Friday, November 11, 2022

JANGAN PERGI 22

JANGAN PERGI  22

(Tien Kumalasari)

 

Bu Cipto berhenti dan terus mengawasi ke arah televisi, tapi beritanya sudah berganti. Bu Cipto masuk ke dalam kamar, dan terus teringat tentang bayi. Bayi … bayi .. dan wanita aneh itu … benar dia. Besok aku harus mencarinya lagi sampai ketemu.

Bu Cipto baru sadar ketika pintu diketuk dari luar.

“Bu, ibu sudah selesai? Mas Radit mau pamit nih,” kata Ratri dari luar pintu.

“Oh .. iya … iya…” bu Cipto baru sadar bahwa dari tadi melamun tentang bayi itu, dan wanita aneh yang sekarang diketahuinya bernama Tarmi, tapi entah di mana dia berada.

Bu Cipto membuka pintu kamar.

“Ibu belum mandi?” tanya Ratri heran.

“Iya … tadi … ibu baru .. ini … menata baju di almari ….”

Bu Cipto kemudian keluar kamar.

“Ya sudah, tidak usah mandi dulu saja, nggak bau kok,” katanya sambil mencium lengannya.

Di depan, tampaknya Radit sudah menunggu, karena begitu bu Cipto muncul, Radit langsung berdiri.

“Bu, saya mau langsung pamit, malah belum sempat mandi nih,” kata Radit sambil mendekat dan mencium tangannya.

“Iya Nak, maaf … tadinya mau mandi, tapi belum sempat.”

“Nggak apa-apa Bu, nggak bau kok.”

“Ya sudah Nak, ati-ati di jalan ya. Salam buat Ibu.”

“Nanti saya sampaikan Bu,” katanya sambil turun dari teras’

“Pulang dulu Tri,” tangannya melambai, lalu menuju ke arah mobilnya. Ratri juga membalas dengan lambaian tangan sambil tersenyum.

“Bu, tadi Ratri membawa banyak baju, dari ibunya mas Radit. Salah satunya untuk Ibu,” kata Ratri sambil menuju ke arah meja di ruang tengah, dimana tadi dia meletakkan barang-barang belanjaannya dari bu Listyo.

“Ini lho Bu, Ratri dipaksa menerima baju-baju ini, sungkan sebenarnya, tapi karena dipaksa, menolak juga sungkan,” katanya sambil menunjukkan baju demi baju yang tadi dibelikan bu Listyo.

“Oh ya? Kok jadi ibu juga dapat bagian?”

“Ini yang buat ibu,” katanya sambil menyerahkan gaun berwarna hijau tua berkembang hitam di bagian bawahnya.

“Kok bisa tahu, kalau ini pas buat ibu.”

“Ratri yang disuruh memilih ukurannya untuk Ibu. Ratri tahu, ibu suka warna hijau.”

“Oh, kamu yang milih ukurannya? Ini tampaknya pas untuk ibu. Ya sudah simpan saja dulu Tri. Besok ibu pakai belanja ke pasar.”

“Besok mau ke pasar lagi?”

“Iya, ibu senang belanja ke sana, lebih lengkap sayurnya.”

“Bukankah di tukang sayur yang lewat juga lengkap?”

“Di sana lebih banyak pilihan,”

“Ibu kok sekarang senang belanja di sana. Hati-hati lho Bu, jangan sampai jatuh lagi.”

“Iya,” jawab bu Cipto sambil masuk ke dalam kamar, bersiap mandi.

Tapi sambil mandi itu pikirannya terus melayang ke arah puluhan tahun silam, dimana dia bertemu dengan seorang wanita yang sedang menggendong bayi.

Tiba-tiba pintu kamar mandi diketuk dari luar.

“Bu, ibu lupa membawa handuk ya?”

“Oh iya, tolong bawa kemari,” katanya sambil membuka sedikit pintunya, lalu Ratri menyelipkan handuk ibunya ke dalam.

***

“Ibu kenapa makan hanya sedikit?” tanya Ratri saat makan malam bersama ibunya.

“Sudah kenyang,” katanya singkat.

“Ibu sudah makan apa, kan belum makan apa-apa, kok sudah kenyang?”

“Perut orang tua itu kan berbeda dengan perut anak muda,” katanya sambil menyudahi makan malamnya.

“Ibu tidak sakit kan?”

“Tidak, ibu baik-baik saja,” kata bu Cipto sambil berdiri.

“Ibu ke kamar dulu ya.”

“Benar, ibu tidak sakit?”

“Sedikit lelah,” katanya sambil berlalu.

Ratri merasa heran dengan sikap ibunya yang tidak biasa.

“Ibu kecapekan setiap hari jalan ke pasar. Besok belanja di tukang sayur saja, ya,” kata Ratri sambil mengikuti ibunya.

“Ya, gampang, Tapi bukan karena jalan kaki kok. Besok mau naik becak saja atau taksi.”

“Belanja di tukang sayur saja Bu. Lagian cuma masak buat kita berdua saja.”

“Iya, iya … gampang. Ibu ini bukan anak kecil, nggak usah di atur-atur.”

“Itu kan karena Ratri sayang sama ibu.”

Bu Cipto membalikkan tubuhnya, lalu memeluk Ratri erat sekali.

“Ibu juga sayang sama kamu. Hanya kamu milik ibu,” katanya menahan tangis.

Ratri semakin heran melihat sikap ibunya.

“Kenapa ibu berkata begitu? Sejak dulu Ibu juga menyayangi Ratri kan?”

“Selalu menyayangi kamu, bahkan sejak kamu masih bayi.”

“Sejak Ratri dilahirkan, iya kan bu?”

“Iya, benar.”

“Mengapa tiba-tiba ibu bersikap seperti ini?”

“Karena … kamu juga mengatakan sayang sama Ibu,” lalu bu Cipto kembali memeluk Ratri.

“Ah, ibu membuat Ratri terkejut saja.”

“Anak menyayangi orang tua, orang tua menyayangi anak, itu sudah biasa kan? Mengapa terkejut?”

“Iya, hanya karena suasananya jadi agak aneh saja.”

“Ya sudah, tolong bersihkan meja makan. Oh ya, kamu tadi belum selesai makan kan? Selesaikan dan tolong bersihkan ya, ibu mau istirahat.”

“Baiklah Ibu. Ibu istirahat saja.”

Bu Cipto masuk ke dalam kamar, meninggalkan Ratri yang masih berdiri terpaku, dengan benak penuh tanda tanya.

Ratri masih berdiri di depan pintu ketika mendengar dering ponselnya dari ruang tengah. Dia meninggalkannya di sana sebelum makan tadi.

Ratri berlari mendekat, dan melihat nama Dian terpampang di layarnya.

“Ya Dian, apa kabar?”

“Aku sudah sejak kemarin ada di sini," kata Dian sambil tertawa.

“Ya ampun, kamu jahat ya, kenapa tidak mampir? Pasti ibu kecewa.”

“Tolong bilang sama ibu, aku minta maaf. Aku tidak punya waktu. Semalam main sama Arina, tadi seharian juga bersama dia. Besok pagi-pagi aku harus kembali ke Jakarta.

“Haaa, aku tahu. Aku maafkan kamu, karena kamu punya kepentingan yang lebih dari yang lainnya.”

“Kangen sama Arina, anak itu menggemaskan sekali.”

“Ibunya juga kan?”

Dian tertawa.

“Kamu harus mendoakan aku, bukan meledek aku terus menerus.”

“Iya lah, aku pasti mendoakan kamu.”

“Kami sudah jadian.”

“Alhamdulillah.”

“Tadinya takut, ternyata perasaanku bersambut.”

