KEMBANG CANTIKKU
22
(Tien Kumalasari)
“Tadi Bapak mengatakan sesuatu …” perawat itu kok ya
ngeyel.
“Mengatakan apa, entahlah … kepalaku …” Wahyudi
memegangi kepalanya.
“Baiklah, bapak tenang dulu ya, saya akan
melaporkannya pada dokter,” kata perawat itu setelah memeriksa tensi Wahyudi.
Ketika kemudian dokter datang dan memeriksa, dia memerintahkan
kepada perawat untuk menyuntikkan sesuatu.
“Bapak merasa sangat pusing ya?”
“Ya, Dokter.”
“Apa Bapak mengingat sesuatu?”
“Saya selalu bermimpi tentang sesuatu. Berulang-ulang.”
“Bapak mengingat apa saja dalam mimpi itu?”
“Ada yang saya ingat, tapi lebih sering anak kecil
itu, namanya Qila.”
“Hanya itu?”
Wahyudi terdiam.
“Ada yang lain? Maksud saya, nama yang lain? Wajah
orang yang lain?”
Wahyudi tampak terdiam.
“Ada, tapi … siapa ya, saya lupa. Pusing setiap kali
mencoba mengingatnya.”
“Baiklah, tidak usah terburu-buru. Ada kemajuan … saya
berharap Bapak bisa segera mengingat lebih banyak. Saya yakin Bapak akan bisa pulih
seperti sedia kala.”
“Terima kasih, dokter.”
“Jangan dipaksa untuk mengingatnya. Berhentilah saat
Bapak merasa agak pusing.”
Wahyudi hanya mengangguk. Dan dokter itu kemudian
berlalu.
Wahyudi memejamkan matanya, karena tiba-tiba kantuk
kembali menyerangnya. Ada yang diingatnya tiba-tiba, seorang gadis bernama
Retno. Gadis yang sederhana, tapi cantik. Wahyudi ingat, ia sangat mencintai
gadis itu. Rasa cinta itu masih ada. Tapi tidak, ia tak pernah memilikinya. Apa
yang terjadi?
Wahyudi mengernyitkan keningnya, lalu memejamkan
matanya. Ia tak boleh memaksa untuk mengingat sesuatu. Ingatannya terhenti pada
wajah seorang gadis cantik bernama Retno.
“Qila, Retno … “
Lalu ada lagi seorang laki-laki tampan.
“Sapto … Sapto …”
Dan Wahyudi kemudian benar-benar terlelap.
Bahkan ketika Wisnu dan Nano kembali dari mushola,
Wahyudi masih tertidur.
"Apakah keadaannya membaik ?” tanya Wisnu dengan perasaan khawatir, karena melihat Wahyudi lebih banyak tidur.
“Entahlah Pak, apa sebaiknya Bapak menemui dokternya
saja?”
“Benar, mari kita temui dokternya saja, supaya hati
kita tidak was-was seperti ini.”
Tapi mereka lega karena dokter mengatakan bahwa
keadaannya semakin membaik. Barangkali ingatannya juga akan lebih baik.
Karena merasa lega, kemudian Wisnu berpamit untuk
pulang. Ia mau ke rumah orang tuanya karema Mila ada disana.
“Nano, aku akan memesan dulu makanan untuk kamu,
supaya kamu tidak usah pergi kemana-mana.
“Tidak usah Pak, di sini ada kantin dan jajanan di luar
juga banyak.
“Baiklah kalau begitu. Aku harus menjemput Mila juga.
Jangan lupa kabari aku kalau ada apa-apa.”
“Baiklah, pasti akan saya kabari.
***
Tapi sesampai di rumah, ayahnya telah mencegatnya di
teras.
“Anakmu sudah tidur, biarkan saja.”
“Oh, sudah tidur?”
“Kamu duduklah di sini, aku mau bicara.”
Wisnu berhenti melangkah, kemudian duduk di depan
ayahnya. Ada rasa tidak enak karena wajah ayahnya tampak sangat serius.
“Apa yang kamu sembunyikan dari bapak?”
“Apa maksud Bapak?”
“Kamu menyembunyikan sesuatu dari bapak bukan?”
“Masalah apa Bapak?”
“Masalah keluarga kamu, rumah tangga kamu, istri kamu.”
Wisnu menghela napas. Wajahnya kembali murung. Ia
tidak heran ayahnya mengetahuinya, karena pasti Mila berceloteh dan ayahnya
menjadi curiga. Pasti juga ayahnya sudah bertanya pada ibunya, lalu ibunya
mengatakan semuanya.
“Iya kan?”
