CINTAKU BUKAN EMPEDU
13
(Tien Kumalasari)
Aliyah masih berdiri tegak di dekat meja. Agak risih
mendengar Alfian memanggilnya Narita. Entah risih karena namanya bukan Narita,
atau risih mendengar sebutan itu diucapkannya dengan begitu manis. Tapi bukan
untuknya. Aliyah memarahi dirinya yang tiba-tiba punya perasaan aneh.
“Silakan duduk, Non,” kata Farah yang kemudian
menyiapkan kursi untuk Aliyah, di depan Alfian.
“Duduklah, sambung Alfian dengan ucapan yang terdengar
masih sangat manis. Tapi Aliyah tahu ucapan itu bukan untuk dirinya.
Aliyah duduk. Kursinya sangat bagus. Makanan yang
disiapkan sangat menggugah selera. Aliyah belum pernah duduk di kursi sebagus
ini. Ia juga belum makan makanan yang begitu beragam dan mengepulkan uap sedap.
Ini hanya sarapan, tapi ada sup, ada empal goreng, ada tahu yang entah dimasak
apa, ada kerupuk udang di dalam toples, yang kemudian dibuka oleh Farah.
“Silakan Non, ambilkan nasi untuk tuan Alfi,” kata
Farah.
“Apa?” Aliyah terkejut. Memangnya dia tak bisa
mengambil sendiri? Huh, apakah orang kaya semua kolokan? Hanya mengambil nasi
tidak bisa sendiri?
Farah tersenyum.
“Non harus latihan, bukankah beberapa hari lagi sudah
menjadi istri Tuan Alfi?”
Aliyah berdebar. Bukan istri sungguhan kan?
“Ayolah Non, mulai hari ini Non harus belajar menjadi
nyonya di rumah ini. Non harus melakukan hal-hal yang pantas. Bahkan berjalan
pun nanti ada aturannya.
“Apa?” lagi-lagi Aliyah berteriak. Susah ya jadi istri
orang kaya? Mengapa berjalan saja juga ada aturannya? Bukan asal melangkah
seperti selalu dilakukannya?”
“Nanti juga akan ada guru yang datang kemari,
mengajari Non bersikap.”
Aliyah ingin berteriak lagi, tapi Farah sudah
mengambilkan sendok nasi, diletakkan di tangan Aliyah, kemudian menunjuk ke
arah piring Alfian.
“Ya Tuhan, susah amat,” gumamnya dalam hati. Tapi dia
juga menyendokkan nasi ke piring Alfian, dengan tangan gemetar.
Alfian hanya tersenyum. Benar-benar gadis lugu, pikir
Alfian.
“Terima kasih, Narita, lauknya aku ambil sendiri saja,”
kata Alfian, lagi-lagi Aliyah merasa tak senang dengan panggilan itu.
“Saya bukan Narita,” katanya lirih sambil menyendok
nasi di piringnya sendiri.
“Oh iya, maaf. Aku heran, wajah kamu sama persis
dengan Narita. Kamu seperti kembar. Atau … jangan-jangan kalian kembar?”
“Mana mungkin. Sejak kecil saya bersama nenek, hanya
saya sendiri. Nenek juga tidak pernah cerita bahwa saya punya saudara kembar,”
katanya.
“Non, sayurnya,” kata Farah yang masik menunggui di
dekat Aliyah.
“Aku tahu, aku hanya heran,” kata Alfian sambil
menyuap nasinya.
“Non, mengapa garpu di letakkan?”
“Saya tidak bisa makan pakai ini,” kata Aliyah polos.
“Ini dipegang di tangan kiri, sendoknya di tangan
kanan. Garpu itu untuk membantu Non menyendok makanan, supaya gampang masuk ke
sendoknya. Begini…" Farah memberi contoh bagaimana menggunakan garpu.
“Oh, saya tidak terbiasa.”
“Non harus membiasakan diri.”
Dengan susah payah Aliyah makan dengan sendok dan
garpu. Alfian dan Farah tersenyum mengangguk.
Aliyah menyelesaikan makannya, dan berdiri dengan
mengambil piring kotornya, tapi Farah mencegahnya.
