KEMBANG CANTIKKU 21
(Tien Kumasalasari)
“Ada apa kamu Nak, mana ibumu?”
“Jauuuh … malah-malah …”
“Ibumu marah-marah? Kenapa?”
“Mila angis .. ibu malah-malah …”
“Sekarang mana ibumu?”
“Jauuh .. Mila nggak mau cama ibu … Mila cama
bapaaak..”
“Terus Mila nangis?”
“Mila angis … ibu malah-malah ….”
Celoteh Mila yang seperti mengadu itu membuat pak
Kartiko heran dan bertanya-tanya.
“Ada apa ini sebenarnya Bu? Kok aku bingung, omongan
Mila aneh,” kata pak Kartiko setelah Mila berlari lagi entah kemana.
“Bapak jangan terlalu memikirkan hal itu. Memang sedang ada masalah di keluarganya
Wisnu.”
“Masalah apa? Perasaanku kok nggak enak.”
“Masalah rumah tangga. Qila pergi,” akhirnya bu
Kartiko bicara pelan.
“Pergi bagaimana?”
“Pergi dengan laki-laki lain.”
“Masa? Qila melakukannya?”
“Iya.”
“Ini sangat tiba-tiba. Mengapa Wisnu tak mau
mengatakannya?”
“Wisnu juga baru ngomong tadi, dan nggak begitu jelas.”
“Mana dia sekarang?”
“Baru pulang, tapi dia bilang mau menceraikan
istrinya.”
“Rumah tangga kok dibuat main-main.”
“Mungkin tidak main-main, Wisnu menganggapnya serius.”
“Apa ini ada hubungannya ketika Wisnu bilang bahwa
Qila ingin berhenti bekerja?”
“Mungkin juga Pak, aku juga kurang tahu. Tapi kan
jelas bahwa Qila itu selingkuh, tidak menghormati rumah tangga yang dibinanya
bertahun lalu.”
“Banyak faktor yang menyebabkan seorang istri
berselingkuh. Jangan hanya salahkan perempuan.”
“Apa maksud Bapak?”
“Seorang istri berpaling dari suaminya, bisa jadi
karena suaminya tidak perhatian, suaminya bertindak semaunya, suaminya kurang
memberikan kasih sayang, atau perbedaan pendapat yang tidak pernah menemukan
titik temu. Terkadang wanita lari karena itu semua. Mencari sandaran lain, atau
mencari seseorang yang bisa menjadi tempat berkeluh.”
“Ah, bapak seperti tidak tahu saja, bagaimana Wisnu
menjaga istrinya, menyayanginya, memenuhi semua keinginannya. Dasar perempuannya
yang tidak bisa menjaga martabat sebagai seorang wanita dan istri.”
“Ibu kok gitu.”
“Soalnya ibu melihat, bagaimana sikap Wisnu kepada
istrinya. Permintaan apa yang tidak dipenuhinya? Perhatian mana yang
dianggapnya kurang?”
“Nanti aku akan bicara sama Wisnu. Tidak gampang
menikah lalu tiba-tiba ingin bercerai. Pernikahan bukan permainan. Ada janji
yang diucapkan atas nama Allah, yang harus ditepatinya.”
“Baiklah, nanti Bapak bicara saja sama Wisnu, tapi ibu
minta, Bapak tidak usah terlalu memikirkannya.”
“Wisnu tidak pernah cerita apapun sebelumnya.”
“Sebuah permasalahan tidak harus dikatakan kepada orang tua, tapi ketika ditemukannya kebahagiaan, maka barulah dia mau berbagi. Adakah seorang anak yang mau membuat orang tuanya susah?”
***
Qila bersandar di sebuah sofa, di rumah Purnomo yang
agak jauh dari kota. Rumahnya bagus, dikelilingi kebun sayur milik para petani,
yang menebarkan aroma dedaunan, dan menyejukkan.
“Rumahnya bagus ya Mas,” tanyanya sambil menghirup
udara sore yang segar.
“Kamu suka?”
“Mengapa Mas biarkan rumah sebagus ini dan tidak
menempatinya?”
“Terkadang aku datang kesini, tidur beberapa hari.”
“Bersama istri Mas?”
“Tidak. Dia tidak suka tempat sepi seperti ini.”
“Jadi Mas tidur di sini, sendiri?”
“Terkadang ada yang menemani.”
“Perempuan?”
Purnomo terbahak.
“Apakah seorang laki-laki selalu ingin ditemani dalam
setiap kesendiriannya?”
“Entahlah, aku bukan laki-laki, bagaimana aku bisa
menjawabnya?”
“Kalau begitu biar aku jawab.”
“Hm, jawablah.”
“Tidak selalu begitu.”
“Berarti terkadang ‘iya’ kan?”
“Apa kamu cemburu?”
Qila tersenyum, apakah dia cemburu? Entahlah, tapi perempuan
mana yang suka di duakan? Ia tidak tahu apa arti sukanya kepada Purnomo, apakah
itu cinta, atau hanya suka karena dia gagah, ganteng, menawan, pintar menggoda,
menyenangkan. Qila merasa bahwa Purnomo berbeda dengan Wisnu. Wisnu terlalu
serius, terlalu kaku dalam bercinta, dan terlalu menguasainya, sehingga tidak
sedikitpun dia punya kesempatan untuk menyenangkan hatinya seperti yang diinginkannya. Atau itu hanya
alasan karena dia memang tak pernah mencintainya?
“Kok nggak jawab sih,” sambung Purnomo yang sekarang
berpindah duduk di sebelah Qila, dari yang semula duduk berhadapan.
“Aku bahkan tidak tahu, cemburu itu apa.”
“Cemburu itu rasa iri, rasa nggak suka karena ada yang
menyaingi, atau apalah, sebangsa itu, menurut aku.”
“Aku kan tidak punya alasan untuk cemburu …” kata Qila
dengan datar.
“Qila, baiklah. Kamu mau dekat dengan aku, karena
sedang ada masalah dengan suami kan? Hanya itu alasannya.”
“Masalahku bukan masalah biasa. Kami akan bercerai.”
“Kamu bisa begitu mudah mengatakan itu.”
“Karena aku memang tidak pernah mencintai suamiku.”
“Tidak mencintai, tapi menikah sampai punya anak?”
“Kami dijodohkan, hanya karena kedua orang tua kami saling bersahabat. Kedua orang tuaku meninggal, dan aku harus menurutinya.
Jadi kami menikah tanpa adanya rasa cinta. Paling tidak untuk aku.”
“Jadi apa rencana kamu selanjutnya?”
“Belum tahu. Mungkin aku akan menyendiri, dan mencari
pekerjaan untuk diri aku sendiri.”
“Tidak mencari suami?”
Qila tertawa. Alangkah nyaman berada didekat pria
paruh baya yang masih sangat gagah dan memiliki daya tarik sempurna seperti
Purnomo.
“Aku nyaman berada di sini, udaranya segar, tenang,
jauh dari keramaian.”
“Kamu suka?”
“Sayangnya bukan rumahku.”
“Kalau kamu suka, kamu boleh tinggal di sini.”
“Benarkah? Kamu mau menjualnya sama aku?”
“Ya, begitulah.”
“Berapa?”
“Aku sudah banyak uang, jadi tidak membutuhkan imbalan
uang.”
“Lalu ?”
“Tetaplah berada di dekatku, menjadi kekasihku.”
“Kekasih ?”
“Sejak dulu aku suka sama kamu, tapi kita tak pernah bisa
saling berdekatan, karena suami kamu selalu ada di samping kamu.”
Qila tersenyum.
“Iya, aku tahu.”
“Maukah selalu ada di dekatku?”
“Apa kamu mau menceraikan istri kamu?”
Purnomo menatap Qila. Tidak mudah menceraikan istri yang
telah dinikahinya selama duapuluh tahun lebih, ada anaknya pula.
“Mungkin aku tidak bisa menceraikan dia. Kami sudah
punya anak laki-laki berumur duapuluh tahun.”
Qila mengangguk-angguk.
“Tapi kamu harus percaya bahwa aku sangat mencintai
kamu.”
