Saturday, July 12, 2025

MAWAR HITAM 12

 MAWAR HITAM  12

(Tien Kumalasari)

 

Dewi saling pandang dengan Satria, tapi karena Satria tidak mengerti isi pembicaraan di ponsel itu, jadi dia hanya menatap bingung.

“Masam nggak?”

“Masam, biasanya anak muda suka yang masam-masam,” jawab Listyo.

“Aduuh, baru saja kami bicara tentang mangga masam, Mas Listyo mau mengirimi aku rujak mangga masam?”

“Kamu juga punya mangga masam?”

“Kemarin mbok Randu beli dari Sinah, yang jualan mangga. Warnanya kuning tapi rasanya masam banget, aku nggak doyan.”

“Sinah? Itu kan pembantu kamu saat masih di istana kecil?”

“Iya, sudah lama pergi, tiba-tiba dia jualan buah. Tapi aku sih nggak ketemu, kan aku lagi kuliah, pulang agak sore. Mas Listyo beli di mana?”

“Kanjeng rama dan kanjeng ibu ada di sini, kemarin mampir ke rumah kamu, tapi kamu belum pulang. Ketika itu ada perempuan mau masuk ke halaman rumah kamu, ketika ditanya, katanya mau menawarkan mangga, karena kasihan, kanjeng ibu beli, lalu diberikan kepada Arum. Ketika disajikan, nggak ada yang doyan karena masam, lalu si Yu membuatnya rujak.”

“Berarti kita mendapat mangga dari sumber yang sama.”

“Satria juga kebetulan membelinya, dia nggak doyan juga, lalu diberikan kepada tetangga kost.”

“Aneh sekali, tiba-tiba kita mendapat mangga dari penjual yang sama.”

“Iya, ini Satria juga lagi di sini dan kami cerita tentang mangga masam dan penjualnya, yang ternyata sama.”

“Satria masih di situ?”

“Dia belum lama datang. Baru kemarin pulang dari Solo.”

“Ya sudah, semoga dia membawa berita baik tentang pekerjaannya.”

“Baru hari Senin ketemu pimpinannya.”

“O iya, kamu kan sudah cerita. Sampaikan salamku, ini pada pengin jalan-jalan. Jadi kamu nggak mau nih, rujaknya?”

“Terima kasih Mas, dari pada harus cari Norit.”

Listyo terkekeh. Norit memang bisa mengobati diare, dan Dewi khawatir karena rujak masam bisa membuat perutnya memberontak.

“Kamu ada-ada saja. Jangan lupa sampaikan salamku pada Satria.”

“Iya, akan langsung aku sampaikan. Selamat bersenang-senang. Sampaikan salamku pada Wo Ranu berdua.”

“Baik, terima kasih, kalau ada waktu katanya akan mampir juga ke sini, tapi nggak tahu juga, karena hari Minggunya sudah mau pulang.”
Ketika ponsel diletakkan, Satria tersenyum geli. Ada sedikit yang ditangkapnya, tentang mangga. Jadi keluarga Listyo juga membeli mangga dari Sinah?”

“Lucu sekali,” gumamnya.

“Kamu tahu apa yang kami bicarakan?”

“Sedikit bisa menangkap. Pak LIstyo juga beli mangga dari Sinah?”

“Bukan mas Listyo, tapi ayah dan ibunya tuh kemarin datang kemari, tapi aku kan kuliah, sebelum pergi ia melihat ada yang membawa dagangan buah mau masuk ke pekarangan. Ketika ditanya, katanya mau menawarkan buah. Karena kasihan, mereka membeli sebungkus, lalu diberikan kepada mbak Arum.”

“Ada yang aku pikirkan tentang Sinah. Ini hal yang agak aneh. Aku tidak ingin memikirkannya, tapi kok ya tetap terpikirkan.”

“Maksudnya … ?”

“Yang katanya kebetulan, tapi dia bisa ke rumah kamu, dan juga bisa ke tempat kost aku. Kebetulan yang aneh, padahal rumah ini dan tempat kost aku itu kan lumayan jauh.”

