JANGAN PERGI 22
(Tien Kumalasari)
Bu Cipto berhenti dan terus mengawasi ke arah
televisi, tapi beritanya sudah berganti. Bu Cipto masuk ke dalam kamar, dan terus
teringat tentang bayi. Bayi … bayi .. dan wanita aneh itu … benar dia. Besok
aku harus mencarinya lagi sampai ketemu.
Bu Cipto baru sadar ketika pintu diketuk dari luar.
“Bu, ibu sudah selesai? Mas Radit mau pamit nih,” kata
Ratri dari luar pintu.
“Oh .. iya … iya…” bu Cipto baru sadar bahwa dari tadi
melamun tentang bayi itu, dan wanita aneh yang sekarang diketahuinya bernama
Tarmi, tapi entah di mana dia berada.
Bu Cipto membuka pintu kamar.
“Ibu belum mandi?” tanya Ratri heran.
“Iya … tadi … ibu baru .. ini … menata baju di almari
….”
Bu Cipto kemudian keluar kamar.
“Ya sudah, tidak usah mandi dulu saja, nggak bau kok,”
katanya sambil mencium lengannya.
Di depan, tampaknya Radit sudah menunggu, karena
begitu bu Cipto muncul, Radit langsung berdiri.
“Bu, saya mau langsung pamit, malah belum sempat mandi
nih,” kata Radit sambil mendekat dan mencium tangannya.
“Iya Nak, maaf … tadinya mau mandi, tapi belum
sempat.”
“Nggak apa-apa Bu, nggak bau kok.”
“Ya sudah Nak, ati-ati di jalan ya. Salam buat Ibu.”
“Nanti saya sampaikan Bu,” katanya sambil turun dari
teras’
“Pulang dulu Tri,” tangannya melambai, lalu menuju ke
arah mobilnya. Ratri juga membalas dengan lambaian tangan sambil tersenyum.
“Bu, tadi Ratri membawa banyak baju, dari ibunya mas
Radit. Salah satunya untuk Ibu,” kata Ratri sambil menuju ke arah meja di ruang
tengah, dimana tadi dia meletakkan barang-barang belanjaannya dari bu Listyo.
“Ini lho Bu, Ratri dipaksa menerima baju-baju ini,
sungkan sebenarnya, tapi karena dipaksa, menolak juga sungkan,” katanya sambil
menunjukkan baju demi baju yang tadi dibelikan bu Listyo.
“Oh ya? Kok jadi ibu juga dapat bagian?”
“Ini yang buat ibu,” katanya sambil menyerahkan gaun
berwarna hijau tua berkembang hitam di bagian bawahnya.
“Kok bisa tahu, kalau ini pas buat ibu.”
“Ratri yang disuruh memilih ukurannya untuk Ibu. Ratri
tahu, ibu suka warna hijau.”
“Oh, kamu yang milih ukurannya? Ini tampaknya pas
untuk ibu. Ya sudah simpan saja dulu Tri. Besok ibu pakai belanja ke pasar.”
“Besok mau ke pasar lagi?”
“Iya, ibu senang belanja ke sana, lebih lengkap
sayurnya.”
“Bukankah di tukang sayur yang lewat juga lengkap?”
“Di sana lebih banyak pilihan,”
“Ibu kok sekarang senang belanja di sana. Hati-hati
lho Bu, jangan sampai jatuh lagi.”
“Iya,” jawab bu Cipto sambil masuk ke dalam kamar,
bersiap mandi.
Tapi sambil mandi itu pikirannya terus melayang ke
arah puluhan tahun silam, dimana dia bertemu dengan seorang wanita yang sedang menggendong bayi.
Tiba-tiba pintu kamar mandi diketuk dari luar.
“Bu, ibu lupa membawa handuk ya?”
“Oh iya, tolong bawa kemari,” katanya sambil membuka
sedikit pintunya, lalu Ratri menyelipkan handuk ibunya ke dalam.