“Apa kamu mau menikahi aku?”
“Kita jalani saja dulu semua ini, akan ada saatnya apakah
kita harus menikah, atau tidak.”
Qila lagi-lagi hanya mengangguk. Baru beberapa saat
mereka bersama, belum saatnya berbicara lebih jauh. Lagipula dia sudah merasa
aman dan nyaman bersama Purnomo, yang bisa mengobati kegelisahannya setelah
ketahuan bahwa dia menyukai Wahyudi. Wahyudi bukan apa-apa kalau dibandingkan
Purnomo. Wahyudi memang tampan, gagah, tapi
Purnomo memiliki segalanya. Harta, yang bisa memanjakannya melebihi apa
yang dilakukan Wisnu. Purnomo lebih romantis, lebih manis dalam mengungkapkan
cinta. Barangkali juga dalam hal bercinta.
Qila menyandarkan kepalanya di dada bidang Purnomo, sampai
langit menjadi remang karena malam akan segera datang.
“Kamu pasti lelah, ayo masuklah ke kamar. Semuanya
sudah siap karena pembantu di rumah sudah aku perintahkan untuk menyiapkannya,”
kata Purnomo sambil menarik Qila, diajaknya masuk ke dalam kamarnya.
***
Wisnu dan Nano sudah berada di dalam kamar inap
Wahyudi. Laki-laki yang kepalanya terbalut perban itu masih memejamkan mata.
Bengkak di wajahnya sudah berkurang, tinggal luka-luka kecil yang tampak di
sana-sini.
Wisnu menghela napas panjang, penuh rasa sesal, telah
membuat Wahyudi sampai seperti ini. Ingin rasanya dia menebusnya dengan apa
saja.
Dia menghempaskan pantatnya di sofa, tapi pandangannya
terus tertuju ke arah di mana Wahyudi terbaring.
Nano masih duduk di sampingnya. Berharap Wahyudi
segera membuka matanya. Tapi tidurnya tampak sangat pulas. Barangkali pengaruh
bius juga belum hilang sepenuhnya dari tubuhnya. Sebentar-sebentar Nano
membetulkan letak selimutnya, padahal tidak ada yang salah.
Nano memegangi tangannya, mengelusnya lembut.
“Qila …”
Nano terkejut. Nama itu kembali keluar dari mulutnya. Mengapa
Wahyudi selalu memimpikannya?
Wisnu mendekat, melihat Wahyudi bergerak perlahan.
“Apa yang dikatakannya?”
“Qila lagi … “ jawab Nano.
“Aku mengembalikannya … karena dia ayahnya …” igau
Wahyudi lagi.
“Ada yang diingatnya. Lebih banyak yang diingatnya,”
bisik Wisnu penuh harap.
“Kemarin dia menyebut nama Retno … dan Sapto …” kata
Nano.
“Iya … mungkin ada hubungannya dengan Qila.” Atau itu
nama ayah ibunya?”
“Kamu tahu Retno bukan? Dulu aku sangat mencintainya,” bisik
itu terdengar lagi. Wisnu dan Nano mendekatkan telinganya ke arah Wahyudi. Tapi
tak ada lagi yang diucapkannya.
Wisnu dan Nano kembali menegakkan tubuhnya.
“Dia pernah mencintai wanita bernama Retno itu,” kata
Nano.
“Marilah mereka-reka cerita dibalik apa yang
diucapkannya,” kata Wisnu.
“Dulu dia sangat mencintai Retno, tapi Retno mencintai
Sapto, lalu punya anak bernama Qila, entah Qila siapa,” kata Nano. Kemudian
keduanya tersenyum, seperti mendapat permainan baru.
“Kita kan hanya mereka-reka. Ini sedikit menghibur
daripada tegang terus menerus,” kata Wisnu sambil tertawa.
Sekarang keduanya duduk di samping ranjang di mana
Wahyudi berbaring, berharap akan ada igauan lain yang mungkin bisa sedikit
membuka tabir ingatan Wahyudi.
“Namanya Qila. Mudah-mudahan bukan Aqila. Arti nama
yang bagus, tapi dimiliki oleh seorang wanita yang akhlaknya tidak begitu
bagus,” kata Wisnu seperti bergumam.
