Monday, February 20, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 24

 

SETANGKAI BUNGAKU  24

(Tien Kumalasari)

 

Pratiwi mengerjap-ngerjapkan matanya, barangkali ia salah lihat. Tapi itu benar. Ia melihat Susana dan Sony, memasuki sebuah rumah makan besar dengan bergandengan tangan. Pratiwi terus mengayuh sepedanya dengan beribu pertanyaan memenuhi benaknya. Ia urung membeli lauk karena pikirannya terus tertuju ke arah apa yang tadi dilihatnya, dan membuatnya bertanya-tanya.

“Mengapa bu Susana bisa bersama mas Sony? Pacarnya? Tampaknya iya. Mereka bergandengan begitu mesra. Kalau begitu, adakah hubungan semua itu dengan diterimanya aku di perusahaan Megah Perkasa? Karena mas Sony? Atau apa? Aku harus menanyakannya pada Ratih. Dia yang memberi informasi tentang pekerjaan itu,” gumam Pratiwi di sepanjang perjalanannya.

Ketika ia memasuki halaman rumah, dilihatnya ibunya duduk sendirian di teras. Trenyuh hati Pratiwi mengingat ibunya. Ia seperti tak berdaya, dan ketika tak ada yang menemani, maka pastilah ibunya merasa sepi senyap. Pratiwi melupakan Susana dan Sony. Ia menyandarkan sepedanya dan melangkah ke arah teras.

“Tiwi?” sapa sang ibu.

“Iya Bu, ini Tiwi.” Jawab Pratiwi sambil menyentuh lengan ibunya.

“Bagaimana keadaan Nano?”

“Baik Bu, dia sudah sadar dan banyak bicara.”

“Mengapa kamu tinggalkan dia sendiri?”

“Dia tidak sendiri Bu, banyak teman di satu ruangan dengannya. Dia justru meminta Tiwi pulang, karena ibu nggak ada temannya.”

“Aku kan tidak apa-apa.”

“Ibu tidak usah mengkhawatirkan Nano. Dia baik-baik saja. Ibu sudah makan? Tiwi sudah menata semuanya di meja makan, sebelum berangkat tadi.”

“Belum, ibu belum lapar.”

“Baiklah, nanti bareng Tiwi ya Bu. Sekarang ayo masuk ke rumah, hawa semakin dingin,” kata Pratiwi sambil membantu ibunya berdiri, dan menuntunnya memasuki rumah.

“Kapan Nano boleh pulang?”

“Besok Tiwi mau bicara sama dokternya.”

“Kalau dia baik-baik saja, ajak dia pulang, supaya biaya rumah sakit tidak terlalu mahal.”

“Iya, Bu. Kan harus bicara dulu sama dokternya.”

“Iya, tentu.”

***

Sesungguhnya Nano memang merasa sendiri, dan juga sepi, walau di kiri kanannya ada beberapa pasien yang dikunjungi banyak kerabatnya, yang terkadang ada juga yang menyapanya. Karena itulah dia mencoba memejamkan matanya walau hari masih sore.

“Nano, kamu sendirian?”

Nano membuka matanya, dan melihat sosok ganteng yang sangat dikenalnya.

“Mas Ardian?” katanya riang.

“Bagaimana kamu ini No, laptop kamu sudah jadi besok, kamu malah tidur di sini,” kata Ardian sambil mengacak rambut Nano.

“Bukan kemauan saya Mas, mobil itu yang salah,” kata Nano polos.

“Iya, benar … semoga penabrak ngawur itu segera tertangkap. Bagaimana sekarang rasanya? Masih sakit?”

“Sedikit, kata mbak Tiwi nanti juga sakitnya pasti akan sembuh."

“Iya, pasti. Sekarang, mbak Tiwi mana?”

“Sudah pulang, kasihan, ibu sendirian.”