***
“Ibu kenapa makan hanya sedikit?” tanya Ratri saat
makan malam bersama ibunya.
“Sudah kenyang,” katanya singkat.
“Ibu sudah makan apa, kan belum makan apa-apa, kok
sudah kenyang?”
“Perut orang tua itu kan berbeda dengan perut anak
muda,” katanya sambil menyudahi makan malamnya.
“Ibu tidak sakit kan?”
“Tidak, ibu baik-baik saja,” kata bu Cipto sambil
berdiri.
“Ibu ke kamar dulu ya.”
“Benar, ibu tidak sakit?”
“Sedikit lelah,” katanya sambil berlalu.
Ratri merasa heran dengan sikap ibunya yang tidak
biasa.
“Ibu kecapekan setiap hari jalan ke pasar. Besok
belanja di tukang sayur saja, ya,” kata Ratri sambil mengikuti ibunya.
“Ya, gampang, Tapi bukan karena jalan kaki kok. Besok
mau naik becak saja atau taksi.”
“Belanja di tukang sayur saja Bu. Lagian cuma masak
buat kita berdua saja.”
“Iya, iya … gampang. Ibu ini bukan anak kecil, nggak
usah di atur-atur.”
“Itu kan karena Ratri sayang sama ibu.”
Bu Cipto membalikkan tubuhnya, lalu memeluk Ratri erat
sekali.
“Ibu juga sayang sama kamu. Hanya kamu milik ibu,”
katanya menahan tangis.
Ratri semakin heran melihat sikap ibunya.
“Kenapa ibu berkata begitu? Sejak dulu Ibu juga
menyayangi Ratri kan?”
“Selalu menyayangi kamu, bahkan sejak kamu masih bayi.”
“Sejak Ratri dilahirkan, iya kan bu?”
“Iya, benar.”
“Mengapa tiba-tiba ibu bersikap seperti ini?”
“Karena … kamu juga mengatakan sayang sama Ibu,” lalu
bu Cipto kembali memeluk Ratri.
“Ah, ibu membuat Ratri terkejut saja.”
“Anak menyayangi orang tua, orang tua menyayangi anak,
itu sudah biasa kan? Mengapa terkejut?”
“Iya, hanya karena suasananya jadi agak aneh saja.”
“Ya sudah, tolong bersihkan meja makan. Oh ya, kamu
tadi belum selesai makan kan? Selesaikan dan tolong bersihkan ya, ibu mau
istirahat.”
“Baiklah Ibu. Ibu istirahat saja.”
Bu Cipto masuk ke dalam kamar, meninggalkan Ratri yang
masih berdiri terpaku, dengan benak penuh tanda tanya.
Ratri masih berdiri di depan pintu ketika mendengar
dering ponselnya dari ruang tengah. Dia meninggalkannya di sana sebelum makan
tadi.
Ratri berlari mendekat, dan melihat nama Dian terpampang di layarnya.
“Ya Dian, apa kabar?”
“Aku sudah sejak kemarin ada di sini," kata Dian
sambil tertawa.
“Ya ampun, kamu jahat ya, kenapa tidak mampir? Pasti
ibu kecewa.”
“Tolong bilang sama ibu, aku minta maaf. Aku tidak
punya waktu. Semalam main sama Arina, tadi seharian juga bersama dia. Besok
pagi-pagi aku harus kembali ke Jakarta.
“Haaa, aku tahu. Aku maafkan kamu, karena kamu punya
kepentingan yang lebih dari yang lainnya.”
“Kangen sama Arina, anak itu menggemaskan sekali.”
“Ibunya juga kan?”
Dian tertawa.
“Kamu harus mendoakan aku, bukan meledek aku terus
menerus.”
“Iya lah, aku pasti mendoakan kamu.”
“Kami sudah jadian.”
“Alhamdulillah.”
“Tadinya takut, ternyata perasaanku bersambut.”