“Mungkin dia naik kendaraan umum, kan banyak kendaraan yang lewat sini lalu bisa menuju ke tempat kost kamu.”

“Benar. Tapi kok tiba-tiba bisa sampai di sana setelah dari sini? Dari mana pula dia tahu alamat kamu dan alamat aku?”

“Katanya sih kebetulan.”

“Kebetulan yang aneh kan? Jam berapa dia dari sini, kira-kira?”

“Aku dari kampus jam empat an, lalu diantar mas Listyo. Ketika itu mbok Randu masih duduk di teras sambil memegangi mangga yang baru dia beli. Sepertinya tidak lama selisihnya dengan ketika aku datang.”

“Nah, dia datang ke tempat kost sekitar jam lima kurang. Jadi dia naik kendaraan karena kalau jalan nggak akan sampai dalam setengah jam. Berarti dia memang sengaja, dari sini langsung ke tempat kost aku. Itu berarti dia sudah tahu alamat rumah kost aku.”

Dewi mengangguk tanda setuju.

“Tapi apa maksudnya dia melakukan itu ya Sat?”

“Itu yang kita tidak tahu. Jadi mulai sekarang kamu, dan aku juga, memang harus lebih berhati-hati. Tidak usah ditemui kalau suatu hari dia datang kemari.”

“Kira-kira apa yang akan dilakukannya ya Sat?”

“Entahlah, tapi dia itu kan pintar bicara, dan terkadang tidak tahu malu. Barangkali dia akan melakukan sesuatu, entah itu apa. Dan perhitungkan juga bagaimana dia bisa kebetulan nyasar kemari dan ke tempatku. Benarkah hanya kebetulan?”

Tapi sampai kemudian Satria pamit pulang, pertanyaan tentang Sinah tetap tak terjawabkan.

 ***

Rumah makan Mawar Hitam semakin terkenal. Bukan hanya makanan yang disajikan terasa enak, karena Sinah mengambil beberapa ahli masak dari restoran terkenal agar mau ikut bersamanya dengan bayaran yang menggiurkan, tapi juga karena pelayan yang selalu berpakaian serba hitam itu semuanya cantik dan ganteng.

Mereka juga diajarkan untuk bersikap ramah kepada setiap tamu pelanggan yang datang.

Mawar yang cantik juga menjadi terkenal, karena dasar wajahnya sudah cantik, ia juga sudah pintar berdandan. Senyumnya yang selalu ditebar pada setiap pelanggan, tidak hanya menarik bagi para pembeli, tapi juga bagi laki-laki hidung belang yang ingin mengganggunya.

Walau begitu Mawar menanggapinya dengan tetap bersikap manis, dan tidak menolak pada setiap sentuhan yang terkadang bagi orang biasa tampak sangat kurang sopan dan kurangajar.

Karenanya banyak yang mengira Sinah ‘bisa dibawa’.

Apakah Mawar marah dengan anggapan seburuk itu? Tidak. Dikagumi banyak orang justru membuatnya bangga. Seringkali dia menerima undangan dari orang-orang hanya sekedar untuk menyenangkan mereka, yang kemudian Sinah merasa kesenangan dengan pergaulan yang tak pernah dikenal sebelumnya. Ke diskotik, menari-nari, dan terkadang juga minum minuman keras. Ternyata semua itu menyenangkan. Pernah beberapa kali dia pulang dalam keadaan mabuk, yang kemudian membuatnya langsung masuk kamar dan tidak keluar menyambut para pelanggan seperti biasa. Tapi Sinah sudah memiliki orang yang dipercaya untuk semua itu, sehingga dia bebas melakukan apa saja. Toh Andra tidak setiap hari datang. Toh Sinah adalah pemilik rumah makan terkenal, tak pernah kekurangan uang dan terpenuhi apapun yang diinginkannya. Ia sudah menghilangkan jejak Mawar yang dianggap Sinah, terutama bagi Dewi dan pembantu-pembantunya termasuk simboknya yang pasti akan mendengar juga bahwa Sinah adalah penjual buah, bukan pemilik rumah makan. Juga Satria. Ia harus tahu bahwa Mawar bukanlah Sinah.