“Pokoknya kamu harus menemukan istri yang baik, yang bisa menjadi ibu bagi anak-anak kamu.”

“Aamiin. Kalau kamu ikut mendoakan, insyaaAllah akan terkabul.”

“Bener aku senang Dian, nanti akan aku sampaikan sama ibu, kalau kamu sudah menemukan wanita yang kamu sayangi.”

“Ibu mana? Boleh aku bicara?”

“Ibu sudah tidur, Dian. Nanti aku sampaikan.”

“Sesore ini?”

“Baru saja masuk ke kamarnya, tapi aku tidak berani mengganggu. Tadi kelihatan sangat lelah.”

“Baiklah kalau begitu, nanti kamu saja yang menyampaikan.”

“Baik, tuan muda.”

Dian tertawa mendengar panggilan itu.

“Bagaimana kabarnya mas Radit?”

“Baik. Tadi aku seharian di rumahnya, diajak belanja sama ibunya.”

“Waauuw … malah sudah dekat dengan ibunya? Kapan menikah?”

“Ya ampuun, baru dua kali kami bertemu.”

“Sudah belanja bersama, berarti kamu sudah diterima menjadi keluarga. Aku ikut senang, Ratri.”

“Terima kasih. Kita saling mendoakan ya.”

“Tentu, semoga kita menemukan kebahagiaan seperti yang kita impikan.”

“Aamiin.”

“Ya sudah, aku mau packing dulu, besok harus berangkat pagi-pagi.”

“Baiklah, selamat jalan Dian, semoga lain kali kamu bisa mampir ke rumah.”

Ratri kembali ke meja makan, melanjutkan makan seorang diri, dengan hati bertanya-tanya tentang ibunya.

“Semoga ibu sehat-sehat saja. Aku khawatir, sebenarnya ibu sakit dan ingin menyembunyikannya,” gumam Ratri sambil membersihkan meja setelah selesai makan.

***

Tapi pagi itu, bu Cipto tampak sudah rapi, sebelum Ratri berangkat bekerja.

“Ibu benar-benar sehat?” tanya Ratri ketika sarapan berdua.

“Ibu baik-baik saja. Memangnya kenapa?”

“Semalam ibu bilang lelah, makan sedikit, sore hari sudah tidur. Ratri jadi khawatir lho Bu.”

Bu Cipto tersenyum, menatap anaknya lekat-lekat.

“Mengapa Ibu memandangi Ratri terus?”

“Tidak apa-apa. Kamu cantik.”

“Ah, Ibu ….”

“Ibu senang kamu mengatakan bahwa kamu sayang sama ibu.”

“Ibu ada-ada saja. Mana ada anak yang tidak sayang pada orang tuanya?”

“Namanya manusia, pasti ada lah.”

“Itu tidak benar. Ratri akan selalu sayang sama ibu. Apa ibu tidak percaya?”

“Kamu anak baik, ibu bangga memiliki kamu.”

“Ratri juga bangga memiliki Ibu. Ibu yang penuh kasih sayang, yang selalu menjaga Ratri dan membesarkan Ratri, mendidik Ratri hingga Ratri menjadi pribadi yang mandiri, yang bertanggung jawab kepada orang tua. Bukankah itu semua karena Ibu? Juga almarhum bapak?”

Bu Cipto mengangguk haru, menahan titik air mata dari sepasang mata tuanya, agar Ratri tak merasa aneh.

Sejak kemarin, bu Cipto merasa bahwa hidupnya sangat luar biasa. Bayangan-bayangan yang melintas dari puluhan tahun silam silih berganti mengganggunya.

“Ibu jadi mau ke pasar? Menurut Ratri, sebaiknya tidak usah saja, nanti Ibu kelelahan lagi.”

“Ibu kan sudah bersiap nih.”

“Ratri hanya khawatir.”

“Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan.”

“Kalau begitu Ibu naik becak saja, atau Ratri panggilkan taksi?”

“Tidak usah, ibu bisa memanggil sendiri, kan ibu masih nanti setelah beres-beres rumah.”

“Ya sudah, tapi janji ya, ibu jangan jalan kaki. Ibu masih bawa uang kan?”

“Ada. Masih ada.”

Ratri bersiap untuk berangkat, dan merasa aneh dengan sikap ibunya, yang seperti sangat suka pergi ke pasar akhir-akhir ini. Padahal yang dimasak ibunya juga masakan biasa-biasa saja, yang di tukang sayur pasti tersedia.

“Ibu, Ratri berangkat ya, ibu hati-hati. Jangan sampai terjatuh lagi.”

“Iya, kamu juga hati-hati di jalan.”

Bu Cipto segera membereskan rumah, dan berangkat ke pasar. Seperti disarankan Ratri, dia memilih memanggil becak, karena sebenarnya dia juga merasa sangat lelah. Tapi ia harus bisa menemukan wanita itu. Ia sudah menemukan jawabnya, dan karenanya harus berbicara dengannya.

***

Ratri memasuki ruang kepala sekolah, karena Dewi memintanya. Rupanya Dewi hanya akan bercerita tentang Dian yang sejak Sabtu malam menemani Arina jalan-jalan.

Ratri yang sebenarnya merasa gelisah, tersenyum mendengar Dewi bercerita dengan wajah berbinar.

“Iya, Dian baru telpon tadi malam. Saya malah tidak tahu kalau dia pulang.”

“Pulang Sabtu sore, lalu malamnya langsung ke rumah. Seneng banget Arina. Ketika mas Dian pamit, dia agak rewel, harus dibujuk dengan banyak janji-janji.”

“Saya bisa mengerti Bu. Arina butuh seorang ayah, Dian juga merindukan kehadiran seorang anak.”

“Iya benar.”

“Saya senang Dian bisa terhibur setiap kali pulang.”

“Bagaimana menurut pendapat bu Ratri, kalau mas Dian melamar saya?”

“Wah, itu sangat bagus Bu. Ibu terima kan? Dian orangnya baik, penuh perhatian kepada siapa saja. Sama ibu saya saja, yang belum lama ketemu lagi, dia sangat menghargai, seperti kepada orang tuanya sendiri. Waktu sekolah, dia suka menjahili teman-temannya, tapi itu kenakalan yang biasa bagi anak-anak. Sekarang dia sudah dewasa dan tampak sangat bertanggung jawab.”

“Syukurlah.”

“Semoga Ibu tidak menolaknya,” kata Ratri yang pura-pura tidak tahu bahwa mereka sudah jadian.

“Apa dia tidak bercerita apa-apa sama bu Ratri?”

“Hanya minta maaf karena tidak sempat mampir. Tapi saya maklum, dia bilang kangen sama Arina.”

“Saya menerimanya.”

“Senang mendengarnya Bu, semoga segera menjadi keluarga yang bahagia.”

“Aamiin. Saya senang bu Ratri mendoakan saya.”

“Tentu saja saya mendoakan, Dian sahabat saya, dan bu Dewi atasan saya.”

“Jadikan saya sahabat bu Ratri juga.”

“Baiklah, tentu saja.”

“Tapi saya lihat bu Ratri hari ini tidak begitu bersemangat. Apa bu Ratri sakit?”

“Tidak Bu, hanya memikirkan ibu saya.”

“Memangnya ibu kenapa?”

“Beberapa hari ini sangat senang belanja ke pasar. Padahal biasanya hanya belanja di tukang sayur yang lewat di depan rumah. Ke pasar kalau ada bahan-bahan dapur yang habis, atau ingin belanja agak banyak untuk persediaan. Tapi ini setiap hari. Saya sudah melarangnya, ibu bilang, suka melakukannya.”

