CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 35
(Tien Kumalasari)
Arum heran melihat sikap si Yu yang kelihatan panik.
“Memangnya ada apa sih Yu?”
“Bu, tolong matikan lampunya.”
“Apa?”
“Matikan lampunya. Aduuuh,” tak sabar si Yu berlari ke arah tombol lampu lalu mematikannya.
“Yu, bagaimana kamu ini? Ini sudah sore, hampir gelap. Lihat ruangan jadi remang begini. Kok lampunya malah dimatikan?” seru Arum tak mengerti.
“Supaya tidak kelihatan ada penghuninya di sini.”
Lalu si Yu juga menutup semua korden.
“Ada apa sih Yu?” Arum masih tak mengerti. Ia melihat si Yu mengintip di sela-sela korden. Ia melihat Listyo berbicara dengan seseorang yang sedang melongok di kaca mobil sebelah kanan kemudi.
“Yu!” Arum berteriak.
“Sssst, jangan berteriak Bu, kata si Yu sambil berbisik. Lihat, ada bapak di sana.”
“Bapak siapa? Pak Listyo tadi? Dia bilang mau mencari atau membeli sesuatu, mengapa kamu bingung seperti cacing kepanasan begitu?
“Lihat Bu, lihat. Ada suami Ibu. Bapak itu maksud saya suami Ibu.”
“Apa?” sekarang Arum yang panik. Sambil membopong si bayi dia berdiri, ikut melongok ke arah pintu halaman. Ia terkejut, itu memang mobil Adisoma, dan Adisoma sedang berbicara dengan Listyo. Mereka kenal? Kata batin Arum. Tapi kemudian Arum bernapas lega, karena mobil itu bergerak maju dan ia melihat Listyo melambaikan tangannya. Lalu ia melihat Listyo menyeberang jalan, entah mau mencari apa.
“Sudah pergi dia, Bu.”
“Sudah pergi. Jangan-jangan mas Listyo mengatakan kalau ada kita di sini,” kata Arum yang merasa ketakutan juga.
Ia kembali duduk sambil mengelus kepala anaknya, berusaha menenangkan diri.
“Bagaimana Bu?”
“Sebentar Yu, akan aku pikirkan. Kalau benar mas Listyo mengatakan ada kita di sini, kita harus pergi dari sini.”
“Kalau begitu saya siap-siap menata barang-barang ya Bu.”
“Taa… taaa…” Aryo yang melihat dari balik korden melihat sesuatu. Arum ingin menarik anaknya, tapi kemudian terdengar ketukan pintu, lalu Listyo masuk ke dalam.
“Kok gelap? Kenapa ini? Mati lampu?” kata Listyo sambil mendekati tombol lampu, lalu menyalakannya.
“Lhoh, kenapa tadi dimatikan?”
“Iya, si Yu tadi, entah kenapa,” kata Arum yang tidak tahu harus menjawab apa.
“Aku beli ayam bakar, ayo kita makan bersama,” kata Listyo sambil meletakkan bungkusan di atas meja.
“Mengapa beli ayam? Si Yu sudah memasak dan itu sudah cukup bagi saya.”
“Tidak apa-apa, ini ayam goreng langganan saya. Ada yang bakar juga, tapi aku memilih ayam bakar.”
“Mas Listyo tidak suka layur goreng?”
“O, suka. Nanti aku pasti makan sama layur juga.”
“Mas Listyo belinya di mana?”
“Di seberang jalan situ, nggak jauh. Tadi agak lama karena ada om saya yang tiba-tiba berhenti ketika melihat saya di pinggir jalan.”
“Om?”
“Iya. Paman Adisoma. Tidak mampir, dia sedang punya keperluan. Dia tidak begitu dekat sama saya. Saya memanggilnya paman. Ada sesuatu yang membuat kami agak jauh, mungkin karena dia yang sungkan pada saya.”
“O, karena dia berbuat salah?”
“Tidak sepenuhnya dia yang salah, entahlah. Rumit kalau diceritakan. Sebenarnya yang masih terhitung saudara saya adalah istrinya. Saudara agak jauh sih, tapi masih ada ikatan darah. Saya memanggil istrinya bibi, dan saya lebih dekat dengan istrinya itu. Yah, cerita nggak akan ada habisnya, sangat rumit, tapi aku tidak ingin mengatakannya. Semua sudah lewat. Tadi dia juga hanya sekedar lewat, nggak penting juga. Ayuk makan. Si Yu sudah masak nasi belum? Kalau belum bisa beli di warung itu lagi saja.”
“Ada, ada. Sebentar. Biar dia siapkan.”
“Taa … taaaa.”
“Ya ampun, keponakan om sampai diacuhkan. Sini … sini …” kata Listyo sambil menarik Aryo ke pangkuannya.
“Tadi mas Listyo bercerita kalau ada yang menempati pavilyun ini?” tanya Arum setelah memberanikan diri. Ia harus yakin kalau dirinya aman-aman saja.”
“Tidak, mengapa aku harus cerita? Nggak penting juga.”
“Bagaimana, Bu,” tanya si Yu mendekat, rupanya dia sudah selesai bebenah, dan bersiap pergi seandainya ada berita buruk yang disampaikan Listyo.
“Siapkan makannya Yu, mas Listyo mau makan masakan kamu. Tapi ini ada ayam bakar yang dibelinya,” kata Arum sambil menunjuk ke arah bungkusan di depannya.
“Ya ampuun, ayam bakar? Lama sekali saya tidak makan ayam bakar,” seru si Yu sambil mengambil bungkusan itu.
“Sssst.” Arum menegurnya, dan si Yu menjauh sambil cengar cengir.
Ketegangan yang semula mencekam sudah mencair. Si Yu tidak melihat ada tanda bahaya yang ditunjukkan majikannya. Ia menata makan dengan perasaan lega.
***
Mbok Manis sedang duduk menemani Saraswati minum teh di sore hari itu. Mbok Manis sebenarnya sedang memikirkan sesuatu.
“Mbok kamu sudah selesai menata kamar untuk Listyo.”
“Sudah, Den Ayu. Tapi saya lupa bertanya, apakah kamarnya nanti untuk den LIstyo sendiri, apa sama temannya itu juga?”
“Hanya Listyo, Mbok. Temannya itu mahasiswanya Listyo, muridnya. Mana mungkin mau tinggal di sini. Listyo mengatakan kalau temannya itu tidak hanya kuliah, tapi juga bekerja untuk membiayai kuliahnya. Kalaupun diminta untuk tinggal bersama Listyo pasti juga tidak akan mau. Kalau memang mau pasti dia sudah tinggal di rumah sewa Listyo. Listyo kan menyewa sebuah rumah. Buktinya tidak.”
“Saya kok merasa sudah pernah melihat wajah anak itu.”
“Masa sih Mbok? Sudah pernah bertemu?”
“Belum, tapi wajahnya seperti pernah saya melihatnya.”
“Simbok itu aneh. Dia itu rumahnya juga di Solo, kalau suatu saat kalian pernah bertemu, juga tidak aneh.”
“Iya juga sih.”
“Mengapa kamu sepertinya terus memikirkannya?”
“Tidak, entahlah. Hanya karena pernah mengenal wajah seperti itu. Tidak penting juga Den Ayu.”
“Tidak penting, tapi Simbok seperti selalu memikirkannya.”
“Tidak juga, hanya sedang mengingat-ingat.”
“O, aku tahu, karena murid Listyo itu ganteng, lalu kepikiran ingin mengambil menantu untuk Sinah?”
“Apa? Den Ayu aneh-aneh saja. Hanya anak mbok Manis, bermimpi mendapat mantu anak muda ganteng pinter pula,” kata mbok Manis dengan wajah sedikit sendu. Ia sekarang merasa, wajah teman LIstyo persis seperti foto yang penah ditunjukkan Sinah kepadanya,
“Ya jangan begitu Mbok, jodoh itu yang memberikan adalah Yang Maha Kuasa. Kalau Dia menghendaki maka yang tidak mungkin bisa saja terjadi.”
“Semoga saja saya mendapat menantu yang baik, yang bisa mengendalikan Sinah, soalnya Sinah itu kan suka bertindak semaunya, terkadang tidak terkendali dan sering membuat saya marah.”
“Kalau dia sudah punya suami nanti pasti berubah. Sinah masih muda.”
Mbok Manis tak menjawab, tapi kemudian dia maklum, kalau benar-benar anak muda itu sama dengan foto yang ditunjukkan kepadanya ketika itu, maka mbok Manis merasa bahwa pantaslah Sinah tergila-gila. Anak itu ganteng, santun, mahasiswa pula. Bukankah teman Listyo itu juga mahasiswa? Mbok Manis hampir yakin pasti dialah orangnya, tapi mbok Manis berpikir, bahwa Sinah hanya bermimpi.
***
Mbok Randu sedang melayani makan den ajeng Dewi setelah pulang di sore hari itu dari kepergiannya sejak pagi. Mbok Randu merasa kasihan, Dewi berjuang tak kenal lelah demi membuat penduduk desa yang mereka tempati menjadi sebuah desa yang maju, khususnya dalam pendidikan anak-anaknya.
Ada bangunan yang kokoh telah berdiri, yang akan diperuntukkan untuk sekolah anak-anak desa yang terbelakang dalam pendidikan itu, dari tingkat SD sampai SMP. Dewi menjual beberapa perhiasan yang dimilikinya untuk mendirikan semua itu, dengan dibantu oleh pemerintah setempat yang mendukung keinginan gadis ningrat yang luar biasa keinginannya itu.
“Neng pasti sangat lelah bukan?”
“Tidak, biasa saja. Semuanya hampir selesai. Dan aku sudah kangen pada kanjeng ibu, juga kanjeng rama.”
“Mereka pasti senang melihat Neng kembali ke rumah.”
“Iya, pastinya. Aku sebenarnya menyesal membuat mereka sedih dan kehilangan.”
“Setelah semua yang Neng lakukan, apakah tidak sebaiknya Neng mengabari keng rama, terutama keng ibu? Seorang ibu akan merasakan kesedihan yang lebih besar ketika kehilangan buah hatinya.”
“Tapi aku akan membuat kejutan untuk mereka. Toh tidak akan lama lagi Mbok. Paling lambat akhir bulan ini aku sudah bisa pulang.”
“Terserah Neng saja kalau begitu.”
“Kalau Simbok lelah, tidak usah berjualan lagi.”
“Saya sudah mengajari beberapa ibu muda yang ingin mencari uang dengan berdagang. Mereka tidak hanya bisa menjual sayuran hasil panen mereka. Kalau hasil panen belum bisa dipetik, mereka bisa berjualan makanan.”
“Bagus sekali. Sudah Simbok lakukan?”
“Sudah beberapa minggu terakhir ini. Mereka sudah ada yang mulai melakukannya. Jadi saat hasil panen belum ada, mereka tidak bengong menunggu, tapi bisa menghasilkan uang.”
“Senang sekali mendengarnya. Nanti kalau kita pergi, simbok tidak akan dilupakan oleh mereka.”
“Saya hanya senang memiliki banyak saudara di sini. Ketika di Jawa saya seperti katak dalam tempurung. Tidak pernah kemana-mana. Tapi dari tadi saya melihat Neng melamun, ada apa?"
“Kemarin saya menelpon Satria tapi tidak diangkat, sudah berkali-kali.”
“Pastinya dia sibuk. Neng sendiri mengatakan kalau mas Satria kuliah sambil bekerja.”
“Iya, benar. Aku harus mengerti. Ketika aku sibuk, dia juga susah menghubungi aku. Semoga dia baik-baik saja.”
Ketika mereka berbincang itu tiba-tiba ponsel Dewi berdering. Dewi tersenyum senang, rupanya Satria menelpon.
“Ya, Sat. Kamu sibuk ya, sejak kemarin susah dihubungi?”
“Iya, kemarin siang ponselku mati, lalu diajak dosenku jalan-jalan. Maksudnya makan siang, lalu mampir ke rumah kerabatnya. Rupanya dosenku itu juga seorang keturunan ningrat seperti kamu.”
Dewi tertawa.
“Memangnya kenapa kalau keturunan ningrat?”
“Nggak apa-apa, walau keturunan ningrat dia itu baik sama aku. Umurnya terpaut jauh, tapi kami seperti sahabat.”
“Syukurlah.”
“Aku ini orang yang beruntung, punya kekasih keturunan ningrat, demikian juga dosenku.”
“Sudahlah, aku tidak suka kamu membicarakan soal keturunan. Dengar, apa kamu senang, paling lambat akhir bulan aku sudah pulang?”
“Benarkah? Tentu aku senang. Kamu langsung pulang ke rumah?”
“Iya, pastinya. Tapi aku turun di Jogya. Aku akan segera mengurus ticket kepulangan aku nanti.”
“Bagus sekali, aku akan menjemput kamu.”
“Benarkah?”
“Tentu saja benar. Katakan tanggalnya dan jamnya. Juga pesawatnya.”
“Segera, setelah ada kepastian untuk itu.”
“Aku pasti tidak akan bisa tidur malam nanti.”
“Memangnya kenapa?”
“Membayangkan akan segera bertemu gadis yang aku sayangi.”
“Satria, tapi kamu harus bersabar, karena aku juga masih ingin kuliah setelah ini.”
“Aku sudah mengerti, dan aku akan bersabar menunggu kamu. Tapi sudah dulu ya, aku harus mengantar pesanan. Ini aku baru pulang kuliah, melihat ponselku penuh panggilan tak terjawab dari kamu, aku sisihkan waktuku untuk menelpon.”
“Yang penting kamu baik-baik saja.”
“Alhamdulillah. Jangan lupa, ini sudah tidak lagi musim penghujan. Ketika kamu melihat rembulan, kamu harus yakin bahwa aku juga sedang melihat rembulan yang sama.”
“Satria … “
***
Hari itu Satria pulang kuliah lebih cepat. Ketika akan mengambil sepeda motornya, Listyo, sang dosen memanggilnya.
“Sat, kamu mau pulang?”
“Iya, Pak.”
“Hampir sebulan aku pindah di rumah bibi, kamu belum pernah mampir ke sana.”
“Iya sih Pak, nanti lain kali aku pasti menyempatkan waktu untuk mampir.”
“Sekarang saja yuk, jambu dersana di rumah bibi sedang berbuah dan sudah matang-matang.”
“Tidak hari ini Pak, saya harus ke bandara.”
“Ke bandara? Ngapain ke bandara?”
“Pacar saya pulang, pesawat akan mendarat sore ini.”
“Kamu mau ke bandara naik sepeda motor?”
“Tidak, aku bawa pulang dulu sepeda motornya.”
“Ayo aku antar saja.”
“Nggak ah, merepotkan Bapak.”
“Tidak, aku sedang senggang, aku ingin melihat pacar kamu. Apakah dia cantik?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 35" sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom beserta amancu selalu sehat, segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteNuwun mas Kakek
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam SeRoJa inggih
ReplyDeleteSami2 jeng Sis
DeleteSalam kangen
Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Matur nuwun, Bu Tien. Salam aduhai
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAduhai
Matur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin aduhai. Salam sehat bahagia selalu...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat juga
Wiiiih seru,kalau Dewi ketemu Listyo..... Alhamdulillah episode 35 telah lancar terbit, maturnuwun Bu Tien, sehat2 selalu Bu, segera menyusul jilid 36..🙏🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tatik
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sehat walafiat ya bu Tien dan pak Tom Widayat bahagia selalu bersama keluarga
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Alhamdulillah yang ditunggu sudah hadir.. maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien sekalian tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin YRA 🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdullilah..terima kasih bundaqu cerbungnya..slm sht sll dan tetap aduhai unk bunda sekeluarga.
ReplyDeletePak Tom sll sht y bund🙏🌹🥰❤️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Farida
Terima kasih Mbu tien sudah tayang... aduuh makin tak sabar menunggu pertemuan di bandara jogja....
ReplyDeleteSehat² trs bersama keluarga trcnta
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Alhamdulillah... waaaah seru niih ngk sabar nunggu besok lanjutannya... matur nuwun bunda Tien, sehat2 selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Wiwik
Duuuh.... piyè haraaaah.....
ReplyDeleteMugo2 den ajengè ora semaput mudun pswt disambut sang kekasih plus dosennya...
Matur sembah nuwun mbak Tien....
Whuaaaah.... aku melu deg2 plas nunggu kabar besok malam...
Mbak Tien sehat2 njiih 💪🏿💪🏿
Salam kangen dr Surabaya 🙏😘😍❤️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Dewi.
Kangeeen..
🍒🍓🍒🍓🍒🍓🍒🍓
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
Cerbung CJDPS_35
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin🤲. Salam seroja😍
🍒🍓🍒🍓🍒🍓🍒🍓
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Susi
Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku jauh di Pulau Seberang sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah... terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 35...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Dewi pulkam...tp via Bandara Adisutjipto.
Yang akan menjemput pacar nya s Satria dan mantan pacar nya s Listyo. Gimana bisa begini ya...bakanlan seru ini...😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Terimakasih bunda Tien, sehat selalu bersama keluarga tercinta, aduhaaiii
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteAduhai
Alhamdulillah...
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ❤️🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 jeng Susi
DeleteKacau...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 Mas MERa
DeleteBalau
Wah asyik nih.. Dewi akan ketemu Listyo, sekaligus Satria. Bu Saraswati marah tidak ya..
ReplyDeleteArum tetap tidak akan tenang kalau belum jauh dari kota nya Adisoma. Tapi kalau Listyo melarang mereka pergi ya harus menurut.
Salam sukses mbak Tien yang Aduhai, semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Umi
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 35 "sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Allahumma Aamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Ya ampuun....ibu Tien memang piawai memelintir alur cerita lho...dulu di eps.2 disebutkan bahwa Listyo itu keponakan Adisoma (anak dari paman Dewi yg adik ramanya), tapi juga disebut sebagai sahabat kanjeng ramanya. Tapi sekarang Listyo kok jadi anak kerabat jauh ibunya? 🤔 Mungkinkah ibu dan rama Dewi masih termasuk kerabat juga? Umumnya terjadi pada keluarga ningrat Jawa...walaupun keluarga Listyo berasal dari Temanggung, Saraswati dari Jogja ya?
ReplyDeleteBtw, terima kasih, ibu Tien sudah terus berkarya dan menghibur para penggemarnya. Semoga sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻🌹
Ayah Listyo yang tumenggung hanya sahabat Adisoma ayah Dewi. Bukan kerabat.
DeleteSepertinya begitu ibu Nana. Apa saya lupa ya. Maaf ya.
Oh, nampaknya sy salah ingat jg, bu...terima kasih penjelasannya, maaf.🙏🏻
Delete