“Non duduk saja di sini, minum jus yang sudah di
sediakan, biarkan saya membawa piring-piring kotornya,” kata Farah sambil menarik
lengan Aliyah, memintanya duduk.
“Narita,” panggil Alfian yang sudah menyelesaikan
makannya juga, dan membiarkan Farah mengambil piring-piring kotor serta makanan
yang tersisa.
“Jangan panggil saya Narita.”
“Maaf, tapi … nanti di pesta pernikahan dan resepsi,
kamu akan tetap dianggap Narita. Sekali lagi aku minta maaf.”
Aliyah diam. Ia merasa, Alfian masih sangat mencintai
Narita. Tentu saja. Ketika sambil marah-marah di hari kemarin, Alfian dengan
terus terang mengatakan bahwa masih sangat mencintai Narita. Aliyah mencoba
mengerti. Bukankah dia hanya gadis pengganti?”
“Nanti, seperti tadi Farah mengatakan, akan ada orang
dari … sekolah modeling … yang akan mengajari kamu. Cara kamu bersikap,
berjalan, berbicara.”
“Aduh, bukankah aku sudah bisa berjalan dan berbicara?
Memang cara bicara orang kaya berbeda? Bersikap itu apa, bukankah aku selalu
sopan kepada siapapun?” kata batin Aliyah.
“Kamu harus menurut, karena itu akan menjadikan kamu
lebih baik,” lanjut Alfian.
Aliyah mengangguk.
“Kamu tahu, Aliyah …”
Aliyah senang, sekarang Alfian memanggil namanya
sendiri, bukan Narita. Ia mengangkat wajahnya, menatap Alfian yang sedang
menatapnya lekat-lekat, membuat Aliyah berdebar-debar.
“Kamu sangat cantik.”
Debar di dada Aliyah semakin keras memukul-mukul.
“Bukankah Narita cantik?”
“Kamu ternyata memiliki kecantikan yang berbeda.
Narita cantik, liar, kamu cantik, lembut, menghanyutkan.”
“Apa?” tak sadar Aliyah memekik. Narita liar, apa
maksudnya? Seperti binatang? Aduh, maaf, mengapa Alfian mengatakan ‘liar’? kata
batin Aliyah.
“Kamu cantik, lembut, menghanyutkan.”
“Tuh kan, memangnya aku sungai?” lagi-lagi Aliyah
hanya membatin. Setelah tidak lagi marah, cara bicara Alfian terdengar aneh.
Apakah nanti orang yang akan mengajari dia, juga akan mengajari bicara aneh?”
Aliyah diam, tapi ada senyum tipis mengembang. Senang
dikatakan cantik, lembut, tapi menghanyutkan?
“Apalagi kalau kamu tersenyum,” sambungnya.
“Menghanyutkan itu apa? Liar itu apa?” tak tahan
Aliyah bertanya.
Alfian tertawa. Menampakkan giginya yang berderet rapi.
Alangkah manis senyum itu. Uups. Aliyah lagi-lagi memarahi dirinya. Mengapa
memujinya manis? Idih, memalukan.
“Liar, karena dia terkadang galak, garang. Tapi kamu
lembut dan menghanyutkan, artinya, setiap orang akan terhanyut … apa ya …
tertarik … sama kamu, begitulah gampangnya.”
“Apakah … Tuan … tertarik sama saya?” lhah, Aliyah kok
berani ya, lama-lama. Tapi itu karena dia polos. Sangat polos.
Alfian lagi-lagi tertawa. Ada perasaan aneh ketika
menatap gadis polos itu menatapnya lugas, dengan sepasang mata bintang yang
memancar dari sana. Aliyah bukan lagi gadis kumuh yang ditemukan sedang belanja
di pasar, dan ia menuduhnya Narita yang sedang berpura-pura. Dengan dandanan
sekilas yang dilakukan Farah, Aliyah menjadi sangat berbeda. Ia benar-benar
sepert Narita, tapi seperti tadi dia mengatakannya, Aliyah lembut dan
menghanyutkan. Apakah benar dia terhanyut oleh kecantikannya?
“Lama-lama aku bisa jatuh cinta beneran,” bisik hati
Alfian sambil terus menatap Aliyah.