“Berarti ibu lebih suka belanja di pasar, karena lebih lengkap. Memangnya jauh, pasar itu dari rumah?”

Sebenarnya tidak begitu masalah jalan ke pasar setiap hari, tapi sikap ibunya yang dinilai aneh sejak semalam, membuat Ratri bertanya-tanya dan membuatnya gelisah.

***

Bu Cipto sudah belanja, melihat kekiri dan ke kanan jalan, barangkali menemukan sosok yang dicarinya. Tapi seperti hari-hari sebelumnya, ia tak pernah melihatnya. Hanya kemarin, saat Tarmi di kejar kejar orang kemudian menubruknya, ia melihatnya, tapi kemudian menghilang entah kemana.

Kesal dan lelah tiba-tiba melandanya. Ia segera memanggil becak, karena enggan memanggil taksi yang belum tentu bisa segera datang.

Memang ia belanja seadanya, karena beberapa hari sebelumnya dia sudah melengkapi isi dapur dan kulkas dengan beberapa sayuran. Bukankah dia sebenarnya hanya ingin bertemu wanita bernama Tarmi itu?

Becak itu sudah melaju, ketika kemudian seseorang menyeberang dengan tiba-tiba, dan terjatuh terserempet becak.

Bu Cipto terkejut, kemudian setengah melompat ia turun dari becak, berusaha membangunkan wanita itu.

***

Besok lagi ya.


52 comments:

  1. Replies
    1. ๐ŸŒพ๐ŸŒพ๐ŸŒน๐ŸŒน☘️☘️♣️♣️❤️❤️

      Monggo lho..... yen wis kebelet, aku lon-alon wae, waton slamet tekan nggone......

      Terima kasih bu Tien JePe Eps_22 sdh tayang.
      ๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€

      Delete
    2. Selamat uti Nani Juara 1, kundor saka Jkt mblayune buanter buanget lho, waktu nyelip aku, aku meh kejlungup....

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

    ReplyDelete
  4. Horรฉ lg sibuk arisan RW nih sambil mojok yuuk
    Mksh bunda Tien penisirin bingitz nih

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya makin seru. Semoga Ibu sekeluarga selalu sehat penuh barakah, aamiin....

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah, terima kasih bu tien... salam sehat

    ReplyDelete
  7. Tks bunda Tien... Ratri sdh hadir
    Salam sehat selalu yaa bundaa...

    ReplyDelete
  8. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin

    ReplyDelete
  9. Nah, pertemuan yang tidak disangka, Tarmi jatuh terserempet becak bu Cipto(?)
    Apakah Ratri anak Tarmi, atau Tarmi yang membuang Ratri?
    Besok lagi ya...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sugeng dalu, mbak Tien. Matur nuwun.... ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™ .
      Salam sehat dari Kudus kota kretek. ๐Ÿ˜Š

      Delete
  11. Sehat sllu bunda Tien, terus brkarya

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun buTien... salam sehat, segeng istirahat buu..

    ReplyDelete
  13. slmt mlm bunda Tien..terima ksih JP nya..slm sht sll dan tetap aduhai dri skbmi๐Ÿ™๐Ÿฅฐ๐ŸŒน❤️

    ReplyDelete
  14. Wah jangan² yg kesrempet becak bu.Tarmi ini...tp ๐Ÿ˜Š
    Matur nuwun bunda Tien...๐Ÿ™

    ReplyDelete
  15. Waduuh...siapa yg keserempet becak?
    Mgkn kah bu Tarmi yg dicari bu Cipto ibunya Ratri?
    Tunggu bsk lg.. tambah serruuu..
    Tks bunda Tien..