“Pokoknya kamu harus menemukan istri yang baik, yang
bisa menjadi ibu bagi anak-anak kamu.”
“Aamiin. Kalau kamu ikut mendoakan, insyaaAllah akan terkabul.”
“Bener aku senang Dian, nanti akan aku sampaikan sama
ibu, kalau kamu sudah menemukan wanita yang kamu sayangi.”
“Ibu mana? Boleh aku bicara?”
“Ibu sudah tidur, Dian. Nanti aku sampaikan.”
“Sesore ini?”
“Baru saja masuk ke kamarnya, tapi aku tidak berani
mengganggu. Tadi kelihatan sangat lelah.”
“Baiklah kalau begitu, nanti kamu saja yang
menyampaikan.”
“Baik, tuan muda.”
Dian tertawa mendengar panggilan itu.
“Bagaimana kabarnya mas Radit?”
“Baik. Tadi aku seharian di rumahnya, diajak belanja
sama ibunya.”
“Waauuw … malah sudah dekat dengan ibunya? Kapan
menikah?”
“Ya ampuun, baru dua kali kami bertemu.”
“Sudah belanja bersama, berarti kamu sudah diterima
menjadi keluarga. Aku ikut senang, Ratri.”
“Terima kasih. Kita saling mendoakan ya.”
“Tentu, semoga kita menemukan kebahagiaan seperti yang
kita impikan.”
“Aamiin.”
“Ya sudah, aku mau packing dulu, besok harus berangkat
pagi-pagi.”
“Baiklah, selamat jalan Dian, semoga lain kali kamu bisa
mampir ke rumah.”
Ratri kembali ke meja makan, melanjutkan makan seorang
diri, dengan hati bertanya-tanya tentang ibunya.
“Semoga ibu sehat-sehat saja. Aku khawatir, sebenarnya
ibu sakit dan ingin menyembunyikannya,” gumam Ratri sambil membersihkan meja
setelah selesai makan.
***
Tapi pagi itu, bu Cipto tampak sudah rapi, sebelum
Ratri berangkat bekerja.
“Ibu benar-benar sehat?” tanya Ratri ketika sarapan
berdua.
“Ibu baik-baik saja. Memangnya kenapa?”
“Semalam ibu bilang lelah, makan sedikit, sore hari
sudah tidur. Ratri jadi khawatir lho Bu.”
Bu Cipto tersenyum, menatap anaknya lekat-lekat.
“Mengapa Ibu memandangi Ratri terus?”
“Tidak apa-apa. Kamu cantik.”
“Ah, Ibu ….”
“Ibu senang kamu mengatakan bahwa kamu sayang sama ibu.”
“Ibu ada-ada saja. Mana ada anak yang tidak sayang
pada orang tuanya?”
“Namanya manusia, pasti ada lah.”
“Itu tidak benar. Ratri akan selalu sayang sama ibu.
Apa ibu tidak percaya?”
“Kamu anak baik, ibu bangga memiliki kamu.”
“Ratri juga bangga memiliki Ibu. Ibu yang penuh kasih
sayang, yang selalu menjaga Ratri dan membesarkan Ratri, mendidik Ratri hingga
Ratri menjadi pribadi yang mandiri, yang bertanggung jawab kepada orang tua.
Bukankah itu semua karena Ibu? Juga almarhum bapak?”
Bu Cipto mengangguk haru, menahan titik air mata dari
sepasang mata tuanya, agar Ratri tak merasa aneh.
Sejak kemarin, bu Cipto merasa bahwa hidupnya sangat
luar biasa. Bayangan-bayangan yang melintas dari puluhan tahun silam silih
berganti mengganggunya.
“Ibu jadi mau ke pasar? Menurut Ratri, sebaiknya tidak
usah saja, nanti Ibu kelelahan lagi.”
“Ibu kan sudah bersiap nih.”
“Ratri hanya khawatir.”
“Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan.”
“Kalau begitu Ibu naik becak saja, atau Ratri
panggilkan taksi?”
“Tidak usah, ibu bisa memanggil sendiri, kan ibu masih
nanti setelah beres-beres rumah.”
“Ya sudah, tapi janji ya, ibu jangan jalan kaki. Ibu
masih bawa uang kan?”
“Ada. Masih ada.”
Ratri bersiap untuk berangkat, dan merasa aneh dengan
sikap ibunya, yang seperti sangat suka pergi ke pasar akhir-akhir ini. Padahal
yang dimasak ibunya juga masakan biasa-biasa saja, yang di tukang sayur pasti
tersedia.
“Ibu, Ratri berangkat ya, ibu hati-hati. Jangan sampai
terjatuh lagi.”
“Iya, kamu juga hati-hati di jalan.”
Bu Cipto segera membereskan rumah, dan berangkat ke
pasar. Seperti disarankan Ratri, dia memilih memanggil becak, karena sebenarnya
dia juga merasa sangat lelah. Tapi ia harus bisa menemukan wanita itu. Ia sudah
menemukan jawabnya, dan karenanya harus berbicara dengannya.
***
Ratri memasuki ruang kepala sekolah, karena Dewi
memintanya. Rupanya Dewi hanya akan bercerita tentang Dian yang sejak Sabtu
malam menemani Arina jalan-jalan.
Ratri yang sebenarnya merasa gelisah, tersenyum
mendengar Dewi bercerita dengan wajah berbinar.
“Iya, Dian baru telpon tadi malam. Saya malah tidak
tahu kalau dia pulang.”
“Pulang Sabtu sore, lalu malamnya langsung ke rumah.
Seneng banget Arina. Ketika mas Dian pamit, dia agak rewel, harus dibujuk
dengan banyak janji-janji.”
“Saya bisa mengerti Bu. Arina butuh seorang ayah, Dian
juga merindukan kehadiran seorang anak.”
“Iya benar.”
“Saya senang Dian bisa terhibur setiap kali pulang.”
“Bagaimana menurut pendapat bu Ratri, kalau mas Dian
melamar saya?”
“Wah, itu sangat bagus Bu. Ibu terima kan? Dian
orangnya baik, penuh perhatian kepada siapa saja. Sama ibu saya saja, yang
belum lama ketemu lagi, dia sangat menghargai, seperti kepada orang tuanya sendiri.
Waktu sekolah, dia suka menjahili teman-temannya, tapi itu kenakalan yang biasa
bagi anak-anak. Sekarang dia sudah dewasa dan tampak sangat bertanggung jawab.”
“Syukurlah.”
“Semoga Ibu tidak menolaknya,” kata Ratri yang
pura-pura tidak tahu bahwa mereka sudah jadian.
“Apa dia tidak bercerita apa-apa sama bu Ratri?”
“Hanya minta maaf karena tidak sempat mampir. Tapi
saya maklum, dia bilang kangen sama Arina.”
“Saya menerimanya.”
“Senang mendengarnya Bu, semoga segera menjadi keluarga
yang bahagia.”
“Aamiin. Saya senang bu Ratri mendoakan saya.”
“Tentu saja saya mendoakan, Dian sahabat saya, dan bu
Dewi atasan saya.”
“Jadikan saya sahabat bu Ratri juga.”
“Baiklah, tentu saja.”
“Tapi saya lihat bu Ratri hari ini tidak begitu
bersemangat. Apa bu Ratri sakit?”
“Tidak Bu, hanya memikirkan ibu saya.”
“Memangnya ibu kenapa?”
“Beberapa hari ini sangat senang belanja ke pasar.
Padahal biasanya hanya belanja di tukang sayur yang lewat di depan rumah. Ke
pasar kalau ada bahan-bahan dapur yang habis, atau ingin belanja agak banyak
untuk persediaan. Tapi ini setiap hari. Saya sudah melarangnya, ibu bilang,
suka melakukannya.”
“Berarti ibu lebih suka belanja di pasar, karena lebih
lengkap. Memangnya jauh, pasar itu dari rumah?”
Sebenarnya tidak begitu masalah jalan ke pasar setiap
hari, tapi sikap ibunya yang dinilai aneh sejak semalam, membuat Ratri
bertanya-tanya dan membuatnya gelisah.
***
Bu Cipto sudah belanja, melihat kekiri dan ke kanan
jalan, barangkali menemukan sosok yang dicarinya. Tapi seperti hari-hari
sebelumnya, ia tak pernah melihatnya. Hanya kemarin, saat Tarmi di kejar kejar
orang kemudian menubruknya, ia melihatnya, tapi kemudian menghilang entah kemana.
Kesal dan lelah tiba-tiba melandanya. Ia segera
memanggil becak, karena enggan memanggil taksi yang belum tentu bisa segera
datang.
Memang ia belanja seadanya, karena beberapa hari
sebelumnya dia sudah melengkapi isi dapur dan kulkas dengan beberapa sayuran. Bukankah
dia sebenarnya hanya ingin bertemu wanita bernama Tarmi itu?
Becak itu sudah melaju, ketika kemudian seseorang
menyeberang dengan tiba-tiba, dan terjatuh terserempet becak.
Bu Cipto terkejut, kemudian setengah melompat ia turun
dari becak, berusaha membangunkan wanita itu.
***
Besok lagi ya.
ReplyDeleteMtnuwun mbk ๐๐
๐พ๐พ๐น๐น☘️☘️♣️♣️❤️❤️
DeleteMonggo lho..... yen wis kebelet, aku lon-alon wae, waton slamet tekan nggone......
Terima kasih bu Tien JePe Eps_22 sdh tayang.
๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐
Selamat uti Nani Juara 1, kundor saka Jkt mblayune buanter buanget lho, waktu nyelip aku, aku meh kejlungup....
DeleteDi dlm bis sinyale malah markotop Kek
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ๐น๐น๐น๐น๐น
Asyik sdh tayang
ReplyDeleteMatur nuwun bubTien
ReplyDeleteHorรฉ lg sibuk arisan RW nih sambil mojok yuuk
ReplyDeleteMksh bunda Tien penisirin bingitz nih
Matur nuwun Bu Tien, ceritanya makin seru. Semoga Ibu sekeluarga selalu sehat penuh barakah, aamiin....
ReplyDeleteAlhamdulilah, terima kasih bu tien... salam sehat
ReplyDeleteTks bunda Tien... Ratri sdh hadir
ReplyDeleteSalam sehat selalu yaa bundaa...
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin
Nah, pertemuan yang tidak disangka, Tarmi jatuh terserempet becak bu Cipto(?)
ReplyDeleteApakah Ratri anak Tarmi, atau Tarmi yang membuang Ratri?
Besok lagi ya...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien..
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Sugeng dalu, mbak Tien. Matur nuwun.... ๐๐๐ .
DeleteSalam sehat dari Kudus kota kretek. ๐
Sehat sllu bunda Tien, terus brkarya
ReplyDeleteMatur nuwun buTien... salam sehat, segeng istirahat buu..
ReplyDeleteslmt mlm bunda Tien..terima ksih JP nya..slm sht sll dan tetap aduhai dri skbmi๐๐ฅฐ๐น❤️
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteWah jangan² yg kesrempet becak bu.Tarmi ini...tp ๐
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...๐
Waduuh...siapa yg keserempet becak?
ReplyDeleteMgkn kah bu Tarmi yg dicari bu Cipto ibunya Ratri?
Tunggu bsk lg.. tambah serruuu..
Tks bunda Tien..
Alhamdulillah... terimakasih Bu Tien...
ReplyDeleteSalam sehat selalu...