Hari Minggu itu Andra datang, dan menginap di rumah Sinah. Karenanya Sinah mengurungkan niatnya untuk datang ke sebuah diskotik, dimana dia sudah beberapa kali mengunjunginya dan mendapat banyak teman menyenangkan di sana.

“Mengapa Mas ke sini? Bukankah kalau liburan nyonya Andira selalu mengharapkan Mas datang?”

“Nanti malam aku pulang ke sana, sekarang ketemu kamu dulu. Memangnya kenapa? Tidak suka kalau aku datang?”

“Mengapa berkata begitu? Mas adalah suamiku, jadi sudah semestinya kalau aku senang setiap kali Mas datang. Tapi aku ini kan istri muda yang baik hati. Aku juga sadar kalau istri tua Mas juga butuh mendapatkan jatah.”

Andra hanya tersenyum, tidak menanggapi ucapan Sinah. Bukankah Sinah adalah tempat untuk melepaskan hasrat dan kerinduan, sedangkan Andira adalah tempat untuk pulang karena di sanalah dia harus pulang.

***

Malam hari itu sudah lewat tengah malam, ketika Andra memasuki rumahnya. Di tengah remang cahaya lampu, dia melihat Andira tidur di sofa, sedangkan simbok menggelar tikar dibawahnya. Berbeda dengan Sinah yang memilih tidur di kamar saat sang nyonya ketiduran di sofa, tidak demikian dengan simbok. Dia harus menjaganya, sampai kemudian sang nyonya terbangun dan minta dituntun untuk pindah ke kamar.

Tapi malam hari itu Andira tidak terbangun, sampai simbok mendengar pintu depan terbuka. Seketika simbok bangun dan duduk sambil mengawasi tuan juragan yang perlahan melangkah menuju kamar.

“Kamu tidur di sini Mbok?” sapanya.

“Iya, Tuan, kalau nyonya ketiduran di sini saya selalu menungguinya sampai terbangun. Tapi sampai saat ini nyonya belum terbangun juga.”

“Kamu kembalilah tidur di kamarmu, nanti kamu kedinginan.”

“Nanti kalau nyonya terbangun ….”

“Biar aku yang membangunkannya, masuklah dan tidur di kamarmu.”

“Baik.”

Simbok melipat tikar yang tadi digelarnya, kemudian beranjak ke belakang untuk kembali tidur di kamarnya, seperti perintah sang tuan. Diam-diam dia bersyukur, karena tidur di lantai walau beralas tikar, rasanya memang dingin sekali.

Andra masuk ke kamar, membersihkan diri lalu berganti pakaian rumah. Ia baru dari rumah Sinah, dan merasa sangat lelah. Tapi dia tak tega membiarkan istrinya tidur sendiri diluar sedangkan dirinya tidur di kamar. Karenanya ia membangunkan sang istri dengan menepuk-nepuk lengannya.

Andira terdengar melenguh, dan menepiskan tangan yang mengganggu tidurnya. Andra tak berhenti, sampai kemudian terdengar Andira marah.

“Mbok, sejak kapan kamu berani mengganggu tidurku? Bukankah aku selalu mengatakan bahwa kalau aku tidur kamu tidak boleh mengganggu?” omelnya sambil membetulkan letak bantalnya yang hampir terjatuh.

Andra kembali menepuk tangannya, dan kali ini Andira membuka matanya.

“Mbok!”

“Aku bukan mbokmu.”

Andira terkejut, susah payah dia mengangkat tubuhnya, setelah menurunkan kedua kakinya. Matanya terbelalak melihat Andra berdiri di sampingnya.

“Kamu pulang?”

“Mengapa selalu tidur di sini?”

“Aku menunggu Mas pulang, bukankah ini hari Minggu, tapi sampai malam Mas tidak juga pulang. Aku ketiduran di sini.”

Andra duduk di samping istrinya.

“Mas kangen kan, hampir dua minggu Mas tidak pulang. Jangan bilang banyak pekerjaan dan tak pernah habis yang namanya pekerjaan itu.”

“Memang aku tak bisa meninggalkan pekerjaan aku.”

“Walau libur? Walau minggu?”

