Friday, March 3, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 34

 

SETANGKAI BUNGAKU  34

(Tien Kumalasari)

 

Roy menatap Ardian dengan heran, karena setelah menerima telpon, Ardian tampak diam seperti memikirkan sesuatu.

“Ada apa?”

“Sony kabur dari rumah sakit.”

“Kok bisa? Bukankah biarpun di rumah sakit, tapi seorang tahanan polisi akan tetap dijaga?”

“Entah bagaimana, tapi aku justru memikirkan Pratiwi.”

“Maksud kamu, kejadian ini akan membahayakan keselamatan Pratiwi?”

“Mungkin. Sekarang juga aku mau ke sana.”

“Kalau aku ikut, apakah mengganggu?” tanya Roy.

“Kamu ngomong apa, memangnya aku mau ngapain?”

“Barangkali sekalian kamu mau menyatakan cinta, kalau ada aku kan jadi pengganggu?” goda adiknya.

“Ada-ada saja. Ayuk sekarang, kalau mau ikut.”

“Bawa mobil?”

“Ya enggak lah, cuma ke situ, masa harus bawa mobil?”

“Baiklah, tunggu sebentar, aku ganti baju.”

Ardian tak habis pikir, bagaimana seorang tahanan yang luka kakinya, yang katanya retak atau patah, kemudian bisa melarikan diri? Pasti ada yang membantu, tak mungkin dia melakukannya sendiri.

***

Pratiwi heran, Susana tak mau pulang, dan nekat ingin menginap di rumahnya, sementara rumahnya bukan rumah yang pantas untuk menerima tamu se level Susana, yang pastinya terbiasa tidur di kamar mewah, ber AC, wangi. Sementara kamarnya hanyalah sebuah bilik kecil, dengan kasur yang tipis, karena berpuluh tahun tidak diganti. Jangankan bau wangi, Pratiwi malah khawatir kamarnya bau apak karena Nano sering tidur di kamar itu, dengan keringat bercucuran sehabis main atau kegiatan apa pun yang dilakukan.

“Mengapa menatap aku seperti itu, Pratiwi? Kamu tidak mengijinkan aku ikut tidur di rumah kamu?” tanya Susana.

Pratiwi dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Bukan Bu, bukan tidak mengijinkan. Ibu kan melihat sendiri bagaimana rumah saya, dan tadi juga masuk ke kamar saya untuk shalat. Tidak memadai kan? Benarkah Ibu ingin tidur di sini?”

“Aku sedang kacau. Di rumah aku sendirian, sedangkan bersama kamu, aku merasa tenang dan nyaman.”

“Benarkah? Nanti tidur di kamar saya? Ibu tidak akan mengeluh, atau kecewa?”

“Pratiwi, aku kan sudah melihat semuanya. Kalau tidak boleh tidur di kamar, biarlah aku tidur di kursi panjang itu,” katanya sambil menunjuk kursi tua yang biasa dipergunakan keluarga yu Kasnah untuk bersantai.

“Eh, jangan Bu. Kursi itu kan hanya kayu, yang pastinya keras. Ibu tidurlah di kamar saya, kalau memang mau. Saya akan tidur di kamar Nano.”

“Nggak mau, aku mau tidur ditemani kamu. Kan aku sudah bilang bahwa aku sedang tak ingin sendirian. Kalau kamu menyuruh aku tidur sendirian, sama saja aku tidur sendirian di rumah aku. Aku sedang benar-benar kacau, dan butuh teman.”

Pratiwi menatap Susana dengan perasaan iba. Wajah cantik itu memang tampak sedang sangat gelisah. Kegembiraan ketika banyak teman tadi sirna sudah. Begitu Bondan dan Ratih pulang, Susana kembali tampak gelisah, apalagi ketika ia duduk sendiri sementara dirinya sibuk di dapur.

“Tetap tidak boleh?” Susana mengulang permintaannya.

“Boleh Bu, aduh, tentu saja boleh. Saya hanya takut Ibu merasa tidak nyaman berada di kamar saya.”

“Baiklah, terima kasih banyak telah meringankan beban pikiran aku dengan mengijinkan aku tinggal. Mungkin selama beberapa hari.”

"Semoga gubug sederhana ini bisa membuat ibu merasa nyaman."

