Thursday, July 3, 2025

MAWAR HITAM 04

 MAWAR HITAM  04

(Tien Kumalasari)

 

Nyonya Andira menunjuk-nunjuk ke arah Satria, tapi Sinah segera menurunkan tangannya.

“Jangan Nyonya, biarkan saja.”

“Kamu tidak ingin bertegur sapa?”

“Tidak usah, saya ingin melupakan dia, ayo kita masuk, jangan pedulikan dia, tadi Nyonya mau mengambil apa, mampir ke kantor sini?” tentu saja Sinah tak ingin kalau sampai nyonya majikannya bertemu Satria, lalu terungkap siapa dia sebenarnya. Padahal dia sudah mengaku kalau namanya Mawar.

“Mau melihat laporan sebentar,” katanya lalu langsung masuk ke dalam, Sinah dengan cepat mengikutinya.

Sementara itu Satria yang ingin memberikan hadiah atas kelahiran anak  dosennya, heran melihat wanita yang mirip Sinah itu lagi. Tapi sekarang keyakinan bahwa dia memang bukan Sinah semakin mantap, karena ia masuk ke dalam, berlagak seperti nona kaya.

“Rupanya memang bukan Sinah. Dulu dia mengatakan kalau namanya Mawar. Bagaimana bisa ada orang semirip itu? Apa Sinah punya saudara kembar? Rasanya tidak. Ia tak pernah mendengar kalau Sinah punya saudara kembar.

“Ah, sudahlah, aku kan mau beli hadiah untuk bayi pak Listyo yang kemarin sudah lahir, malah memikirkan orang yang wajahnya mirip Sinah."

“Mas mau pilih yang mana? Boneka, atau mobil-mobilan?” tanya petugas toko mengagetkan Satria karena melamun selama beberapa saat lamanya.

“Oh, ini saja, bayinya laki-laki, mengapa boneka?”

“Jadi mobil-mobilan ini saja ya?”

“Iya, itu saja,” kata Satria yang kemudian menuju kasir untuk membayar belanjaannya dan sekaligus minta agar dibungkus untuk kado.

Ketika selesai membayar, tiba-tiba seseorang mengejutkannya.

“Sat, katanya mau nyamperin aku, beli hadiahnya, ternyata kamu beli sendiri.”

“Dewi? Kamu bilang ada kuliah pagi, jadi aku berangkat sendiri.”

“Aku bilang siang, bagaimana sih?”

“Ya ampun, kok bisa salah. Trus bagaimana kamu bisa ke sini juga?”

“Aku telpon nggak jawab, jadi aku langsung ke sini untuk beli hadiahnya. Kamu sudah beli?”

“Sudah. Itu,” kata Satria sambil membawa nota pembayaran untuk mengambil barangnya di samping kasir.

“Bayi baru lahir kamu beri hadiah mobil-mobilan sebesar itu?” ejek Dewi.

“Nanti dia juga beranjak besar kan?”

“Iya juga sih, sebentar, aku mau beli mainan yang lain saja.”

“Sambil menenteng belanjaannya, Satria mengikuti Dewi untuk memilih hadiah lainnya.

Ketika itu nyonya Andira keluar diiringi Sinah. Sinah melihat ke arah Satria, dan wajahnya muram ketika melihat Dewi di sampingnya.

“Itu bekas pacar kamu, kok bersama istrinya juga? Tadi sepertinya sendiri.”

“Sudah Nyonya, tidak usah pedulikan dia, ayo kita keluar,” kata Sinah yang menarik tangan sang nyonya keras-keras.

“Heeii, tanganku sakit, tahu.” teriak sang nyonya.

“Eh, maaf, Nyonya. Nyonya kelamaan, pakai melihat ke sana kemari pula.”

“Aku senang toko milikku ini semakin maju dan laris. Soalnya di sini dijual bermacam-macam souvenir, mulai dari yang hadiah pernikahan, hadiah bayi lahir, hadiah ulang tahun, bahkan pesanan untuk souvenir resepsi pernikahan juga di sini tempatnya.”

“Iya Nyonya,” katanya sebelum sampai ke mobil sang majikan, lalu menyempatkan diri menoleh ke arah Satria dan Dewi yang sedang memilih-milih.

“Kamu cepat masuk juga, memangnya kamu juragan yang harus dibukakan pintunya oleh sopir?”

“Tidak, bukan begitu Nyonya.”

Ketika ia sudah hampir masuk ke dalam mobil, kebetulan Dewi menatap ke arah luar dan melihatnya.

“Itu kan wanita itu, yang wajahnya mirip Sinah?” celetuk Dewi.

“Dia ternyata bos ditoko ini. Pantesan mobilnya bagus.”

“Bos?”

“Tadi masuk ke dalam bersama wanita gemuk yang dulu itu juga bersamanya.”

“Aneh ya, mengapa sering sekali kita bertemu mereka.”

“Ayo sekarang kamu mau milih apa, sudah tiga kali kamu batalin lhoh, nanti kamu kesiangan masuk kuliahnya.”

“Ya udah, mainan itu saja, sebentar lagi bisa digunakan si bayi untuk bermain.”

“Anak-anak di rumah sama siapa?”

“Sama si Yu, tapi katanya mas Listyo mau menjemputnya agar mereka bisa melihat adik yang baru lahir.”

“O, baiklah kalau begitu. Kita langsung ke rumah sakit ya.”

***

Sementara itu di sepanjang jalan Sinah hanya memikirkan Satria yang kebetulan bertemu dia. Tapi kebersamaannya bersama Dewi, membuatnya hilang selera. Sinah membandingkan antara Satria dan Andra. Sangat jauh. Andra laki-laki yang matang, dan juga kaya raya. Kalau bersama Satria, dia akan bertambah sakit, karena ada Dewi yang menjadi penghalang. Bayangan ketika malam bersama Andra melintas. Itu pengalaman pertamanya. Tidak menyenangkan, tapi semakin mengenangnya, ada rasa ingin yang kembali menggugah rasanya.

“Dia hampir menjadi milikku, persetan dengan Satria. Walau aku masih suka, tapi aku tidak lagi mengharapkan dia. Aku calon nyonya pengusaha yang akan membuat kamu sadar, bahwa aku mawar yang berduri. Indah sekali aku membuat nama. Mawar. Nanti aku akan memakai nama itu, mengapa tidak? Nama Sinah kelihatan sekali kalau aku ini orang udik. Bukankah aku calon nyonya kaya?”  kata batinnya.

Bayangan Andra memenuhi benaknya, dia tegas dan gagah. Lalu diam- diam Sinah berharap Andra akan segera pulang dan memberinya jawaban. Sinah memberinya waktu seminggu. Dia merasa bisa memerintah seorang juragan. Senyumnya mengembang. Entah bagaimana nanti dengan nyonya majikan yang gendut dan pemalas itu.

***

Arum memang telah melahirkan, pada malam hari setelah sorenya masuk ke rumah sakit. Listyo sangat berbahagia, mendapatkan seorang anak laki-laki yang sehat dan tampan. Hari itu ia membawa Aryo dan Sekar untuk melihat adiknya. Senang sekali mereka, bahkan Aryo ingin segera menggendongnya. Sambil tertawa Listyo mengatakan bahwa Aryo belum cukup kuat untuk menggendong adiknya.

“Kapan Aryo kuat?”

“Nanti, kalau Aryo sudah besar.”

“Aryo makan banyak, minum susu, biar cepat besar, ya kan Pak?”

“Aku juga cepat besar kan Pak?” Sekar ikut-ikutan berceloteh.

“Iya, benar. Kalian anak-anak pintar dan sehat,” kata Listyo sambil meraih Sekar yang senang sekali mengelus pipi adiknya yang baru saja selesai minum ASI.

Arum mendengarkan semua itu dengan rasa bahagia. Bahagia karena memiliki suami yang mencintai kedua anak-anaknya, seperti anak kandung sendiri.

“Siapa nama adik Aryo?”

“Siapa ya, coba tanya sama ibu,” kata Listyo.

“Bu, siapa nama adik Aryo?”

“Namanya Rangga.”

“Adik Rangga .. adik Rangga …” teriak Aryo.

“Adik Rangga juga adiknya Sekar kan?” tanya Sekar.

“Tentu saja, adik Rangga adalah adiknya Aryo dan Sekar,” kata Listyo.

“Horeee … horeee …” mereka berjingkrak-jingkrak kegirangan.

“Ssst, jangan keras-keras, nanti adik Rangga bangun.”

“Rame sekali di sini?” tiba-tiba Dewi dan Satria muncul.

“Tuh, ada mbak Dewi datang,” kata Arum.

“Mbak Dewi bawa apa?” tanya Aryo.

“Ini bawa apa?” Sekar selalu ikut-ikutan.

“Ini hadiah untuk adik,” kata Dewi dan Satria hampir bersamaan, sambil meletakkan kedua hadiahnya di atas meja.

“Ini apa? Bukankah ini mobil-mobilan?”

“Iya benar.”

“Aku juga mau mobil, boleh ini untuk Aryo?”

“Aryo, kan mbak Dewi sama mas Satria bilang kalau ini untuk adik? Nanti untuk Aryo bapak belikan sendiri,” kata Listyo.

“Benar?”

“Benar. Sepulang dari sini kita beli untuk Aryo.”

“Aku juga mau mobil,” kata Sekar tak mau kalah.

“Anak perempuan bukan mobil mainannya.”

“Aku sama dengan mas Aryo.”

“Baik, nanti kita pilih mainan yang Sekar suka, setelah pulang dari sini.”

“Aryo sama Sekar tidak boleh nakal. Mainan yang di rumah kan sudah banyak? Mobil-mobilan juga ada, boneka juga ada.”

“Mau yang besar seperti punya adik.”

“Ya sudah, ya sudah. Jangan rewel, nanti kita beli.”

Kedua anak itupun diam tapi melonjak-lonjak kegirangan.

“Terimakasih Satria, Dewi. Kalian repot sekali memberikan hadiah untuk Rangga.”

“Tidak apa-apa, Pak. Hanya ungkapan ikut berbahagia saja.”

“Semoga kalian segera menyusul.”

“Aamiin,” kata Satria dan Dewi bersama-sama.

Satria dan Dewi tidak lama, karena Dewi harus ke kampus siang hari itu.

Bahagia itu indah, dan keindahan itu sedang melingkupi keluarga Listyo dan Arum. Mereka juga berbahagia ketika ayahanda Listyo beserta ibundanya juga datang menengok jabangbayi.

“Lihat diajeng, cucu kita ganteng, mirip aku bukan?”

“Benarkah?”

“Ya tentu saja benar, dia laki-laki, aku juga laki-laki,” kata tumenggung Ranu sambil mengelus kepala  cucunya.

“Kanjeng Rama nanti menginap kan?”

“Gampang, ada hotel di dekat sini, aku dan ibundamu akan menginap di situ kalau masih ingin bercengkerama dengan cucuku yang ganteng ini.”

“Tidak menginap di rumah Dewi saja?”

“Tidak, kejauhan. Terlalu lama kalau harus menengok kemari. Tidak apa-apa, paling hanya sehari atau dua hari. Dewi tidak kemari?”

“Baru saja mereka pulang. Dewi harus kuliah siang ini.”

“Mereka? Berarti ada temannya?”

“Calon suaminya,” kata Listyo sambil tersenyum.

“Oh ya, aku kepengin melihat bagaimana calon suami Dewi.”

“Ganteng, dia mahasiswa Listyo yang paling jago. Sudah hampir lulus.”

“Oh, sebentar lagi sarjana?”

“Iya, Kanjeng Rama.”

“Aku tak bisa mengatakan apa-apa. Anak sekarang susah diatur. Yang penting tidak salah memilih pasangan, agar hidupnya tenteram, seperti Arum ini, semula aku ragu, ternyata dia wanita yang baik, yang bisa membahagiakan suami dan juga orang tuanya. Aku harus berterima kasih padamu Arum, karena telah memberikan cucu yang cakap ini untuk kami,” kata sang ayahanda.

“Sudah menjadi kewajiban saya untuk melakukannya, Den Mas,” jawab Arum.

“Apa maksudmu selalu memanggil aku den mas? Aku ini ayah mertuamu, panggil aku ayahanda, itu cukup,” tegur sang mertua.

Arum mengangguk tersipu.

“Maaf, Ayahanda.”

Sementara itu sang ibu asyik menimang cucunya, dengan wajah berseri-seri.

***

Sinah seperti kelinci dilepas dari kandangnya. Keluar masuk rumah makan, keluar masuk toko pakaian, berjalan ke sana kemari. Walau sambil menuntun nyonya majikan, tapi dia tidak bersikap seperti pembantu. Orang mengira bahwa dia adalah anak nyonya Andira, atau bahkan adiknya. Pandangan setiap orang terhadapnya membuatnya bangga. Sinah memang cantik. Penampilannya tidak menunjukkan bahwa dia gadis kampung yang lugu dan sederhana. Dia adalah nona kaya, yang lumayan menarik.

Ketika memasuki sebuah rumah makan pada siang harinya, tiba-tiba mereka melihat Andra sedang menjamu beberapa orang, yang tampaknya adalah orang-orang penting.

Andira melintas di dekat mereka, dan Andra menatapnya kesal. Walau begitu, karena tak mau membuat malu sang istri, ia segera berdiri dan memperkenalkan sang istri kepada tamu-tamunya.

“Ini istri saya, kebetulan dia mau makan di restoran yang sama.”

Semua orang mengangguk kepadanya, tapi tatapan mata mereka tertuju pada Sinah yang mengembangkan senyum manisnya sambil menggandeng tangan nyonya majikan, seperti seorang teman.

“Mohon maaf, saya tidak mau mengganggu,” kata Andira sambil tersenyum, kemudian melenggang menuju ke meja lain yang agak jauh dari mereka. Sinah tetap menggandengnya, sambil meninggalkan senyuman manis.

“Pak Andra, ternyata bu Andra punya adik yang manis,” kata salah seorang yang hadir, dan lebih muda.

Andra gelagapan, bingung menjawabnya. Kalau bilang pembantu, apa tidak keterlaluan melihat sikap Sinah yang sok jadi nona kaya itu?

Andra tidak menanggapi, ia mengarahkan untuk kembali kepada topik usaha yang sedang mereka bicarakan.

Tapi sebenarnya Andra kesal melihat penampilan Sinah. Mengapa istrinya membiarkannya saja? Lalu bayangan malam kelam yang membuat dia lupa segalanya, bahkan lupa bagaimana dia melakukannya, memenuhi benaknya. Kemudian ingatan itu terasa mengganggu pembicaraan itu.

Ia meneguk segelas minuman dan berusaha menenangkan diri.

***

Waktu seminggu yang dijanjikan Sinah sudah sampai diujungnya. Andra enggan pulang, tapi dia khawatir kalau Sinah nekat kemudian mengatakan semuanya kepada sang istri. Karenanya dia terpaksa pulang. Ia akan menawarkan sesuatu yang lain, mungkin pekerjaan di sebuah perusahaan miliknya, atau apalah, yang penting jangan minta dijadikan istri. Hal itu akan membuatnya susah. Bagaimana nanti istrinya, bagaimana mengatakan alasan dia memperistri Sinah, susah kan?

Dengan kepala berdenyut Andra membuka pintu rumahnya, dimana ruang depan tampak suram karena lampu sudah dimatikan.

Perlahan dia melangkah menuju kamar, tapi tiba-tiba sepasang tangan melingkari pinggangnya.

***

Besok lagi ya.

52 comments:

  1. πŸͺ»πŸƒπŸͺ»πŸƒπŸͺ»πŸƒπŸͺ»πŸƒ
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’
    Cerbung eMHa_04
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲. Salam serojaπŸ¦‹
    πŸͺ»πŸƒπŸͺ»πŸƒπŸͺ»πŸƒπŸͺ»πŸƒ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  2. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episd 04 " sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan Pak Tom bertambah sehat dan semangat serta selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🀲🀲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  3. Alhamdulillah, Mawar Hitam 04 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien, sugeng ndalu.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Moga bunda ttp sehat selalu doaku

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng In

      Delete
  5. Terima kasih Bunda Tien, Sinah si Mawar Hitam sdh dihadirkan di blogspot.
    Doaku semoga Bu Tien dan Pak Tom Widayat sehat selalu dan selalu sehat.
    Aamiin.....

    Wah .... wah... pasti itu si Mawar Hitam itu, yang melingkari pinggang Andra....
    Pelakor mulai menjalankan perannya....
    Salah sendiri .....
    Lanjoooot, Bu Tien.....
    Tambah pinisirin pembacanya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah MAWAR HITAM~04 sudah hadir, maturnuwun Bu Tien semoga panjenengan beserta keluarga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan.. aamiin YRA 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  8. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 04 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  9. Ealah Sinah....Sinah. Apakah seperguruan dg Rohana dan Wanda Bu....? Matur nuwun atas cerbungnya yg sdh aduhai sejak di awal kisah.....

    ReplyDelete
  10. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. SAamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  11. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  12. Matur nuwun Bunda Tien, barokallloh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu yulian

      Delete
  13. Pelakor dah mulai gerayangan, akankah Andra menyetujui permintaan sinah? Hanya Bunda yg bisa menjawab.
    Makasih bunda tayangannya, sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Engkas

      Delete
  14. Terima kasih mbu tien seht sll bersama keluarga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Zimi

      Delete
  15. Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 04...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Waduh...Sinah ganjen...ingin menikmati nya lagi bersama Andra
    Andra bisa klepek..klepek ini...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  16. Wah Sinah makin nekat, makin berani. Berhasilkah menggaet sang pengusaha kaya nan tampan itu.. Atau Andra akan 'melemparkan' Sinah kepada bawahannya yang tertarik..
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai, semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  17. Auuwwww
    Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete

  18. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung * MAWAR HITAM 04* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 04 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Uchu

      Delete
  20. Alhamdulillaah,matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸŒΏπŸŒΈ

    Jangan2 Andira yg merangkul, 😁🀭
    Kl Sinah nekat ...

    ReplyDelete
  21. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu bunda Tien sekeluarga,...Aduhaaii

    ReplyDelete
  22. Maturnuwun Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu...πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Tatik

      Delete
  23. Alhamdulillaah Mawar Hitam - 04 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, senoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Tibg

      Delete
  24. Wah wah...si mawar hitam Sinah langsung gercep ambil jalan pintas untuk jadi nyonya kaya...wkwk. 🀭

    Terima kasih, ibu Tien...salam sehat. Juga untuk pak Tom semoga cepat pulih dari sakitnya.πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 04

  MAWAR HITAM  04 (Tien Kumalasari)   Nyonya Andira menunjuk-nunjuk ke arah Satria, tapi Sinah segera menurunkan tangannya. “Jangan Nyonya, ...