Saturday, February 8, 2025

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 32

  

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  32

(Tien Kumalasari)

 

Apakah Guntur yang cerdas dan baik akan bisa dengan teguh menahan gejolak dosa yang terkadang menggoda? Banyak pasien cantik, banyak janda-janda menarik, yang bukan sekali dua kali berobat sambil menggoda.

Tapi bukankah Guntur sangat mencintai istrinya? Ia bukan sekedar istri yang dicintai. Ia juga putri sebuah keluarga yang sudah menjadikannya orang. Hal yang tak pernah dibayangkannya. Ia bahkan mendapatkan semua fasilitas mewah yang tak pernah dirasakannya sebelumnya. Rumah bagus, mobil bagus, dan sekarang mendapat kontrakan rumah yang juga lumayan bagus. Ia bermaksud membuka praktek sore di rumah kotrakan itu, yang terletak agak jauh dari rumah sakit di mana dia bertugas.

Barangkali juga rasa berhutang budi itu akan terus digenggamnya dengan membalas kebaikan mereka, yaitu mencintai putrinya dengan sepenuh hati.

Agak berat sebenarnya ketika sang istri memintanya tidak terlalu sering pulang dengan alasan khawatir dia capek. Kinanti sangat mencintai suaminya. Cinta yang sudah dipendamnya selama bertahun-tahun, bahkan sejak mereka duduk di bangku SMA, di kelas yang sama. Kinanti merasa bersyukur, ketika menyadari bahwa ternyata Guntur juga mencintainya. Rasa saling memiliki begitu kuat diantara mereka. Pak Bono dan bu Bono yang semakin tua, merasa bahagia menyaksikan kebahagiaan mereka.

***

Pada pagi hari itu Kinanti sedang praktek di puskesmas. Perutnya sudah semakin membesar, tapi dia belum ingin cuti. Ketika seorang pasien masuk, ia membaca di kartu periksa. Ardiansyah.

“Kok mirip nama sahabat SMA ku sih,” kata batin Kinanti ketika membaca nama di kartu pasien. Alamatnya juga ….

“Selamat pagi,” sebuah sapa membuatnya menengadah. Lalu dia berteriak.

“Ardiiii!!”

Ia memang Ardi, sahabat yang selalu mengganggunya. Ia tampak jauh lebih gagah dan tampan. Tentu saja. Ia sudah semakin dewasa dan matang, sama seperti Kinanti.

Dengan santai Ardi duduk.

“Aku pasien terakhir. Memang maksudku begitu, supaya bisa berbincang lebih lama denganmu,” katanya enteng.

“Aku heran. Seorang pengusaha kaya dan terkenal, berobat ke puskesmas? Apa semua dokter ahli di kota ini tutup?” canda Kinanti.

“Bukan tutup. Aku mencari dokter yang lebih ahli, tanpa embel-embel spesialis di belakangnya, tapi yang benar-benar ahli.”

“Apa maksudmu?”

“Dokter yang sangat ahli, tidak ada spesialis  di belakang titelnya.”

“Kenapa datang kemari?”

“Menurutku karena kamu adalah ahli.”

“Kamu selalu bicara nggak karuan. Mana gigimu, biar aku cabut semuanya sehingga kamu tidak lagi bisa bicara seenaknya.”

“Ya ampuun. Kamu kejam ya? Gigiku masih utuh, tahu. Bagaimana kamu begitu tega mencabut semua gigi aku?”

“Aku kan ahli. Ahli cabut gigi.”

Ardi terbahak. Perawat pembantu yang masih ada di dalam ruangan ikut tertawa.

“Kinanti, kamu itu benar-benar ahli. Ahli mencabut jiwa dan perasaanku.”

“Jadi aku ini malaikat pencabut nyawa?”

“Kok gitu?”

“Kamu bilang aku pencabut jiwa tuh.”

“Maksudku jiwa dan nurani aku.”

“Orang sinting. Sekarang katakan, gigi kamu kenapa?”

“Cuma ngilu, nggak tahu kenapa ngilu.”

“Tidur di situ dan meringis,” perintah sang dokter gigi.

