Monday, June 16, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 38

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  38

(Tien Kumalasari)

 

Dewi menatap lekat sang ibunda, yang kemudian wajahnya menjadi sendu.

“Kanjeng Ibu menyayanginya? Bukankah itu anak yang dilahirkan oleh perempuan yang merebut kanjeng rama dari samping Kanjeng Ibu?"

“Ceritanya tidak sesederhana seperti yang kamu bayangkan.”

“Apa maksud Kanjeng Ibu?”

“Ketika itu Aryo, nama anak itu, masih bayi berumur dua bulanan. Kamu sudah lama meninggalkan rumah. Ibundamu ini jatuh hati kepada Aryo yang dibawa Arum untuk mengabdi di sana. Dia begitu tampan dan kulitnya bersih, matanya bening, dan dia selalu menatap ibumu ini dengan tatapan berbinar. Ketika itu Aryo masih anak seorang abdi yang ibundamu terima karena hidupnya terlunta-lunta. Seorang laki-laki menghamili dia dan pergi meninggalkannya. Rasa iba kemudian membuat ibunda memutuskan untuk mengambilnya sebagai anak angkat, dengan harapan akan bisa membunuh sepi hati ini sepeninggalmu. Arum mengijinkannya, dan Aryo kemudian aku sayangi seperti anak kandung sendiri. Siapa sangka, ternyata Aryo terlahir dari benih Adisoma yang kehausan di sebuah dusun, lalu menelantarkannya.

“Jadi Arum datang kemari karena ingin mendekati kanjeng rama?”

“Tidak. Arum juga tidak mengira kalau laki-laki yang menghamilinya lalu meninggalkannya adalah bendoronya. Sejak saat itu ayahandamu sering mendekati Arum, jelasnya memasuki kamar Arum diam-diam lalu memaksanya, kalau tidak bisa dikatakan memperkosanya. Dua bulan ayahandamu melakukannya. Karena tak tahan lagi, Arum pergi dengan membawa Aryo. Ibu sangat sedih dan marah kepada Arum yang waktu itu ibu menuduhnya mengingkari janji, dengan membawa kabur Aryo padahal sudah memberikannya kepada ibu.

Tapi kemudian ayahandamu yang berusaha mencarinya kemudian menemukannya dalam keadaan hamil lagi, lalu mengambilnya sebagai selir. Arum bersedia karena terpaksa, tapi setelah bayinya lahir dia minta agar ayahandamu menceraikannya. Dan itu dilakukannya. Sebelum pergi, dia datang kepada ibundamu ini, meminta maaf dan menceritakan semuanya. Ibu tidak marah kepada Arum. Dia wanita baik-baik yang tak berdaya. Ibunda memberikan sepasang anting dan kalung yang ibunda berikan dalam sebuah kotak, barangkali dia memerlukan biaya untuk hidupnya.

“Man Tangkil mengatakan kalau kanjeng rama pernah membawa Aryo ke rumah, sebelum ibunya membawanya pergi. Sedikit banyak Dewi pernah mendengar cerita itu dari man Tangkil.”

“Benar, ketika Arum melahirkan di rumah sakit, ayahandamu membawa Aryo ke rumah. Tentu ibu senang karena ibu amat menyayangi dia, tapi dengan membawa Aryo ke rumah, ayahmu meminta agar Aryo diijinkan tinggal di rumah bersama ibunya. Ayahandamu mengira, dengan adanya Aryo, aku bersedia menerimanya.”

“Ibu menolak dan memilih pulang kemari?”

Saraswati mengangguk.

“Betapapun beratnya berpisah lagi dengan Aryo yang ketika itu sedang lucu-lucunya, ibundamu ini tak ingin berbagi dengan perempuan lain. Ibu sudah memutuskan untuk pulang, walau ternyata Arum juga memilih pergi.”

“Sepertinya kanjeng rama masih terus berusaha mencari Arum.”

“Biarkan saja, ibu sudah tidak akan memikirkannya lagi. Ibu senang kembali ke rumah ini, ibu bahagia menemukan kamu kembali.”

“Dewi juga bahagia, walau keluarga dalam keadaan prihatin.”

***

Arum terkejut mendengar teriakan Aryo ketika memasuki ruangan.

“Paappp …pappapp …”

Arum menoleh ke arah pintu, melihat Aryo dalam gendongan Listyo, menepuk-nepuk pipi Listyo sambil berteriak-teriak.