Tak bisa dipungkiri, sesungguhnya Wisnu sangat
mencintai istrinya, tapi pengkhianatan yang dilakukannya membuatnya terluka.
“Apakah ingin mereka-reka lagi sebuah nama yang ada ‘Qila’
nya?”
Wisnu tersenyum.
“Pokoknya jangan Aqila,” katanya.
“Syakila …” kata Nano.
“Arsyaqila,” sambung Wisnu.
Lalu keduanya terkekeh lucu. Bagaimana mereka bisa
bercanda dalam mengurangi kegelisahan mereka dengan candaan yang terasa segar?
“Sungguh, harapanku bukan Aqila, karena Aqila nama
bekas istriku,” gumam Wisnu.
“Bukan bekas Pak, belum menjadi bekas,” Nano
mengingatkan.
“Calon bekas,” Wisnu meralatnya.
“Pak Wisnu begitu amat sih,” kata Nano prihatin.
“Menyedihkan bukan, kalau aku menjadi duda?” tiba-tiba
kata Wisnu sendu.
"Semoga ada wanita lain yang lebih baik, Tapi siapa
tahu, bu Qila bisa memperbaiki perbuatannya dan bertobat?”
“Sepertinya susah. Baru saja dia lepas dari aku, dia
sudah menggandeng laki-laki lain masuk ke dalam kamarnya,” katanya menahan
geram.
“Sabar Pak,” kata Nano yang dengan kejadian ini
tiba-tiba menjadi akrab dengan anak majikannya, yang biasanya hanya bicara saat
Wisnu memerlukannya, atau menyuruhnya mengantarkan pergi ke mana karena
mobilnya rewel, dan sebagainya.
“Nanti kalau keadaan sudah membaik, kamu pulanglah. Supaya
bapak tidak bertanya-tanya. Kecuali itu ibu juga ingin membezoek kemari.”
“Baiklah, mungkin setelahnya, hanya kalau malam saja saya
tidur di sini.”
Tiba-tiba terdengar Wahyudi terbatuk.
Nano mengelus dadanya pelan, lalu tampak Wahyudi
membuka matanya.
“Wahyudi,” kata Wisnu sambil memegang tangan Wahyudi.
Melihat Wisnu, Wahyudi berusaha melepaskan tangannya
dari genggaman Wisnu. Ada rasa kurang suka pada tatapan matanya, tapi tak sepatah
katapun terucap dari mulutnya.
“Kamu sudah sadar?”
Wahyudi memalingkan wajahnya. Barangkali ingatan akan
kelakuan Wisnu yang menghajarnya tanpa ampun, membuatnya terluka. Bukan hanya
raganya, tapi juga hatinya.
Wisnu meremas tangan Wahyudi.
“Maafkan aku ya, aku bersalah telah menganggapmu
berbuat tidak baik,” kata Wisnu pelan.
Wahyudi tetap bergeming, tapi matanya masih terbuka.
“Kamu boleh melakukan apapun untuk membalas kejahatan
aku. Aku sungguh merasa berdosa. Maafkan aku ya.”
“Wahyudi, apa yang kamu rasakan sekarang?” tanya Nano.
Wahyudi menoleh ke arah Nano.
“Bagaimana rasanya? Masih sakit? Masih pusing?” lanjut
Wisnu.
“Tolong, panggilkan Wuri,” kata Wahyudi pelan.
Nano dan Wisnu saling pandang. Ada satu nama lagi, ‘Wuri’.
“Wuri? Siapa dia?”
“Wuri, dia seperti adikku sendiri,” lanjutnya lirih,
hampir tak terdengar.
“Di mana rumahnya? Akan aku panggil dia kalau memang
itu kamu inginkan,” kata Nano sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Wahyudi.
“Di mana ya, aku lupa ….”
Lalu Wahyudi memejamkan matanya lagi. Alisnya
berkerut, seperti menahan sakit.”
“Jangan memikirkan apa-apa dulu, kamu belum sembuh
benar,” kata Nano yang kembali urung menunjukkan foto di ponselnya. Foto gadis
kecil berkepang dua yang pernah dipotretnya karena namanya Qila.
Wisnu melepaskan tangan Wahyudi, berharap Wahyudi bisa
kembali tidur dengan perasaan enak.
Nano menggamit lengannya.
“Bagaimana kalau kita ke mushola dulu?”
Wisnu mengangguk. Keduanya beranjak dan keluar dari
ruangan itu, karena adzan maghrib terdengar sayup dari arah mushola di rumah
sakit itu.
***
Tapi tiba-tiba di saat sendiri itu, Wahyudi membuka
matanya.
“Ibunya berjualan, bilang padanya, aku di rampok, di mana
sepeda motorku?” bisiknya pelan.
Saat itu seorang perawat masuk ke dalam untuk memeriksa
tensi Wahyudi.
“Mas bilang apa?” tanya perawat itu.
Tapi Wahyudi menggelengkan kepalanya.
“Aku … bilang apa?”
“Mas tadi mengatakan sesuatu …”
“Entahlah, aku lupa … kepalaku pusing,” bisiknya
sambil memejamkan matanya.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~21 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteMb Nani jaga gawang juara 1
ReplyDeleteTks bu tien.... salam sehat
ReplyDeleteSelamat Uti Nani lagi juara 1-nya
ReplyDeleteAseeekkk
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang KaCe eps 21.... Yuk kita baca bareng².
ReplyDeleteTerima kasih bunda, sugeng dalu, mugi bunda Tien tansah pinaringan sehat wal'afiat. Aamiin.....
Alhamdullilah sdh tayang KC 21..terima mksih bunda Tien..slm kangen n slm sht sll dri 🙏🙏🥰🥰🌹🌹
ReplyDeleteAsyik sdh tayang Aku gak bisa balapan
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayamg episode 2 1
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat aamin
Alhamdulilah, matur nuwun mbakyuku Tienkumalasari sudah tayang lanjuuut baca yuuks salam kangen dan aduhaai dari Lampung injih wassalam....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Matur nuwun mbak Tien-ku, Kembang Cantikku sudah berkunjung.
ReplyDeleteBagus, sudah ada kemajuan kesehatan Wahyudi. Segera sembuh total ya...
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Alhamdulillah...suwun buTien
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, mtnw bund... Sehat selalu njih...
ReplyDeleteYeess dah tayang makasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulilah trims Bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, mtr nuwun, sehat & bahagia selalu bunda Tien
ReplyDeleteAlhmdllh... terima kasih Mbu Tien.....
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien, sehat & bahagia selalu bunda Tien
ReplyDeleteSegera sehat dari amnesia nya ya Mas Wahyudi, biar bisa segera ketemu jodohnya.
ReplyDeleteSalam sehat dari Bandung Bu Tien... 😘😘
Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 21 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun bunda Tien, KEMBANG CANTIKKU 21 telah tayang..🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteWahyudi msh trs berharap,,,,
Salam sehat wal'afiat untuk semua ya bu Tien🤗🥰
Makasih bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah Cerbung Kembang Cantikku Episode 21 sudah hadir menghibur.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari.
Semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
Maturnuwun Mbak Tien KC21 nya, maunya baca bukunya, he he he.
ReplyDeleteSehat selalu ah, aduhai semangatnya.🙏
Alhamdulillah KC 21 sudah hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien.
Salam sehat dan bahagia bersama keluarga
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono
Matur nuwun bu Tien
DeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Mataram, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Matur nuwun bu Tien...
ReplyDeleteSehat selalu dan semakin luar biasa dlm berkarya, amin!
Qila kok udah nempel aja ke p. Purnomo
ReplyDeleteIkhlaskan Wisnu kamu pasti dapat gantinya yg lebih segalanya. Yg pasti lebih bermoral.
Wanita macam apa Qila baru lepas dari Wisnu bahkan palu blm diketok tapi dah mau jadi simpanan laki'
Makin seru aja ceritanya
Moga bu Tien sehat sll.
Salam dari Bojonegoro
Alhamdulillah ... Terima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteSeruuu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDelete