Tuesday, June 3, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 27

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  27

(Tien Kumalasari)

 

Saraswati terbelalak menatap bocah kecil yang merangkul leher Adisoma erat. Mata bening yang tajam itu berkedip-kedip. Saraswati terpana. Ia sangat mengenal mata itu. Mata yang selalu memandanginya dengan tatapan penuh perhatian. Bibir tipis yang selalu bergerak-gerak lucu ketika ia menimangnya.

Sekarang ia masih berkedip-kedip. Aroma segar yang menguar menusuk hidungnya dengan lembut. Terpana menatapnya, sehingga Saraswati tak sadar kemudian mengulurkan kedua tangannya. Adisoma melepaskan belitan tangan Aryo di lehernya, mengulurkan Aryo ke tangan Saraswati. Senyum Saraswati mengembang ketika Aryo sudah berada di gendongannya dan tidak sedikitpun menunjukkan rasa takut. Padahal waktu berada bersamanya Aryo masih berumur dua atau tiga bulanan.

Adisoma melepaskan napas panjang yang semula ditahannya.

“Kamu ingat aku?” tanya Saraswati sambil mengangkat tubuh Aryo agak tinggi.

“Taa … taaa … “ pekik Aryo. Lalu ia tertawa lebar. Dua buah gigi depannya tampak, membuat wajahnya yang tampan menjadi lucu.

“Kamu adalah bayi yang dulu tidak dikehendaki ayahmu?” kata Saraswati sambil mencium pipi gembul Aryo. Ia bermaksud menyindir Adisoma. Tapi Adisoma tidak meresponnya.

“Panggil aku ibu,” kata Saraswati lagi.

“Bwwwuuu ….”

Saraswati terbelalak. Adisoma heran. Aryo bisa mengucapkan walau tidak pas seperti anak yang sudah pintar bicara.

“Lagi … lagi …  ibuuu …“ teriak Saraswati kegirangan ..

“Bwwuuu ….”

Saraswati menciuminya dengan gemas. Ia bahkan lupa kepada amarah yang masih menyala dan nyaris membakar darahnya. Sekarang darah itu menjadi dingin, sekarang wajah suram itu menjadi cerah.

“Apakah kamu ijinkan Aryo tinggal di sini?” tiba-tiba kata Adisoma.

Saraswati menoleh ke arah suaminya yang sedang tersenyum ke arahnya.

“Aku tinggalkan dia sebentar, aku mau beli susu dan mengambil  botol untuk minum dia,” kata Adisoma sambil membalikkan badannya, tanpa menunggu jawaban Saraswati.

Saraswati membawa Aryo ke ruang tengah. Ia bertemu mbok Manis yang kemudian menatapnya heran.

“Den Ayu?”

“Mbok, masih ingat pada anak ini?”

“Itu kan den Aryo?”

“Kamu tidak pangling?”

“Saya pernah melihatnya ketika kerumah Arum.”

“Dia sudah besar dan pintar. Dia bisa memanggilku ibu,” kata Saraswati dengan wajah berseri.

“Benarkah?” mBok Manis ikut tersenyum senang melihat kegembiraan di wajah Saraswati.

“Aryo, panggil aku ibu … iii … buuu ….”

“Bbwwwuu ….”

Mbok Manis terkekeh melihat bibir mungkil itu mengerucut lucu.

“Bagaimana den Aryo bisa berada di sini?”

“Dia yang membawanya,” kata Saraswati yang mendadak wajahnya muram ketika menyebut ‘dia’.

“Kok bisa?”

“Aku tidak tahu. Sekarang tolong ambilkan biskuit di meja itu, barangkali Aryo mau,” kata Saraswati yang kemudian duduk dengan meletakkan Aryo di pangkuannya.

Mbok Manis mengambil kaleng biskuit yang ditunjuk Saraswati, lalu membukanya. Saraswati mengambil biskuit marie lalu memberikannya pada Aryo. Si kecil lucu menerimanya, langsung memasukkannya ke dalam mulutnya.

“Saya heran, den Aryo tidak menangis digendong Den Ayu. Padahal waktu di sini dulu dia masih bayi.”

“Tadi aku kira juga dia tidak akan mau. Barangkali dalam hati kecilnya dia tahu kalau waktu itu aku amat menyayangi dia.”

“Betul Den Ayu. Lihatlah, semakin besar semakin kelihatan gantengnya.”

“Dia putera Adisoma bukan?”

“Iya, Den Ayu. Itu yang saya dengar dari Arum.”

“Ini bayi yang ditinggalkan ketika masih berada di dalam kandungan. Bahkan ketika bulan-bulan awal di kandungan.”

Mbok Manis mengangguk. Dia yang menceritakan hal itu karena dia tahu dari Arum.

“Di sini ada susu tapi bukan untuk bayi, bolehkah saya buatkan untuk minumnya?”

“Ayahnya sedang keluar membeli susu. Pastinya dia lebih mengerti susu apa yang biasa diminum anaknya.”

“Apakah den Aryo akan tinggal di sini?”

“Entahlah. Tiba-tiba dia datang membawanya, lalu pergi lagi, katanya mau beli susu.”

“Ibunya?”

“Aku belum sempat menanyakannya.”

“Seandainya dia diberikan lagi kepada Den Ayu, apakah Den Ayu akan tetap tinggal di sini? Urung pulang ke Jogya?”

Saraswati diam. Sesungguhnya dia bimbang. Kehadiran Aryo membuat duka dan sakit hatinya menipis. Kalau benar Aryo akan diberikan kepadanya lagi, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan. Bersatu kembali dengan Adisoma?

“Entahlah.”

Lalu Saraswati asyik bercanda dengan Aryo yang berteriak-teriak lucu, terkadang membuat Saraswati terkekeh-kekeh. Mbok Manis menatapnya senang. Sudah lama dia tidak melihat bendoronya segembira itu.

***

Mbok Manis sudah membuatkan susu untuk Aryo, yang kemudian diminumkannya melalui botol yang sudah disiapkan sang ayah. Tak lama setelah minum, Aryo tampak tertidur pulas.

Saraswati menidurkannya di ranjangnya, lalu duduk di sampingnya sambil tak lepas menatap wajahnya yang polos. Ia tampak nyaman, seperti ketika bayi dan tidur bersama ibu angkatnya.

Ketika mendengar langkah kaki mendekat, Saraswati merebahkan dirinya di ranjang, memejamkan matanya, pura-pura tidur. Banyak yang akan ditanyakannya kepada sang suami, tapi entah mengapa, dia masih enggan berbicara.

Melihat sang istri tidur, dan Aryo juga tampak nyenyak, Adisoma membalikkan tubuhnya, keluar dari kamar, setelah meletakkan baju ganti Aryo yang tadi diambilnya ke rumah, sambil mengambil botol minum. Takutnya kalau botolnya baru, Aryo tak mau meminumnya. Dulu ketika Dewi kecil juga begitu. Sampai botolnya kusam, Dewi hanya mau minum dengan botolnya yang lama.

“Sudah kamu buatkan susunya tadi?” tanya Adisoma ketika melihat mbok Manis membawa nampan berisi kotak susu.

“Sudah, Den Mas. Sebotol dihabiskannya, kemudian tidur. Tampaknya den Aryo lapar sekali.”

“Syukurlah. Dia tidak rewel kan? Tadi aku mengambil botol minumnya di rumahnya sana, sama beberapa baju ganti. Tolong simpan, tadi aku letakkan di meja kamar. Dia tidak rewel kan?” Adisoma mengulang pertanyaannya.

“Tidak, Den Mas. Den Aryo kelihatan sangat dekat dengan Den Ayu, seperti sudah lama mengenalnya. Barangkali ingatan den Aryo ketika bayi masih melekat padanya.”

“Aku juga heran. Ketika di rumah dia belum bisa bicara kecuali mengoceh tak jelas, tapi tadi dia memanggil Saraswati dengan hampir jelas. Buuu … katanya.”

“Karena ada ikatan batin sebelumnya.”

“Apakah kamu sependapat denganku, seandainya Aryo tinggal di sini, maka Saraswati akan mengurungkan niatnya pergi?”

“Besar kemungkinannya akan seperti itu, Den Mas. Saya ikut senang kalau hal itu benar-benar terjadi.”

“Ada niatan untuk itu,” kata Adisoma seperti bergumam kepada dirinya sendiri.

Mbok Manis tak menjawab, ia meneruskan langkahnya ke ruang makan untuk meletakkan kotak susu di sana.

“Semoga semuanya dimudahkan, aku tak ingin berpisah dengan Saraswati,” kata Adisoma lagi ketika mbok Manis melintas.

“Den Mas ingin dibuatkan minum?”

“Tidak, aku mau melihat Arum.”

“Apakah dia sakit?”

“Semalam dia melahirkan. Itu sebabnya aku bisa membawa Aryo kemari,” katanya sambil berlalu.

“O, jadi Arum melahirkan, lalu den mas membawa den Aryo kemari. Berarti Arum belum tahu kalau anaknya ada di sini. Bagaimana kalau tahu? Den mas berkeinginan membawa den Aryo kemari untuk menyenangkan den ayu Saraswati, tapi apakah Arum akan mengijinkan? Pasti sangat rumit, apalagi mengingat perkataan Arum waktu ketemu, dia mengatakan ingin bercerai setelah melahirkan. Bagaimana ini nanti, jadi ikutan pusing aku,” gumam mbok Manis sambil beranjak ke belakang.

Melewati kamar Saraswati, mbok Manis melongok ke dalam dengan pelan, tapi ia melihat Saraswati sedang berbaring di samping Aryo yang tidur nyenyak. Mbok Manis membiarkannya, lalu menutupkan pintunya pelan, agar tidak membangunkan keduanya.

***

Arum tergolek di atas tempat tidurnya di klinik bersalin itu. Ia sendirian, tak ada yang datang menjenguk sejak dia melahirkan. Hanya pembantunya yang menunggu, bersama Aryo ketika itu, tapi kemudian Arum menyuruhnya pulang karena tak baik anak kecil berlama-lama di rumah sakit.

“Mas Adi juga belum kelihatan. Pasti dia tidak tahu kalau aku melahirkan. Biarkan saja. Dulu ketika Aryo lahir, aku juga berjuang sendiri, tanpa kehadirannya,” gumamnya.

Arum sangat bahagia ketika perawat membawa anaknya masuk ke kamar inap, untuk belajar menyusu kepada ibunya. Tapi bayi kecil itu rupanya tidak harus belajar. Secara naluri ia sudah bisa menyedot ASI dengan lahap. Arum merasa lega, bayi kecil yang dilahirkannya tidak begitu rewel dalam menyedot ASI.

Memandangi sang anak yang dengan lahap menyantap ASI, Arum merasa terharu. Ia ingat bahwa akan merawat sendiri anak-anaknya.

“Jangan marah pada ibu kalau nanti kita harus hidup prihatin ya Nak? Jangan membenci ibu kalau ibu menolak hidup mulia dan memilih jalan yang entah akan bagaimana nanti ujudnya,” katanya sambil mengelus kepala bayinya yang rambutnya sangat tebal.

Ketika bayi kecil itu selesai menyusu, perawat segera membawaya keluar. Tak terasa air mata Arum menetes. Ia segera mengusapnya ketika mendengar langkah kaki mendekat.

“Mengapa tidak mengabari aku ketika kamu mau melahirkan?”

Arum terkejut ketika melihat Adisoma sudah berdiri di dekatnya.

“Aku kan sudah bilang, kamu harus mengabari aku ketika merasa mau melahirkan. Jadinya kamu melahirkan tanpa suami menunggui.”

“Apakah itu harus?”

“Pertanyaan macam apa itu. Aku adalah ayah dari bayi itu.”

“Dulu ketika Aryo lahir, apakah kamu juga merasa bahwa harus menungguinya? Tidak kan?”

“Jangan mengungkit masa itu, aku kan sudah minta maaf, bahkan berkali-kali?”

“Ya sudah, tidak usah membicarakannya,” kata Arum dingin.

"Tadi aku sudah melihatnya. Dia cantik sekali. Ketika perawat bertanya akan diberinya nama apa bayi itu, aku menjawabnya dengan Sekar. Kamu setuju kan?”

Arum ingin mengatakan tidak, tapi ia tak ingin berdebat lalu pihak rumah sakit mendengarnya. Jadi dia membiarkan bayi itu diberi nama Sekar. Sekar adalah bunga, dan bunga identik dengan wanita.

“Nama yang cantik kan, secantik bayinya.”

Arum tak menjawab. Sikap dingin itu sudah lama dirasakan Adisoma, karenanya ia membiarkannya. Hanya saja ia tak ingin mengatakan tentang Aryo yang sekarang sedang bersama Saraswati. Ia baru akan mengatakan ketika nanti Arum dan bayinya sudah pulang. Adisoma memiliki rencana yang sudah dipikirkannya masak-masak. Dengan senjata Aryo, ia berharap Arum dan Saraswati bisa berdamai dan tidak keberatan hidup serumah. Mengapa tidak? Banyak laki-laki memiliki istri lebih dari satu dan mereka hidup rukun dan damai.

“Apa yang kamu rasakan? Apa kamu merasa sakit?”

“Tidak. Aku hanya ingin segera pulang.”

“Tadi perawat mengatakan bahwa kamu baru boleh pulang dua hari lagi. Itupun kalau tidak ada apa-apa. Tapi sejauh ini, kata mereka, kamu dan Sekar baik-baik saja. Senang aku mendengarnya. Besok saatnya kamu pulang, aku akan menjemputmu.”

“Tidak, biarkan aku pulang sendiri.”

“Jangan membuat aku malu. Kamu punya suami, sudah berangkat sendiri, lalu pulangnya juga akan sendiri lagi.”

Arum diam saja. Ia ingin mengingatkan bahwa setelah ini dia harus menceraikannya, tapi diurungkannya. Adisoma harus mengingatnya, dan ia tak ingin berdebat di tempat yang bukan semestinya.

***

Adisoma pulang ketika hari mulai gelap. Ia langsung ke kamar Saraswati, dan melihat Aryo sudah didandani dengan rapi. Seisi kamar menebarkan aroma bayi yang menenangkan.

Melihat kedatangan Adisoma, Aryo berteriak-teriak senang. Adisoma mendekat dan menggendongnya, dari pangkuan Saraswati.

“Apakah kamu senang tinggal di sini?” tanyanya kepada Aryo yang tentu saja hanya dijawab dengan tertawa-tawa lucu.

“Apakah Aryo akan tinggal di sini?” tanya Saraswati yang penasaran karena Adisoma belum mengatakannya dengan jelas.

“Apakah kamu senang?”

“Apakah ibunya akan mengijinkan?”

“Dia akan tinggal di sini juga bersama anak-anaknya.”

Saraswati terbelalak.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

41 comments:

  1. Alhamdulillah CJDPS~27 sudah hadir.
    Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  2. πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹
    Alhamdulillah πŸ™πŸ§‘
    Cerbung CJDPS_27
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲. Salam seroja😍
    πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Susi
      Salam aduhai

      Delete
  3. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 27 "sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  4. Alhamdulillah "Cintaku Jauh di Pulau Seberang 27" sdh hadir.
    Matur nuwun Bu TienπŸ™
    Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Sis

      Delete
  5. Alhambudillah cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang sudah tayang
    Terima kasih bunda semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  6. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu bersama keluarga tercinta....Aduhaaii

    ReplyDelete
  7. Sdh tayang... terima kasih Mbu Tien...

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillahi Robbil'alamiin.
    Syukron, bu Tien.
    CJDPS_27 sdh tayang.
    Semoga bu Tien selalu sehat dan sehat selalu.
    Demikian juga pa Widayat tambah sehat.
    Aamiin Yaa Robbal'alamiin 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  9. Alhamdulillah, cerbung CJPS ke 27 dah tayang, semoga akhir cerita bahagia semua, gimana kabarnya Dewi dan Satria masih diseberang pulau? Terima kasih Bu Tien, sehat dan bahagia selalu, spy cerbung nya ontime

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Tatik

      Delete
  10. Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Anik

      Delete
  11. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  12. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk...

    ReplyDelete
  13. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 27..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    dua anak saja ya Adisoma.

    Ingat wkt jaman Orba dulu, ngendikane Prof. Haryono Suyono ( Kepala BKKBN ) sbb: cukup dua anak saja, laki - laki atau Perempuan saja, ( maaf ) kondom nya pake kondom Dualima..😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni
      Lha ini iklan dualima. Hehee

      Delete
  14. Laki laki atau Perempuan....sama....saja...( revisi )

    ReplyDelete
  15. Alhamdullilah sdh tayang cerbungnya..terima ksih bunda..slm sht sll dan aduhai unk bunda sekel πŸ™πŸ₯°❤️🌹

    ReplyDelete
  16. alhamdulillah yang ditunggu sudah tayang. Bunda Tien, matur nuwun dan semoga selalu sehat, barokalloh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Yulian

      Delete
  17. Adisoma memang seorang petualang cinta..
    Tapi Mbak Tien adalah petualang dalam dunia imajinasi...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  18. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 27 " sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom beserta amancu selalu sehat, segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🀲🀲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 47

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  47 (Tien Kumalasari)   Tumenggung Ranu tercengang. Tongkat penyangga tubuhnya masih mengambang di udara, s...