“Anak baik, kamu lebih memikirkan ibu daripada memikirkan diri kamu sendiri, itu bagus. Nano sudah besar, tidak takut ditinggal sendiri di sini, ya kan?”

“Temannya banyak. Itu … itu … “ kata Nano sambil menunjuk ke arah samping kiri dan kanannya.

“Benar. Kamu tidak sendirian. Oh ya, mas Ardian bawa roti, nih … banyak, kamu mau yang mana, untuk dimakan sekarang?”

“Nanti saja, Nano masih kenyang.”

“Benarkah? Baiklah, aku taruh di sini saja ya, kalau kamu ingin, kamu bisa mengambilnya sendiri.”

“Ya, terima kasih.”

“Besok kalau laptop nya jadi, aku bawa kemari ya?”

“Tidak usah Mas, bagaimana bisa mempergunakan sambil tiduran?”

“Oh ya, kamu benar, aku taruh di rumah saja ya, kalau kamu pulang, kamu bisa segera memakainya. Seneng tidak, punya laptop sendiri?”

Nano tersenyum dan mengangguk.

“Memang bekas sih, tapi masih bagus dan bisa dipergunakan kok.”

“Iya. Kemarin itu, gara-gara main laptop di rumah teman, saya pulang terlambat dan terserempet mobil.”

“Itu akan menjadi pengalaman untuk kamu, supaya lain kali kamu bisa berhati-hati.”

Nano mengangguk.

Ardian berpamit sebentar, menuju ke arah kantor administrasi, untuk menanyakan berapa biaya untuk Nano. Tapi ia heran karena semua biaya telah lunas.

“Siapa yang membayar semua biaya yang bernilai puluhan juta itu?” pikir Ardian yang kemudian meninggalkan kantor itu untuk kembali ke ruang rawat Nano. Ketika itulah dia ketemu Roy dan Ratih.

“Sudah kamu selesaikan?” tanya Roy ketika melihat Ardian keluar dari ruang administrasi.

“Sudah lunas semua,” jawab Ardian.

“Syukurlah, kamu tanggap dengan cepat, sehingga tidak menyusahkan Pratiwi,” kata Roy.

“Bukan aku,” jawab Ardian sambil berjalan di samping Ratih dan Roy.

“Bukan kamu?”

“Nggak tahu siapa, ketika aku bertanya, katanya sudah lunas.”

“Siapa membayarnya? Bukan kamu?” tanya Roy kepada Ratih.

“Mana mungkin, aku baru tahu ketika Mas bilang, tadi,” kata Ratih.

Ketika mereka kemudian bertanya pada Nano, Nano juga tak bisa menjawabnya.

“Mbak Tiwi bilang, saya tidak boleh ikut memikirkannya,” jawab Nano.

“Mereka saling pandang, kemudian berpikir, bahwa yang bisa menjawabnya hanyalah Pratiwi sendiri.

***

Selesai melayani ibunya, Pratiwi merasa gelisah. Ia ingin menelpon Susana, tapi diurungkannya. Pasti Susana masih bernama Sony. Lalu ia menelpon Ratih.

“Ya Mbak, kami sedang ada di rumah sakit, menemani Nano,” jawab Ratih ketika Pratiwi menelponnya.

“Oh, ada siapa saja di situ?”

“Ada mas Roy, ada mas Ardian. Mereka semua menanyakan Mbak.”

“Aku sudah pulang, karena harus menemani ibu. Terima kasih sudah menemani Nano.”

“Nano tampak senang, ada kami bertiga,” kata Ratih.

“Syukurlah. Tapi sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan sama kamu.”

“Ya, tanyakan saja, tentang apa?”

“Sebenarnya pekerjaan yang kamu tawarkan itu milik siapa?”

“Itu? Apa Mbak tertarik? Menurut aku, tidak usah Mbak jalani saja, karena sebenarnya perusahaan itu milik mas Sony.”

Pratiwi merasa lemas. Bahkan Ratih mengingatkan dan melarangnya. Tapi bukankah dia sudah menanda tangani kontrak kerja? Pratiwi terdiam beberapa saat lamanya. Ia tak tahu, apa langkahnya benar, atau salah.

“Mbak, bagaimana Mbak? Apa Mbak ingin bekerja di sana?”

“Ya sudah Ratih, terima kasih banyak.”

Pratiwi menutup ponselnya dengan gelisah. Ia menimbang-nimbang, hal yang sudah terlanjur di jalaninya. Salahkah, atau benar? Tapi kan semuanya sudah terlanjur? Bagaimana cara membatalkannya? Uang sudah diterima, kontrak sudah ditanda tangani. Kalau dia membatalkan kontrak maka dia harus menukar uangnya sepuluh kali lipat. Apa yang harus dilakukannya? Bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu untuk membatalkan kontraknya?

Pratiwi terus merenung. Sudah kepalang basah, tak bisa mundur lagi. Ia berkorban untuk adiknya, dan apapun akan dihadapinya. Bukankah ia tidak akan berurusan dengan yang namanya Sony?

Pratiwi merasa lelah, tapi rupanya ibunya, walau tak bisa melihat, tapi merasakan kegelisahan anaknya.

“Tiwi, kamu belum tidur?” tanya yu Kasnah yang berbaring di samping Pratiwi.

“Mmh, apa Bu? Ibu membutuhkan sesuatu? Mau ke kamar mandi?”

“Tidak. Kamu belum tidur kan? Apa kamu memikirkan sesuatu?”

“Tidak Bu, Tiwi sudah mau tidur. Tiwi letih sekali.”

“Tentu saja kamu letih. Ya sudah, tidurlah,” kata yu Kasnah sambil mengelus kapala anak gadisnya. Tersentuh hati Pratiwi, mendapat elusan menjelang tidurnya. Tak terasa air matanya menetes. Ia kemudian menguatkan hatinya, rupanya ia memang harus menjalaninya, betapapun berat jalan yang harus dilaluinya.

Tak lama kemudian dia pun terlelap karena kelelahan.

***

Sesampai di rumah, Ardian bertanya kepada kedua orang ibunya. Apakah mereka memberikan uang untuk Pratiwi. Tapi dengan heran mereka menjawab tidak.

“Tidak, ibu baru tahu, kemudian mengabari kalian,” kata Ratna.

“Memangnya kenapa, Pratiwi sudah bisa melunasinya?” sambung Sasmi.

“Iya. Ketika Ardian menanyakan ke petugas, katanya uang operasi sudah lunas, bahkan sebelum operasi dilakukan.”

“Ibu malah tidak tahu. Coba tanyakan pada Pratiwi. Jangan-jangan dia pinjam sana, pinjam sini, kasihan kan?”

“Benar, aku juga menduga begitu, pasti Pratiwi meminjam ke sana-kemari,” sambung Roy.

“Baiklah, besok pagi saja Ardian tanyakan, sekarang sudah malam, pasti Pratiwi sudah tidur,” jawab Ardian yang kemudian masuk ke kamarnya.

Tapi Roy tertarik untuk menanyakannya pada Ratih, karena ketika di rumah sakit, Pratiwi menelponnya.

“Ada apa Mas?” tanya Ratih ketika Roy menelponnya.

“Apa kamu sudah tidur?”

“Belum, kalau aku tidur masa aku bisa menjawab telpon Mas,” kata Ratih sambil tertawa.

“Iya benar, pertanyaanku salah ya.”

“Ada apa sih, ada yang penting?”

“Bukan, tadi Pratiwi menelpon kamu ketika di rumah sakit, sebenarnya ngomong apa?”

“O, itu. Dia hanya menanyakan, pekerjaan yang aku tawarkan itu sebenarnya perusahaannya milik siapa. Aku sudah menjawab bahwa itu milik mas Sony, dan aku melarangnya untuk menerima tawaran itu.”

