Saturday, February 4, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 11

 

SETANGKAI BUNGAKU  11

(Tien Kumalasari)

 

Pratiwi hampir tak bisa melangkahkan kakinya karena takut dan gemetar, Pengalaman beberapa hari yang lalu saat jambret melarikan dompetnya, membuatnya sangat ketakutan. Tapi itu sebuah mobil, mobil siapa? Mengapa ada yang menghentikannya saat dia ingin pergi menjauhinya?

“Berhenti.” Teriakan itu membuatnya semakin kecut. Selangkah lagi dia sampai di depan pagar rumah keluarga Luminto. Pratiwi sudah membuka mulutnya ketika sebuah tangan meraih lengannya.

“Mengapa lari?”

Pratiwi terkejut, ia mengibaskan tangannya sehingga cekalan itu terlepas, tapi tangan yang menariknya, sangat kuat, ia bahkan menghentakkannya lebih kuat sehingga tubuhnya jatuh ke dalam dekapannya.

“Lepaskaaann!”  sekarang Pratiwi berteriak, tapi untuk teriakan yang ke dua kalinya, tangan laki-laki itu membekap mulutnya.

“Mengapa berteriak?”

Pratiwi merasa mengenal suara laki-laki itu. Laki-laki yang sama saat ibunya memijit di hotel. Dia Sony, bagaimana dia bisa sampai di depan rumahnya?

“Jangan lari dariku, Pratiwi, aku tak akan menyakiti kamu,” kata-kata itu sangat lembut, berbisik ditelinganya, tapi membuat bulu kuduknya merinding.

Pratiwi meronta, tapi Sony mendekapnya semakin kuat.

“Tolooong,” lalu Sony membekap mulutnya lagi.

“Lepaskaaan.”

“Aku akan melepaskan kamu, tapi tolong jangan berteriak, aku tidak akan menyakiti kamu.”

Pratiwi meronta, tak bisa berteriak karena sebelah tangan Sony membekap mulutnya.

“Jangan meronta, aku akan melepaskan kamu.”

Tapi tiba-tiba sebuah pukulan keras menghantam bahu Sony. Membuatnya mengaduh lalu dengan terpaksa ia melepaskan dekapannya. Pratiwi jatuh terguling. Ketika dia bangkit, ia melihat Ardian sudah mencengkeram kerah baju Sony.

“Hei, apa-apaan kamu?” teriak Sony marah, lalu berusaha melepaskan cengeraman tangan Ardian. Gagal melepaskan, Sony mengayunkan sebelah tangannya ke arah wajah Ardian. Namung Ardian bukan laki-laki biasa. Ia berlatih taekwondo sejak masih SMP dan itu membuatnya tangguh. Sambil terhuyung dia mengayunkan sebelah kakinya, tepat mengenai kepala Sony, membuat Sony terjatuh sambil mengaduh.

Tiba-tiba seseorang dengan badan tegap sudah berada diantara keduanya, lalu menghantam wajah Ardian dengan sebelah tangannya. Tapi Ardian sudah bersiap. Sebelah kakinya lagi terayun, mengenai leher laki-laki tegap yang ternyata adalah Marsam.

Sekarang Sony sudah bangkit, dan siap mengeroyok Ardian.

“Tuan minggir saja, biar saya selesaikan manusia kecil ini,” kata Marsam sombong.

Tapi sebelum mulutnya berhenti berteriak, sekali lagi Ardian mengayunkan kakinya, membuat Marsam tersungkur.

Pratiwi ketakutan. Ia heran tak melihat Roy. Apakah dia sudah tertidur?”

Ia meraba saku bajunya, bermaksud mengambil ponselnya, Tapi Sony yang menyingkir minggir atas permintaan Marsam bisa melompat mendekati Pratiwi. Sayangnya Ardian melihat gerakan Sony. Dia melompat, sambil menghindari terjangan Marsam, lalu menendang Sony, mengenai dadanya.

Sony kembali terkapar.

“Tiwi, panggil polisi,” perintah Ardian.

Tiba-tiba Sony berteriak.

“Jangan. Kalian hanya salah paham! Aku tak bermaksud buruk,” teriak Sony sambil memberi isyarat pada Marsam agar berhenti bergerak.