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~22 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien ๐
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
Tarmi yang jatuh...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Alhamdulillaah dah tayang langsung baca makadih bunda
ReplyDeletealhamdulillah๐
ReplyDeleteWah, tambah seru, tambah menarik ceritanya...spt biasa bu Tien memang sangat piawai mengulik kisah berliku-liku.๐๐๐
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun Bu Tien.....
ReplyDeleteSalam sehat selalu...๐๐
Alhamdulillah.. bisa menikmati lagi karya bunda Tien JP 22, semoga sehat dan bahagia selalu, salam aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah.. Terima kasih Ibu Tien.
ReplyDeleteSemoga sehat selalu.. Salam Aduhai..
Tak sengaja bu Tarmi yg di cari2 bu Cipto tertabrak becak yg ditumpanginya.
ReplyDeleteRupanya jalan terungkapnya siapa sebenarnya Ratri? Semoga hubungan dgn Radit tetap baik.
Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem...
Semakin penasaran ...
DeleteRatri - Listi.. Kembaran atau adik kakak tp tdk kembar..
Jawabannya kita ikuti terus JP ya bu Yustin hehe...
Tks bunda Tien..
Salam sehat dan salam Aduhaiii
Alhamdulillah...ikut deg deg an saja ini..๐
ReplyDeleteSalam sehat bu Tien
Halah, ada ada saja; mencari musuhnya nggak lihat lihat sampai ke pindak becak, ah nggak ngetrend ke injek becak; badan rasa sakitnya nggak karuan, minta ganti rugi nggak tega.
ReplyDeleteSutijah kalau punya mau jian sampai ketemu targetnya, ini baru nanya, ternyata, iya sama; menyari Tarmi.
Nah disini cerita ; semuanya miliknya dirampas sampai bayinya juga dicuri, karena itu dia sangat mencari; membuat perhatian tidak fokus.
Huh, siap ngruwes nggruwes penuh emosi.
gรจgรจr gรชnjik
Bu Cipto nggak tau kalau lagi menghadapi orang, lepas kontrol alias setengah gila, saking beratnya tekanan rasa sedih tak berujung.
Terimakasih Bu Tien
Jangan pergi yang kedua puluh dua sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
๐
Trims Bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih bude JP 22 nya, sehat n semangat bude Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Makasih mba Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat ๐ค๐ฅฐ
Bu Tien bisa saja ,,,org yg dicari terserempet becak yg ditumpangi,,,
Sy bava cerita bu Tien seperti melihat kejadian sesungguhnya ,,langsung
Mohon maaf....
ReplyDeleteHari ini Bu Tien full acara, baru pulang nanti malam rapat ponakan mantu.
JP 23 blm bisa tayang
In syaa Allah diganti besuk
Jazakillah khayr jeng Nani ๐
DeleteTks mb Nani infonya, Selamat tidur..
ReplyDeleteMakasih infonya Bu Nani Nur 'Afni Siba...
ReplyDeleteMet malem, salam sehat selalu...
Terimakasih infonya mbak Nani....
ReplyDeleteKita Do'akan bersama ya...
Moga acara nya dilancarkan dan Bu Tien diparing sehat selalu....
Aamiin....
Semoga acaranya dilancarkan dan bu Tien selalu di beri kesehatan aamiin yra
ReplyDeleteTerimakasih infonya bu Nani . Salam kenal.
๐ฅ๐ฎ๐๐ฟ๐ถ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ถ๐๐๐ถ ๐ฏ๐ฒ๐ฟ๐๐ฎ๐๐ฑ๐ฎ๐ฟ๐ฎ...
ReplyDelete๐ง๐ฒ๐ฟ๐ถ๐บ๐ฎ ๐ธ๐ฎ๐๐ถ๐ต ๐ ๐ฏ๐ฎ๐ธ ๐ง๐ถ๐ฒ๐ป...
Apa mrk anak dr ibu yg gila Ya Ratri wah udah jgn di ubris
ReplyDelete