“Aryo bisa ngomong apa tuh?” kata Arum heran, karena baru kali itu Aryo meneriakkan kata yang lain.

“Paaapp…”

Listyo tertawa.

“Saya dipanggil papa … rupanya Aryo ingin sekali punya ayah.”

Arum tersenyum, manis sekali.

“Ada ada saja. Ayo turun Aryo, jangan nakal. Om Listyo capek tuh.”

”Papapappp ….”

”Ini benar Arum, Aryo pengin punya ayah,” kata Listyo yang tidak sungkan memanggil Arum dengan namanya begitu saja.

“Aryo jangan nakal.”

“Biarkan saja,” kata Listyo sambil duduk di kursi, dengan Aryo dipangkuannya.”

“Lama-lama nakal anak itu, nanti merepotkan mas Listyo.”

“Tidak apa-apa. Kasihan anak ini. Apakah dia kangen pada papanya?”

“Tidak. Mana mungkin? Ayahnya tidak pantas dikangenin. Dia sudah biasa hidup tanpa ayah,” kata Arum begitu saja, tanpa sadar bahwa dia sedang menceritakan sekeping penderitaannya. Apakah ayahnya meninggalkannya? Pastinya tidak begitu, ayahnya justru ditinggalkan olehnya, karena bukankah Arum memang lari dari rumah dan itu berarti ada sesuatu yang ditakutkannya? Suaminya menyiksanya? Kata batin Listyo. Ingin sekali dia bertanya, tapi sangat berat mulutnya untuk mengucapkannya. Takut kalau Arum tersinggung.

Tapi ia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia menolongnya, harusnya dengan sebuah alasan yang tepat, mengapa ia merasa kasihan. Apa sebab wanita itu harus melarikan diri.

“Mas Listyo pasti ingin tahu, mengapa saya memutuskan untuk pergi.”

Listyo menatap Arum. Apakah Arum ingin mengatakan semua kisah hidupnya? Itulah yang ingin diketahuinya.

“Aku ingin bertanya, tapi sungkan. Takut kamu tersinggung.”

“Mas Listyo sudah menolong saya. Memberikan naungan ketika saya pergi tanpa tujuan. Sepantasnya mas Listyo tahu, mengapa saya melakukannya.”

“Kalau kamu mempercayai aku, kamu bisa mengatakannya. Terkadang sebuah beban akan menjadi ringan ketika ada orang lain yang bisa ikut memikul beban itu.”

Arum menghela napas panjang. Aryo sudah lama merosot turun dari pangkuan Listyo, karena si Yu memanggilnya dan mengiming-iminginya dengan sebuah mainan.

“Saya tidak pernah menikah secara resmi. Laki-laki yang menghamili saya hanya menikahi saya secara siri, karena dia sudah punya istri.”

“Menghamili? Maksudnya itu bukan kemauan kamu?”

Lalu Arum menceritakan semua kisah hidupnya, hanya saja dia tidak mengatakan siapa laki-laki yang disebutnya dengan suami siri itu. Dia memang lari karena sesungguhnya tidak mencintai laki-laki itu.

Walau heran dengan pengakuan Arum, tapi Listyo mempercayainya karena Arum menceritakannya dengan linangan air mata.

“itulah yang sebenarnya terjadi Mas, jadi saya ini seorang janda siri.”

“Saya heran ada laki-laki bisa melakukan hal seburuk itu kepada perempuan.”

“Dia sudah meminta maaf dan bersikap sangat baik kepada saya, bahkan membiayai persalinan saya, tapi saya tidak bisa menerimanya. Kecuali saya tidak mencintainya, saya juga merasa berdosa kepada istrinya yang sangat baik kepada saya. Itu sebabnya saya lari dan tak ingin bertemu dia lagi. Saya sudah bilang minta diceraikan.”

“Saya sangat prihatin mendengar cerita ini. Kasihan sekali. Nanti saya akan membantu kamu mengurus perceraian siri ini, karena pernikahan siri tidak sah secara hukum. Jadi akan lebih mudah mengurusnya.”

“Terima kasih banyak Mas.”

“Lalu apa rencanamu selanjutnya?”

“Saya belum mengerti. Tapi kalau saya tidak lagi diijinkan tinggal di sini, saya akan pergi. Barangkali saya akan berdagang, atau entah bagaimana nantinya.”