“Kenapa Tuan memandangi saya terus menerus?” akhirnya
Aliyah yang merasa risih karena terus dipandang, berani memprotes.
“Aliyah. Itu karena aku sedang terhanyut sama kamu.”
“Apa?” Aliyah lagi-lagi memekik. Bukankah menghanyutkan
sama dengan tertarik, dan berarti Alfian tertarik pada dirinya? Pekikan itu bercampur
dengan debaran aneh yang memalu dadanya.
“Nona, ibu Lusia sudah datang,” tiba-tiba Farah muncul
dari arah depan.
“Siapa Lusia? Saya tidak kenal.”
“Itu, ibu guru yang akan mengajari Non. Beliau
menunggu di ruang tamu.”
“Oh, di mana ruang tamu nya?”
“Mari saya antarkan,” kata Farah.
Aliyah berdiri dan melangkah mengikuti Farah, walau
tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh ‘ibu guru’ itu.
***
Pak RT tiba-tiba berteriak dari depan rumah. Bu RT
yang sedang sibuk di dapur terkejut.
“Ada apa sih Pak? Bikin kaget saja,” gerutu bu RT.
“Ini lho, tiba-tiba ada orang datang, katanya disuruh
Aliyah memberikan ini,” kata pak RT sambil memberikan amplop.
“Apa Bapak bilang? Aliyah? Ini surat dari Aliyah?”
“Bukan surat. Isinya uang, aku sudah membukanya,
jumlahnya lima ratus ribu rupiah.
“Aliyah? Di mana dia? Dia ada di sini? Sudah pulang ke
rumahnya?”
“Tidak, ada orang datang, menemui aku, katanya disuruh
Aliyah. Dia mengatakan, ini uang yang diberikan bu RT untuk belanja. Begitu.”
Bu RT meletakkan pisau yang sudah dipakai untuk
merajang sayur. Ia memegang amplop itu dan menatap suaminya dengan heran.
“Aliyah menyuruh orang memberikan uang ini? Maksudnya
sebagai pengganti uang yang aku berikan untuk belanja waktu itu? Tapi aku hanya
memberi dia tiga ratus ribu, dan sebagian besar belanjaan itu tidak hilang.
Hanya uang kembalian yang entah ke mana, tapi tidak banyak, paling duapuluh ribuan atau
kurang.”
“Nggak tahu aku, dia hanya memberikan itu. Aku juga
bertanya, di mana Aliyah, tapi orang itu mengatakan bahwa dia tidak tahu, lalu
buru-buru pergi.”
“Ya Tuhan. Apa yang terjadi dengan anak itu? Apa dia
sudah menjadi orang kaya, sehingga mengirimkan uang lebih dari uang belanja
yang aku berikan?”
“Itulah Bu, jadi aku kan tidak bohong waktu mengatakan
ketemu dia, lalu dia pergi bersama seorang laki-laki dengan naik pesawat. Naik
pesawat itu kan tidak sembarang orang bisa sih Bu, harus punya uang banyak.
Nah, aku pikir Aliyah sekarang sudah hidup enak, sehingga lupa sama rumahnya,
lupa sama kita.”
“Ya sudah Pak, kalau memang dia sudah hidup enak,
berarti kita harus mensyukurinya. Tapi kok ya dia tidak datang sendiri ke sini,
mengatakan apa yang terjadi.”
“Mungkin dia ada di luar negri atau apa, dan hanya
berpesan pada orang itu tadi.”
“Benar-benar sudah menjadi orang kaya, punya orang
suruhan segala. Yah, syukurlah Pak, sekarang tidak usah memikirkan dia lagi. Dia
sudah hidup senang,” kata bu RT sambil melanjutkan kegiatannya memasak di
dapur, tanpa melihat wajah kecewa suaminya.
***
“Berarti Aliyah tidak diculik, dan sudah hidup enak ya
Bu,” katanya setelah bu RT menceritakan tentang orang suruhan Aliyah yang
memberinya uang, sebagai ganti uang untuk belanja yang diberikannya.
“Menurutku juga begitu ya Nak. Kita harus bersyukur,
kalau memang Aliyah sudah hidup enak, ya kan?”
“Iya Bu,” jawab Pinto sedih. Bu RT mengerti, Pinto
kehilangan harapan untuk bisa memiliki Aliyah, karena dia tahu sejak
kemarin-kemarin, bahwa Pinto suka sama Aliyah.
“Nak Pinto jangan sedih,” kata bu RT sambil menepuk
bahu Pinto.
“Iya Bu," senyum Pinto, senyum yang berisi tangisan.
“Yang namanya cinta tulus itu, ia akan berbahagia,
kalau orang yang dicintainya itu juga berbahagia. Iya kan Nak?”
“Benar Bu. Berarti yang pak RT temui kemarin dulu
itu, memang benar Aliyah. Tapi dia sudah keburu pergi ke luar negri.”
“Iya Nak. Tampaknya begitu. Tapi yang membuat aku
heran, kenapa dia tidak pulang dulu, mengabarkan ke kita, bahwa dia telah
menemukan seseorang yang baik, yang kaya. Iya kan Nak? Anehnya kok dia langsung
pergi, tanpa pesan apapun, lalu mengembalikan uang untuk belanja yang dikiranya
hilang. Padahal belanjaannya utuh, aku bawa ke rumah. Hanya uang kembalian yang
tidak seberapa, ee, aku diberi uang limaratus ribu.”
“Iya ya Bu, kenapa dia tidak pulang dulu, lalu
mengabarkan keadaannya.”
“Maka dari itu. Tapi ya sudah Nak, Nak Pinto harus
ikhlas, dan mendoakan agar dia selalu hidup senang serta bahagia.”
Pinto mengangguk, tak mampu berkata-kata. Sesungguhnya
dia jatuh cinta pada Aliyah. Hanya saja dia belum pernah mengatakannya, apalagi
waktu itu Aliyah bilang bahwa dirinya dianggap kakaknya saja.
“Nak Pinto sering-sering datang kemari ya, biarpun
Aliyah tidak ada lagi di sini,” kata bu RT ramah.
“Iya Bu, pasti.”
Tapi sore hari itu pula, semua harapan telah pupus.
Aliyah sudah menjadi milik orang lain, atau paling tidak sudah pergi dan
menemukan kehidupan yang berkecukupan, sehingga tidak lagi bingung untuk
mencari pekerjaan.
Ketika ia melangkahkan kakinya ke rumah kost nya, ia
merasa bahwa ada yang hilang dari hatinya. Udara sore yang mulai temaram,
mengiringi gelapnya hati karena kehilangan cinta yang didambakan.
“Aliyah, semoga kamu bahagia,” bisiknya pilu, sambil
menatap langit berwarna jingga, mengiringi datangnya senja.
***
Aliyah berjalan mondar mandir di antara ruang tamu
yang cukup luas, seperti ajaran bu Lusia yang dengan telaten menuntunnya, padahal kakinya masih terasa sakit akibat tertusuk pecahan piring, kemarin, sehingga jalannya agak tersendat-sendat..
Aliyah juga belajar, bagaimana menghadapi seseorang
yang sedang mengajaknya bicara.
“Janganlah berbicara dengan menunduk, itu menunjukkan
bahwa Non tidak percaya diri. Begini, lihat saya. Nah, seperti ini sikap yang
baik,” kata bu Lusia sambil tak henti-hentinya memberikan contoh tentang apa
yang diajarkan.
Aliyah selalu mengikutinya dengan seksama. Ia sudah
pandai berjalan dengan sikap anggun. Ia juga menangkap pembicaraan dengan bu Lusia
dengan dagu terangkat.
Pelajaran dilakukan kilat dan sehari penuh, karena
hanya ada waktu hari ini dan besok, karena lusa, perhelatan itu sudah diadakan.
Mereka hanya berhenti ketika Farah mempersilakannya
makan. Bu Lusia juga mengajarkan bagaimana makan yang baik dan terlihat
elegant.
Hari sudah malam ketika bu Lusia memberikan sepatu berhak
tinggi, dan Aliyah berlatih belajar berjalan dengan sepatu itu.
Aliyah sudah tampak lelah, tapi dia dengan tekun
melatih kakinya yang berjalan dengan sepatu berhak tinggi itu, sementara kakinya semakin terasa nyeri. Ia terus berlatih. Kesana, kemari.
Dan pada suatu saat, tiba-tiba kakinya tergelincir dan tubuhnya tersungkur,
hampir saja menyentuh lantai, kalau tidak ada tangan kekar menangkapnya.
“Hati-hati,” bisik Alfian yang masih menangkap
pinggang Aliyah.
Jantung Aliyah hampir copot.
***
Besok lagi ya.
Myrnwn mbak
ReplyDeleteYes.... Jeng Mimiet lagi juaranya.
DeleteTerima kasih bu Tien, sdh tayang gasik walo kesibukkan selalu menyertai bu Tien.
Salam sehat penuh berkah.
Tetap ADUHAI, ya Bu Tien.
Trimakasih CBE 13 sdh tayang
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien
Moga sehat sll
Alhamdulilah
ReplyDeleteSalam sehat kagem mbak Tien dr Cimah
ReplyDeleteSalam sehat juga untuk jeng dokter Mimiet dan mas dokternya.
DeleteAlhamdulillah, matur nuwun Bunda Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Semoga sehat selalu
Aamiin
Matur nuwun
ReplyDelete〰️🍃🌼🦋🌼🍃〰️
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 13 sdh
hadir. Telat buka HP.
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats. Salam Aduhai
〰️🍃🌼🦋🌼🍃〰️
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~13 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien
ReplyDelete🙏🙏
Alhmdllh sdh tayang... terima kasih...
ReplyDeleteTerimakasih Bunda
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien CBE nya..slmt mln dan salam seroja tetap aduhai unk bunda🙏😘🌹❤️
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Salam sehat selalu
Alhamdulillah... Matur nuwun mbak Tien Kumalasari..
ReplyDeleteSalam hangat dan salam sehat selalu.
Jangan menangis ya Pinto, nanti akan ada gantinya.
ReplyDeleteApa Aliyah akan bertahan jadi orang kaya ya, tidak rindu kehidupan lamanya..
Tunggu besok lagi ya..
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu, aduhai
alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE -13 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah, maturnwun, sehat selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillaah tayang ... Makasih bunda, sehat selalu
ReplyDeletePelajaran table mener mbuh mènêri åpå, gênah dijadikan nona rumah gitu lho, dirumah tuan besar.
ReplyDeleteIya ya si Aliyah di ajari cara menyajikan makan, sikap berbicara sampai jalan pun di ajarkan, sama Bu Lusiyah dari sekolah modeling, aduh asistennya Farah. Wis pokoke digawé gênah kabeh mburiné nganggo ah.
Malah si Alfian ora gelem pisah hé hé hé, gimana lagi nggak ada yang pas untuk ngegantiin itu pengantin wanita yang tinggal besok lusa perhelatan nya, sedikit ke buru buru juga, syukur lah lancar bisa ngikutin arahan gurunya.
Moga sukses besok, ngga ada kekeliruan atawa salah nyatanya juga menambah pengetahuan Aliyah.
Pak RT kaya masih penasaran kemana Aliyah ngumpetnya, Pinto juga sudah disuruh legawa melepas Aliyah, saran Bu RT; cinta yang tulus itu kalau yang dicintai bahagia ya sebaiknya juga ikut senang, karena sudah mapan. Sakitnya tuh disini, halah to Pinto isih mbedegel atimu ya.
Tapi yå nggak lila yen di sia sia, lagu lama itu to.
Setelah keruwetan menjelang perhelatan sudah bisa di atasi, Alfian malah nggak mau jauh jauh dari Aliyah.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke tiga belas sudah tayang
Sehat sehat
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Terima kasih Mbak T'ien, salam sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nwn bu Tien salam sehat dan aduhai dari mBantul
ReplyDeleteAlhamdulilah, terima kasih bu tien , salam sehat bu
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteWah, error terus nih mau komen, kok ngilang. Matur nuwun ajalah.🙏😀
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwn bu Tien salam sehat wal'afiat selalu dan bahagia
ReplyDeleteAliyah ,,,,aduhaii deh 🤣🤭
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien salam sehat wal'afiat bahagia selalu
ReplyDelete