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah... terimakasih Bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete

  17. Alhamdulillah JANGAN PERGI~22 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien ๐Ÿ™

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bu Tien
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  19. Tarmi yang jatuh...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillaah dah tayang langsung baca makadih bunda

    ReplyDelete
  21. Wah, tambah seru, tambah menarik ceritanya...spt biasa bu Tien memang sangat piawai mengulik kisah berliku-liku.๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ˜€

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, suwun Bu Tien.....
    Salam sehat selalu...๐Ÿ˜Š๐Ÿ™

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah.. bisa menikmati lagi karya bunda Tien JP 22, semoga sehat dan bahagia selalu, salam aduhai

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah.. Terima kasih Ibu Tien.
    Semoga sehat selalu.. Salam Aduhai..

    ReplyDelete
  25. Tak sengaja bu Tarmi yg di cari2 bu Cipto tertabrak becak yg ditumpanginya.
    Rupanya jalan terungkapnya siapa sebenarnya Ratri? Semoga hubungan dgn Radit tetap baik.

    Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semakin penasaran ...
      Ratri - Listi.. Kembaran atau adik kakak tp tdk kembar..
      Jawabannya kita ikuti terus JP ya bu Yustin hehe...
      Tks bunda Tien..
      Salam sehat dan salam Aduhaiii

      Delete
  26. Alhamdulillah...ikut deg deg an saja ini..๐Ÿ˜
    Salam sehat bu Tien

    ReplyDelete
  27. Halah, ada ada saja; mencari musuhnya nggak lihat lihat sampai ke pindak becak, ah nggak ngetrend ke injek becak; badan rasa sakitnya nggak karuan, minta ganti rugi nggak tega.
    Sutijah kalau punya mau jian sampai ketemu targetnya, ini baru nanya, ternyata, iya sama; menyari Tarmi.
    Nah disini cerita ; semuanya miliknya dirampas sampai bayinya juga dicuri, karena itu dia sangat mencari; membuat perhatian tidak fokus.
    Huh, siap ngruwes nggruwes penuh emosi.
    gรจgรจr gรชnjik
    Bu Cipto nggak tau kalau lagi menghadapi orang, lepas kontrol alias setengah gila, saking beratnya tekanan rasa sedih tak berujung.

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi yang kedua puluh dua sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    ๐Ÿ™

    ReplyDelete
  28. Terimakasih bude JP 22 nya, sehat n semangat bude Tien

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat ๐Ÿค—๐Ÿฅฐ

    Bu Tien bisa saja ,,,org yg dicari terserempet becak yg ditumpangi,,,
    Sy bava cerita bu Tien seperti melihat kejadian sesungguhnya ,,langsung

    ReplyDelete
  31. Mohon maaf....
    Hari ini Bu Tien full acara, baru pulang nanti malam rapat ponakan mantu.
    JP 23 blm bisa tayang
    In syaa Allah diganti besuk

    ReplyDelete
  32. Tks mb Nani infonya, Selamat tidur..

    ReplyDelete
  33. Makasih infonya Bu Nani Nur 'Afni Siba...
    Met malem, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  34. Terimakasih infonya mbak Nani....
    Kita Do'akan bersama ya...

    Moga acara nya dilancarkan dan Bu Tien diparing sehat selalu....

    Aamiin....

    ReplyDelete
  35. Semoga acaranya dilancarkan dan bu Tien selalu di beri kesehatan aamiin yra
    Terimakasih infonya bu Nani . Salam kenal.

    ReplyDelete
  36. ๐—ฅ๐—ฎ๐˜๐—ฟ๐—ถ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—Ÿ๐—ถ๐˜€๐˜๐—ถ ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐˜€๐—ฎ๐˜‚๐—ฑ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ...
    ๐—ง๐—ฒ๐—ฟ๐—ถ๐—บ๐—ฎ ๐—ธ๐—ฎ๐˜€๐—ถ๐—ต ๐— ๐—ฏ๐—ฎ๐—ธ ๐—ง๐—ถ๐—ฒ๐—ป...

    ReplyDelete
  37. Apa mrk anak dr ibu yg gila Ya Ratri wah udah jgn di ubris

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...