“Pak, sebenarnya bukan karena Wisnu menyembunyikannya
pada Bapak. Ada alasan mengapa saya tidak cerita. Saya tidak ingin Bapak ikut
sedih, atau prihatin dengan keadaan ini.”
“Mana ada orang tua tidak prihatin ketika melihat
rumah tangga anaknya berantakan?”
“Itu yang Wisnu tidak inginkan. Masalah Wisnu, biarlah
Wisnu sendiri yang menyelesaikan.”
“Jangan sombong kamu. Jangan merasa bisa mengatasi
masalah kamu. Bagaimanapun orang tua pasti akan ikut memikirkannya.”
Wisnu menundukkan wajahnya.
“Karena Wisnu menghawatirkan kesehatan Bapak, apabila
Bapak ikut memikirkan masalah Wisnu. Bukan karena Wisnu sombong dan merasa bisa
mengatasi masalah Wisnu sendirian. Semua Wisnu lakukan karena Wisnu tidak ingin
Bapak dan ibu merasa terbebani.”
Pak Kartiko diam. Tapi tetap ada sisi tidak terima,
ketika orang tua tersisihkan, walau oleh masalah yang tidak menyenangkan
sekalipun.
“Karena Bapak sudah mengetahuinya, Wisnu akan bilang,
bahwa Wisnu akan menceraikan Qila. Besok Wisnu akan mengurus semuanya.”
“Apakah itu satu-satunya jalan, karena istrimu kamu
anggap berdosa?”
“Yang jelas Qila tidak mencintai Wisnu, itu sebabnya
maka dia melakukannya.”
“Kalian sudah punya anak. Tak bisakah mempertahankan
rumah tangga kalian?”
“Qila tidak menginginkannya. Qila tidak berusaha
memperbaikinya. Dia pasti senang dengan keputusan saya.”
“Dari mana kamu tahu semua itu? Dia mengatakannya?”
“Tidak secara langsung. Dia tidak menyesalinya, dia
tidak meminta maaf walau sudah ketahuan. Ketika Wisnu menjemput Mila, dia
bahkan membiarkan seorang lelaki ada di dalam kamarnya.”
“Mengapa dia tidak mencintai kamu?”
Rupanya pak Kartiko masih berharap agar Wisnu kembali
bersatu dengan istrinya.
“Bagimana saya tahu?”
“Ada kalanya seorang istri merasa tidak diperhatikan
suaminya, kemudian mencari pelampiasan dengan melakukan hal iseng seperti itu.”
“Iseng? Itu sangat aneh. Iseng bermain dengan lelaki
lain? Bapak jangan mengira saya kurang memperhatikannya. Saya sangat mencintai
Qila, apapun yang dia inginkan selalu Wisnu penuhi. Jadi Bapak harus tahu,
bahwa Qila memang punya sifat tidak setia, dan mudah tergiur oleh lelaki yang
dianggapnya menarik. Bukankah Wisnu bukan pria menarik? Tidak tampan, bertubuh
tambun yang sering tidak disukai wanita. Tapi Wisnu punya harga diri.”
Pak Kartiko terdiam.
“Saya mohon Bapak tidak terlalu memikirkan kehidupan Wisnu.
Wisnu memiliki Karmila dan dia adalah hidup Wisnu. Wisnu akan bahagia, saya
harap Bapak juga bahagia.”
“Bapak tidak usah memikirkannya. Wisnu bukan anak kecil
lagi,” kata bu Kartiko yang tiba-tiba mendekati mereka.
“Apakah kamu akan membawa anakmu pulang?” tanya pak
Kartiko pada akhirnya.
“Bagaimana kalau untuk sementara Mila saya titipkan di
sini? Karena Wisnu kan harus bekerja, dan lebih baik dia ada dalam pengawasan
Bapak dan Ibu.”
“Terserah kamu saja. Bapak senang Mila ada disini.”
“Terima kasih Pak,” kata Wisnu yang merasa lega karena
pak Kartiko tidak melanjutkan amarahnya dan seperti tidak terpengaruh akan
keadaan rumah tangganya.”
***
Purnomo terjaga ketika matahari sudah naik tinggi. Ia
bangkit dari pembaringan, lalu membuka jendela kamarnya, membiarkan angin pagi
menyeruak ke dalam kamar. Ia menoleh ke arah pembaringan, dan melihat Qila
masih meringkuk di bawah selimut.
Purnomo tersenyum. Ia hampir tidak percaya, bisa
memiliki Qila hanya setelah sehari bertemu. Wanita cantik yang membuatnya tergiur
dan terlena, yang sekarang berhasil dimilikinya.
Ia beranjak ke kamar mandi. Dan ketika selesai mandi,
dilihatnya Qila menggeliat.
