Tuesday, July 12, 2022

KEMBANG CANTIKKU 19

 

KEMBANG CANTIKKU 19

(Tien Kumalasari)

 

Wisnu tertegun, berhenti melangkah. Ada rasa tak enak mendengar Wahyudi menyebut nama Qila. Rasa curiga kembali menyeruak. Benarkah hanya istrinya yang mengejar Wahyudi dan Wahyudi tak pernah menyukainya? Kenapa dia menyebut-nyebut nama istrinya saat sadar? Wisnu melangkah keluar, membuat heran Nano yang sedang menunggu di luar pintu.

“Kok hanya sebentar Pak? Apa ternyata dia belum sadar?”

“Aku terkejut. Dia menyebut-nyebut nama Qila, benarkah dia tak ada perasaan apa-apa terhadap Qila?”

Lalu Nano tiba-tiba mengerti apa yang terjadi. Ditariknya tangan Wisnu dan diajaknya duduk dulu. Hal ini harus segera dijelaskan supaya Wisnu tidak menduga buruk terhadap Wahyudi.

“Aku bingung, kamu memuja-mujanya setinggi langit. Kenyataannya bagaimana?” kesalnya.

“Saya ingin mengatakan, bahwa Wahyudi mempunyai hubungan batin atau apa, dengan yang bernama Qila.”

Wisnu menatap Nano yang duduk di sebelahnya. Ingin mengatakan sesuatu tapi Nano menghalanginya.

“Bapak jangan marah dulu. Dalam suasana kehilangan ingatan, Wahyudi sering mengigau, menyebut nama Qila. Tadinya saya terkejut, mengira Wahyudi menyukai istri Bapak. Tapi kemudian dia mengatakan, bahwa dia selalu dihantui oleh sebuah mimpi.”

“Mimpi apa? Tentang wanita bernama Qila dan itu adalah_”

“Bukan istri Bapak. Qila di dalam mimpinya adalah seorang gadis kecil yang katanya rambutnya di kepang dua. Mimpi itu selalu datang, dan hanya itu yang selalu diingatnya bahkan selalu disebutkan dalam igauannya.”

“Jadi … Qila yang dimaksud adalah Qila dalam mimpinya, yang adalah seorang gadis kecil?”

“Benar Pak.”

“Ya Tuhan, aku hampir saja meledak lagi,” keluhnya.

Tadi, secara tidak sengaja, saya melihat seorang gadis kecil dengan rambut berkepang dua, yang kelihatannya dari rumah sakit ini dan mau pulang. Ayah dan ibu gadis itu berteriak-teriak memanggil nama anak itu dengan sebutan Qila. Saya sempat memotretnya, siapa tahu ini ada hubungannya dengan Wahyudi, soalnya namanya Qila  rambutnya dikepang dua, seperti dalam mimpi Wahyudi.”

Nano mengeluarkan ponselnya, dan menunjukkan foto seorang gadis kecil yang dikejar laki-laki yang pastinya adalah ayahnya. Wisnu menatapnya heran.

“Gadis kecil ini namanya Qila?”

“Begitulah dia dipanggil.”

“Kenapa, kalau memang kamu mencurigainya, kamu tidak mendekatinya dan bertanya, apakah dia mengenal seorang laki-laki bernama Wahyudi, begitu?”

“Saya ingin mengejarnya, tapi kemudian dokter memanggil saya, dan mengatakan tentang akan dilakukannya operasi itu.”

“Aduh, sayang sekali.”

“Ketika awal periksa kemari, Wahyudi pernah bilang, bahwa dia melihat gadis kecil seperti dalam mimpinya.”

“Oh ya? Jadi dia pernah bertemu? Kok tidak ada kelanjutannya setelah pertemuan itu?”

“Dia hanya melihat, saat gadis itu sudah hampir masuk ke dalam mobil. Dia berteriak ketika mobil itu sudah berlalu.”

“Belum saatnya bertemu. Tapi mengapa Qila bolak-balik ke rumah sakit ini? Apa dia sakit?”

“Entahlah, saya juga punya pertanyaan yang sama dengan Bapak.”

“Sayang sekali. Ya sudah, aku mau masuk lagi,” kata Wisnu sambil berdiri dan melangkah masuk ke dalam ruang ICU, kali ini Nano mengikutinya.

Wahyudi tampak membuka matanya yang masih tampak bengkak. Mulutnya berkomat kamit yang setelah didekati, dia masih juga menyebut nama Qila.

“Wahyudi …” bisik Wisnu.

“Aku sudah ingat sekarang … aku mengingatnya …” bisiknya dengan suara yang terkadang jelas, terkadang tidak.

“Wahyudi, apa yang kamu ingat?” kata Wisnu pelan.

“Qila, yang semula diculik … dia anaknya Retno … istri Sapto … “

Nano hampir saja memberikan ponselnya agar Wahyudi melihatnya, tapi kemudian Wahyudi terkulai lemas sambil memejamkan kembali matanya.

Wisnu menggenggam tangannya erat, tapi Wahyudi bergeming.

 “Suster, mengapa dia diam saja?”

“Saya mohon Bapak-Bapak keluar dulu, saya akan memanggil dokter,” kata perawat itu.

Wisnu dan Nano segera keluar dengan dada berdebar.

***

“Semoga dia baik-baik saja,” kata Wisnu sambil kembali duduk di tempatnya semula, diikuti Nano.

“Tampaknya Wahyudi mengingat sesuatu, dan semoga itu adalah pertanda bahwa ada kemajuan dalam dia mengingat masa lalunya.”

“Semoga ini juga pertanda baik, aku punya harapan untuk itu. Aku akan selalu berdoa agar Wahyudi segera pulih.”

“Aamiin. Itu adalah doa kita bersama.”

“Semoga Allah mengijabah semua doa-doa kita.”

“Apakah Pak Wisnu tidak sebaiknya pulang dulu? Tadi Bapak bilang pada bu Kartiko bahwa Bapak  sedang dalam perjalanan pulang bukan?”

“Iya sih, tapi saya tidak tega meninggalkannya.”

“Saya akan menungguinya di sini, Bapak bawa mobilnya pulang, supaya pak Kartiko tidak khawatir.”

“Aku bingung. Dirumahku sendiri, Qila tidak pulang. Dia sudah membawa semua barang-barangnya. Bagiku tidak masalah, tapi ada Karmila bersamanya, aku tidak bisa berpisah dengannya, Anakku satu-satunya.”

“Kemana bu Qila membawanya?”

“Entahlah, aku bingung. Banyak yang harus aku pikirkan. Mila, bapak, Wahyudi….”

“Bapak pikirkan satu persatu dulu. Wahyudi akan saya tunggui di sini, tinggal Bapak memberi alasan apapun untuk pak Kartiko, lalu Bapak mencari informasi kemana bu Qila membawa Karmila.”

“Tidak apa-apa kamu di sini?”

“Tidak apa-apa Pak, saya bisa tidur di bangku ini, dan kalau lapar, diluar banyak orang jualan, Bapak tidak perlu khawatir.”

“Baiklah, pakai saja jacketku ini, kalau malam pasti udara dingin di luar sini,” kata Wisnu sambil melepaskan jacketnya. Nano ingin menolaknya, tapi Wisnu sudah membalikkan tubuhnya dan membiarkan jacketnya tersampir di pundaknya.

***

Bu Mantri terkejut, di pagi buta itu Wuri lari-lari ke arah rumah Wahyudi. Karena heran, Bu Mantri mengikutinya, lalu mendapatkan Wuri duduk di tangga teras sambil terisak.

“Wuri, kamu itu kenapa? Tiba-tiba aneh begitu?”

“Aku kira mas Yudi sudah pulang, ternyata belum.”