“Kinanti, kamu jangan keterlaluan. Aku tidak mau meringis. Aku hanya merasa gigiku ngilu.”

“Kalau begitu kamu tidak butuh aku, beli pasta gigi untuk ngilu, ada di supermarket atau di apotek.”

“Yah, cuma begitu ya?”

“Apa lagi? Dasar kamu itu. Sakitnya juga mengada-ada kan?”

“Sebenarnya hanya kangen sama kamu. Hei, perutmu sudah gendut begitu, sudah berapa bulan?”

“Sudah jalan sembilan bulan. Mungkin minggu-minggu ini dia lahir. Eh, tiba-tiba ketemu kamu, amit-amit ya, jangan sampai anakku mirip kamu,” kata Kinanti sambil mengelus perutnya.

Ardi terbahak.

“Memangnya aku ikut dalam produksi anak kamu?”

“Kata orang kalau orang hamil merasa kesal sama seseorang, anaknya bisa mirip. Takut dong aku, kalau tiba-tiba anakku mirip kamu, apalagi kelakuan kamu.”

“Eit, jangan salah. Kalau mirip aku ganteng lhoh.”

“Anakku perempuan, mana mungkin ganteng?”

“Wah, yang dulu bukannya juga perempuan?”

“Nggak apa-apa, besok menantunya juga laki-laki, kan? Tapi ngomong-ngomong anakmu sudah berapa? Bertahun-tahun tidak ketemu. Pasti anakmu sudah banyak.”

“Memangnya aku kucing, bisa beranak banyak?”

Sekarang Kinanti terkekeh, melihat wajah cemberut Ardi yang tampak lucu.

“Aku tuh belum laku, tahu,” lanjut Ardi.

“Belum?”

“Nggak laku.”

“Kamu terlalu memilih pasti, masa orang ganteng, kaya pula, bisa nggak laku?”

“Soalnya mencari yang seperti kamu belum dapat.”

“Kamu masih suka ngoceh nggak karuan ya? Lihat tuh, mbak perawat sampai tertawa terus dari tadi.”

Ardi menoleh ke arah belakang, dan melihat seorang perawat sedang berdiri menunggu perintah sambil tersenyum-senyum.

“Sus, dia ini dulu pacar aku.”

“Eh, ngawur, siapa yang pernah jadi pacar kamu?”

“Pacar dalam hati.”

“Kamu harusnya ke dokter jiwa, bukan ke dokter gigi.”

”Ya ampuun, kamu anggap aku gila?”

“Sedikit.”

“Kamu dari dulu kejam sama aku,” sungut Ardi.

“Ardi, serius nih aku, kenapa kamu belum menikah juga? Jangan bercanda, aku benar-benar serius.”

”Aku jawabnya kurang serius apa sih Kinan? Belum ada yang mau.”

“Jadi orang jangan terlalu pilih-pilih. Di dunia ini tidak ada yang sempurna. Setiap manusia pasti ada kekurangannya. Yang penting dia baik, setia, syukur-syukur cantik. Tapi cantik itu sebaiknya luar dalam.”

“Baik Mbah.”

“Eh, kok Mbah sih? Memangnya aku sudah nenek-nenek?” Kinanti melotot kesal.

“Kamu persis seperti nenekku. Setiap ketemu, itu yang diucapkannya.”

“Memang itu petuah yang baik kan?”

“Hm, baiklah. Jam berapa kamu pulang?”

“Sebentar lagi, sejak hamil tua ini aku cepat merasa lelah.”

“Kalau begitu aku tunggu. Kamu tidak harus menunggu suami yang praktek di tempat jauh kan?”

“Ya tidak. Aku naik angkutan umum saja.”

“Hari ini naiklah angkutan yang tidak umum. Gratis, ditambah traktir makan siang, bagaimana?”

“Makan siang?”

“Jangan bilang karena perutmu sudah gendut lalu tidak mau makan lagi,” Ardi terus-terusan bercanda. Membuat Kinantipun tak berhenti tertawa.

“Baiklah. Tunggu di luar dulu, aku bereskan pekerjaan aku.”

Ardi keluar, dan melihat perawat pembantu Kinanti masih saja tersenyum-senyum. Bukan tersenyum karena melihat cowok ganteng sih, tapi karena bicaranya yang konyol seenaknya.

***

“Aku tahu banyak tentang kamu dan suami kamu, walaupun tidak pernah bertemu,” kata Ardi ketika mereka makan di sebuah rumah makan.

“Kehidupan kami biasa-biasa saja.”

“Aku ingin bertemu Guntur juga. Dia pulang setiap Minggu?”

“Ya, begitulah. Dulu dia pulang pergi setiap hari, tapi aku melarangnya. Jauh sih, nanti dia kecapekan.”

“Istri yang baik. Aku tahu kamu sangat mencintai suami kamu.”

“Harus dong, masa punya suami nggak dicintai?”

“Aku ingin istri yang seperti kamu.”

“Tuh, ngomongnya selalu itu-itu saja.”

“Itu benar.”

“Tidak ada orang sama di dunia ini, kecuali dia kembar.”

“Bukan wajahnya, tapi hatinya.”

“Jangan begitu, aku seperti wanita lainnya, banyak kekurangan. Tidak sempurna sekali seperti yang kamu bayangkan. Jadi jangan menjadikan semua itu alasan, sehingga kamu tidak segera menikah.”

“Entahlah, sulit sekali.”

“Nggak punya niat,” gerutu Kinanti.

“Mungkin.”

“Kamu terlalu sibuk dengan usaha kamu.”

“Oh ya, apa kamu tahu? Perusahaan ayah Wanda yang ada di kota ini bangkrut. Bahkan yang ada di Semarang juga.”

“Dari mana kamu tahu?”

“Aku juga pengusaha, pasti aku tahu dong. Setelah ayahnya meninggal, perusahaan jadi morat marit. Wanda bukan tipe pengusaha. Dia tukang menghabiskan uang, tapi tidak bisa bekerja.”

“Eh, kamu jangan menjelek-jelekkan orang. Itu perangai waktu masih remaja, Sekarang dia kan sudah dewasa, sudah menikah, yang pastinya sudah punya anak. Ya kan?”

Tabiat di waktu muda tidak bisa hilang di masa tua.”

“Sok tahu kamu. Orang jahat bisa sembuh kalau dia bertobat.”

“Ini masalah kepintaran seseorang. Sejak dulu dia gadis manja. Mana mungkin jadi pengusaha? Buktinya ada, perusahaannya bangkrut kan?”

“Lalu sekarang dia ada di mana?”

“Ya masih di Semarang. Hati-hati kamu, dia bisa saja kembali mendekati Guntur.”

“Ardi, kamu jangan memanas-manasi hati orang. Aku percaya dia kok. Suamiku sangat mencintai aku.”

“Semoga begitu. Aku selalu mendoakan kebahagiaan kamu.”

“Terima kasih Ardi. Kamu memang sahabat yang baik.”

“Aku akan selalu baik untuk kamu.”

“Kepada semua orang dong.”

“Ya, tentu. Tapi untuk kamu berbeda. Kamu benar-benar sahabat sejatiku. Maksudku, kamu dan Guntur.”

“Kapan-kapan kalau Guntur pulang, kamu datanglah ke rumah.”

“Ya, kabari aku kalau dia pulang.”

Tapi saat makan dan berbincang itu tiba-tiba Kinanti merasa perutnya sakit. Ardi yang memperhatikan sedari tadi merasa khawatir.

“Kamu kenapa? Wajahmu kemerahan begitu?”

“Ini, apa aku mau melahirkan ya?”

“Ya Tuhan, selesaikan makannya, aku antar ke rumah sakit.”

“Sudah, aku sudah kenyang,” katanya sambil meletakkan sendoknya, lalu minum seteguk teh hangat yang tadi dipesannya.

Ardi membayar semua makanan, lalu menuntun Kinanti ke mobil.

***

Pak Bono dan bu Bono sedang makan siang juga ketika ponselnya berdering. Mereka terkejut mendengar Kinanti sudah ada di rumah sakit.

Itu ponsel Kinanti, tapi yang menelpon adalah Ardi.

“Apa Guntur ada bersama kamu?” tanya pak Bono.

“Tidak, saya baru mau mengabari dia.”

“Baiklah, kami segera ke sana. Semoga Guntur bisa menunggui kelahiran anaknya,” kata Pak Bono.

Pak Bono meletakkan ponselnya, bermaksud berhenti makan.

“Tidak usah tergesa-gesa makannya Pak, dihabiskan dulu. Aku kira kalaupun sampai di sana, kita tidak bisa masuk menunggui langsung kecuali suaminya.”

“Ya walaupun hanya menunggu di luar, Kinanti harus tahu kalau kita ada di sana, supaya dia merasa lebih tenang.”

“Nanti kita bilang kalau kita sudah ada di luar. Aku bereskan dulu mejanya, sementara Bapak menyelesaikan makan, tidak usah tergesa, nanti tersedak bagaimana?”

“Iya, iya … cepatlah. Aku ini dokter, tapi tetap saja nervous kalau mendengar ada yang melahirkan. Ingat waktu kamu melahirkan Kinanti. Kamu habis jatuh waktu itu, dan perdarahan juga, aku panik bukan main.”

“Bapak itu jadi dokter tapi hatinya kecil,” ejek sang istri.

“Ini menyangkut anakku. Tentu saja aku khawatir. Lagi pula sudah lama tidak menjadi dokter. Dan rasa khawatir tentang keadaan anak itu kan tidak ada hubungannya dengan dokter yang pernah aku sandang. Aku tetap manusia, seorang ayah. Apa Ibu tidak khawatir?”

“Ibu mendoakan yang terbaik. Ayo jangan ngomong saja, habiskan makannya, ibu akan bersiap-siap.”

“Panggil taksi sekalian.”

“Baiklah.”

***

Guntur sedang praktek di rumah sakit, ketika ponselnya berdering. Ia terkejut ketika Kinanti sudah ada di rumah sakit dan mau melahirkan. Sepertinya belum saatnya. Ia sedang berencana mau pulang sebelum Minggu.

Guntur heran karena yang menelpon adalah Ardi.

“Kenapa bisa kamu?”

“Kebetulan aku menemuinya di tempat dia praktek, lalu mengantarkannya pulang, tapi saat kami mampir makan, Kinanti merasa seperti mau melahirkan. Ini sudah ada di rumah sakit, lalu aku menelpon pak Bono juga.”

Masih ada seorang pasien lagi yang harus diperiksa, jadi dia berpesan pada Ardi agar jangan dulu meninggalkannya.

“Waduh, masih ada pasien?”

“Ardi, jangan panik begitu. Yang penting kamu masih di situ. Aku selesaikan dulu pekerjaan aku ya.”

“Baik.”

Guntur meletakkan ponselnya, lalu melayani lagi seorang pasien yang sudah menunggu. Ia seorang dokter, tidak bisa mengabaikan pasien yang menunggu dan dalam keadaan sakit.

Ia kemudian merasa lega ketika tugasnya selesai. Ia segera berkemas, dan bersiap pulang. Tapi begitu ia membuka pintu, seorang wanita cantik sedang merangkul anaknya yang berjalan tertatih.

“Dokter, tolonglah. Anak saya tiba-tiba dipulangkan dari sekolah, badannya panas sekali,” keluhnya sambil terus merangkul anaknya.

Guntur menghentikan langkahnya. Ia harus menolongnya. Ia segera mempersilakan wanita itu masuk.

Tapi ketika ia meminta perawat membawa si anak ke tempat tidur, Guntur menatap wajah sang ibu yang tampak sangat khawatir.

Ia mengenalnya, sangat mengenalnya. Bukankah itu Wanda?”

***

Besok lagi ya.

62 comments:

  1. πŸƒπŸŒΉπŸŒ»πŸ’”πŸ’”πŸŒ»πŸŒΉπŸƒ

    AlhamdulillahπŸ™ Syukron, Bu Tien... Salam SEROJA...🀝🀝

    JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 32, sudah tayang.

    Semoga Bu Tien selalu sehat dan sehat selalu. Aamiin....
    🀲 🀲 🀲

    πŸƒπŸŒΉπŸŒ»πŸ’”πŸ’”πŸŒ»πŸŒΉπŸƒ

    ReplyDelete
  2. πŸ’πŸ°πŸ’πŸ°πŸ’πŸ°πŸ’πŸ°
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’
    JeBeBeeL_32 sdh tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhaiπŸ¦‹πŸ˜
    πŸ’πŸ°πŸ’πŸ°πŸ’πŸ°πŸ’πŸ°

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah JBBL~32 sudah hadir, maturnuwun bu Tien.. semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin yRa.🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  5. Alhamdulillah, nwn bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah.... matur nuwun bunda Tien, sehat2 selalu

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.... Matur nuwun ibu mugi tansah pinaringan sehat njih bu lan tetep menghibur

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah Eps 32 sdh tayang. Matur nuwun Bu Tien, mugi tansah sehat.

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien JBBL 32 sampun tayang, semcoga bu Tien sekeluarga sll sehat, sll bahagia dan diberikan rizki yang melimpah aamiin yra 🀲🀲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete
  10. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Biarkan Bungaku Layu telah tayang

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbungnipun 🌷🌹 πŸ™πŸ™πŸ™Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🀲

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah. Matursuwun Bu Tien "JBBL~32"nya 🌷🌹 πŸ™πŸ™πŸ™
    Semoga sehat selalu 🀲

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°

    Piye to, apakah Guntur kepincut dg Wanda,,,,🀭

    ReplyDelete
  14. Waduhhhhh...BaHaYa....
    Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  15. Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  16. Alhamdulilah matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode teranyar, salam sehat dan tetep semangat n aduhaai masih sempet nambah cerita loh pdhl lagi lanjalan ke JaTim salam kangen dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  17. Jgn smp Guntur tergoda Wanda...jodohkan sj dg Ardi...trmksh mb Tien sdh tsyang jbbl tepat wkt wlu sdg healing ke Malang nggih? Slm seroja utk para pctk...

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah ... maturnuwun. Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  19. Alhamdulillah, JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU (JBBL),32 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  20. Terima kasih Bunda Tien... cerbung Jangan Biarkan Bungaku 32 Layu...sampun tayang. Selamat berakhir pekan dan bertatap muka.dengan PCTK Malang nggeh Bun, jaga kondisi, sehat selalu dan tetap semangat.

    Guntur sebagai dokter, di uji keimanan nya. Pasien yang datang wanita2 cantik, janda2 cantik dan selalu menggoda nya...aduh mana tahan ya...😁😁

    Apalagi skrng Wanda datang dengan anak nya, membawa harapan, agar cinta pertama nya di terima.
    Tambah pusing nih Guntur, mau buru2 kabur ke Jakarta untuk nunggoni Kinanti yang mau melahirkan anak nya yang ke dua..aduh gimana nih...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  21. Matur nuwun Bu Tien, selamat berakhir pekan dg keluarga....semoga semua sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
  22. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Wedeye

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillaah JBBL-32 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat selalu.
    Aamiin 🀲
    Salam AduhaiπŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ting
      Aduhai....

      Delete
  24. Waah...seru nih episodenya...tokoh2nya saling bernostalgia...Kinanti-Ardi...Guntur-Wanda...wkwk...bakalan muncul konflik nih...ditunggu....😚

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  25. Wanda bisa ketemu Guntur tanpa disengaja. Tentu akan jadi pasien tetap nih..
    Ardi memang suka menolong Kinanti sejak dulu, jadi teruskan saja suka menolong Kinanti setiap saat.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  26. Matur nuwun ibu πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  27. Wuah
    Reuni tenan, padahal wis pΓ₯dΓ₯ duwΓ© buntut.
    Jomblo bermasalah; kenangan dalam angan selalu berkesan, tak terlupakan.
    Di jeda kesibukan selalu terlihat indah; tergambar pelangi memori 'apabila' seakan menuntut keharusan terjadi.
    Rumusan rumusan mulai beterbangan menguar menumpuk benak
    Memang impian berusaha dinyatakan, bukankah runtut belaian ombak bisa mengikis batukarang.

    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan Biarkan Bungaku Layu yang ke tiga puluh dua sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas crigis

      Delete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...