“Uuuh,” lalu ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya.
Purnomo mendekat, kembali menutupkan selimut ke tubuh Qila, tapi kemudian Qila kembali
menyibakkannya.
“Gerah,” bisiknya pelan.
“Kamu mau mandi?”
“Ya sebaiknya aku mandi. Aku juga lapar,” katanya
sambil tertawa kecil.
“Kalau begitu mandilah, kita akan keluar dan makan.”
“Kamu sudah mandi?”
“Sudah dong, lihat, aku sudah wangi,”
Qila bangkit, lalu meraih handuk yang sepertinya sudah
disiapkan, kemudian berlari kecil ke arah kamar mandi.
Purnomo tersenyum. Kaki jenjang itu tampak seperti
kijang, melompat dengan cantiknya, membuat Purnomo merasa gemas.
Kemudian Purnomo membuka almari pakaian, mengambil
sebuah celana pendek warna putih, dan kaos oblong berwarna biru. Ia menyisir
rambutnya dan merasa bahwa dirinya masih tampak muda.
Ketika Qila keluar dari kamar mandi, ia berdecak kagum
melihat penampilan lelaki paruh baya yang dikaguminya itu.
“Kamu gagah sekali.”
“Segeralah berpakaian, dan jangan menggodaku lagi. Bukankah
kamu lapar?”
Qila tertawa pelan, kemudian membuka kopor pakaiannya,
memilih pakaian yang akan dikenakannya pagi itu, sementara Purnomo keluar untuk
menyiapkan mobil.
Sepasang manusia yang dimabuk nikmatnya dunia itu lupa
pada yang namanya dosa, karena sang setan terus mengipasinya dengan tepuk
tangan dan suka cita.
***
Purnomo sedang mengeluarkan mobil, ketika ponselnya
berdering.
“Heru?” sapa Purnomo ketika mengetahui bahwa yang
menelpon adalah Heru, anak lelaki satu-satunya.
“Bapak di mana? Kata ibu Bapak pulang kemarin, tapi
sampai sekarang belum pulang juga,” kesal Heru.
“Maaf Nak, masih ada urusan, sehingga bapak belum bisa
pulang, bahkan hari ini.”
“Yaaa… hari ini belum pulang juga?”
“Mungkin satu atau dua hari lagi.”
“Ya ampun Pak, ibu mau ke rumah nenek hari ini, karena
nenek sakit. Maksud ibu, menunggu Bapak dulu, baru berangkat ke sana.”
“Waduh, sayangnya bapak tidak bisa hari ini Nak,
bagaimana kalau kamu saja yang mengantarnya?”
“Sebenarnya Heru ada kuliah hari ini.”
“Tolong antarkan ibumu dulu, setelahnya kamu bisa
meninggalkannya di rumah nenek. Bapak masih ada urusan sampai lusa.”
“Ibu pasti kecewa.”
“Tidak, ibumu pasti tahu bahwa bapak banyak
urusan.”
“Tapi ini kan hubungannya dengan kesehatan nenek?”
“Baiklah, bilang sama ibu, bapak minta maaf. Nanti
kalau urusan selesai, bapak akan menyusul ke Jogya.”
“Kenapa Bapak tidak menelpon ibu sendiri saja?”
“Siapa Mas?” suara Qila yang sudah selesai berpakaian
dan mendatanginya menyela pembicaraan itu, tapi Purnomo segera menutup mulutnya
dengan jari telunjuk, menyuruh Qila tidak bersuara. Hanya saja sudah terlanjur,
Heru mendengarnya.”
“Siapa itu Pak?”
“Siapa? Tidak ada siapa-siapa.”
“Ada suara perempuan.”
“O, itu sekretarisnya rekanan bapak, bukan bicara sama
bapak kok.”
“Oo.”
“Bapak tidak ingin menelpon ibumu, karena biasanya
ibumu sudah tahu. Tapi sekarang ini, karena ada masalah dengan nenek dan kamu
sudah menelpon bapak, ya sudah kamu saja bilang sama ibu, seperti apa yang
bapak katakan tadi.”
“Baiklah Pak.”
“Ya sudah, jangan mengganggu bapak lagi, bapak sedang
rapat penting.”
Purnomo menutup ponselnya, sementara Qila sudah duduk
di samping kemudi sambil tersenyum-senyum.
“Sudah siap? Kok senyum-senyum sih?”
“Habis, Mas bilang sedang rapat. Rapat apa coba?”
ejeknya.
“Kan sedang ber rapat-rapat sama kamu.” Katanya sambil
naik ke belakang kemudi, menstarternya lalu menjalankannya keluar dari halaman
rumahnya.
***
Nano sudah sejak tadi terbangun, bahkan sudah mandi
dan rapi, ketika mendekat ke arah ranjang Wahyudi.
“Bagaimana keadaanmu?”
Wahyudi menoleh ke arah Nano.
“Kamu ada disini? Aku kenapa?” tanya Wahyudi.
“Kamu di rumah sakit, aku menunggui kamu sejak dua
hari lalu.”
“Oh, iya … aku ingat. Kemarin ada dokter datang
kemari, dan bertanya-tanya.”
Nano menatap Wahyudi, yang tampak lebih segar. Bengkak
diwajahnya sudah tidak kelihatan.
“Dokter bertanya tentang apa?”
“Banyak. Aku lupa. Tapi dia bilang, aku tidak boleh
mengingat-ingat apapun, kalau aku merasa pusing.”
“Apa kamu sekarang mengingat sesuatu?”
“Mana dia?” tanya Wahyudi, sambil matanya
mencari-cari.
“Siapa yang kamu cari?”
“Kemarin aku juga melihat pak Wisnu.”
“Oh, iya. Memang pak Wisnu juga selalu menunggui kamu.
Pulang sebentar, kemudian kembali lagi kemari.”
“Bukankah dia membenciku? Katakan padanya bahwa aku
tidak menyukai istrinya,” kata Wahyudi dengan wajah kesal.
“Pak Wisnu sudah tahu.”
“Sudah tahu?”
“Dia menyesal telah membuatmu sakit seperti ini.”
Wahyudi tak menjawab.
Lalu Nano tiba-tiba ingin memperlihatkan gadis
berkucir dua yang dipotretnya tiga hari yang lalu.
“Yudi, kamu ingat Qila?”
“Bukankah aku benci dia? Wanita yang tak tahu malu,”
jawabnya dengan alis berkerut.
“Bukan bu Qila. Tapi Qila, gadis kecil berkucir dua.”
Tiba-tiba wajah Wahyudi berseri.
“Gadis itu selalu datang dalam mimpiku. Tapi kemarin
itu, dia kembali ada dalam mimpiku, tapi tidak sendiri.”
“Tidak sendiri?”
“Bersama siapa?”
“Ada gadis bernama Retno, ada laki-laki bernama Sapto,”
katanya lirih, seperti sedang mengingat-ingat.
“Tunggu, aku akan memperlihatkan sesuatu sama kamu,”
kata Nano sambil merogoh ponselnya dari dalam saku bajunya.
“Kamu mengenali mereka ini, tidak?” kata Nano setelah
membuka ponselnya.
Tiba-tiba Wahyudi terbelalak.
“Ini Qila. Dari mana kamu mendapatkan foto ini?”
“Kebetulan
mereka lewat, lalu aku memotretnya. Yang dua ini, kamu kenal tidak?”
“Ini … “ Wahyudi kembali mengingat-ingat.
“Ini kan … mas Sapto?”
“Kalau ini ?” katanya sambil menunjuk kearah wanita
yang mengikuti dari belakang.
“Nggak jelas, nggak tahu aku …”
“Kamu ingat mereka? Qila dan yang kamu panggil mas Sapto?”
Wahyudi menggeleng. Aku hanya kenal mereka dari dalam
mimpi aku,” keluhnya.
Nano terdiam. Barangkali harus pelan-pelan. Tapi ada
harapan besar di hati Nano, karena Wahyudi sudah selangkah lebih maju. Ia bersyukur, Wahyudi
bukan hanya dirawat karena luka-lukanya, tapi sekaligus bisa sedikit membuka
tabir yang melingkupi ingatannya.
***
Sebuah mobil berhenti di halaman rumah Purnomo, dan
seorang pemuda tampan turun dari sana. Ia heran melihat pintu rumah ayahnya
tidak terkunci.
“Apa rumah ini sedang dibersihkan?” gumam anak muda yang ternyata adalah Heru.
Ia datang untuk menjemput ayahnya, karena sakit
neneknya semakin parah, bahkan harus dibawa ke rumah sakit. Ponsel Purnomo
susah dihubungi, sehingga Heru memutuskan untuk menjemput ayahnya di rumah
barunya, yang biasanya dipergunakan oleh ayahnya untuk menginap, setiap kali ia
mengurus bisnisnya.
Tak tampak ada mobil di halaman itu, berarti ayahnya
sedang pergi. Heru langsung masuk ke rumah, bahkan ia tanpa ragu masuk ke dalam
kamar ayahnya.
Betapa terkejutnya ketika ia melihat seorang wanita
tergolek pulas di atas ranjang.
