bukankah dia punya rumah disini?"

"Punya, warisan orang tuanya, tapi dia tidak pulang kesana. Aku kemarin sudah mencarinya kesana tapi tak ada tanda2 dia pulang. Entah dimana, dia tak mau memberi tau."

"Ya sudah, mudah2an dia semakin baik." ujar Bowo.

"Ayo kita makan, Asri sudah menyiapkan semuanya." lanjut Bowo.

Bu Surya kebingungan karena tidak menemukan Damar dikamarnya. Nancy dan Mimi juga tidak melihatnya keluar dari sana.

"Padahal dia belum makan siang ini, apa tidak kelaparan dijalan?"

"Apa Nancy perlu mencarinya grandma?"

"Mencari kemana Nancy, kita kan tidak tau dia pergi kemana."

"Asal saja, siapa tau Nancy bisa bertemu dijalan."

Tapi pembicaraan itu terhenti ketika terdengar suara langkah kaki. Damar datang dengan langkah lunglai, kemudian terjatuh didepan pintu.

"Damaaar !!" Bu Surya berteriak khawatir.

@adalanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment