CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 39
(Tien Kumalasari)
Dengan heran Saraswati mengangkat ponselnya. Sudah lama sekali, sejak Dewi kabur saat dilamar putranya, kerabat jauh dengan pangkat tumenggung itu tak pernah berkabar. Rupanya sakit hati karena Dewi kabur itu masih terbawa sampai bertahun-tahun. Tapi kali ini tumenggung Ranuwirejo menelponnya. Ia bukan hanya kerabat jauh baginya, tapi juga sahabat Adisoma.
“Ya, ini Kangmas Ranu kan?”
“Iya. Sudah lama tidak berkabar. Bagaimana keadaanmu?”
“Baik.”
“Aku sudah mendengar tentang keluargamu, aku ikut prihatin, dan juga sangat menyesali kepergianmu dari rumah. Suami memiliki istri lebih dari satu itu hal yang biasa. Adisoma punya segalanya, kamu tidak akan kekurangan bukan, Diajeng?”
“Perasaan tidak ada hubungannya dengan kemuliaan, karena kemuliaan yang sesungguhnya adalah apabila hidup kita nyaman dan tenteram.”
Ranuwirejo terkekeh.
“Kamu punya jalan pikiran yang berbeda dengan perempuan bangsawan yang lainnya, yang biasanya merelakan suaminya memiliki beberapa selir, asalkan tetap hidup terhormat dan tidak kekurangan.”
“Ada apa Kangmas Ranu menelpon aku?” tanya Saraswati untuk mengalihkan pembicaraan yang intinya menyalahkan langkah yang dia ambil, yaitu pergi meninggalkan rumah ketika sang suami memiliki selingkuhan.
“Oh iya, sampai lupa pada keinginanku bicara sama kamu. Aku dengar Listyo sering menginap di rumahmu?”
“Iya, memangnya kenapa? Kangmas tidak mengijinkannya? Ia tidak setiap hari menginap di sini, hanya kalau pekerjaan sedang banyak saja, katanya.”
“Iya, aku mengerti. Tentu aku mengijinkan, kamu juga masih terhitung bibinya kan?”
“Iya, lalu ada apa?”
“Apa kamu punya keinginan untuk menyatukannya kembali dengan Dewi? Listyo juga pernah cerita kalau Dewi sudah kembali.”
“Tidak, bukan itu. Perjodohan itu sudah lewat lama, Dewi sudah menyatakan menolak dengan kepergiannya itu, dan Listyo juga sudah melupakannya.”
“Baru kemarin aku memarahi dia. Dia itu kan sudah kelewat umur untuk mempunyai istri? Maksudku segeralah dia menikah, tapi jawabannya membuat aku dan mbakyumu marah besar.”
“Memangnya ada apa?”
“Listyo mengatakan kalau dia sudah punya pilihan.”
“Bagus kalau begitu. Jaman sudah berubah. Anak-anak tidak mau dijodohkan, maunya mencari pasangannya sendiri. Mengapa Kangmas marah?”
“Tentu saja aku marah. Ketika aku bertanya, pilihannya itu dari mana, siapa orang tuanya … dia bilang bahwa perempuan itu seorang janda beranak dua, perempuan itu juga yatim piatu, artinya tidak punya orang tua lagi.”
“Lalu Kangmas marah pada Listyo?”
“Tentu saja aku marah, demikian juga mbakyumu. Masa dia mau beristrikan seorang janda beranak dua, tidak berpangkat tidak pula berderajat? Malu aku, Diajeng.”
“Selama di sini, Listyo tidak pernah mengatakan apa-apa.”
‘Aku mau minta tolong sama kamu, karena kamu pastinya sering ketemu dia.”
“Apa yang harus aku lakukan?”
“Beri tahu dia, agar mencari istri yang sepadan. Jangan asal cantik, jangan asal suka. Nanti dia akan menyesal.”
“Akan aku usahakan Kangmas, tapi aku tidak janji. Anak sekarang punya pendapatnya masing-masing. Setelah aku keluar dari Baluwarti, aku kemudian melihat dunia lebih luas, dan mendapatkan wawasan yang lebih luas pula. Tak mudah membelokkan keinginan bocah.”
“Apa kamu juga akan menuruti semua kemauan mereka? Walaupun berbelok lebih jauh dari segala tatanan para leluhur?”
“Nanti kita lihat dulu seberapa banyak mereka berbelok. Bukankah banyak contoh orang tua yang berjalan bukan pada jalan yang lurus juga?”
“Kamu malah bicara yang tidak-tidak.”
“Maaf Kangmas, baiklah, akan aku coba berbicara dengan Listyo, tapi aku tidak janji. Lagi pula akhir-akhir ini Listyo juga jarang tidur di rumahku. Mungkin sungkan karena ada Dewi, entahlah.”
“Bagaimana dengan Dewi? Apa sudah punya calon? Kalau mau aku bisa membantu mencarikan jodoh yang tepat untuknya.”
“Terima kasih, Kangmas. Ini tadi aku juga sedang berbicara dengan Dewi, entah bagaimana nanti maunya, kalau masih berjalan di jalur yang lurus, aku tidak bisa melarangnya.”
***
Ketika Arum memasuki rumah Listyo, dilihatnya Listyo sedang melamun di ruang tengah, sedangkan Aryo tertidur di pangkuannya.
“Ya ampuun, Aryo sampai tertidur begitu, mengapa mas Listyo tidak membawanya ke pavilyun atau memanggil si Yu agar menidurkannya di kamar?”
Listyo menatap Arum yang kemudian duduk di depannya, setelah dia melarangnya mengambil Aryo dari pangkuannya.
“Biarkan begini, dia kelihatan sangat nyaman. Aku juga senang, duduk melamun sambil mendekap tubuh mungil yang tertidur pulas ini.”
“Nanti Mas kecapekan.”
“Tidak, sungguh aku senang melakukannya.”
“Tampaknya mas Listyo sudah benar-benar ingin memiliki anak,” goda Arum.
Listyo tersenyum kecut.
“Aku ingin memiliki istri, belum anak dulu.”
Arum tertawa lucu. Ia tak tahu apa sebenarnya yang diinginkan bujang yang tampaknya sangat kesepian ini.
“Tentu saja, kalau tidak punya istri, bagaimana bisa punya anak? Apakah laki-laki bisa melahirkan anak?”
“Carikan aku seorang istri,” kata Listyo enteng.
“Mas Listyo ini aneh, mana bisa aku mencarikan istri untuk mas Listyo. Aku tidak kenal siapa-siapa, tidak pernah ke mana-mana.”
“Menurutku bisa kok.”
“Bagaimana mungkin?”
“Dunia penuh kemungkinan.”
“Mas Listyo ngomongnya berbelit-belit.”
“Sebenarnya tidak, hanya saja kamu tidak mengerti.”
“Bagaimana aku bisa mengerti?”
“Nanti kamu akan mengerti.”
Tiba-tiba ponsel Listyo berdering.
“Sebentar, dari bibiku,” kata Listyo sambil mengangkat ponselnya.
“Ya, Bibi?”
“Listyo, kamu di mana?”
“Di rumah. Ada apa Bi?”
“Kamu lama tidak ke rumah, setiap hari pulang ya?”
“Iya. Pekerjaan bisa saya tinggal pulang dulu.”
“Karena harus bertemu pacar?” goda Saraswati.
“Bibi bisa saja.”
“Aku sudah mendengar dari ayahandamu, bahwa kamu sudah punya pilihan hidup.”
Listyo tertawa.
“Tapi kanjeng rama tidak suka bukan?”
“Begitulah. Kamu benar- benar nih, mau menikahi dia?”
“Belum Bi, masih harus melalui proses.”
“Proses apa itu?”
“Banyak proses yang belum bisa saya utarakan di sini, tapi pada suatu hari nanti saya akan mengajaknya menemui Bibi. Barangkali nanti Bibi bisa menilai seperti apa dia.”
“Baiklah, semoga tidak mengecewakan. Tapi sebenarnya aku ingin minta tolong sama kamu.”
“Tentang apa Bi?”
“Dewi ingin kuliah, barangkali kamu bisa membantunya.”
“Baiklah, minggu depan sudah ada penerimaan mahasiswa baru, nanti biar saya mengurusnya.”
“Terima kasih ya Lis.”
“Hanya satu permintaan saya.”
“Apa tuh? Kamu minta bayaran mahal?”
“Tidak, masa saya minta bayaran pada bibi sendiri?”
“Lalu apa?”
“Bilang pada Dewi, jangan galak-galak kalau sama masnya ini.”
Saraswati tertawa, dan dia masih juga tertawa sampai mereka menutup pembicaraan itu.
Listyo menaruh ponselnya di meja. Ia menepuk-nepuk pantat Aryo ketika anak itu menggeliat, lalu tertidur lagi.
“Biar saya tidurkan di kamar,” kata Arum.
“Biar tidur di sini, sampai dia bangun sendiri nanti.”
“Mas Listyo baru pulang kerja, apa tidak capek?”
“Tidak, aku kan sudah bilang kalau aku senang melakukannya.”
“Ya sudah, kalau begitu saya tinggal dulu, saya tinggalkan Sekar di kamar, takutnya dia terbangun dan saya tidak ada di dekatnya,” kata Arum sambil berdiri.
“Arum.”
Arum berhenti melangkah.