“Mengapa kamu mengira dia sudah pulang?”

“Aku bermimpi, mas Yudi pulang semalam.”

“Kamu kan hanya bermimpi, mengapa kamu menganggapnya seperti nyata? Ayo pulang dulu, kamu mau ke pasar tidak?”

“Mimpi itu juga seperti nyata.”

“Hanya seperti nyata. Sudahlah, kamu melupakan apapun, hanya memikirkan Wahyudi. Bahkan lamaran nak Budi juga kamu tangguhkan, menunggu Wahyudi kembali. Bagaimana kalau dia tidak kembali?”

“Ya ampun, mengapa ibu berkata begitu? Apa ibu berharap dia tak akan kembali?”

“Bukan begitu Wuri, masa ibu berharap hal buruk begitu. Maksud ibu, kamu juga harus memikirkan diri kamu sendiri. Masalah Wahyudi, kamu serahkan saja kepada Yang Maha Kuasa, dan mohon agar yang terjadi adalah hal terbaik baginya. “

Wuri mengusap air matanya, lalu berjalan pulang mengikuti ibunya.

“Kasihan nak Budi, dia ingin segera menikahi kamu. Jangan kamu berpegang pada keinginan agar Wahyudi juga ikut menunggui kamu menikah, Serahkan semuanya pada Yang Diatas.”

“Mas Yudi sudah seperti kakak Wuri sendiri Bu.”

“Iya, ibu tahu. Teruslah berdoa, tapi jangan melupakan diri kamu sendiri.”

Wuri menghela napas panjang.

“Aneh, mengapa aku bermimpi seperti benar-benar nyata? Mas Yudi pulang ke rumah, aku dimarahi karena sudah tiga hari tidak membersihkan rumahnya.”

“Itu kan hanya mimpi. Terkadang mimpi memang seperti nyata. Ayo sekarang bantu ibu, kamu mau ke pasar atau ibu yang ke pasar? Jangan sampai warung buka kesiangan, nanti langganan bisa lari semua.”

“Baiklah Bu, biar Wuri yang ke pasar seperti biasanya.”

“Bagus Nak, kalau kamu selalu menyibukkan diri, kesedihan kamu akan bisa terhibur.”

“Ya Bu.”

***

Bu Kartiko melayani suaminya makan di pagi itu. Suasana terasa lengang, karena tak ada Wahyudi, dan tak ada celoteh Mila yang biasanya berlarian ke sana kemari sambil terkekeh riang. Semalam Wisnu mengatakan bahwa Nano dimintanya menunggui Wahyudi di rumah sakit, karena harus terus memantau perkembangan kesehatan Wahyudi.

“Mengapa Nano harus menunggui Wahyudi di rumah sakit? Apakah sakitnya parah?” tanya pak Kartiko kepada istrinya yang sedang meletakkan obat yang harus diminumnya.

“Wisnu khawatir, barangkali dokter memerlukan apa-apa, atau ingin bicara apa. Lagipula kan kasihan kalau Wahyudi ditinggalkan di sana sendiri.”

“Perasaanku kok sepertinya tidak enak.”

“Bapak jangan memikirkan apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja.”

“Ya semoga saja begitu. Tapi ada rasa khawatir juga dihati aku ini.”

“Khawatir soal apa?”

“Kalau nanti Wahyudi sudah ingat semuanya, terus ternyata dia itu orang kaya, memiliki semuanya, mana mungkin bekerja sama kita lagi?”

“Kalau dia sudah ingat semuanya kembali, berarti kita harus mensyukuri kan Pak. Kasihan kalau dia selamanya tidak ingat akan dirinya. Seperti orang berjalan tapi tidak melihat jalan, meraba-raba, tanpa tahu arah yang ditujunya. Kasihan kan?”

“Iya juga sih Bu.”

“Ya sudah, bapak jangan memikirkan apa-apa. Kalau tidak ada yang melayani, bukankah masih ada aku? Apa Bapak nggak suka kalau aku yang melayani?”

