SEPENGGAL KISAH 125
SEPENGGAL KISAH 125
(Tien Kumalasari)
Pak Marsam berlari kepintu, mendahului Damar yang berusaha membuka pintu pagar.
"Nak, tolong nak, kamu mau apa?"
"Bapak.. apakah bapak juga membenci saya? Dulu saya sangat menghormati bapak, sangat menyayangi bapak.. tapi nasib saya yang tidak baik pak, saya sangat menderita, dan sekarang apakah semua orang menjauhi saya? Membenci saya seperti melihat benda yang menjijikkan?" kata Damar sambil matanya ber kaca2."
Sejenak pak Marsam terdiam, ia melihat sorot mata yang kuyu, seperti tanpa sinar, dan tampak menderita. Hatinya luluh seketika. Memang dulu Damar sering pergi kerumah, sangat baik kepadanya, dan.. memang ketika itu dia adalah anak yang baik. Tapi mendengar berita2 tentang kelakuan Damar, pak Marsam jadi giris. Benarkah ia telah berubah?"
"Apakah bapak juga membenci saya?"
"Tidak nak, bapak tidak membenci kamu... tapi ma'af ya, bapak tidak berani membuka pintunya, Asri melarangnya nak.."
"Semua orang membenci saya.." Damar mengusap air matanya yang mengalir turun.
Pak Marsam sungguh merasa iba. Dilihatnya Damar melangkah pergi.
"Nak, kalau mau, saya akan mengambilkan minum untuk kamu, tunggu sebentar nak, teriak pak Marsam ketika melihat Damar semakin jauh. Tapi Damar terus melangkah pergi, dengan sebentar sebentar mengusap air matanya.
Berlinang juga air mata pak Marsam menyaksikan kesedihan Damar yang tersirat dimukanya.
"Kakek, mengapa dia menangis?" tanya Pandu yang sejak tadi diam saja.
"Tidak apa2 nak, mungkin dia sedih, karena haus atau lapar."
"Mengapa kakek melarangnya masuk? Dia kenal sama kakek kan? Harusnya kakek memberinya makan dan minum."
"Kakek sudah menawarkannya, tapi dia langsung pergi, kakek berteriak memanggilnya tapi dia nggak mau berhenti."
"Itu karena kakek jahat sama dia."
Pak Marsam tertegun. Anak kecil ini menganggapnya jahat. Dia tidak tau apa yang sebenaarnya terjadi.
"Bukankah kalau ada orang haus atau lapar kita wajib memberi makan dan minum?"
Ini namanya senjata makan tuan. Dia yang mengajarinya , tapi kata2 itu berbalik untuk memukulnya. Pak Marsam sedih, tapi ia tak sampai hati mengatakan yang sebenarnya.
"Tapi kakek, kayaknya Pandu penah melihat dia."
"Oh ya, dimana?"
"Dirumah makan, ooh.. dia yang memukul bapak? Tapi kenapa dia menangis? Mungkin dia mau ketemu bapak dan meminta ma'af."
Anak kecil ini mempunyai pemikiran yang luar biasa. Dia berfikir bahwa orang yang telah memukul bapaknya, lalu datang kemari, mungkin untuk meminta ma'af. Pak Marsam menggeleng gelengkan kepalanya.
"Ayo kita masuk, cuci kakimu dan tidur.
Pandu mengikuti kakeknya, setelah kembali menengok kejalan, dan dilihatnya laki2 tadi sudah lenyap ditikungan.