"Kalau sedang senggang, akan aku ajak kalian jalan-jalan.”
“Jalan-jalan? Aku tidak mau, kalau nanti ketemu bapaknya Sekar bagaimana?”
“Tidak di sini jalan-jalannya.”
“Ke mana?”
“Ke Jogya. Belum pernah kan? Nanti mampir ke rumah bibi aku.”
“Ah, malu Mas.”
“Kenapa malu?”
“Saya hanya seperti ini, sedangkan kerabat mas Listyo pasti orang-orang kaya, yang_”
“Tidak apa-apa, memangnya kenapa kalau mereka kaya? Tapi belum sekarang ini. Saya lihat jadwal dulu. Besok aku mau mengurus saudara yang mau kuliah, paling tidak aku harus melihat persyaratannya apa sudah terpenuhi atau belum.”
“Baiklah, kita lihat saja nanti. Besok saya akan bertanya-tanya tentang urusan perceraian. Tapi saya akan pergi diam-diam, jangan sampai ketemu dia.”
“Nanti aku bantu setelah urusan saya selesai.”
“Saya akan bertanya-tanya dulu bagaimana, soalnya saya ini benar-benar dinikahi atau bukan, saya juga tidak mengerti.”
“Baiklah, nanti kalau ada kesulitan, bilang sama aku.”
***
Ketika berada di kampus, Listyo dan Satria mempunyai kesibukan yang sama.
“Siapa yang mau masuk kuliah Sat? Kamu sibuk mencatatkan persyaratannya?”
“Ini Pak … mm … teman saya.”
“Teman atau teman?”
“Pacar saya.”
“Yang baru datang beberapa minggu yang lalu itu?”
“Iya, dia mau kuliah di sini, saya sarankan di kampus ini, supaya saya bisa sering ketemu dia,” kata Satria terus terang.
Listyo tertawa, Satria juga tertawa.
“Bagus sekali, nanti bisa berteman dengan Dewi, kerabatku.”
“Lhoh, namanya Dewi?”
“Iya.”
“Kok sama?”
“Bukan main, benar-benar akan menjadi sahabat, ambil jurusan apa pacarmu itu?”
“Ekonomi Pak, sama dengan saya.”
“Ini luar biasa, jurusan yang dia ambil juga ekonomi, dia pernah mengatakannya. Mudah-mudahan benar-benar bisa menjadi sahabat.”
“Senang sekali, nanti mohon dibantu ya Pak.”
“Tentu saja, serahkan saja padaku nanti, berkas-berkasnya.”
“Baik, akan saya minta nanti. Tapi ngomong-ngomong Bapak tiap hari pulang ya? Tidak menginap di rumah saudara Bapak itu?”
“Iya, akhir-akhir ini jadwal sore sedang kosong, jadi lebih baik aku pulang saja.”
“Pantesan selesai mengajar Bapak langsung menghilang.”
“Tapi nanti aku akan menginap di sana. Ada yang akan kami bicarakan. Kamu mau ikut?”
“Nggak ah, masa saya ikut. Nanti jadi nggak enak kalau sedang bicara masalah keluargka.”
“Nggak juga, paling-paling mau bicara soal Dewi yang mau masuk kuliah itu. Tapi kamu belum memenuhi permintaanku untuk sama-sama memetik jambu dersana di kebun bibiku lho Sat.”
“Iya, nanti kalau Bapak senggang saya pasti ke sana.”
“Sekarang saja?”
“Saya sedang ada pekerjaan Pak.”
“Ya ampun, kamu itu nggak capek-capeknya bekerja sih Sat.”
“Demi kuliah saya Pak, mau bagaimana lagi.”
“Baiklah, semoga kamu berhasil.”
“Terima kasih Pak.”
***
Saraswati sedang duduk bersama Dewi, menikmati wedang serbat yang dibuatkan mbok Randu.
“Dewi, aku sudah bicara sama Listyo, dia akan membantu mengurus pendaftaran kuliah kamu. Katanya minggu depan sudah dibuka.”
“Lho, ibu mengapa bilang pada mas Listyo? Dewi sudah minta tolong teman Dewi. Dia bersedia membantu.”
“Mengapa minta tolong teman, kalau ada saudara yang menjadi dosen di sana?”
“Memangnya berbeda, teman dan saudara? Sama kan?”
“Ya tidak apa-apa, Listyo ikut membantu, kan maksudnya baik.”
“Dewi masih sebel sama dia.”
“Dewi, kalian sudah sama-sama dewasa. Memang dia lebih dewasa, tapi kamu bukan anak kecil lagi kan, tidak baik berseteru terus-terusan.”
“Mas Listyo masih suka mengganggu.”