“Bukan bapak nggak suka, tapi bapak tuh kasihan sama Ibu, nanti kalau capek bagaimana? Trus Ibu sakit bagaimana?”

“Ya enggak lah pak, cuma begini saja capek. Makanya bapak jangan banyak mikir, jangan terlalu khawatir, dan harus selalu senang, supaya Bapak segera pulih dan tidak merepotkan semua orang.”

“Iya Bu, kamu benar.”

“Dan untuk sembuh itu juga perlu semangat. Kalau tidak ada semangat ya susah sembuhnya.”

“Baiklah, mulai sekarang bapak mau semangat kok.”

“Bagaimana kalau Bapak belajar berjalan dengan kruk yang pernah dibelikan Wisnu? Jadi Bapak tidak hanya duduk saja di kursi roda.”

“Iya ya Bu, coba nanti ambilkan itu kruknya, bapak mau latihan berjalan.”

“Nanti saja kalau Nano sudah pulang. Lha kalau ibu yang membantu Bapak, nanti kalau sama-sama jatuh bagaimana? Wong sama-sama tuanya?”

Pak Kartiko tertawa.

“Iya benar, tunggu Nano, atau sokur-sokur Wahyudi sudah pulang.”

***

Qila sedang duduk di balkon sebuah hotel. Ia bersembunyi di hotel itu, takut Wisnu  menemukannya. Ia tahu bukan dia yang dicari Wisnu, tapi Karmila anaknya. Ia bisa menjadikan Karmila sebagai senjata untuk memeras Wisnu. Ia tak mencintai Wisnu, dan tak berharap kembali kepadanya. Tak akan sulit dia mencari pria lain yang lebih ganteng dan bisa saja lebih kaya dari Wisnu. Ia ingat pak Purnomo, dan dia akan mengejarnya. Walau setengah tua, tapi dia pengusaha dan wajahnya lumayan ganteng. Setiap pertamuan dengan Wisnu, pak Purnomo selalu menatapnya kagum, tapi kan Wisnu selalu menghalanginya.

“Bu, Mila tidak mau makan,” tiba-tiba Tinah mendekatinya sambil menggendong Mila.

“Bagaimana kamu itu, sudah biasa melayani, mengapa memberi makan saja tidak bisa?”

“Sejak dua hari di sini, Mila selalu rewel, dan susah sekali makannya.”

“Mila, ayo turun, dan makan, kalau tidak mau, ibu akan menjewer telingamu,” hardik Qila.

Bukannya menurut, Mila malah menangis keras.

“Heiii! Diaaam!”

“Mila mau bapaaaak … mau bapaaaak ….” Tangisnya sambil merangkul leher Tinah.

“Bapak kamu sudah tidak mau lagi sama kamu. Tidak mau sama ibu, berarti tidak mau sama kamu. Ayo makan!”

“Bapaaak … bapaaak … pak Udiiii …”

Qila bertambah marah. Laki-laki bernama Wahyudi itu telah membuat semuanya kacau. Tapi tiba-tiba timbul keinginannya bertemu Wahyudi.

“Di mana si ganteng itu sekarang? Tapi kemarin ia luka parah, sepertinya Nano membawanya ke rumah sakit. Rumah sakit mana ya?” gumamnya tanpa peduli Mila menangis keras.

“Diamlah Mila, ayo ke depan melihat burung-burung …” kata Tinah yang kemudian mengajak Mila menjauh karena ibunya tak bisa mengatasinya.

“Hei! Jangan bawa dia ke depan. Di kamar saja.”

“Tapi dia tidak mau Bu.”

“Lakukan apa saja, buat dia mau. Atau bawa dia ke belakang, ada taman di sana kan?” hardiknya.

Tinah kebingungan. Tangis Mila tak mau berhenti. Tapi dia membawanya menjauh dari ibunya. Mencoba mengajaknya ke taman.