Damar berjalan mengikuti kemana kakinya melangkah. Air matanya terus bercucuran yang kemudian dibiarkannya meleleh disepanjang pipinya. Hari ini dia merasa lain. Tadi dikamar Nancy ia melihat foto Asri dan anaknya, juga Nancy, dan itu membuat ia teringat kembali pada Asri. Ada harapan, tapi yang tidak disertai nafsu yang berkobar kobar. Ingatan itu memenuhi rongga hatinya dengan sangat lembut. Ia kemudian menyadari betapa malang nasibnya, terombang ambing dalam kehidupan yang menyengsarakan jiwanya. Alangkah sedih ... Lalu ia merasa tak ada orang yang menyayanginya. Ongky yang telah menjadi sahabatnya membuangnya ke rumah sakit jiwa, pak Marsam yang dulu sangat baik tadi telah menutup pintu hatinya, dan menutup gerbang yang akan dimasukinya. Asri yang melarangnya, kata pak Marsam tadi, dan itu membuatnya bertambah sakit. Sesungguhnya ia hanya ingin bertemu Asri dan memandangi wajahnya. Sekejap juga boleh.
"Ya Tuhan, aku hanyalah sampah, yang tak seorangpun sudi memungutku, menyapaku.. apalagi menyayangiku.." bisiknya diantara langkahnya yang gontai."
Tiba2 sebuah mobil berhenti disampingnya. Damar melangkah minggir dan seorang laki2 melompat dari mobil itu.
"Damar.." Orang itu adalah Ongky yang pergi bersama Bowo untuk memenuhi undangan makan siangnya. Mobil Bowo sudah didepan, sehingga Bowo tak tau kalau Ongky berhenti menghadang Damar.
Damar terkejut, dan siap untuk berlari. Namun dengan tangan kuatnya, Ongky memegang lengannya. Damar marah sekali.
"Mau apa kamu mas? Mau menangkapku? Apa aku ini pesakitan? Apa aku ini penjahat?" teriaknya penuh emosi.
Ongky melihat sisa air mata masih membasahi pipi Damar. Sangat iba hati Ongky.
"Mengapa kamu lari Damar?"
"Aku tidak sudi tinggal disana, bersama orang2 gila. Aku tidak gila." teriaknya lagi.
"Dengar Damar, aku hanya ingin kamu sehat."
"Aku tidak sakitt!!"
"Benar, tubuhm sehat, tapi jiwamu harus dibenahi. Bukan karena kamu gila Damar, tapi kamu memang harus tinggal ditempat yang tenang, sehingga pikiranmu bisa mengendap, dan bisa berfikir lebih baik."
"Aku tidak tenang disana, aku selalu dipaksa, aku merasa kamu ingin membuangku."
"Tidak.. tidak Damar... aku menyayangi kamu.."
"Bohong!!" Kamu bohong mas. Kamu ingin menyingkirkan aku, dan kamu membuat semua rang jijik melihatku.!!
"Damar, kamu salah sangka. Kami menyayangi kamu. "
"Aku mau pulang, lepaskan tanganmu mas."
"Kamu mau pulang kerumah?"
"Tidak, kalau aku pulang kerumah pasti kamu bisa enemukan aku, dan memaksa aku agar kembali kesana lagi."
"Lalu .. kamu tinggal dimana?"
"Tidak akan aku beri tau! Lepaskan tanganku, aku bukan pesakitan."
"Kamu dari mana Damar?"
"Dari rumah Asri."
Ongky terkejut, dikiranya Damar membuat onar disana.
"Tapi pak Marsam tidak mau membuka pintu untuk aku."
"Apa yang akan kamu lakukan disana?"
"Aku hanya ingin melihat Asri, sebentar juga boleh, tapi masuk pintu gerbangnya saja tidak boleh. Aku ini sampah, aku ini menjijikkan." Air mata Damar meleleh lagi.
"Damar, kalau kamu mau ketemu Asri, ayo ikutlah bersamaku, aku mau kerumah Asri sekarang."
Damar menghentikan langkahnya.
"Kemudian kamu akan memaksaku kerumah sakit itu lagi kan?"
"Tidak, asalkan kamu bersikap baik, dan hatimu bisa tenang, aku tak akan membawamu kesana lagi."
Damar tiba2 menurut, ia masuk kemobil Ongky.. yang akan membawanya ketemu Asri.
@adalanjutannyalho#
No comments:
Post a Comment