BUNGA UNTUK IBUKU 18
(Tien Kumalasari)
Suri pulang dengan perasaan gundah. Ada perempuan yang malam-malam menelpon, tapi bukan bu Raharjo. Baskoro menamai akun itu ‘DIA’. Pasti seseorang yang istimewa. Hatinya terasa sakit. Sudah sejak lama ia merasa Baskoro menjadi jauh darinya. Sejak sering lembur, bahkan saat libur, lalu sikapnya berubah dingin. Lalu hubungannya tidak lagi seperti suami istri. Lebih bisa dikatakan seperti majikan dan pembantunya.
Hari sudah siang. Perutnya terasa lapar, lalu ia membuka tudung saji di atas meja. Baskoro tak lagi pernah menyentuhnya. Ia hanya memerintah dan minta semuanya beres. Memang sih, akhir-akhir ini ia benar-benar menambah uang belanja, tapi tidak dengan hatinya.
Suri mengambil piring dan mulai makan. Sisa ayam panggang masih ada beberapa potong. Suri menikmati makan siangnya sendirian. Tiba-tiba terbersit keinginan seperti tadi dikatakan bu Raharjo. Jualan. Mengapa tidak?
Kalau pada suatu hari dia harus berpisah dari Baskoro, ia tak harus menangisinya karena tak punya penghasilan. Ia bisa mendapatkan penghasilan dari berjualan ayam panggang.
Suri mengunyah makanannya dengan bersemangat. Ia tak peduli badannya bertambah gembur. Memang salah, perempuan bertubuh tambun? Yang penting sehat. Ia menghabiskan makan siangnya, kemudian membersihkan meja makan dan dapur, lalu menghitung-hitung modal yang diperlukannya. Ia tak keberatan menjajakan dagangannya, masuk dari rumah ke rumah. Suri tersenyum senang, saat dia sudah punya penghasilan, maka Baskoro tak akan diperlukannya lagi. Apakah cinta begitu berpengaruh pada kehidupannya? Nyatanya ia tidak benar-benar menikmatinya. Barangkali karena Baskoro juga tidak mencintainya, karena dulu menikah juga karena dijodohkan.
***
Hasti bangun sudah siang, tapi Rusmi belum pergi dari rumah. Seharian kemarin dia tak ketemu Baskoro, karena siangnya Baskoro tidak bisa keluar, dan malamnya Rusmi yang pergi. Nanti saat istirahat siang ia harus ketemu. Ia sudah sangat kangen pada rayuan laki-laki bercambang yang memang pintar menjatuhkan hati itu. Tapi tidak, lebih baik malam, tidak usah keluar. Baskoro bisa diajaknya datang ke rumah. Bukankah suaminya tak ada? Di rumah bisa lebih leluasa dan sesukanya. Rusmi tersenyum senang Ia ingin mengabari Baskoro tentang keinginannya untuk mengundang ke rumah, malam nanti. Tapi ketika dilihatnya Hasti keluar dari kamarnya, Rusmi teringat akan tali sepatu itu.
Ia menghentikannya ketika Hasti akan beranjak keluar.
“Tunggu, Hasti.”
Hasti berhenti, lalu mendekati sang ibu.
“Apa kamu punya sepatu bertali?” pertanyaan itu membuat heran Hasti. Ia sama sekali tidak tahu maksud ibunya. Tapi hatinya sedikit keder melihat wajah ibunya penuh rasa curiga.
“Mengapa ibu bertanya begitu? Hasti tidak pernah membeli sepatu bertali.”
“Tapi aku menemukan tali sepatu di depan kamar kamu. Semalam, saat aku pulang.”
Hasti terkejut. Tali sepatu? Apakah Baskoro mengenakan sepatu bertali lalu talinya tertinggal di depan pintu? Hasti segera memutar otaknya untuk menjawab.
“Tali sepatu? Aaah, ya … itu tali sepatu ya? Ya ampun, semalam nggak tahu kenapa, ketika pulang, Hasti merasa ada sesuatu yang melekat di alas sepatu Hasti. Sebelum Hasti masuk ke kamar, Hasti mengibaskan kaki karena risih. Entah apa yang kemudian terlepas dari alas sepatu Hasti. Tali sepatu itu ya? Nggak tahu aku Bu, mungkin benda itulah yang tadi malam melekat di alas sepatu Hasti,” kata Hasti yang kemudian berlalu, keluar dari ruangan. Rupanya dia sudah bersiap untuk pergi.
Rusmi menatap punggung anaknya. Penjelasan yang agak panjang itu bisa diterimanya. Lalu ia mendiamkan saja Hasti pergi seperti biasanya. Rusmi tidak menanyakannya, apakah Hasti akan kuliah di hari sesiang itu, atau entah akan pergi ke mana.
Ia kembali meraba ponselnya. Tadi ia belum sempat menelpon Baskoro. Hari mendung, nanti malam pasti hujan. Dan saat hujan dengan Baskoro di dekatnya, pasti lebih menghanyutkan.
***
Baskoro sedang menunggu ajakan Rusmi, yang disaat makan siang pastinya akan mengajaknya makan diluar bersama. Tapi pak Rangga tiba-tiba memanggilnya.
“Bas, kamu mau keluar?”
“Belum tahu nih Pak, mau makan keluar atau ke kantin saja.”
“Makan di kantin saja. Hari ini pak Raharjo akan pulang. Semua laporan sudah harus disiapkan, barangkali pak Harjo memerlukan untuk memeriksanya begitu pulang, nanti.”
“Oh ya? Hari ini pulang? Syukurlah. Saya sudah mempersiapkan semuanya.”
“Ayuk makan di kantin saja,” ajak pak Rangga.
Baskoro menurut. Rusmi tidak menelponnya, dan ia tak ingin menanyakannya, apalagi karena ada pak Rangga bersamanya.
Mereka duduk di bangku yang biasa mereka duduki. Baskoro kemudian berpamit untuk ke toilet sebentar.
“Bapak pesan saja seperti biasa, saya mau ke toilet sebentar,” katanya sambil meletakkan ponselnya di atas meja begitu saja.
“Aku pesan nasi pecel ya,” kata pak Rangga.
“Ya, saya ngikut saja,” kata Baskoro sambil berlalu.
Pak Rangga segera memanggil pelayan kantin dan mengatakan pesanannya, kemudian menunggu.
Tiba-tiba ponsel Baskoro berdering. Agak lama tidak diangkat, karena Baskoro belum kembali, Pak Rangga mengambil ponsel itu, dan melihat nama si pemanggil.
“DIA? Siapa dia? Namanya Dia, atau diberi nama Dia sebagai seseorang yang dirahasiakan?” gumam pak Rangga.
Panggilan itu berhenti karena lama tidak diangkat. Ketika Baskoro datang, barulah pak Rangga mengatakannya.
“Ada telpon tadi, bertubi-tubi.”
“Oh ya,” Baskoro meraih ponselnya.
“Siapa yang kamu beri nama DIA ? Kata pak Rangga sambil tertawa. Ia yakin dia pasti seorang wanita teman kencan Baskoro.
“Oh, itu istri saya kok Pak.”
“O, istri kamu?”
Pembicaraan tentang DIA itu tidak berlanjut, karena pesanan mereka sudah dihidangkan. Nasi pecel dengan telur ceplok, dan es jeruk.
Baskoro makan sambil memikirkan, kenapa Rusmi menelponnya di saat waktu makan siang sudah tiba. Bukan sebelum waktu makan, seperti biasanya. Ia ingin bertanya, tapi sungkan, karena ada pak Rangga yang mencurigai nama DIA di ponselnya.
Ketika itu ponsel pak Ranggalah yang berdering.
“Ha, ini dari pak Raharjo,” kata pak Rangga yang segera mengangkat panggilan itu.
“Assalamu’alaikum, Pak.”
“Wa’alaikumussalam. Sedang apa pak Rangga.”
“Sedang makan bersama Baskoro. Bapak sudah dalam perjalanan pulang?”
“Belum, aku dan Barno baru dalam perjalanan mencari oleh-oleh untuk Wijan.”
“Oh, jadi belum pulang?”
“Lusi baru berkemas, sementara aku jalan sama Barno. Hujan deras ini, pak Rangga.”
“Suruh Barno berhati-hati. Memangnya mau mencari oleh-oleh apa? Di toko oleh-oleh ya Pak?”
“Tidak, Barno mengajak ke luar kota untuk ke kebun buah.”
“Aduh Pak, itu kan di luar kota.”
“Memang, tapi ini hampir sampai, sayangnya hujan deras. Tapi setelah ini kami akan langsung pulang. Tunggu saya di kantor.”
“Baik, saya akan menunggu di kantor, sampai Bapak kembali.”
Raharjo hanya ingin mengatakan itu, lalu pembicaraan ditutup.
“Pak Raharjo akan pulang, aku nanti menunggu di kantor sampai beliau kembali.”
“Bagus sekali, jadi tidak terlalu lama perginya. Saya dengar rencananya sampai tiga hari atau lebih.”
“Kalau semuanya cepat selesai, pasti bisa segera pulang.”
Baskoro mengangguk, sambil menghabiskan makanannya.
***
Begitu masuk di ruangannya, Baskoro langsung menelpon Rusmi, yang dijawab dengan nada kesal.
“Kenapa menghubungi aku? Capek aku menelpon kamu.”
“Maaf, Bu, tadi aku baru ke toilet. Ada apa? Bukan mengajak makan siang kan?”
“Tidak, aku punya rencana, lebih baik nanti malam saja kamu datang ke rumah.”
“Nanti malam? Ke rumah?”
“Kita tidak perlu keluar. Kamu naik taksi saja, karena tampaknya hari mau hujan. Lebih nyaman bersenang-senang di kamar aku.”
Baskoro terkejut. Ia ingat ketika datang ke rumah dan memasuki kamar Hasti atas undangan gadis itu.
“Mau kan?”
“Barusan, di kantor, pak Raharjo mengabari kalau akan pulang hari ini.”
“Oh ya? Kamu yakin dia benar-benar akan pulang?”
“Entahlah. Tergantung Barno yang akan melakukannya.”
“Kalau begitu nanti sore saja kamu ke rumah aku. Maksudku sore sepulang dari kantor. Mau kan? Kamu bisa sampai malam di rumahku, kalau rencana kita berhasil. Motor kamu tinggalkan di kantor saja, kamu naik taksi. Repot kalau bawa motor.”
“Baiklah, kalau begitu, tapi aku mau mampir ke toko sepatu dulu.”
“Apa? Kamu mau beli sepatu?”
“Bukan, hanya ingin beli tali sepatu.”
“Beli tali sepatu?” Rusmi meraba tali sepatu yang tergeletak di atas nakas. Memang dia menyimpannya ketika dia ingin menanyakan tentang tali itu kepada Hasti. Tapi jawaban Baskoro membuatnya tercengang.
“Iya, entah kenapa, tali sepatuku hilang satu, jadi aku memakai sepatu bertali sebelah. Mau beli sebelum sampai di kantor, toko-toko masih tutup.”
“Kamu tidak usah beli Bas,” suara Rusmi bergetar menahan marah. Tiba-tiba dia membayangkan apa yang terjadi semalam. Baskoro dan Hasti. Benarkah Hasti berani mengundang Baskoro ke kamarnya?
“Kenapa kamu melarang aku beli tali sepatu?”
“Aku akan memberi kamu nanti, tali sepatu.”
Rusmi langsung menutup panggilan itu, dengan tangan gemetar, sementara Baskoro tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Rusmi keluar dari kamar, mencari bibik. Dilihatnya bibik sedang menyiapkan makan siang di ruang makan.
“Bik, ketika aku pergi semalam, apakah ada tamu?”
“Tamu?” bibik tampak mengingat-ingat.
“Ada tamu, tidak?” Rusmi tak sabar menunggu jawaban bibik.
“Kalau tamu, tidak ada. Tapi ada dokter datang kemari.”
“Dokter?”
“Iya. Yang menemui pertama kali mas Wijan. Dokter itu datang atas undangan mbak Hasti, katanya kakinya keseleo habis terjatuh, jadi dokternya disuruh langsung ke kamarnya.”
Darah Rusmi mulai panas.
“Kamu yakin dia dokter? Dia mengaku dokter, begitu?”
“Dia memakai jubah putih seperti dokter. Saya tidak melihat wajahnya dengan jelas, dia memakai topi dan masker. Saya melihatnya ketika dokter itu mau pulang, lalu saya mengunci pintunya.”
Rusmi membalikkan tubuhnya dengan wajah merah padam. Darahnya sudah mendidih. Ia ingin menghajar anak gadisnya, tapi Hasti sedang tidak ada di rumah. Sudah jelas Baskoro datang ke rumah, menyamar sebagai dokter, lalu pulang tergesa sehingga tali sepatunya terlepas dan tak sempat memasangkannya kembali.
Bibik mengangkat bahunya. Ia mengatakan semuanya, karena memang menurut Hasti dia dokter yang dipanggilnya, bahkan melakukan terapi di kamarnya sampai berjam-jam. Tapi ada senyuman miring di bibir bibik. Ia bukan anak kecil, dan ia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tak apa ia mengatakan semuanya kepada sang nyonya. Bukankah dia hanya mengatakan bahwa yang datang itu dokter, dan tak mengatakan apa yang membuatnya curiga?
Tak peduli sang nyonya majikan marah-marah di kamar, bibik melanjutkan pekerjaannya menata makan siang, terutama untuk Wijan dan Nilam yang tak lama lagi akan pulang dari sekolah.
***
Rusmi mengendapkan didih darahnya di atas ranjang. Ia bukan hanya marah karena Baskoro berkhianat, tapi juga marah karena anak gadisnya berani memikat Baskoro dan membiarkannya masuk ke kamar. Rupanya benar dugaan Baskoro bahwa Hasti bukan gadis yang masih hijau. Dia sudah matang dan berpengalaman. Diam-diam Rusmi merasa ngeri. Dia mampu melakukannya, tapi ia tak rela anak gadisnya melakukan hal yang sama. Hasti masih gadis dan pastinya harus bisa menjaga kegadisannya dengan sangat baik. Tapi semalam, tak mungkin tak terjadi sesuatu di kamar itu. Baskoro seorang laki-laki yang gampang terbius kecantikan perempuan. Dia tampan, dan yakin bahwa Hasti terpesona. Tapi tak pernah dibayangkannya Hasti akan melakukannya sejauh itu.
Rusmi melempar-lemparkan bantal dan guling ke lantai, seakan dia sedang menghajar habis-habisan anak gadisnya itu. Ia juga membayangkan seakan dia sedang menghabisi Baskoro dengan pukulan mautnya.
***
Wijan dan Nilam sudah selesai makan, ketika mereka melihat Baskoro datang dan berdiri di depan teras. Baskoro sedang menelpon, rupanya sedang memberi tahu Rusmi kalau dia sudah di rumah.
“Itu kan dia?” pekik Nilam ketika melihat Baskoro.
“Ssst. Jangan berteriak.”
“Mau apa dia kemari? Berani-beraninya datang ketika bapak tidak di rumah.”
Rusmi keluar dari kamar dengan wajah kelam gelap seperti mendung yang terjadi di sore itu. Tapi dia menyambut kedatangan Baskoro, dan mempersilakannya masuk.
Nilam ingin menegurnya, tapi Wijan kemudian menariknya masuk ke dalam kamar.
“Dia karyawan di kantor bapak, mungkin akan bicara penting sama ibu,” kata Wijan.
Ketika melihat tak ada siapapun menatap keduanya, Rusmi segera menarik Baskoro ke lantai atas, mengajaknya masuk ke dalam kamar. Baskoro tertegun melihat kamar Rusmi berantakan.
***
Nilam merengut karena Wijan melarangnya protes tentang kedatangan laki-laki bercambang itu.
Ketika itulah tiba-tiba ponsel Wijan berdering.
“Ini Wijan?”
“Iya, ini siapa?”
“Saya pak Rangga. Nomor kontak kamu diberikan pak Raharjo sebelum berangkat. Ada berita buruk, saya menghubungi bu Raharjo tapi tidak diangkat.
“Berita buruk apa?” tangan Wijan gemetar.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang
ReplyDeleteAduuuh...berita buruk!
DeleteKecelakaankah pak Raharjo?
Duh...para durjana berpesta dengan gelimang dosa..
Wijan meratap, secepat itukah menjadi yatim piatu?
Pak Raharjo kecelakaan?? Atau dicelakai seseorang?? Mudah mudahan tidak meninggal, saya ingin melihat pak Raharjo bahagia melihat Wijan sukses.
DeleteBu Rusmi biar perang dengan Hasti, makin rame makin baik.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Sami2 pak Latief, juara nih
DeleteJeng Iyeng, senengnya sudah sehat ya jeng? Alhamdulillah
Delete💐🍃💐🍃💐🍃💐🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah BeUI_18
sudah tayang...
Matur nuwun Bu Tien.
Tetap sehat dan
smangaats nggih Bu
Salam Aduhai 🌷🦋
💐🍃💐🍃💐🍃💐🍃
Apa yg terjadi dgn pak Raharjo...? Barno sang supir ternyata kongkalikong dgn Bu Rusmi utk mencelakakan Pak Raharjo...teganya Bu Rusmi, pikirannya sdh dikuasai oleh setan demi utk memuaskan hawa nafsunya...Makin seru aja nih Bu Tien critanya...bikin deg2an n penisirin...🤔
DeleteHehee... salam deg2an dari Solo, ibu Sari
DeleteAamiin
DeleteSalam aduhai deh jeng Sari
Trmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteAlhamdulillaah d tunggu" tayang makasih Bunda sehat selalu
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 ibu Engkas
Alhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~18 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah ,matur nuwun mugi Bunda sakluarga tansah pinaringan kasarasan aamiin.
ReplyDeleteAamiin jeng Isti, matur nuwun
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat aamiin
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteMtrnwn mb Tien 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 jeng dokter. Semoga sudah pulih dan tetap sehat ya jeng
DeleteAlhamdulillah, BeUI_18 sdh tayang malam ini.
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien, salam SEROJA.....
Tetap semangat, tetap sehat, tetap berkarya......Aamiin....
Salam ADUHAI dari mBandung.
Alhamdulillah terima kasih bu Tien sudah tayang. Teriring doaku sehat selalu bu agar terus semangat berkarya🙏
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
ReplyDeleteAlhamdullilah
Bunga untuk ibuku 18 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin
DeleteNatur nuwun pak Wedeye
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah..... terimakasih Bunda.... semoga sehat selalu. Aamiin
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
DeleteAamiin atas doanya
alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Endah
DeleteSemoga Berita buruk dari Pak Raharjo hanya ..........Alhamdulillah Maturnuwun Bunda.B.U.I bikin pinisirin 😡👍👍👍
ReplyDeleteSami2 pak Herry
Deletematur nuwun bu Tien...salam Aduhai
ReplyDeleteSami2 ibu Ayien
DeleteAduhai deh
Matur nuwun mbakyuku Tienkumalasari sayang sudah tayang episode ke 18, salam aduhaai dan tetep semangat inggih, wassalam dari Cububur, JakTim
ReplyDeleteSami2 jeng Sis
DeleteSalam kangen dari Solo
Terimakasih Bu Tien cerbungnya, salam sehat selalu.... 🙏😘
ReplyDeleteSami2 ibu Alfes.
DeleteSalam sehat juga
Mungkinkahn terjadi sesuatu dengan Pak Raharjo? Semoga tidak , terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteTetima kasih juga ibu Mundjiati
DeleteWaduh berita buruk? Jangan pak Raharjo dong.. 😭
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏🙏
Sehat selalu kagem bunda Tien.
Sami2 ibu Padmasari
DeleteSalam hangat yuk
Piyé iki, tak kira pulang, ketahuan, di bandem durian, eh malah.
ReplyDeletePak boos ada halangan lagi, mudah mudahan nggak sampai berpulang.
Wauw, mas Wijan nich pewaris tunggal.
Kemarin sudah bikin surat wasiat lagi.
Ngotot bagi bagi nich saudara tiri sama si ibu tiri, Rusmi maunya buru buru minta lebih, ih jangan jangan Banu ada dipesan dari Baskoro jadi ikutan dapat bagian.
Kan, Nilam bilang pada Wijan mau ada yang disingkirkan.
Kasihan Wijan dapat tekanan disana sini. Terusir rupanya.
Mudah mudahan nggak segitunya..
Kejadiannya
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bunga untuk ibuku yang ke delapan belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Enaknya piye, pak Nanang
DeleteSalam crigis yuk
Aamiin doanya
Aduuh...berita apa kah ini...sedang tegang tegang dan seruuu...
ReplyDeleteTerusnya besok yaa☺️
Alhamdulillah bunda Tien...cerbung yg selalu ditunggu tiap episode nya
Salam Aduhaii
Terima kasih ibu YYulia,
DeleteSalam seru dan aduhai
Trnyt makin seru nih
ReplyDeleteSemoga pak Raharjo baik2 saja, terimakasih bunda Tien,salam sehat dan aduhai selalu.
ReplyDeleteSami2
DeleteTetima kasih ibu Komariah, aduhai deh
Matur nuwun bunda Bunga Untuk Ibuku 18 sdh tayang
ReplyDeleteSelalu dan selalu kami tunggu di setiap malamnya
Sehat" sll nggih bunda
Salam aduhai dari Bojonegoro
Sami2 ibu Wiwik
DeleteTerimakasih ya, salam sehat dan aduhai
Hadeeh Suri udah bnr2 mempersiapkan diri andai dia nantinya akan berpisah dgn Baskoro
ReplyDeleteSementara tali sepatu msh jadi mslh bagi si kerbau Rusmi
Gudel mulai berkelit utk membohongi ibunya
Bu Rusmi mulai menyelidiki via bibik, yah namanya pembantu juga jawab apa adanya
Dan Rusmi mulai uring2an sndri
Jadi si DIA udah mulai nelpon Baskoro krn udah kebelet bnr
Inget lagi si tali sepatu Baskoro lepas kdg gak hbs pikir deh knp tali sepatu bs lepas yah
Apakah si kerbau dan gudel sampai nglesot dgn tanpa lepas sepatu yah
Moga pak Raharjo gak bs di hbgi krn hujan deras jd signal terganggu
Kl mauku seh pak Raharjo moga ttp selamat
Dan drmh msh ada kerbau berdua tuh
Hadeeh bikin penasaran banget seh
Yuuk kita tunggu aj lanjutannya
Sabar sabar sabar deh
Sehat selalu doaku bundaku sayang ttp semangat dan
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
ADUHAI.. ADUHAI.. ADUHAI...
Deletejeng In
Wah, seru nih bu Rusmi sudah curiga, bisa perang tanding lawan si gudel nih...🤭
ReplyDeleteKasihan Wijan kalau bapaknya dicelakai, belum sempat dipersiapkan mewarisi perusahaannya...semoga bu Tien berbelas kasih memanjangkan kisahnya pak Raharjo ya...🙏🙏🙏😀
Terima kasih, bu Tien. Salam sehat.🙏😘😘
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam hangat dari Solo
Terima kasih bunda Tien..salam sehat
ReplyDeleteMakin seru aja Bun...ceritanya
He. He...
Ibu anak bisa berantem tuh rebutan Baskoro ...
Sami2 ibu Sriati
DeleteTerima kasih perhatiannya
Alhamduillah BUI 18 sdh tayang
ReplyDeleteMatursuwun, salam sehat Bu Tien
Salam A D U H A I ✋
Sami2 ibu Umi
DeleteSalam hangat yang aduhai
Episode kesedihan ... trhanyut perasaan kita deg2an utk episode besok malam
ReplyDeleteTerima kasih perhatiannya, ibu Wiwik
DeleteWadoooow.....pak Raharjo kenapa yaa... berita buruk apa niih? Kasihan Wijan belum siap belajar manajemen perusahaan keluarga.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien.. salam sehat bu.
Sami2 ibu Ratna.
ReplyDeleteSalam hangat dari Solo
Wah....ternyata Barno yg ditugasi mencelakai Pak Raharjo. Semoga Pak Raharjo selamat. Terus akan ada perang segitiga. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu....aamiin....
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Sami2 ibu Ting
ReplyDeleteAamiin atas doanya
Matur nuwun
ReplyDeleteDoaku mudah mudahan pak Rahardjo Selamat
ReplyDeleteTuhan selalu melindungi orang baik
ReplyDeleteMbak Yaniiiikkkk
DeleteAlhamdulillah Matur nuwun bu Tien 🤗😍
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat semua
Knp dg pak Rahardjo ya,,,,
Hanya bu Tien yg tau 🤭
Aamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Salamah
Aamiin
ReplyDeleteSalam hangat dari Solo, pak Munthoni
Sami2 ibu Ika.
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai
Apa yg terjadi dg Pak Raharjo? Semoga tidak cedera. Terimakasih... Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nanik
Kasihan s Suri, baru tahu klu selama ini sdh di khianati oleh Baskoro. Tetap semangat ya Suri, cepat atau lambat kejelekan suami mu pasti terungkap
ReplyDeleteKenapa ya dengan pak Raharjo, orang lugu, jujur kok selalu ketula-tula dan kojur.
Bu Rusmi dan Hasti sdh tdk malu melakukan praktek dokter dokteran dengan Baskoro di rumah sendiri. Sungguh keterlaluan mereka.
Sementara Bibik, Wijan, Nilam, tdk berdaya dan hanya bisa gigit jari.
Kapan tragedi mereka akan berakhir.
Yuk kita ikutin kelanjutan nya besuk
Salam sehat penuh semangat nggeh Bunda Tien.
Salam hangat dari Solo
DeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 KP LOVER
DeleteTerimakasih bunda Tien..
ReplyDeleteapa yg terjadi dg pak Raharjo?
Kasian Wijan.. semoga tetap baik" aja..
Sehat selalu penuh berkah utk bunda Tien tercinta.
Aamiin
ReplyDeleteTerima kasih sudah membaca, ibu Hermina
Jadi penasaran. Apa sebetulnya yg terjadi?
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu aduhai