“Kamu tak bermaksud buruk? Mengapa mendekap Pratiwi dan membuatnya tak bisa bergerak? Apa mau kamu sebenarnya?”

“Dengar, aku hanya ingin bertemu … bu Kasnah …”

“Apa? Mengapa kamu menyakiti Pratiwi?”

“Aku tidak menyakiti, aku mengejar Pratiwi yang tiba-tiba lari. Aku hanya ingin menenangkannya. Sungguh,” kata Sony yang tak ingin berurusan dengan polisi.

“Kamu bohong. Pratiwi, kamu mengenalnya?” tanyanya kemudian kepada Pratiwi yang berdiri dengan dada masih berdebar kencang.

“Ibu pernah memijit dia kemarin malam,” katanya pelan.

“Di rumahnya?”

“Di hotel.”

“Aku hanya ingin agar Pratiwi … eh … bu Kasnah memijit lagi, tapi tiba-tiba dia lari. Pasti dia mengira aku orang jahat.”

“Ibu saya tidak ingin memijit lagi, jadi jangan lagi datang kemari,” kata Pratiwi dingin. Ia tak yakin alasan untuk meminta ibunya memijit, harus disertai dengan menyuruh bu Minar memberi iming-iming uang banyak. Apa tak ada pemijit lain?

“Saya sangat cocok dengan pijitan bu Kasnah.”

“Ibu saya sudah tua, tidak sanggup memijit lagi,” kata Pratiwi yang kemudian memasuki halaman rumah keluarga Luminto. Sony memandangnya heran.

“Siapa sebenarnya laki-laki yang membela Pratiwi, dan rumah besar mewah itu milik siapa? Kenapa Pratiwi masuk ke situ seperti sudah biasa?” kata batin Sony.

“Kamu sudah mendengar jawabannya bukan? Sekarang kamu boleh pergi,” kata Ardian yang kemudian juga membalikkan tubuhnya dan memasuki halaman rumahnya.

Sony melangkah gontai kembali ke mobilnya, yang masih diparkir di depan pagar rumah yu Kasnah, Marsam mengikutinya, dan merasa kesal pada majikannya, yang mengejar anak tukang pijit yang galaknya seperti harimau habis beranak.

Sony memasuki mobilnya, menyandarkan tubuhnya dengan lemas.

“Mengapa Tuan bersikap begitu? Banyak sekali perempuan cantik yang dengan suka rela menyerahkan tubuhnya pada tuan. Bahkan mengejar-ngejar tuan. Dia hanya seorang gadis sederhana, tak ada menarik-menariknya,” gerutu Marsam setelah duduk di belakang kemudi dan menjalankan mobilnya.

“Galak pula,” lanjutnya karena tuan nya diam tak bergerak.

“Gadis itu membuat aku penasaran. Apa aku kurang tampan? Apa aku kurang kaya? Aku rela mengobral uang hanya untuk seorang pemijit buta, supaya dia tahu bahwa aku banyak uang, supaya dia tahu bahwa aku laki-laki yang sempurna. Cakap, gagah, banyak uang. Tapi kenapa dia mengacuhkan aku?” geram Sony sambil mengepalkan tangannya.

“Itu masalah, buat tuan?” kata Marsam yang mulai kesal dengan kelakuan tuan nya.

“Masalah dong Sam! Kamu bodoh atau apa? Aku tak pernah ditolak siapapun. Bahkan mereka meminta-minta. Tapi gadis itu menolak dan tak peduli. Itu yang membuat menjadikan masalah.”

“Besok akan saya carikan gadis yang lebih cantik dan menarik, dan seksi, dan bisa memuaskan tuan, dan_”

“Diaam!!” potong Sony dengan marah.

“Aku hanya mau Pratiwi. Titik!”

***

Ardian masih menemani Pratiwi di teras rumahnya. Tak seorangpun di dalam sana yang tahu, apa yang terjadi. Roy juga belum pulang dari kepergiannya ke luar kota untuk menjalankan tugas dari orang tuanya, demi bisnis yang dijalaninya.

“Bagaimana asal mulanya kamu mengenal laki-laki itu?”

“Tetangga sebelah meminta ibu saya untuk memijit tamunya yang menginap di hotel.”

“Lalu kamu mengantarkan ibu kamu?”

“Iya lah Mas, saya mana tega membiarkan ibu pergi sendiri? Sedangkan ke rumah ini saja saya harus mengantarkannya.”

“Tampaknya laki-laki itu suka sama kamu.”

“Suka yang seperti apa?”

“Bukankah kamu cantik?”

“Saya hanya orang miskin, mana menarik bagi seorang kaya seperti dia?”

“Lalu apa pendapat kamu ketika mengetahui dia mengejar sampai ke rumah kamu, yang entah bagaimana caranya dia bisa mengetahuinya.”

“Mungkin pembantunya mengikuti ketika kami pulang naik taksi.”

“Lalu apa yang terpikir oleh kamu dengan sikapnya itu?”

“Entahlah.”

“Apa dia membayar mahal untuk pijitan ibu kamu?”

“Sangat mahal. Tiga jutaan.”

“Wauuw. Itu fantastis.”

“Saya juga heran atas pemberian itu.”

“Harusnya kamu tertarik dong, dia ingin dipijit lagi, pasti dia menjanjikan bayaran yang lebih tinggi.”

“Saya justru takut. Itu tidak wajar. Malam itu juga saya meminta sama ibu agar tidak lagi melakukan pekerjaan memijit.”

“Tapi yu Kasnah masih mau datang kemari.”

“Itu berbeda. Untuk keluarga ini, ibu tak akan menolaknya. Bayaran yang setinggi langit justru membuat saya curiga.”

“Bagus, Dan rasa takut kamu itu sebenarnya telah menyelamatkan kamu dari maksud jahatnya. Tak mungkin dia hanya menginginkan pijitan ibu kamu. Dia pasti menginginkan kamu juga."

Pratiwi menghela napas sedih. Ia menyesal telah memenuhi perminaan bu Minar yang semula sudah ditolaknya. Gara-gara bu Margono menagih uang sewa lebih, maka ibunya bersedia memenuhi permintaan itu.

“Terima kasih sudah menolong aku,” katanya.

“Kebetulan aku ada di kamar, lalu ibu Ratna mengatakan kalau kamu baru saja pulang sendiri. Aku keluar untuk melihat, barangkali kamu masih kelihatan, aku tiba-tiba ingin mengantarkan kamu. Ternyata kamu butuh pertolongan.”

“Saya sangat bersyukur ada Mas Ardian.”

“Kalau Roy ada, pasti habis dia tadi.”

“Memangnya mas Roy ke mana?”

“Tugas, luar kota, mungkin besok baru kembali.”

Tiba-tiba ponsel Pratiwi berdering.

“Dari bu Sasmi, pasti mengira saya sudah di rumah,” katanya sambil tersenyum.

“Ya Bu, saya sudah di depan,” kata Pratiwi menjawab telpon dari Sasmi.

“Nanti aku akan mengantarkan kamu sampai ke rumah.”

“Terima kasih Mas,” kata Pratiwi yang sebenarnya masih takut, jadi tidak menolak tawaran itu.

***

“Mengapa tadi mas Ardian mengantarkan kita sampai rumah sih Wi? Kan rumah kita dekat,” kata yu Kasnah begitu Pratiwi menutup pintu rumah.

“Mas Ardian sedang iseng, pengin jalan-jalan, jadi sekalian mengantarkan kita,” jawab Pratiwi yang tak ingin mengatakan apa yang terjadi. Khawatir ibunya merasa cemas.

“Tadi itu sepertinya dia hanya sendiri, biasanya sama mas Roy.”

“Mas Roy sedang tugas keluar kota.”

“O, pantesan pengin jalan-jalan. Rupanya sedang kesepian nggak ada adiknya.”

“Iya barangkali. Sekarang ibu istirahat, dan tidur ya.”

“Ya, ini uangnya dari bu Sasmi, simpan saja.”

“Iya Bu. Pratiwi belum mau tidur, mau menghitung uang buat belanja besok. Tadi kan Tiwi tidak pulang, menunggu ibu di teras.”

“Bu Sasmi mengira kamu sudah pulang duluan, makanya dia menelpon.”

“Iya Bu, ayo Tiwi antar ke kamar mandi dulu, lalu ibu istirahat ya.”

Pratiwi mengerjakan pekerjaannya sambil selalu memikirkan ulah Sony yang nekat ingin memaksa ibunya.

***

Sony duduk di sofa kamar  hotel, wajahnya muram. Dia tak pernah gagal mencapai keinginannya, dan kegagalannya mendekati Pratiwi membuatnya kesal dan uring-uringan. Ia tak peduli ketika Marsam membelikan makanan karena dia tak ingin makan sejak pagi.

“Dari pagi tuan belum makan. Kalau sakit bagaimana?”

“Sekarang ini aku sudah sakit,” katanya kesal.

“Mengapa hanya kegagalan mendekati seorang gadis lugu yang_”

“Jangan bilang 'yang tak ada menarik-menariknya'! Awas kamu!” kata Sony memotong ucapan Marsam yang tak selesai dikatakannya.

“Banyak gadis cantik. Oh ya, mengapa tuan tidak tertarik sama neng Ratih?”

“Apa katamu? Ayah Ratih itu sahabat ayahku. Mampus aku kalau sampai berani mengganggunya. Ratih dan saudara-saudaranya sudah seperti saudara bagiku.”

“Tapi dia kan cantik …”

“Diam! Kamu tidak mendengar apa yang aku katakan?”

“Nanti saya akan mencari yang lebih menarik.”

“Hentikan kata-kata kamu! Kamu sudah mengatakannya kemarin dan aku tidak tertarik. Mengapa masih mengulangnya?”

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Serta merta Marsam berteriak

“Masuk!”

Lalu seorang gadis cantik berpakaian minim masuk ke dalam, sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman. Ia mendekati meja sofa, dan meletakkan nampan itu sambil membungkukkan badannya berlama-lama. Ia yakin Sony akan tertarik, dan akan menyuruhnya duduk mendekat, seperti yang telah dilakukannya beberapa malam yang lalu.

Tapi tiba-tiba Sony menendang meja itu dengan keras, dan membuat isinya berhamburan.

“Tuan!” pekik gadis itu. Bukannya menjauh, ia malah mendekat, karena dari Marsam dia tahu Sony sedang kesal dan pasti butuh hiburan. Tapi Sony menampar pipinya keras, membuat gadis itu jatuh terduduk.

“Marsam!! Bawa kuntilanak ini keluaarr!”

Gadis itu memegangi pipinya yang kemerahan, nyaris menangis. Marsam segera menuntunnya keluar.

Sony pun keluar dari kamar, setelah Marsam meminta kepada pelayan hotel untuk membersihkan makanan yang tumpah.

Sony duduk di loby hotel, mencari akal, bagaimana caranya bisa mendekati Pratiwi. Tiba-tiba dia teringat janjinya kepada Ratih. Ia harus mengantar Ratih ke tempat kawannya yang katanya seorang penjual sayur.

Sony masuk kembali ke kamar, mengambil kunci mobil, lalu pergi begitu saja.

***

“Ibu, Ratih mau pergi sebentar ya.”

“Kuliah?” tanya sang ibu.

“Tidak, mau main ke rumah Pratiwi.”

“Bukankah dia jualan di pasar?”

“Tidak di pasar, tapi di depan rumahnya.”

“Baiklah, suruh sopir mengantarnya.”

“Tidak usah, Ratih bawa mobil sendiri saja.”

“Hati-hati,” pesan sang ibu sambil masuk ke dalam rumah.

Tapi belum sampai Ratih menghampiri mobilnya, tiba-tiba Sony datang.

“Mau ke mana? Bukankah aku sudah berjanji mau mengantarkan kamu jalan-jalan?”

“Baiklah kalau begitu, aku bilang sama ibu dulu.”

***

“Sebenarnya aku sedang kesal, tapi setelah bersama kamu, aku merasa sedikit terhibur,” kata Sony dalam perjalanan mengantarkan Ratih.

“Kenapa?”

“Biasa, yang terjadi, tidak sesuai dengan harapan.”

“Soal pekerjaan jangan dibawa-bawa saat kamu sedang berada di luar.”