***
Besok lagi ya.
Yessss....
ReplyDeleteAku juara..... Mosok kok Sragen terus sekarang gantian Antapani, dong.
Matur nuwun bu Tien, sugeng dalu.
Alhamdulillah
DeleteHoréé kakek jaga gawang jawara 1
DeleteDuuuh kalah sama Kekek yg lagi jaga gawang
DeleteJuaranya 9 orang..... 21.16 wib mung beda detik.
DeleteYeessss....
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~22 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteOK
ReplyDeleteKeterbukaan
DeleteBiar jelas ya dibuktikan, iya ini lagi musim tranparansi dan keterbukaan, seperti biasa kalau mau maju ya di tingkatkan baik pesonanya dan juga kemampuannya, biar nggak jadul² amat.
Lho ketahuan lagi, apes elo Qila baru agak tenang menyamankan diri, pakai dan sekitarnya enggak, boleh deh, kaya maping aja.
Kemaren cepat tanggap gitu lho, iya ya candak kulak kaya kredit di kecamatan.
Nggak tau lah, namanya juga cita cita nggak kesampaian ya evaluasi lagi tå, kan sekretaris rekanan rékiri ok lah, samber gelap juga nggak pa², lha itu yang blangkonan aja bilang akan memberi satu permintaan. Wow jin blangkon ya.
Tapi ini biasanya kabur nggak tau mau lari kemana, kan keren keluar arena sambil menyeret travel bag kaya lolos dari ajang pencarian bakat gitu.
Pakai di taboki nggak, kan kemaren sudah dapat; sampai mimisen, la yang ditabok mulut kok mimisen, yå tambah ndowèr tå yå.
Ini juga Wahyudi tambah keterangan, kaya habis hujan aja.
Mulai ada tanda-tanda ngumpuli yang bisa diingat, daripada massa lalunya.
Memang itu di têkênkên bila pusing jangan memaksa mengingat ingat dulu ada yang dirindukan, beberapa nama sudah terucap termasuk statusnya.
Itu di sosmed mana pasang statusnya.?!
Aduan Mila pada kakeknya sudah jelas kini diberi penjelasan Wisnu.
Masih beberapa hari lagi mesti tidur di sal dulu, biar nanti kalau sudah nggak begitu pusing, baru bisa pulang.
Ini baru sibuk ndaftar siapa² yang sudah tercatat di ingatan Wahyudi.
Buat kalau pulang sambil belajar mengingat walau sebagian tercatat beserta statusnya.
Kuotanya ada nggak
Terimakasih Bu Tien,
Kembang cantikku yang ke dua puluh dua sudah tayang,
Sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien.
ReplyDeleteMakasih bu Tien KC 22 dah tayang
ReplyDeleteAduhaii
Alhamdulillah
ReplyDeleteYg ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu
Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, salam sehat dan Aduhaii..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah...
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 22 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
sampun tayang, matur nuwun Bunda Tien, mugi tansah sehat² kemawon ,nggih Bun
ReplyDeleteSecercah harspan untuk Wahyudi...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
Alhamdulillah KC 22 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Matur nuwun mbak Tien-ku, Kembang Cantikku sudah berkunjung.
ReplyDeletePurnomo juga makin gila, jadi gila ketemu gila, kloplah.
Berita baiknya Wahyudi ada kemajuan.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Luar biasa kakek Habi.....
ReplyDeleteTerima kasih Mbu Tien....
Alhamdulillah KC 22 telah hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien sayang 😘❤❤
Alhamdulillah, terima kasih Mbak Tien...
ReplyDeletePuji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga KC 22 hadir menghibur kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteSepandai pandai membungkus bau busuk, akhirnya tercium juga.
Skandal Purnama dgn Qila ternyata terbongkar juga oleh anak sendiri.
Semoga Wahyudi cepat sehat dan kembali bahagia.
Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien Kumalasari, cerbung Kembang Cantikku Episode 22 sudah hadir menghibur.
ReplyDeleteSemoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
Ceritanya bagus...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Matur nuwun mbak Tien, kc22 telah tayang, selalu menunggu kelanjutannya. Salam aduhai.🙏
ReplyDeleteKetahuan kelakuan Purnomo
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien semoga sehat selalu
Terima msih bunda KC nya..slm sht sll dri 🙏🥰
ReplyDeleteAlhamdulillah ...wah wah baca pagi malah kaget ..emang Qila wanita jahat dah lah jgn kamu masuk ke RT Wisnu ..Heru anak dr bp Purnomo ahkirnya tau wah wah bahayaaa🤲🙏🙏😡😡
ReplyDeleteComment
ReplyDelete