“Ini istana yang penuh suka cita dan cinta. Aku mau bilang sama ibu, agar ibu juga mengijinkan aku menginap di sini, mungkin untuk beberapa hari.”

Pratiwi memegang tangan Susana, meremasnya lembut.

“Semoga segala kesedihan Ibu segera berlalu.”

Susana berlinang air mata, mendengar ketulusan hati Pratiwi.

***

Begitu sampai di rumah, pak Juwono langsung memanggil Bondan. Wajahnya tampak tak suka. Ia bahkan menyuruh Bondan duduk di depannya, hanya dengan isyarat tangan.

“Ada apa Pak?”

“Kamu tahu Sony, kan?”

“Ya, tentu saja Bondan tahu.”

“Ada peristiwa yang membuat ayahnya kemudian menelpon bapak. Ia bertanya banyak tentang Sony. Tapi bapak kan tidak mengerti. Bapak juga tidak mengerti, ketika ternyata Sony membuka cabang kantornya di kota ini, yang ternyata hanya untuk mengejar seorang gadis. Apa itu benar?” tanya pak Juwono sambil memandang tajam anaknya.

“Benarkah Bapak tidak tahu tentang kantor cabang yang dibuka Sony di kota ini?”

“Tidak, sama sekali tidak. Sony tidak bicara apapun sama bapak, padahal biasanya, kalau dia ingin melakukan sesuatu, selalu minta pertimbangan bapak terlebih dulu. Ayahnya menegur aku, dikira bapak tahu, lalu di permasalahkan, kenapa tidak mencegahnya. Bagaimana mencegah, tahu saja tidak? Bapak tahu beberapa kali Sony kemari, tapi untuk mengurus usahanya di kota lain yang dekat-dekat sini, lalu mampir, mengajak Ratih jalan, hanya itu yang bapak tahu.”

“Bondan juga tidak tahu.”

“Kamu terlibat dalam perkelahian itu kan? Sehingga Sony ditahan polisi?”

“Bondan hanya membantu teman. Sony ingin berbuat jahat terhadap Pratiwi. Ada anak buah Sony yang berhasil mencegahnya sehingga peristiwa kejahatan Sony tidak terjadi.”

“Apa kamu bilang? Siapa yang tadi kamu sebut? Pratiwi?”

“Ya. Memang Pratiwi yang dikejar-kejar Sony, hanya untuk diperkosa.”

“Diperkosa? Aku mendengar Sony punya banyak teman wanita, mengapa harus memperkosa seorang perempuan bernama Pratiwi? Bukankah itu Pratiwi teman Aira?”

“Iya, Pak.”

Lalu Bondan menceritakan semua yang terjadi. Yang dilakukan Sony dengan menawarkan pekerjaan, setelah dia bersusah payah mendirikan cabang, hanya untuk menjerat Pratiwi. Sampai kemudian Sony ditangkap polisi karena anak buahnya melaporkannya.

“Yang kamu maksud anak buah itu kan namanya Susana?”

“Benar.”

“Dia kekasih Sony?”

“Dia tangan kanannya. Dan sangat dipercaya. Tapi Susana tidak menyetujui keinginan Sony untuk melakukan pelecehan terhadap Pratiwi. Itu sebabnya dia justru membantu Pratiwi, lalu melaporkannya pada polisi.”

“Dengan keadaan tubuh luka parah, kaki patah, dia ditahan polisi.”

“Ya. Ternyata ayahnya sudah tahu?”

“Dia bahkan sudah menyuruh anak buahnya untuk membuat Sony kabur dari rumah sakit.”

“Apa? Sony kabur?”

“Dia memiliki banyak anak buah. Nyatanya mereka bisa melakukannya.”

“Bukankah ada polisi jaga?”

“Anak buahnya mengaku kerabat dekat, meminta ijin untuk membezoek. Dia pura-pura cacat kaki, masuk dengan menggunakan kursi roda. Dan dengan suka rela menukar dirinya dengan Sony.”

“Maksudnya, kemudian dia pura-pura menjadi Sony yang terbaring sakit, dan membiarkan Sony keluar dari rumah sakit itu dengan kursi roda?”

“Itulah yang kabarnya dilakukannya. Perbuatan licik itu ketahuan setelah perawat memeriksa dan ternyata yang terbaring bukan Sony.”

“Ya Tuhan. Jangan-jangan Sony akan melanjutkan niat jahatnya.”

“Mengapa kamu tidak pernah cerita pada bapak tentang kejadian itu?”

“Maaf Pak, Bondan memang tidak mengatakan pada Bapak tentang kejadian itu. Tapi Ratih tahu semuanya. Kami semua kasihan pada Pratiwi.”

“Aku tidak mengerti, anak-anak muda melakukan hal-hal diluar nalar akal sehat.”

“Apakah anak buahnya yang bernama Marsam juga ikut kabur?”

“Tidak. Hanya Sony, dan polisi sedang memburunya. Kamu harus hati-hati, karena kamu terlibat dalam peristiwa itu dan ikut melawan Sony. Dia punya anak buah, dan mereka bisa melakukan apa saja.”

“Saya justru menghawatirkan Susana.”

“Siapa itu?”

“Anak buah Sony tadi, kan Bapak sudah menyebutkan namanya?”

“Oh, dia. Karena sudah melawannya, dan melaporkannya pada polisi?”

“Pastinya begitu. Saya harus mengabari dia.”

“Hei, mengapa kamu peduli sama dia? Bapak mengatakannya sama kamu, agar supaya kamu berhati-hati. Atau lebih baik kamu segera kembali ke Jakarta saja.”

“Jangan begitu Pak. Kalau ada orang lain yang berada dalam bahaya juga, kita harus mengingatkannya kan?”

“Bapak hanya ingin kamu berhati-hati.”

Bondan tak menjawab. Ia mencoba menghubungi Susana, tapi berkali-kali ditelponnya, tidak juga tersambung. Bondan menjadi gelisah.

***

 Susana sama sekali tidak menampakkan sikap tak suka pada keadaan rumah yu Kasnah yang sederhana dan pastinya dianggap kumuh. Dia dengan suka rela membantu Pratiwi membuat minuman dan cemilan sore hari itu. Ada ubi yang dilupakan Pratiwi ketika dia belanja kemarin sore, lalu digoreng oleh Susana, sehingga menjadikan suasana minum teh sore menjadi semarak dan berbeda dengan hari biasa.

“Bu Susana, saya senang bu Susana bisa berbaur dengan keluarga saya yang serba kekurangan ini. Tapi juga sungkan, pastinya ini berbeda dengan rumah bu Susana sendiri, bukan?” kata yu Kasnah sambil ikut menikmati ubi goreng yang dibuat Susana.

“Tidak Bu, bagi saya ini menyenangkan.”

“Mengapa tiba-tiba Bu Susana suka menginap di sini?”

“Karena saya menemukan ketenangan. Di rumah saya merasa kesepian.”

“Pasti sedang ada masalah kan?”

“Iya Bu, tapi Ibu tidak usah khawatir, semuanya akan baik-baik saja. Suatu hari nanti saya akan menceritakan semuanya pada Ibu.”

“Baiklah, saya mencoba mengerti.”

“Terima kasih, Bu.”

“Ini kok tiba-tiba ada ubi goreng? Di mana belinya?”

“Tiwi lupa, waktu belanja kemarin beli ubi. Untunglah bu Susana melihatnya, kemudian menggorengnya.”

“Kamu itu masih muda, kok ya sering lupa.”

“Soalnya setelah belanja, langsung Tiwi taruh di dapur, lalu sibuk dengan urusan lainnya.”

“Pratiwi, besok kamu belanja ke pasar, bukan?” tanya Susana.

“Iya Bu, soalnya saya besok akan mulai berjualan sayur lagi.”

“Aku ikut ya, nanti aku akan membantu kamu berjualan.”

“Bu Susan, jualan sayur itu kotor, dan bau.”

“Nggak apa-apa. Sekarang aku tahu, bahwa hidup harus dinikmati, dari hal yang paling susah, sampai ke hal yang menyenangkan,” jawab Susana enteng.

“Apa nak Susana juga tidak lagi bekerja?”

“Iya Bu, setelah Pratiwi keluar, saya juga ingin keluar.”

“Kok mengikuti Pratiwi sih.”

“Karena kami bersahabat.”

“Nanti Pratiwi akan jualan sayur, dan bu Susan akan membantu?”

“Iya. Sambil berpikir, saya harus bekerja apa. Jadi saya akan belajar dari Pratiwi.”

“Bu Susan bisa saja. Saya yang harus belajar dari bu Susan.”

“Tapi ngomong-ngomong, jangan panggil saya bu Susan lagi dong. Ini bukan di kantor kan? Panggil aku Susan, begitu. Ibu juga, saya adalah Susana, bukan bu Susana.”

“Ya nggak enak Bu, masa saya memanggil ibu dengan menyebut nama saja.”

“Ya sudah, Mbak Susan. Awas ya, jangan membantah.”

“Saya boleh memanggil nak Susan?” sambung yu Kasnah,.

“Iya dong Bu. Itu lebih manis kedengarannya.”

Mereka masih menikmati ubi gorengnya, ketika tiba-tiba mendengar ketukan pintu. Nano yang tadinya diam mendengarkan pembicaraan mereka, langsung berlari ke arah depan.

“Ada mas Ardian sama mas Roy,” teriak Nano.

Pratiwi langsung berdiri, dan menyambut ke depan.

“Apa kabar Pratiwi?” sapa Ardian.

“Baik Mas, kok tumben nih.”

“Iya, pengin jalan-jalan saja. Juga pengin tahu keadaan Pratiwi setelah tidak lagi bekerja kantoran,” sambung Roy.

“Saya sangat baik dan merasa tenang. Ayo silakan duduk, Mas.”

“Sepertinya lagi ramai di dalam.”

“Iya Mas, ada Mbak Susana.”

“Susana … yang … itu?” tanya Ardian.

“Yang menyelamatkan saya pertama kali. Dia mau menginap di sini.”

“Oh ya?”

“Sebentar, saya panggilkan, biar dia senang,” kata Pratiwi sambil berdiri, lalu beranjak ke belakang. Ketika keluar, dia sudah bersama Susana.

“Ini mbak Susana,” kata Pratiwi mengenalkan Susana pada Roy.

Mereka bersalaman lalu saling menyebutkan nama.

“Kalau mas Ardian sudah kenal kan?”

“Iya, kenal dong Tiwi, dia kan salah satu pahlawan kamu,” goda Susana, membuat Ardian kemudian saling pandang dengan Pratiwi, lalu Pratiwi tersenyum manis.

“Iya, mas Ardian salah satu pahlawanku, di samping mas Bondan.”

“Tuh kan, Bondan tidak lupa disebut,” kata batin Ardian, sedikit ada rasa sakit. Cuma sedikit.

“Aku juga punya Srikandi, ya mbak Susana ini. Ya kan Mbak?” katanya kemudian kepada Susana.

“Sebenarnya kedatangan kami kemari adalah karena ingin memberi tahu, bahwa Sony kabur dari rumah sakit,” kata Ardian tiba-tiba.

Pratiwi dan Susana sangat terkejut.

“Kabur?” tukas keduanya, serentak.

“Entah bagaimana caranya, pokoknya dia kabur. Dan itu berarti, kalian harus berhati-hati,” kata Ardian lagi.

“Apakah itu berarti ancaman buat aku?” kata Pratiwi khawatir.

“Mungkin aku,” sambung Susana.

“Mengapa Mbak Susan?”

“Karena aku yang menggagalkan maksud buruknya, dan juga yang melaporkannya pada polisi.”

“Kalau begitu Mbak tidak usah pulang dulu.”

“Ya, nanti kita pikirkan bagaimana caranya agar kita selamat dari ancaman dia,” kata Susana.

“Kalau dia kabur, berarti ke mana Mbak, pasti Mbak tahu dong, apa dia punya rumah di sini, atau tempat yang sering dikunjungi?” tanya Roy.

“Dia tidak mungkin pulang ke rumahnya, atau ke tempat yang sering dikunjungi, karena polisi pasti bisa segera menangkapnya. Aku tidak tahu dia lari ke mana.”

“Baiklah, itu urusan polisi. Yang penting, kalian harus berhati-hati."

***

Bondan yang penasaran karena tak berhasil menghubungi Susana, kemudian langsung mengambil mobil dan menuju ke rumah Susana.

Begitu dia menghentikan mobilnya, dia melihat jendela samping rumah itu terbuka. Bondan merasa senang, berarti Susana ada di rumah.

Bondan langsung memencet bel tamu, tapi kemudian ia melihat korden di sibakkan, lalu seorang laki-laki keluar dari pintu. Bondan terkejut.

“Sony?”

***

Besok lagi ya.


40 comments:

  1. πŸ₯¬πŸŒΉπŸ₯¬πŸŒΉπŸ₯¬πŸŒΉπŸ₯¬πŸŒΉ

    Alhamdulillah *eSBeKa_34 sdh hadir ditengah-tengah kita.*
    Terima kasih bu Tien, salam hormat, tetap sehat dan produktif.
    Tetap ADUHAI......

    πŸ₯¦πŸŒ·πŸ₯¦πŸŒ·πŸ₯¦πŸŒ·πŸ₯¦πŸŒ·

    ReplyDelete

  2. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~34 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Tiwi sudah hadir.

    ReplyDelete
  4. ⚘πŸƒ⚘πŸƒπŸ¦‹πŸƒ⚘πŸƒ⚘
    Alhamdulillah SB 34 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Salam sehat, bahagia
    dan tetap Aduhai...
    ⚘πŸƒ⚘πŸƒπŸ¦‹πŸƒ⚘πŸƒ⚘

    ReplyDelete
  5. Tks bunda Tien.. Pratiwi sdh hadir..
    Waaduuh..ternyata Sony pindah ke rmh Susana setelah kabur dari RS..
    Bondan terkejut melihat Sony ada di rmh Susana .. Apa yg akan Bondan dilakukan?? Tambah serruuu..
    Tunggu bsk lg
    Semoga bunda sehat selalu..
    Salam Aduhaii...

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun bunda Tien...πŸ™

    ReplyDelete
  7. Sony sembunyi di rumah Susana, terus ada teman apa tidak ya... Mungkin bahaya justru bagi Bondan.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  8. Alhmdllh... terima kasih... makin serruu

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah TerimaKasih Bunda

    ReplyDelete
  10. Alhamdullilah SB sdh tayang..mksih bunda..slmt mlm dan slmt istrhat salam seroja dri skbmiπŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  11. Yah rupanya kronologinya malah pak Yuwono lebih tahu, tentang pelarian itu.
    Waduh
    Bondan yang mengira Susana ada di rumah, malah ada penampakan Sony dibalik bayangan dalam rumah Susana, kemakan tuh Bondan.
    bisa bisa Sony nyuruh anak buahnya memberi pelajaran pada Bondan dengan alasan salah target biar kesanya nggak sengaja, padahal sudah kesamber. Bengep.
    Asyik
    Baku pukul lagi, ada kesempatan ngasih tahu Ratih nggak, kalau ada kesempatan rame nich, Susana lihat ada telpon tak terjawab dari Bondan, nelpon balik; eh la kok yang nerima Sony waow padahal sudah terlanjur ber bunga bunga ngomong di rumah Pratiwi waduh.
    Lihat perubahan muka Susana, jangan jangan dirumah nya.
    Trus gimana tuh, haish, umyeg mesthi. Heboh deh. Bondan jadi sandera?!
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke tiga puluh empat sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah .....
    Yang ditunggu tunggu sdh datang
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat .....

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillaah tagang gaes ... Makasih bunda

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah SB-34 sdh hadir
    Semakin seru ceitanya, semoga Ayahnya Sony ditangkap polisi jg karena membantu kabur anaknya.
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, maturnuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien..

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah...terima kasih bu Tien...salam aduhai dari Surabaya

    ReplyDelete
  17. Waah bakal seru ini,
    Terimakasih bu Tien, salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  18. Wouww makin mantap ceritanya..Salam sehat selalu utk Bu TienπŸ™πŸ’

    ReplyDelete
  19. Aduh... Susana dalam bahaya..untung dia menginap di rumah Pratiwi. Kalo nggak aduh... Soni sudah lari kesana. Tuhan masih melindungi Susana. Pratiwi juga harus hati2 tu. Bahaya mengancam.

    ReplyDelete
  20. Susan lagi kacau & galau, sampai lupa kalau Sony pasti punya kunci rumah Susan. Mungkin dibantu ambilkan oleh anak buahnya jg...atau dibongkar?πŸ€”

    ReplyDelete
  21. Bahaya nih terutama Pratiwi dan Susana. Bondan juga
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  22. Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat dan aduhai selalu

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...