“Bukan pekerjaan. Tapi sudahlah, kamu tidak akan mengerti. Di mana rumah teman kamu?”

“Perempatan di depan, belok kiri.”

Sony berdebar, karena jalan yang dilalui mengarah ke arah rumah yu Kasnah.

Ia bertambah berdebar ketika Ratih memintanya berhenti di depan sebuah gang kecil. Itu kan gang menuju rumah Pratiwi?

“Rumahnya masuk, tapi sampai di sini saja, nggak usah masuk,” kata Ratih sambil turun.

“Aku ikut saja,” kata Sony.

***

Besok lagi ya.

34 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku,SB11 tayang.

    ReplyDelete

  2. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~11 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  3. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tks bunda Toen selalu hadir dlm rinduku..
      Cerbungnya tambah seruuu
      Salam Aduhai dari Sukabumi πŸ™πŸ₯°

      Delete
  4. Alhamdulillah...
    STBk 11 sudah tayang...
    Maturnuwun bu Tien.
    Sugeng nDalu, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 11 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Pratiwi sdh dtg
    Matur nuwun bu

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.. Setangkai Bungaku 11 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  8. Rupanya ada kesempatan Sony mendekati Pratiwi. Wah gimana ya sikap Pratiwi, kan ada Ratih.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  9. Ternyata ada kesempatan Sony mendekati Pratiwi. Bagaimana ya sikap Pratiwi, kan ada Ratih.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siapa yg paling kuat chemistrinya ya pak Latief? hehe... 🀭🀭

      Delete
  10. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  11. Terima ksih bunda..slmshtsll unk bundaπŸ™πŸ₯°πŸŒΉ

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah , terima kasih bu tien sb sdh tayang ...wah cari penyakit nih si sony ....salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  13. Hadeeh Sony mulai beraksi tuh
    Moga Pratiwi ttp teguh pendirian jgn sampai tergoda rayuan gombalnya

    Sptnya aman seh krn posisi drmhnya tp jgn sungkan ma Ratih kata kan apa adanya
    Sptnya makin seru aj deh bunda Tien pdhl msh bbrp episode udah bikin kelo aj
    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  15. Ih Sony jadi ngikut maen sama Ratih ya, mulai ada grengseng nich, tuh nggak boleh ikut masuk; maksa lagi, untung udah duluan tau kemaren mereka pergi bareng, benerkan datang sama cowok nya, ah ini jadi nyambut nya Ratih nggak greget seperti biasanya, dan juga seperti acuh sama cowok Ratih gitu, jaga jarak aja, lagian merasa beda kelas, iya kalau terus bener bener nggak apa apa kalau cuma buat iseng repot.
    Ardian cerita nggak ya sama Roy, geli aja si Roy yang getol sampai mulai mikir mikir, eh ternyata ada lagi Bondan juga interes juga sama Pratiwi.
    Sony termasuk pendatang baru, ini lebih kentara kasar, kaya mau nelan gitu menurut Ardian.
    Pratiwi beruntung gadis pekerja keras, tanpa polesan aja cantik.
    Tapi tetep Ardian yang jadi pilihan, kaya kata Ratih yang digoda Bondan kakaknya.
    Jangan jangan Bondan jadi kepingin kerja di bisnis bapaknya jadi nggak jauh-jauhan, sambil ngajak Ratih untuk biar deketan sama Pratiwi.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke-sebelas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  16. Kok Sony masih mau ke sana?
    Apakah ia tidak takut dihajar Ardian dan Roy?
    Terima kasih Mbak Tien?...

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun mbak Tien, Alhamdulillah episode 11 sudah tayang. Sugeng dalu lan malem minggon..

    ReplyDelete
  18. Terima kasih ..sony laki2 buaya amit.. salam aduhai u bu Tien

    ReplyDelete
  19. Seruu nih.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  20. Tks bunda Tien..
    cerbu gnya sdh tayang..
    Salam sehat selalu.. πŸ™πŸ™πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 02

MAWAR HITAM  02 (Tien Kumalasari)   Satria heran, apakah dia salah lihat? Ia merasa wanita itu adalah Sinah, suaranya juga suara Sinah, tapi...