“Andira, aku lelah, jangan datang-datang kamu mengomeli aku.”

“Hm, mas bau wangi, sudah mandi?”

“Ya, tentu saja.”

“Kalau begitu aku juga harus mandi, tolong Mas bantu aku berdiri,” katanya sambil mengacungkan kedua tangannya.

“Tidak usah mandi, malam sudah larut, aku mau segera tidur, lelah sekali.”

“Hm, setiap kali pulang selalu mengatakan lelah,” gerutu Andira yang berjalan ke kamar dengan bergayut pada lengan suaminya.

“Aku memang lelah, kamu harus mengerti.”

“Lama-lama aku bosan dengan semua usaha yang Mas jalankan. Berhentilah Mas, agar bisa sering bersama istri di rumah.”

“Tidak bisa Andira, mengerjakan sesuatu tidak boleh setengah-setengah. Kalau aku gagal, maka orang tuamu akan kecewa, karena aku dipercaya mengelola uangnya.”

“Baiklah, tapi besok pagi jangan pergi terlalu pagi. Aku masih kangen, dan Mas bilang malam ini sangat lelah.”

“Aku harus ke kantor pagi, karena aku janjian sama orang yang melamar pekerjaan di hari Senin ini.”

“Tuh, kaan … “

Andira merebahkan tubuhnya di kasur dengan mulut cemberut.

“Bersenang-senanglah besok sambil jalan-jalan dan belanja.”

“Dan makan-makan. Oh ya Mas, aku lupa bilang. Rumah makan baru yang namanya Mawar Hitam itu, yang kita ketemu di sana, ketika aku sudah selesai dan Mas baru masuk … “

“Kenapa?”

“Aku sudah dua atau tiga kali ke sana, yang aku heran, wajah pemilik rumah makan itu persis sekali dengan Sinah.”

“Kamu pernah bertemu?”

“Yang ke tiga kalinya, aku bertemu, aku hampir memanggilnya Sinah.”

“Banyak orang yang wajahnya mirip. Tidak usah kamu hiraukan,” kata Andra sambil membalikkan tubuhnya memunggungi sang istri, membuat Andira kesal dan selalu kesal.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

41 comments:

  1. Matur nuwun bu Tien, dalam.kesibukabnya mengurus pasien, masih sempat menulis untuk menggembirakan para penggemar nya.
    Sugeng dalu sugeng aso salira.

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 12 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete

  5. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung * MAWAR HITAM 12
    * sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  6. Alhamdullilah .terima ksih bunda cerbung MH nya. Slmt mlm slmt beristrhat..salam seroja unk bunda bersm bpkšŸ™šŸŒ¹šŸ„°❤️

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun MH nya mbak Tien

    Salam sehat salam kangen dari Purwodadi Grobogan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 ibu Kharisma
      Salam kangen juga dari Solo

      Delete
  8. Hamdallah...sampun tayang šŸ’šŸ’☂️

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun bunda Tien, semoga selalu sehat aamiin YR'A

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin
      Matur nuwun ibu Yulian

      Delete
  10. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  11. Matur nuwun Bu Tien, selamat berakhir pekan dg keluarga yg tercinta....

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 12 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin
      Matur nuwun ibu Uchu

      Delete
  13. Alhamdulillah MAWAR HITAM~12 sudah hadir, maturnuwun Bu Tien semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga tercinta.
    Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  14. Matur nuwun :Mawar Hitamnya" bunda Tien

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah mawar hitam dah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Dalam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai haii

      Delete
  16. Nah, kaan...semua fakta tetap mengarah ke Sinah? Ayo dikeroyok aja...wkwk.šŸ¤­šŸ˜…

    Terima kasih, ibu Tien yg sangat kreatif idenya. Semoga sehat selalu.šŸ™šŸ»

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin
      Matur nuwun ibu Nana

      Delete
  17. Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 12...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Sinah pergaulannya sdh modern, sering ke Dugem, mabuk2..an, bangga dia. Mengko yen halim...apa juga bangga ya..🤭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  18. Sepandai-pandainya menyimpan durian, baunya pasti keluar juga ...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete