BUNGA UNTUK IBUKU 17
(Tien Kumalasari)
Wijan termenung sendirian. Mengapa ayahnya nekat ingin membeli oleh-oleh buah yang akan dipetiknya sendiri? Bukankah beli di pasar atau toko buah lebih mudah? Tapi terkadang orang tua ingin berbuat sesuatu yang akan lebih menyenangkan anak, atau lebih tepatnya sesuatu yang membuat anaknya memujinya karena bentuk kasih sayang yang diberikannya bukan hal mudah yang bisa didapatkannya.
Wijan tersenyum sendiri. Ia beranjak ke kamarnya dan akan mulai belajar, ketika mendengar bel tamu berdering. Wijan berjalan ke arah depan, lalu melihat seorang laki-laki berpakaian putih-putih, seperti dokter, memakai topi yang hampir menutupi seluruh wajahnya, dan juga memakai masker yang lebar.
“Selamat malam,” suara berat terdengar dibalik masker itu.
“Selamat malam. Bapak mencari siapa ya?” tanya Wijan.
“Saya mau ketemu nona Hasti.”
“Oh, ya, sebentar saya panggilkan.”
“Tidak … tidak … saya dokter yang dipanggil nona Hasti, dia sakit, dan saya diminta langsung memeriksa di kamarnya, karena dia tidak bisa berjalan,” terang laki-laki misterius itu.
“Tidak bisa berjalan? Sepertinya ….”
“Entah bagaimana kejadiannya, rupanya dia terjatuh, atau apa, saya kurang jelas. Bisakah anda membawa saya ke kamarnya?”
“Oh, begitu? Baiklah.”
Walaupun agak ragu, Wijan membawa laki-laki yang mengaku sebagai dokter itu ke atas, ke kamar Hasti. Mengapa dia tidak tahu kalau kakak tirinya terjatuh sehingga tidak bisa berjalan? Kapan kejadiannya? Tapi memang sih, Hasti tidak pernah bicara apapun terhadap dirinya. Kalaupun terjatuh, mana dia diberi tahu, sementara ibunya pergi sejak tadi sore.
Wijan mengetuk pintunya perlahan.
“MBak Hasti, ada dokter ingin menemui Mbak.”
“Oh, persilakan dia masuk, aku sudah menunggu,” suara Hasti dari dalam.
Wijan mempersilakannya masuk, kemudian dia turun ke bawah.
Terdengar pintu kamar ditutup kembali. Wijan mendongak sesaat ketika sudah sampai di bawah, tapi kemudian dia masuk ke kamarnya untuk belajar.
Sementara itu di dalam kamar, Hasti terkekeh melihat penampilan Baskoro yang tertutup hampir seluruh wajah dan tubuhnya. Ia yang semula berbaring di ranjang segera turun, kemudian membantu melepaskan jas putih ala dokter yang membalut tubuh Baskoro, juga topi dan maskernya. Wajah garang dengan cambang yang dikaguminya itu segera tampak. Hasti tersenyum, lalu memintanya duduk di sofa.
“Penampilanku hebat bukan?”
“Sangat hebat. Mau minum apa?”
“Tidak usah, nanti aku akan memintanya, kalau memang haus. Mana yang sakit? Sebagai dokter aku harus memeriksanya, dong,” kata Baskoro sambil duduk mendekati Hasti. Gadis genit itu tak menolak. Ia senang duduk berdempetan dengan laki-laki yang bahkan baru sehari dikenalnya.
“Mana yang sakit?”
“Di sini, di sini, di sini …. semuanya,” kata Hasti sambil tertawa memikat. Baskoro benar, bahwa Hasti bukanlah gadis yang masih hijau dan belum dijamah lelaki. Ia sudah tahu bagaimana cara menundukkan laki-laki, bagaimana membuat laki-laki bertekuk lutut dihadapannya, dan bagaimana menimbulkan gairah panas yang akan membakar seluruh jiwa dan hasratnya.
***
Bibik melewati kamar Wijan yang sedikit terbuka, ketika ia ingin menutup pintu rumah bagian depan yang masih terbuka. Ia melongok ke dalam.
“Mas Wijan, tadi ada tamu siapa?”
“Dokter,” jawab Wijan singkat.
“Dokter siapa?”
Wijan mengangkat bahunya.”
“Kan Mas Wijan yang tadi menemuinya. Bibik hanya mendengar suara laki-laki.”
“Iya, dia dokter yang dipanggil mbak Hasti.”
“MBak Hasti memanggil dokter? Memangnya dia sakit apa? Baru saja dia ke belakang mengambil segelas air dingin.”
“Katanya nggak bisa berjalan, karena terjatuh atau apa, aku tidak tahu. Dokter itu yang mengatakannya.”
“Dia ada di kamar mbak Hasti?”
“Iya, memang mbak Hasti yang menyuruhnya, soalnya dia tidak bisa berjalan, katanya.”
“Sekarang masih di sana?”
“Nggak tahu aku Bik, aku langsung masuk ke kamar untuk belajar.”
Bibik menutup kamar Wijan, kemudian melangkah ke arah depan. Ia melongok ke atas, dan melihat kamar Hasti tertutup rapat.
“Kenapa ada dokter laki-laki masuk ke kamar tapi kamarnya ditutup rapat? Atau apakah dia sudah pulang? Kan sudah kira-kira setengah jam lalu?” gumam bibik yang kemudian naik ke atas. Bibik ingin membuka pintu kamar Hasti, tapi tiba-tiba didengarnya suara-suara aneh terdengar dari dalam. Langkah bibik surut. Ia memasang telinganya, dan memang terdengar suara aneh. Tawa yang ditahan, desah-desah aneh. Bulu kuduk bibik merinding. Ingin rasanya dia mendobrak kamar itu, karena yakin telah terjadi sesuatu yang tak pantas di dalam kamar itu, tapi ditahannya. Bibik sadar hanya seorang pembantu. Lalu bibik turun dengan kaki gemetar. Ingin ia mengatakan apa yang didengarnya kepada Wijan, tapi tak sampai hati. Lagipula hal itu pasti akan mengganggu Wijan dalam belajar.
Bibik melangkah ke dapur, dan duduk di kursi, masih dengan kaki gemetar, bahkan tangannya juga ikut gemetar.
“Ya Tuhan, bapak baru pergi dua hari, ada kejadian yang sangat mengerikan begini. Apa yang harus aku lakukan? Mengadu kepada ibu? Tak mungkin. Pasti aku justru yang kena marah. Mengatakannya kepada anak-anak itu, juga tak mungkin,” bibik bingung sendiri.
Lama sekali bibik merenung dalam gundah dan bingung. Berjam-jam lamanya belum ada yang turun dari tangga.
“Apakah orang yang mengaku dokter itu akan menginap di sini? Bagaimana kalau nanti ibunya pulang dan melihat kelakuannya. Akankah dimarahin, atau dibiarkannya? Hiih, kalau itu anakku, sudah aku hajar dia habis-habisan.”
Lalu terdengar langkah-langkah kaki di tangga. Bibik berdiri dan mengintip dari pintu dapur. Seorang laki-laki dengan jubah putih seperti dokter turun sendirian, lalu keluar tanpa menoleh lagi.
“Mengobati apa dia, sampai berjam-jam begitu?”
Bibik melangkah ke depan, bermaksud menutup pintu. Lalu dilihatnya Hasti juga turun, dan terkejut melihat bibik.
“Bibik belum tidur?”
“Saya akan menutup pintu,” katanya tanpa menoleh. Sekilas ia melihat pakaian tidur yang dikenakan Hasti. Tipis dan menampakkan bayangan tubuhnya dengan nyata.
“Tadi ada dokter yang saya panggil,” katanya tanpa ditanya. Hasti mengatakannya karena menduga bibik melihat ‘dokter’ itu turun dari tangga.
“Mbak Hasti sakit?” mau tak mau bibik menanggapinya. Ingin bersikap acuh saja, tapi khawatir sang juragan marah.
"Iya, aku tadi jatuh. Kakiku keseleo. Agak lama dokter itu merawat aku, karena dia juga ahli terapi,” terangnya, lagi-lagi tanpa diminta.
“Bibik akan mengunci pintunya, karena sudah malam.”
“Ya, setelah itu ambilkan aku jus, bawa ke kamarku ya Bik.”
“Baik.”
Hasti kembali naik ke atas. Baju tipisnya berkibar, membuat bibik merinding. Tubuh indah itu baru saja 'diterapi'. Bibik bergidik ngeri.
Ia mematikan lampu ruang tengah, kemudian mengambilkan jus jeruk yang masih ada di kulkas, lalu membawanya naik. Dilihatnya Hasti sedang merapikan tempat tidur, yang pastinya tadi berantakan karena 'terapi' yang dilakukan dokter itu. Ada aroma tak sedap menyengat, tapi bibik hanya meletakkan jus itu di meja dekat sofa, kemudian buru-buru keluar dari kamar itu.
***
Rusmi pulang pada jam sepuluh malam, mencoba membuka kamar Hasti, tapi terkunci. Rusmi membiarkannya, mengira anak gadisnya sudah tertidur. Tapi ditengah pintu ia menemukan tali sepatu, sementara Hasti tidak memiliki sepatu bertali. Rusmi memungutnya dengan heran.
“Apakah ada laki-laki masuk ke sini saat dia pergi? Rusmi teringat perkataan Baskoro yang mengatakan bahwa Hasti adalah gadis yang berpengalaman. Apa maksudnya? Benarkah ada tamu laki-laki memasuki kamar anaknya? Ia mencopot sepatunya, kemudian memakainya dengan tergesa-gesa sehingga sebelah tali sepatu itu terlepas dan tidak diperhatikannya, atau memang dibiarkannya untuk mempercepat waktunya pergi?
Karena penasaran, Rusmi mengetuk kamar anaknya. Lama tak ada jawaban, tapi kemudian terdengar suara malas dari dalam.
“Siapa? Aku mau tidur, jangan mengganggu.”
“Hasti, ini ibu,” teriak Rusmi.
“Ibu, aku sudah tidur, tolong besok saja.”
Rusmi menghela napas kesal, tapi ia membawa tali sepatu itu untuk ditanyakan keesokan harinya.
Ia memasuki kamar, membersihkan diri dan berganti pakaian, kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang. Tapi sebelum tidur dia menelpon Baskoro.
Agak lama tidak diangkat, dan ketika diangkat, Rusmi terkejut karena yang terdengar adalah suara perempuan yang menjawab kasar, setelah mendengar suaranya menyapa manis.
“Bas, kamu sudah tidur?”
“Kamu siapa? Ini sudah malam. Suamiku sedang ada di kamar mandi.”
Rusmi tidak menjawab, langsung menutup ponselnya. Ia tidak mengira yang menjawab adalah perempuan, dan itu pasti istrinya yang marah karena ada yang menelpon suaminya di saat malam hampir larut.
Rusmi mengangkat bahu. Ia membayangkan Baskoro akan segera ribut dengan istrinya.
Tapi tidak. Suri tidak peduli dan tidak mengatakan apa-apa, ketika Baskoro masuk kembali ke kamarnya. Ia berganti pakaian lalu meraih ponselnya. Ia melihat tadi ada panggilan masuk, dan itu dari Rusmi. Ditatapnya istrinya, yang sedang bersiap untuk tidur.
“Tadi ada telpon?”
“Ya, sudah aku jawab kalau kamu sedang mandi. Namanya DIA,” jawabnya datar.
“Itu … istri pak Raharjo, pasti sedang menanyakan tentang suaminya. Kan aku dekat sekali sama pak Raharjo, dan saat ini pak Raharjo sedang ke kantor cabang yang letaknya jauh di luar kota,” kata Baskoro tanpa ditanya. Lalu membaringkan tubuhnya di samping sang istri.
Suri membalikkan tubuhnya, memunggungi sang suami. Suri bukan perempuan yang terlalu bodoh. Kalau istri pak Raharjo, kenapa namanya tertera sebagai DIA? Bukankah kalau memang tidak apa-apa, maka dia bisa menuliskan nama aslinya, atau bahkan tidak usah diberi nama? Mengapa DIA? Itu adalah panggilan yang istimewa. Suri tak mengatakan apapun, dan menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam benaknya. Benarkah perempuan itu istri pak Raharjo? Menanyakan suaminya? Apakah tidak bisa menelpon suaminya langsung? Mengapa harus menanyakannya kepada bawahannya?
Ia belum pernah bertemu Raharjo, hanya mendengar namanya dan alamat rumahnya saja yang sering disebut suaminya, apalagi istrinya. Apakah istrinya masih muda, atau setengah tua, entahlah. Tapi dia tak peduli tentang panggilan telpon itu. Suaminya sudah sering berbohong, dan menganggap dirinya bodoh. Dia sedang bersiap untuk menentukan sikap dalam menghadapi sang suami. Apakah rumah tangga ini harus diteruskan, ataukah tidak. Tapi dia harus membuktikan kebohongan suaminya terlebih dulu.
***
Pagi hari itu Suri memasak ayam panggang yang cukup banyak. Sebagian untuk sarapan, tapi sebagian lagi dimasukkannya ke dalam rantang. Setelah suaminya berangkat kerja, Suri membawa masakannya ke sebuah alamat yang diingatnya. Rumah Raharjo, pemilik perusahaan dimana suaminya bekerja. Ia ingin membuktikan salah satu saja kebohongan yang ingin dibuktikannya.
Alamat itu ketemu, karena rumah Raharjo sangat mewah dan menonjol, berbeda dengan rumah-rumah di sebelahnya. Ada satpam menjaga di depan, yang kemudian mempersilakannya masuk ketika dia mengatakan siapa dirinya dan maksud kedatangannya.
Suri menunggu di teras, karena sang nyonya pemilik rumah sedang diberitahu. Suri tersenyum dan berdiri ketika seorang wanita cantik dengan pakaian rumahan yang anggun, keluar dari dalam.
“Selamat pagi Bu, saya Suri, istri mas Baskoro,” kata Suri memperkenalkan diri.
“Oh, iya. Saya sudah tahu.”
“Bukankah kita belum pernah ketemu?” tanya Suri heran mendengar jawaban istri majikan suaminya.
“Pernah melihat foto ibu, di ponsel Baskoro,” jawabnya yang kemudian disesalinya. Mengapa Baskoro bisa menunjukkan ponsel kepada istri atasannya?
Suri pun tercengang.
“Maksud saya, pernah suatu ketika Baskoro menunjukkan wajah istrinya di ponsel, ketika dia mengantarkan mobil ke rumah atas suruhan suami saya. Saya yang bertanya kok. Pengin melihat istrimu Bas, lalu Baskoro menunjukkannya. Tapi keterangan yang terakhir ini memang benar.
“Oh, begitu. Baiklah Bu, kedatangan saya kemari hanya untuk memberikan ini untuk ibu, itung-itung sebagai perkenalan, bahwa saya istri bawahan pak Raharjo.,” kata Suri sambil memberikan rantang kotak, berisi ayam panggang yang dibawanya.
“Wah, pasti enak. Mengapa repot-repot?”
“Mas Baskoro akhir-akhir ini sering memberi uang lebih, katanya uang lemburan. Jadi saya memasak agak banyak ayam panggang. Lalu ingin memberikannya kepada ibu, sekedar untuk incip-incip, siapa tahu ibu suka, lalu memesan kepada saya,” kata Suri tersipu.
“Ibu jualan?”
“Maksud saya begitu, ingin membuka usaha kecil-kecilan.”
“Bagus sekali.”
“Mohon maaf Bu, apakah semalam ibu menelpon suami saya?” tanya Suri tiba-tiba.
Rusmi terkejut. Tapi mana mungkin dia mengaku?
“Saya … menelpon … suami ibu? Mana mungkin? Tentu saja tidak. Semalam, masih sore saya sudah tidur, maklum. Suami saya sedang keluar kota.”
Jawaban itu dicatat Suri sebagai kebohongan sang suami. Mana dia tahu bahwa dua-duanya bohong?
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang
ReplyDeleteSekali berbohong maka akan diikuti kebohongan" berikutnya. Sayang kedudukan Suri lemah, kalaupun dapat membuktikan suaminya berbohong dia malah yang akan diceraikan.
DeleteMungkin lebih heboh lagi kalau Hasti 'halim' ya, biar ada perang bharatayuda.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah BeUI_17 sdh tayang malam ini. Terimakasih Bu Tien, dalam kesibukkan persiapan nonton bareng WO Sriwedari masih sempat nulis dan tayang.....
ReplyDeleteSelamat bermalan minggu bersama sahabat² dan keluarga.
Matur nuwun mas Kakek
DeleteSuwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteAlhamdulillah....terimakasih Bunda, semoga sehat selalu
ReplyDeleteTerima kasih juga ibu Tutus, aamiin atas doanya
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Atiek
DeleteAlhamdulillah mbak Tien, nuwun.
ReplyDeleteWah...rupanya Hasti memang nekat bin ngawur. Baskoro pun nggak punya hati. Jadilah ladang dosa tumbuh subur...
Halloow jeng Iyeng, seneng aku, mesti udah sehat iki , wayange gayeng lho jeng
DeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteSurga dunia nikmat sesaat memang enak.Baskoro lagi , Alhamdulillah Matur sembah nuwun sanget
ReplyDeleteSami2 pak Herry
DeleteMatur nuwun sangeet
🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah BeUI_17
sudah tayang...
Matur nuwun Bu Tien.
Tetap sehat dan
smangaats nggih Bu
Salam Aduhai 🌷🦋
🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️
Baskoro tambah edan.
DeleteSetan tambah seneng
menggoda iman yg lemah.
Kasian pak Raharjo
Istri dan anak tiri sesat,
gak bener kelakuannya.
Like mother like daughter.
Pada saatnya nanti,
akan mendapat
karma atas perbuatannya.
Aamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Alhamdulillah dah tayang,makasih Bunda Tien ,sehat selalu.
ReplyDeleteHesti dasar anak lenjeh,
Kalau kamu hamil ama Baskoro.......
Ambyar.......
Sami2 jeng Isti
DeleteAamiin atas doanya
Lho... Lho... Lho...
ReplyDeleteJudulnya ganti tah.....
Maaf.... hehee... gak sadar aku cak.. tapi wis tak ganti lhoh
DeleteAlhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~17 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah , Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Alhamdulillaah dah tayang... Ibu dan anak sama-sama ganjen, gatal, semoga Hasti hamil anak Baskoro, jadi rame deh
ReplyDeleteSalam rame2 yuk, ibu Engkas
DeleteCerdar Suri.... terima kasih Mbu Tien...
ReplyDeleteSami2 pak Zimi
DeleteWaaaah...ternyata Hasti lebih gila dr ibunya.
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Sami2 ibu Endah
DeleteSalam hangat dari Solo
ReplyDeleteAlhamdullilah
Bunga untuk ibuku 17 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah..
ReplyDeleteBunga Untuk Ibuku 17 sdh tayang
Waduh Waduh Baskorooo....
Matur nuwun bunda,ini lagi nonton WO Sri Wedari nggih..
Jadi kepingin nusul deh..
Salam aduhaii dari Bojonegoro
Ayuk nusul. Lagi lucu nih, jeng Wiwik
DeleteAlhamdulillah, BeUI-17 telah hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien.
Semoga selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga.
Aamiin 🤲🏽🙏🏻❤️
Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Wah wah...Baskoro untung besar tuh, dapat ibu dan anaknya sekaligus, penasaran gimana nanti terbongkar faktanya...wkwk...seru pasti.😀
ReplyDeleteTrmksh, ibu Tien...sdh mengaduk2 hati penggemar dan bikin baper. Salam sehat.🙏
Terima kasih juga ibu Nana, salam sehat dan aduhai
DeleteJadi dèh, dukun pijêt hadew.
ReplyDeleteTali sepatu yang bikin ragu, tapi sampai pagi tuh adem adem saja. Ini malah Suri yang datang maèn detektif detektifan, lagi ngumpulin data sekenanya.
Sekedar buat modal nanti setelah naik penyidikan dan penyelidikan.
Ada ada saja.
Ya buat bikin alibi, kira kira sampai seberapa jauh petualangan si Bas.
Tapi walaupun bertemu muka dan bicara sebentar, dengar suaranya mirip lho, sama suara di telepon, tuh.
Tau jadinya, catet gitu aja namanya lagi numpuk data.
Bila perlu ngedatangin tempat kerja si Bas nich. Biasa alasan nawarin jualan, ada dua penyelidik, satunya bukti tali sepatu.
Mainan bawah lah, lihat aja nanti jam makan siang atau pulang kerja, kalau mampir stasionery; nah lho satu poin, ada bukti tuh.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bunga untuk ibukku yang ketujuh belas sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Sami2 pak Nanang.
DeleteSalam crigis dan aduhai
🙏
DeleteMatur nuwun Bu Tien... he...he serasa lama banget nunggu sampai hari Senin untuk mengetahui kelanjutan ceritanya. Tetap sehat njih Bu...aamiin...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sabar menunggu. Ahaiii
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu.
Semoga tetap sehat dan semangat.
Aduhai
Sami2 ibu Sul, Aamiin
DeleteMatur nuwun atas doanya
Sami2 ibu Sul salam sehat dan aduhai
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien ,akhir ya datang juga BUI 17 ,bulak balik ngintip🥰
Jan ,,Hasti nekat tenan ,, tdk mau kalah dg ibunya ,,,
Suri mulai tampil ,,,
Seperti nya dlm kehidupan nyata ada kehidupan seperti itu,,
Smg Kita terhindar ya bu Tien , Aamiin
Salam sehat wal'afiat & aduhaiii
Sami2 ibu Ika.
DeleteSalam sehat dan aduhai
Terimakasih Bu Tien,
ReplyDeleteBisa utk teman malam mingguan... 🙏
Sami2 Prisc21
DeleteSelamat bermalam minggu
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteSami2 ibu Anik
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih bu Tien,
ReplyDeleteKebohongan pasti akan terkuak.. Apalagi bau kerbau sudah tercium oleh pak Raharjo dan bibik
Salam sehat selalu
Hadeeh kok jd ngeri nih
ReplyDeleteBaskoro dua2nya di mbat smw
Dasar rakus trnyt gak mboknya gak anaknya sama bejatnya
Makin seru deh
Yuuk kita tunggu bsk Senin apa lg yg akan terjadi
Mksh bunda bikin penasaran banget
Salam hangat dari Jogja dan ttp semangat ADUHAI
Terimakasih bunda Tien, selamat berakhir pekan dan beristirahat..
ReplyDeleteTerima kasih kembali ibu Komariah
DeleteSami2 jeng Ting
ReplyDeleteAamiin doanya
Salam aduhai deh
Aamiin
ReplyDeleteTerima kasih ibu Salamah
Lagi nonton wayang nih, pak Munthoni, sama pak Bambang n istri, mbak Ira dan kel, mbak Nani n teman2nya
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun pak Suprawoto Sutejo
DeleteAlhamdulillah BUI 17 sdh tayang, matursuwun Bu Tien , smg Bu Tien dan klg sehat selalu, Aamiin👐
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Ya Ampuunn ..dua duanya sudah di lahap Baskoro..
ReplyDeleteEntah apa jadinya nanti..
Manut sama bunda Tien sajalah.
Sehat selalu bunda Tien
Aamiin
DeleteTerima kasih ibu Swissti
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 KP LOVER
DeleteMatur nuwun pawartanipun nggeh Bunda Tien, selamat menikmati nobar Wayang Orang Sriwedari bersama pakdhe Bambang, Bu Ketua, dkk...
ReplyDeleteCurhat; Masa kecil saya dulu sering lihat hiburan anak2 di Sriwedari lho Bunda.
Dulu banyak hiburan disana, sekarang entahlah, bisa menghibur atau tidak
DeleteSuri yang selama ini selalu di bohongi oleh Baskoro, akhir nya ingin berontak melawan kebohongan. Dia selidiki kebiasaan suami nya yang sering lembur pulang larut malam. Dia juga selidiki Bu Rusmi, dengan cara mendatangi rumah mewah nya. Jadilah Suri sbg detektif partikelir...😁😁
ReplyDeleteSeru jadi nya nih, dan tambah jadi penasaran tentu nya.
Yuk kita tunggu kelanjutannya Senin malam.
Selamat berakhir pekan nggeh Bunda Tien. Salam sehat penuh semangat
Selamat minggon, pak Munthoni
DeleteIya... nunggu Senin lanjutannya bagaimana Surti menyelidiki suaminya. Terimakasih...
ReplyDeleteBu Tien semoga sehat jamani rohani ekonomi. Aduhai
Aamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Nanik
Selamat sore Bunda Tien.
ReplyDeleteInfo..nganti arep lali
Ceritanya semakin ngeri😁
Aku kira hanya dinegeri dongeng cerita spt ini. Tetapi beberapa hari yang lalu benar2 terjadi, cinta segitiga antara anak, ibu dan kekasih ibunya yang berujung sang anak membunuh ibu kandungnya. Kejadian di Jember. Astaghfirullah
Note: tsb di atas adalah komen dari teman SMP ku, yang menyukai cerbung nya Bunda Tien..Suwun
.....
Ceritanya semakin seru
ReplyDelete