***

Hari ini Wahyudi di operasi. Nano tidak pulang barang sebentarpun. Wisnu membelikan beberapa potong pakaian untuk ganti bagi Nano, dan Wahyudi, serta meminta agar mencucikan baju-baju kotornya di laundry. Ia tak ingin Nano bertambah beban dengan memikirkan hal-hal sepele seperti baju ganti dan sebagainya. Wisnu bahkan memikirkan makan untuk Nano, sehari tiga kali.

“Pak Wisnu, sudah banyak yang Pak Wisnu lakukan. Saya bisa semuanya sendiri,” kata Nano saat mereka menunggui Wahyudi saat dioperasi.

“Tidak apa-apa No, aku tidak ingin kamu kepikiran dengan masalah-masalah sepele seperti baju ganti dan makan. Semua sudah aku pikirkan.”

“Terima kasih banyak Pak. Bagaimana keadaan di rumah pak Kartiko?”

“Semuanya baik-baik saja. Bapak tidak terlalu rewel, karena ibu selalu bisa menenangkannya.”

“Sudah ada berita tentang bu Qila?”

“Yang aku inginkan adalah Karmila, anakku. Nanti setelah masalah Wahyudi selesai, aku akan mencari Qila dan meminta anakku. Aku tidak yakin Qila bisa merawatnya, karena selama ini semuanya diserahkan kepada Tinah.”

“Iya, benar. Mila tidak kelihatan dekat dengan ibunya. Malah sama Wahyudi bisa dekat lho, saya heran.”

“Karena Wahyudi pintar momong.”

Tiba-tiba ponsel Wisnu berdering.

“Dari pak Purnomo,” gumam Wisnu sambil mengangkat panggilan telpon itu.

“Hallo Pak, ada yang bisa saya bantu?”

“Bapak ada di hotel Kurnia?”

“Saya? Mengapa Pak Purnomo mengira begitu?”

“Saya seperti melihat bu Qila, saya juga sedang ada disini.”

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

41 comments:

  1. Replies
    1. Selamat juara 1 nya tetep si penjaga gawang .

      Delete
    2. Alhamdulillah... ☺️☺️☺️
      Sehat ya bunda, biar tetap eksis menghibur kita semua.

      Terima kasih bunda, KaCe eps ke_19 sdh ditayangkan.
      Salam seger waras, tetap ADUHAI, dalam lindungan Allah SWT.
      Aamiin Ya Robbal'aalamiin.,..

      πŸ’ͺ🏼πŸ’ͺ🏼πŸ’ͺ🏼☺️☺️☺️

      Juara 1-nya TETAP yang kemaren, bun. Namanya jeng Iin Maimun.....πŸ€πŸ€πŸ™

      Delete
    3. Alhamdulillah, bu iin juara lagi neh, Manusang bu Tien KCku 19 sdh tayang.

      Delete
  2. Assalamualaikum.... Mbak Tien matur nuwun....Mugi tansah pinaringan keberkahan sehat wal afiat njiih

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 19 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, mtr nuwun & sehat selalu bunda Tien..

    ReplyDelete
  6. Alhamdullilah. Slmt mlm bunda..terima msih KC nya.slm sht sllπŸ₯°πŸŒΉπŸ™

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah KC 19 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, matur nuwun buTien
    Wahyudi ayo bangun,,,,hehe 🀭

    Salam sehat wal'afiat untuk semua bu Tien πŸ€—πŸ₯°

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillaah tayang awal makasih bunda

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.. terima kasih bunda TienπŸ™πŸ˜Š

    ReplyDelete
  11. Alhmdllh..... terima ksih Mbu tien... part yg sngat aduhaai..... sehat² sllu brsma keluarga

    ReplyDelete
  12. Terima kasih mbak Tien, literasi malam ini lancar. Semoga mbak Tien selalu sehat...

