SEPENGGAL KISAH 124
SEPENGGAL KISAH 124
(Tien Kumalasari)
Bowo tertegun. Damar lari dari Rumah Sakit Jiwa? Apakah itu sebuah ancaman baginya? Dipandanginya Asri yang juga tampak ketakutan.
"Apa kamu takut Asri ?" tanya Bowo.
"Entahlah. Setelah mendapat perawatan selama tiga hari itu, apakah dia masih akan bersikap aneh seperti kemarin2?"
"Mudah2an tidak lagi, dan kamu tidaak usah khawatir,kan aku sudah ada disini. Kalau ada apa2 kamu bisa mengabari aku."
Asri mengangguk. Tapi tetap saja rasa khawatir itu ada. Namun dalam hati kecilnya, ada juga rasa iba. Mengapa Damar sekarang menjadi seperti itu...
"Kasihan.. Damar..." Bisiknya. Dan Bowo memeluknya penuh kasih sayang, lalu mengajaknya tidur karena hari memang sudah malam.
Pagi itu bu Suya meladeni Damar makan pagi. Ada Mimi dan ada Nancy menemaninya duduk dimeja makan. Damar tampak lebih tenang, tapi sebentar2 matanya menatap kearah pintu. Seperti ada yang ditakutinya.
"Damar, kau berada disini. Aku ini orang tua kamu yang akan melindungi kamu. Aku tidak akan mengijinkan siapapun membawamu pergi."
Damar menatap bu Surya dengan tatapan penuh rasa terimakasih. Ia percaya karena bu Surya memang sangat mengasihinya, dari sejak dia masih kecil. Bu Surya seperti pengganti ibunya, walau pak Surya telah melakukan hal jahat kepadanya.
"Sekarang makanlah nak."
"Ayo makanlah Damar, disini kamu berada diantara keluargamu. Aku akan melupakan masa lalu, dan sekarang kamu adalah saudaraku." kata Mimi.
Damar mengangguk. Memang tak ada gunanya menyimpan kebencian lagi terhadap keluarga yang sesungguhnya tak pernah menyimpan rasa benci padanya.
"Bolehkah aku memanggilmu papa, walau aku bukan anakmu?"
Damar memandangi gadis muda itu dengan tatapan tajam. Gadis itu tak berdosa, dan bersikap sangat baik padanya. Ia menyesal telah menyakiti hatinya.
"Bolehkah? Nancy mengulangi kata2nya.
"Boleh Nancy," jawabnya lirih.
Dan wajah Nancy pun berseri seri.
Memang Damar merasa lebih tenang sekarang. Mungkin karena dia terlepas dari belenggu rumah sakit yang membuatnya semkin sakit, dan merasa tersisihkan dari kasih sayang, sementara dirumah ini semua memperhatikannya dengan baik. Ia merasa kesal pada Ongky yang memasukkannya kerumah sakit jiwa.
Damar bersyukur, ketika ia harus bertemu psikiater, dan ternyata dokternya tidak datang, lalu ia berhasil menyelinap keluar dan kabur.
"Ayo kita sarapan... jangan ngomong saja, sup nya keburu dingin." kata bu Surya sambil menaruh sesendok nasi dipiring Damar.
Mimi mengambilkan semangkuk kecil sup yang kemudian disodorknnya pada Damar. Dan Damar menerimanya lalu menyuapnya sesendok demi sesendok. Hal yang tak pernah terjadi selama mereka dulu menjadi suami isteri. Pelayanan Mimi tak pernah diterimanya. Masakan Mimi selalu hambar dan membuatnya muntah. Tapi sekarang tampak berbeda. Mimi sudah bilang akan melupakan masa lalu dan kini menjadi saudara. Itu membutnya lebih nyaman.
"Kamu harus makan banyak Damar, supaya lebih sehat."
Damar mengangguk.
Dan Damar memang makan lebih banyak pagi itu.
"Nanti siang kamu harus istirahat, tidur yang nyaman, supaya tubuh bisa lebih segar.
Dan siang itu memang Damar ingin tidur. Ia membaringkan tubuhnya dan menatap kesekeliling kamar itu. Nancy sangat rapi menata kamarnya, Ada banyak foto2 Nancy diatas meja, dengan teman2nya yang orang bule, dengan mama dan neneknya, dan tiba2 Damar menatap sebuah foto lagi yang membuat hatinya bergetar. Foto itu, Nancy bersama Asri dan anaknya.
Ongky berada dikamar kerja Bowo, ia baru saja dari rumah sakit jiwa itu untuk mendengar laporan perihal kaburnya Damar.
"Sesungguhnya apakah dia perlu dimasukkan kerumah sakit jiwa, Ongky?" tanya Bowo.
"Bukan aku yang menentukan. Ia diperiksa oleh psikiater dan dia menyarankan agar dirawat disana beberapa hari."
"Apakah dia menurut saja ketika itu?"
"Tidak, dia marah2 .. dan aku kena dampratnya sebelum perawat menyuntiknya dengan penenang."
"Pasti dia sangat marah sama kamu, Ongky."
"Ya, tapi itu demi kebaikan dia. Kelakuannya sudah tidak terkontrol. Pekerjaan tidak beres, dan hampir setiap hari dia kesini untuk mencari kesempatan bertemu isterimu."
"Kasihan... semoga dia bisa segera ditemukan, dan mendapatkan perawatan lagi supaya pulih."
"Aku mau mampir kerumahmu, bolehkah?"
"Boleh saja, aku sudah selesai dan kita bisa sama2. Aku akan menelpon Asri supaya menyiapkan makan siang yang enak buat kamu."
"Siiip. lah, tapi yang penting aku mau ketemu pak Marsam .. dan berterimakasih karena merawat tanaman2ku."
Siang hari itu Pandu sedang bermain dihalaman. Setelah pulang sekolah dan makan siang, Pandu boleh bermain sepeda sebentar sebelum tidur siang.
"Tapi ber,mainnya sebentar saja ya sayang, habis itu Pandu harus tidur, " pesan Asri.
"Baik ibu, Pandu hanya sebentar." Jawab Pandu sambil mengayuh sepeda kecilnya berkeliling halaman.
"Awas ya, jangan keluar dari halaman/"
"Oke.. ibu.."
Asri masuk kedalam rumah dan menemui ayahnya.
"Bapak, maukah bapak menemani Pandu sebentar saja? Mas Bowo mengajak mas Ongky kerumah, dan saya akan menyiapkan makan siang untuk mereka."
"Oh ya, nak Ongky mau kesini?" tanya pak Marsam dengan nada gembira. Sudah lama tak bertemu Ongky, membuatnya kangen juga. Ongky anak baik yang dulu hampir saja menjadi menantunya. Pak Marsam tersenyum dan segera melangkah kedepan untuk menemani cucunya.
"Janga jauh2 muternya nak, disini saja." teriak pak Marsam karena melihat cucunya memutari halaman dan itu terlampau jauh.
"Kalau disitu2 saja nggak asyik donk kek.." sahut Pandu sambil terus mengayuh sepedanya.
Ketika ia mengayuh sepeda dan lewat didepan pintu keluar, seseorang menyapanya.
"Apakah namamu Pandu?'
"Ya, saya Pandu. Om siapa?"
"Namaku Damar, maukah keluar sebentar menemani om?"
"Pandu nggak boleh keluar sama ibu."
Dan Damar nekat membuka pintu pagar.
Pak Marsam melihatnya dari kejauhan dan terkejut melihat Damar mendekati cucunya.
#adalanjutannyaya#
No comments:
Post a Comment