“Kan hanya bercanda. Lagipula diantara kalian sudah tidak akan terjadi ikatan apapun, jangan memberi batas dalam bergaul. Tadi dia juga berpesan, katanya kamu jangan galak-galak sama dia.”
Tak urung Dewi tersenyum mendengar perkataan ibunya.
Tapi belum lama mereka berbincang, Sulistyo benar-benar muncul.
“Tuh, baru dibicarakan. Panjang umur kamu Lis.”
“Oh, baru ngomongin aku ya Dew? Hm, begini nih, kalau jadi orang ganteng, dimana-mana dibicarakan.”
“Tuh, apa kata Dewi, dia nyebelin bukan?”
Saraswati hanya tertawa, dan membiarkan Listyo duduk diantara mereka.
“Dewi, aku tidak lama, karena harus pulang ke Solo, tentang pendaftaran itu, aku minta berkas-berkasnya, ini catatannya, pelajari dulu, kalau bisa aku bawa sekarang ya biar aku bawa sekalian. Nanti kalau kamu diperlukan datang, aku kabari.”
“Aku tuh sudah mau menyerahkan semuanya pada teman yang juga kuliah di sana, jadi mas Listyo tidak usah repot-repot.”
“Dewi, kan lebih baik biar diurus Listyo.”
“Sama saja, dia juga mahasiswa di sana.
“Memangnya siapa teman kamu yang mahasiswa di sana itu?”
“Namanya Satria.”
“Apa?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng In
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Cintaku jauh di Pulau Seberang sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 39" sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom beserta amancu selalu sehat, segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra π€²π€²
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun π©·π©·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari dear...telah ada episode teranyar, smoga sehat² sll dan mas Widayat juga tambah sehat dan bisa beraktifitas kembali , Aamiiin salam dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sis
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 39 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Hatur nuhun pisan. Bunda cerbungnya..slm sht sll dan tetap aduhai sepanjang masa unk bunda srkeluarga πΉππ₯°❤️
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Farida
Terima kasih Mbu Tien... satu persatu akan mulai menyatu nich...
ReplyDeleteSehat sllu bersama keluarga trcnta
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
ππͺΈππͺΈππͺΈππͺΈ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
Cerbung CJDPS_39
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€². Salam serojaπ
ππͺΈππͺΈππͺΈπ πͺΈ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Salam aduhai
matur nuwun Bunda Tien, barokalloh ... sehat2 ya Bun
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yullian
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga bunda dan pak Tom Widayat sehat ealafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Kalau Saraswati tahu calon Listyo adalah Arum, bagaimana ya reaksinya. Mudah mudahan merestui saja kehendak anak muda.
ReplyDeleteBapak2 yang masih berperilaku feodal semoga segera dapat menyesuaikan diri.
Salam sukses mbak Tien yang Aduhai, semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah,barokallohu fih...sehat selalu nggih Bu Tien
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Hayooooo
ReplyDeleteAlhamdulillah
Syukron nggih Mbak Tien❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 jeng Susi
DeleteTerimakasih bunda Tien, sehat selalu bersama keluarga tercinta, aduhaaiii
ReplyDeleteSami2 ibu Komaroyah
DeleteAduhaiii
Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 39...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Amboi ...akhir nya Saraswati dan Listyo...tahu siapa pacar Dewi, pasti di dukung kan ya.
Klu Arum jadi calon nya Listyo, bibi nya dukung juga kan ya, krn Saraswati sdh tahu siapa Arum.
Hanya lah Ortu nya Listyo yng tdk mendukung, krn mereka msh berpandangan kolot, kuna dan tidak modern..iya kan...ππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Amboi
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dr Yk....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat dari Solo
Alhamdulillah...... semakin seru ceritanya, terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Wiiiiiih seruu , ketemu dng orang yg sama, Dewi, Listyo,Satria,disusul Arum ketemu Saraswati,........semoga akhir cerita yg bahagia....
ReplyDeleteπ❤️ Maturnuwun Bu Tien, sehat dan bahagia selalu dng Kel tercinta...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tatik
Matur nuwun, Bu Tien. Semoga selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Anik
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Djodhi
Setiap akhir seri selalu ada acara kaget-kagetannya seperti menterinya Pranowo...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Woow... dekat menteri aku
DeleteMatur nuwun Mas MERa
Lapor Pak Pranowo dulu..
DeleteAlhamdulillaah, mantab π❤️π₯°
ReplyDeleteRame nih ,,, cerita nya
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
Nah kan...sudah nyambung satu...besok2 nyambung lagi deh si Arum kalau dibawa ke Jogja dikenalkan dengan Saraswati. Bu Tien memang hebat.ππ»ππ»
ReplyDeleteTerima kasih terus berkarya, bu...sehat selalu.ππ»ππ»ππ»πΉ