“Bagus Ratih, aku juga tidak percaya pada teman kamu itu. Sekarang sudah malam, tidurlah. Jangan lupa sesuatu,” kata Roy.

“Apa tuh?”

“Mimpikan aku ya.”

Ratih terkekeh.

“Ada-ada saja.”

“Aku serius nih, aku juga ingin mimpi tentang kamu.”

“Baiklah, Semoga ketemu dalam mimpi,” kata Ratih sambil tertawa.

Roy mengecup ponselnya, baru kemudian menutupnya.

“Ya ampun, aku mengatakan apa tadi? Apa aku benar-benar jatuh cinta sama dia?” bisik Roy yang kemudian memeluk gulingnya, dan ketika terlelap, ia berharap ada Ratih dalam mimpinya nanti.

***

Sony masih tergolek di tempat tidur, di hotel tempat dia menginap. Susana terlelap di sampingnya. Betapapun kesalnya kepada Sony, tapi ia tak pernah mampu menolaknya. Sony laki-laki yang begitu sempurna, dan pantas digilainya. Tapi Susana berpikir tentang Pratiwi. Gadis itu sangat menderita. Ia melakukan hal yang sangat tidak masuk akal, demi membayar operasi adiknya. Susana yakin, Pratiwi tak ingin melakukannya. Tak ada sinar bahagia ketika ia menanda tangani kontrak kerja dengan penghasilan yang luar biasa. Bahkan Susana heran Sony melakukannya. Ia yakin Sony jatuh cinta pada Pratiwi, bukan hanya penasaran karena gadis itu begitu angkuh dan tak peduli padanya.

“Susan, kamu belum tidur? Apa yang kamu pikirkan?”

“Nggak ada.”

“Kenapa belum tidur?”

“Aku mau pulang.”

“Apa maksudmu? Aku masih di sini dan kamu tega meninggalkan aku? Padahal besok aku pulang ke Jakarta, pagi.”

“Kata-kata itu seperti kamu sangat membutuhkan aku,” kesal Susana.

“Memang aku selalu membutuhkan kamu.”

“Tapi bukan karena suka sama aku, kan?”

“Aku suka. Bukankah setiap kali datang aku selalu mencari kamu?”

“Itu bukan cinta.”

“Susan, jangan bicara soal cinta, aku tidak mengenal, apa itu cinta.”

Susan terdiam, tapi kemudian dia bangkit, mengambil bajunya yang berserakan, dan mengenakannya.

“Kamu benar-benar mau pergi?”

Sony meraih tangan Susan dan membuatnya terjatuh kembali di ranjang.

“Kapan Pratiwi mau mulai bekerja?” katanya kemudian.

“Pratiwi lagi?”

“Ya ampun Susan, kamu tidak boleh cemburu pada Pratiwi. Kamu kesayangan aku.”

Lalu Susana tak bisa menolak ketika Sony menahannya, dan mengantarkan ke rumahnya saat pagi, sebelum ia kembali ke Jakarta.

***

Nano sudah kembali ke rumah. Pratiwi membelikannya kruk agar Nano bisa berjalan. Ia tak ingin berterus terang tentang pekerjaan yang dijalaninya, kepada siapapun. Ia tahu tak ada yang suka, dan dia, walau tak suka, tapi harus tetap menjalaninya.

Hari itu ia sudah mulai bekerja, seperti janjinya. Susana menyambutnya dengan wajah ceria. Ia sesungguhnya kasihan pada Pratiwi. Ia yakin, pada suatu hari nanti Sony pasti akan melakukan sesuatu yang membuatnya puas dan tertawa-tawa.

Susana mengajari Pratiwi mengerjakan tugasnya, dan merasa senang ketika Pratiwi dengan mudah bisa mengerti.

Tapi dalam hati dia berjanji, ia harus melindungi Pratiwi dari terkaman buas Sony, yang pasti akan dilakukannya pada suatu hari nanti. Pratiwi gadis malang yang harus dikasihani.