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah sudah tayamg episode 19 Kembang Cantikku
    Terimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda selalu sehat walafiat bersama keluarga tercinta aamiin

    ReplyDelete
  14. Wow makin seru ceritanya dan bikin gak sabar menunggu kelanjutan nya. Nanti Wisnu mengejar ke hotel, ketemu Mila tapi Qila kabur melihat Wisnu muncul...
    Salam Seroja Bu Tien......

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kembang Cantikku sudah berkunjung.
    Sudah ketahuan dimana
    Qila bersembunyi , artinya Mila akan segera ditemukan.
    Wahyudi sudah dioperasi juga semoga segera sembuh total.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, matur nuwun buTien KC 19nya
    Salam sehat selalu untuk semua bu Tien πŸ€—πŸ₯°

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun, bu Tien. Sehat selalu nggih

    ReplyDelete
  18. Terimakasih Bunda Tien
    salam sehat selalu....salam aduhaiii

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah sudah tayang KC ke 19
    Matur nuwun bunda Tien sayang cerbungnya.
    Salam sehat dan Bahagia selalu bersama keluarga tercinta 😘😘😘

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah KC 19 sudah tayang.
    Terima kasih Mbak Tien.
    Salam sehat dan Bahagia bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
  21. Semoga Wahyudi segera pulih LG ingatannya....trims Bu tien

    ReplyDelete
  22. Nah ketahuan kan.
    sebaiknya ya langsung cari Tinah sama Mila saja begitu sampai di hotel Kurnia toh terdengar tangis anak itu, semoga masih disana dan belum tertidur karena lelah menangis.
    Bagaimana pun juga bila orang tua bermasalah anak jadi korban.
    Sudah terucap Qila anak Retno yang diselamatkan Wahyudi dari penculikan demi menekan Retno agar mau menyerahkan anaknya, nggak perduli bayi itu masih didalam perawatan karena lahirnya prematur, sungguh kejam, dan perkara itu sudah selesai dengan dijeratnya hukuman bagi para pelaku penculikan yang dalangnya justru kakeknya si bayi.
    Semoga pengambilan gumpalan darah dibalik batok kepala Wahyudi berjalan lancar, dan segera sadar.
    Kegalauan pak Kartiko bagaimana nanti setelah Wahyudi sadar apakah masih mau tinggal dirumahnya.
    Masihkah bujang tuwa pithak karena bekas operasi dikepala menginginkan Murni yang berarti jadi adik iparnya Marno.
    Yah nunggu hasil operasi dulu, semoga baik baik dan lancar saja.
    Pencarian pasangan Sapto dan Retno diupayakan dengan menanyakan pasien anak bernama Qila di klinik spesialis anak dr Nila?

    Lho gimana ini, ini bukan jamannya Tutut ragilnya Haryo.
    Ini jaman cerita Kakek Kartomo yang mengajak sang kekasih you Semi mencarikan dana buat membesarkan counter warung Semi biar jadi restoran, malah jadi masuk bui bersama, sama keponakan lagi.
    Betapa rayuan Kartomo sungguh melenakan gemerlap restoran angannya.

    Rasa kawatir Bu Mantri pun di utarakan bagaimana nanti kalau Budiono pindah ke lain hati, biarlah bila itu terjadi, hilang dong kesempatan jadi adeknya Retno.

    Culik menculik antara kedua ortunya Mila, membuat Mila bingung.
    Padahal maunya Mila ingin sama ibunya juga.


    Terimakasih Bu Tien,
    Kembang cantikku yang ke sembilan belas sudah tayang,
    Sehat-sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah..dapat info deh Qila di mana...Yaaa dasar .mila kangen bapak nya Qila di penjara aja

    ReplyDelete
  24. Ohoo...kamu ketahuan Qila. Jaman sekarang "mata" ada di mana2 dan mudah dilaporkan ke keluarga...ngumpet di mana lagi?πŸ˜€

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...