“Mengapa kamu mengira bahwa aku tidak lagi mengijinkan kamu tinggal? Kamu boleh tinggal selama kamu suka.”

“Benarkah?” mata Arum berbinar.

“Tentu saja benar.”

“Bagaimana kalau pada suatu hari nanti mas Listyo menikah, pasti dia tidak akan senang melihat ada perempuan lain tinggal di sini.”

Listyo tertawa.

“Aku hanya akan menikah dengan orang yang mencintai saya.”

“Tentu saja.”

“Dan saya cintai.”

“Ya jelas sih Mas,” Arum merasa lucu mendengar jawaban Listyo.

“Tapi sekarang ini sepertinya saya sedang jatuh cinta,” ucapan itu meluncur begitu saja, dan Listyo terkejut sendiri dengan ucapan itu.

“Ya ampun, senang sekali mendengarnya,” kata Arum seperti sebuah sorakan yang membuat Listyo merasa kesal. Dengan jawaban itu Listyo tahu bahwa Arum sama sekali tidak menyukainya.

“Mengapa wajah Mas Listyo seperti murung?”

“Dia tidak membalas cinta saya.”

“Sungguh kebangetan, bagaimana seorang gadis tidak menyukai mas Listyo? Mas Listyo begitu tampan, begitu baik, seperti tak ada cacat celanya. Dia pasti gadis yang bodoh.”

Listyo tersenyum pahit. Pantaskah seandainya dia mengatakan bahwa Arumlah gadis yang dimaksud?  

“Siapa sebenarnya gadis itu Mas? Saya akan menegurnya dan mengingatkannya seandainya saya bertemu dia,” kata Arum bersungguh-sungguh.

“Benar, dia harus diingatkan,” katanya seperti bergumam.

“Oh ya Mas, bagaimana caranya mengurus perceraian siri saya?”

“Nanti akan saya urus, kamu tidak usah khawatir.”

Ketika itu ponsel Listyo berdering. Listyo segera mengangkatnya.

“Ya, saya sedang ada di rumah Solo. Ada apa? Besok saya mengajar pagi. Baiklah, saya ke rumah sekarang.”

Listyo menutup ponselnya.

“Dari ibu saya. Entah ada apa ini, pasti menanyakan tentang kapan saya mau menikah,” katanya sambil berdiri.

“Barangkali Mas Listyo mau dijodohkan dengan seseorang.”

Listyo tersenyum masam, lalu berpamit pergi. Dalam hati Arum tidak percaya, ada gadis dicintai tapi menolaknya? Arum teringat, Listyo pernah mengatakan sudah pernah melamar seorang gadis, tapi gadis itu melarikan diri. Apa sih kekurangan mas Listyo? Kata batin Arum. Kalau saja aku yang dilamar … eh, apa katamu? Apa kamu sudah linglung? Siapa dirimu? Seperti apa hidupmu? Nggak jelas, mau menyukai pemuda mapan, kaya raya … Jangan mimpi, Arum … kata batin Arum memarahi dirinya sendiri.

***
Listyo sudah duduk di hadapan kedua orang tuanya. Ia menundukkan wajahnya ketika mendengarkan keduanya berkata-kata. Seperti yang sudah diduganya, mereka meminta agar Listyo segera menikah.

“Kalau kamu tidak bisa mencarinya? Biar ibu yang mencarikan,” kata sang ibunda.

Listyo diam, menata batinnya. Ia ingin mengatakan sesuatu tentang isi hatinya, walau semuanya belum jelas benar.

“Saya sudah menemukannya, Kanjeng Rama.”

“Bagus. Gadis mana, putri bangsawan mana, biar ayahandamu segera mengurus lamarannya.”

“Dia bukan putri bangsawan.”

“Bukan? Ini akibatnya kalau bergaul dengan orang kebanyakan. Pasti teman dosen atau mahasiswamu. Iya kan? Walau begitu siapa orang tuanya harus jelas,” kata sang ayah dengan kening berkerut.

“Dia bukan siapa-siapa. Dia yatim piatu, wanita kebanyakan, janda, dengan dua anak.”

“Apa?” kedua orang tuanya berteriak hampir bersamaan. Wajah mereka menunjukkan kegelapan yang susah disibakkan. Sudah jelas mereka marah dan tak mungkin menyetujuinya.

“Itu benar, saya mohon maaf.”

“Apa kamu sudah kehilangan akal? Kamu itu bukan orang sembarangan, kamu itu keturunan priyayi luhur. Bagaimana bisa sembarangan mencari istri? Kamu ingin membuat malu kedua orang tuamu?" hardik sang ayahanda.

“Apa karena kamu ditinggalkan Dewi lalu kamu kehilangan akal sehatmu?” sambung sang ibu.

Listyo diam dan menundukkan wajahnya. Ia memang tak yakin Arum akan membalas cintanya, tapi ia harus memberi gambaran terlebih dulu kepada kedua orang tuanya, bahwa pilihannya adalah seperti itu. Jadi atau tidak, perkara nanti.

“Tidak … tidak … aku tidak sudi punya menantu orang kebanyakan. Tidak!!” teriak sang ayah.

Sampai Listyo kembali ke rumahnya, kedua orang tuanya tetap mengatakan tidak setuju. Listyo memasuki rumahnya dengan wajah murung.

***

Saraswati sedang berbincang dengan Dewi, tentang keinginan Dewi untuk kuliah. Setelah kepergian Dewi beberapa tahun yang lalu, tampaknya hati Saraswati mulai melunak. Kalau ditolak, ia takut kehilangan Dewi lagi.

“Baiklah, terserah kamu saja. Ibu masih bisa membiayai kuliahmu. Kamu bisa segera mengurusnya sekarang.”

“Benarkah, Kanjeng Ibu?”

“Tentu saja benar, walau sebenarnya ibundamu ini lebih suka kamu segera menikah saja.”

“Kanjeng Ibu, nanti setelah selesai, Dewi pasti akan bersedia menikah. Tapi Dewi tidak mau kalau Kanjeng Ibu memilihkan jodoh lagi untuk Dewi.”

“Mengapa? Apa kamu sudah punya pilihan? Jangan sembarangan memilih jodoh. Ingat kamu ini siapa.”

“Dewi ingin menikah dengan orang biasa. Bukan keturunan ningrat, bukan priyayi agung.”

Saraswati belum sempat mengomentarinya, ketika ponselnya berdering. Dari ayah Sulistyo.

***

Besok lagi ya.

40 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku jauh di Pulau Seberang sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah CeJeDePeeS_38 sudah tayang.
    Terima kasih bu Tien.... Semiga bu Tien dan pak Widayat selalu diberikan kesehatan yang prima.
    Aamiin Yaa Robbal'alamiin 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  3. 🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’
    Cerbung CJDPS_38
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, tetap
    smangats berkarya &
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai πŸ’πŸ¦‹
    🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sari
      Aduhai

      Delete
  4. Matur nuwun mbak Tien

    Salam sehat dari Purwodadi Grobogan

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 38" sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom beserta amancu selalu sehat, segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🀲🀲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete
  7. Alhamdulillah....terimakasih Bunda

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah.... terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu bersama keluarga tercinta.... Aduhaaaiii

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun Bu Tien atas cerita yg makin hari makin aduhai. Semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  10. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  11. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 38 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herri

      Delete
  12. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien, yg ditunggu telah hadir, lanjutan cerita yg menarik, penasaran..........sehat2 dan bahagia selalu nggih Bu Tien,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Tatik

      Delete
  14. Terima kasih Bunda Tien, barokalloh... salam sehat dari Semarang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Yulian

      Delete
  15. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 38...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Dewi curhat ke Ibu nya, Listyo juga.

    Orang tua Listyo tdk mau punya mantu Janda muda, jadi muram nih Listyo...😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  16. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Djodhi

    ReplyDelete
  17. Maaf, tak berani komen, takut kualat...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien... barokallohu fih

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillaah, makin seru nih ceritanya,. tp Saraswati akan membantu Sulistyo kl jadian dg Arum
    Bukan begitu kah,,, sok tahu ya πŸ™,πŸ™πŸ€­

    Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    ReplyDelete
  20. Pasti yg dimaksud Dewi bahwa Arum datang "kemari" itu ke rumah Solo ya? Walauun Dewi & Saraswati sedang berbincang di Jogja.πŸ˜…

    Terima kasih ibu Tien, beberapa kata sudah dikoreksi.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...