***

Besok lagi ya.

34 comments:

  1. Matur nuwun, bu Tien.
    eSBeKa_24 sampun tayang. Sugeng dalu, sugeng aso salira.

    ReplyDelete
  2. 🍂🍃🍂🍃🌻🍃🍂🍃🍂
    Alhamdulillah SB 24 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Semoga sehat selalu
    dan tetap smangaaats...
    Salam Aduhai...
    🍂🍃🍂🍃🌻🍃🍂🍃🍂

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Tiwi sudah hadir

    ReplyDelete
  4. Akhirnya tayang juga yg ditunggu...
    Matur nuwun Bu Tien, sehat selalu...
    Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun bunda Tien..🙏

    Salam Sehat Selalu dari kota Malang...

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 24 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu.  Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien...
    Sugeng nDalu, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien..

    ReplyDelete
  9. Syukurlah ada Susana yang akan melindungi Tiwi.
    Bagaimana dengan kecelakaan itu... dapatkah terungkap?
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Semoga susana bisa melakukan keinginannya untuk melindungi pratiwi.
    Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat dan aduhai selalu.

    ReplyDelete
  11. Makasih bu Tien...sehat selalu salam.aduhai

    ReplyDelete
  12. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,

    ReplyDelete

  13. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~24 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah SB 24 sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah SB-24 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  16. Tuh kan maunya tidak merepotkan orang yang ada disekitarnya, tapi Ardian bertanya tanya dari mana dana sebanyak itu bisa lunas bahkan sebelum tindakan dilakukan.
    Sampai Roy pun penasaran, minta penjelasan pada Ratih.
    Tapi nasi sudah jadi bubur, apa yang terjadi terjadilah, yang tahu masalah ini tinggal Susana; keresahan Pratiwi pun nampak terlihat di wajahnya, yang piawai mendeteksi; Ardian, namun mau menanyakan soal dana rumah sakit tapi masih ragu, takut kalau Pratiwi tersinggung, baru ketahuan setelah you Kasnah mengatakan kalau Pratiwi bekerja. Itupun masih merahasiakan masalah isi perjanjian kerja yang membuat Pratiwi resah.
    Ah jadi ingin tahu kelanjutannya, seperti apa pedekate Ardian pada Pratiwi, beranikah memerankan sebagai 'kakak' Pratiwi agar bisa jadi pangkalan curhat Pratiwi buat mengurangi beban, tapi adalagi satu pesaingnya; Bondan, bisakah Bondan merebut hati Pratiwi yang sudah menampakan pesonanya; tawa lepas tanpa beban ketika Bondan menyatakan kerinduannya pada Pratiwi.
    ADUHAI.

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke dua puluh empat sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  17. Semoga Susana bisa menyelamatkan Pratiwi

    Krn Pratiwi adalah org yg hrs di kasihani itu kata Susana
    Yah hati sesama wanita moga bisa menyadarkan hati Sony utk tidak memanfaatkan Pratiwi sebagai pelampiasan nafsunya

    Demi cintanya Susan pd Sony
    Itu seh harapanku,ujian klrg Pratiwi msh jln menurut kata hati bunda Tien

    Ok deh kita tunggu kelanjutannya
    Yg pntg bunda Tien ttp sehat selalu doaku,mksh bunda ttp ADUHAI

    ReplyDelete
  18. Trims Bu Tien ....selalu sehat dan bahagia

    ReplyDelete
  19. Terima ksih bunda SB nya .slm seroja dan Aduhai dri skbmi🙏🥰😍🌹

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, maturnuwun bu Tien
    Sehat selalu bu Tien sekeluarga
    Aamin

    Mantab jd kasihan dg Tiwi ,,, aduhaaii😊

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    Salam sehat selalu bu Tien sekeluarga
    Aamin

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...