ADUHAI AH 48
(Tien Kumalasari)
“Kasihan gadis itu, tapi itu kesalahannya sendiri,” kata
Danis seperti bergumam.
Tutut belum menstarter mobilnya. Tentang keinginan wanita itu menggugurkan kandungan yang ternyata berbuah petaka, sangat membuatnya
terbengong.
“Banyak orang tak punya anak dan sangat
menginginkannya, mengapa dia menghancurkannya? Dan akhirnya dia tak akan bisa
memiliki selamanya,” kata Tutut pada akhirnya.
“Ya, itulah, manusia yang terkadang bisa saja
tersesat. Semoga kita bisa memaknai hidup dengan segala kebaikan,” kata Danis.
“Aamiin. Ya sudah, aku pulang dulu ya Mas.”
“Baiklah, aku mengerti. Segera selesaikan ya, semoga
lancar dan sukses. Setelah itu aku mau melamar kamu,” kata Danis mengiringi
Tutut yang mengundurkan mobilnya.
Tutut tak menjawab, tapi tersenyum penuh arti.
“Buuu… Buuu…” pekik kecil itu menyadarkan Danis, yang
semula masih berdiri sambil menatap jalanan, walau mobil gadis yang dicintainya
sudah tak kelihatan lagi. Ia membalikkan tubuhnya, dan melihat si kecil Nara
berteriak-teriak sambil melonjak-lonjak diatas kereta dorongnya.
“Hallo, gadis kecilku … ibu sudah pergi ya?”
Nara tertawa-tawa ketika Danis mengangkatnya dan
menaikkannya di atas kepalanya.
“Mbak Tutut lama ya di sini?” tanya Danis kepada
suster Murni.
“Tidak, paling hanya satu jam, katanya sedang
mengerjakan skripsi, dan tadi hanya kangen sama Nara.”
“Iya, aku tahu. Nara tidak rewel?”
“Tidak dok. Tapi besok saatnya imunisasi.”
“Iya, aku ingat, nanti aku yang mengantarkan ke
puskesmas.”
“Baik, dok.”
“Bapak mandi dulu ya sayang, nih … bapak bau kan?”
kata Danis sambil menurunkan Nara ke atas kereta dorongnya lagi.
“Buu … buu…”
Danis terkekeh. Nara sedang senang mengucapkan
kata-kata itu. Kalau Tutut ada, bisa dijadikannya bahan untuk menggodanya. Ia
senang melihat Tutut cemberut. Eh bukan hanya itu, Danis juga suka melihat
senyumnya, tawanya, bahkan kalau marah sekalipun. Ah, walaupun duda, rasa jatuh cintanya ternyata sama.
Dengan senandung kecil, Danis melangkah ke kamarnya,
bersiap mandi untuk menyegarkan tubuhnya.
***
“Hei, kamu? Katanya sibuk, kok bisa datang kemari?”
sapa Desy ketika adiknya mampir.
“Kangen sama Nara, cuma sebentar tadi di sana,” jawab
Tutut sambil membuka kulkas dan mengambil air dingin dari dalamnya. Desy meletakkan
gelas kosong di meja, lalu Tutut menuangkan air itu.
“Kangen sama Nara atau kangen sama bapaknya?” canda
Desy.
“Ihh, nggak ya, saat aku mau pulang, bapaknya baru
datang.”
“Masa?”
“Katanya ada operasi siang ini. Seorang wanita harus
diangkat rahimnya karena menggugurkan kandungan di tukang pijit.”
Desy tercengang. Ia ingat Endah, yang beberapa hari
yang lalu datang kepadanya.
“Siapa dia?”
“Nggak tahu aku, nggak nanya juga. Hanya miris
mendengar ada perempuan setega itu.”
“Iya sih. Jangan-jangan dia yang datang kemari minta
resep terlambat datang bulan. Tapi mudah-mudahan bukan,” kata Desy.
“Siapa?”
“Itu … anaknya bu Nina
yang namanya Endah.”
“Nina siapa ya … oo.. dia?”
Pastilah seluruh keluarga sudah tahu siapa Nina, siapa
Endah dan adiknya.
“Punya suami kah?”
“Tidak. Miris juga, dia di perkosa hingga hamil.”
“Di mana mereka?”
“Ibu dan adiknya meninggal karena kecelakaan.”
“Innalillahi …
Apakah itu pembalasan yang harus diterimanya?”
“Ssst, jangan menghakimi seseorang dengan apa yang
diterimanya. Sebenarnya Allah sedang memberi pelajaran agar seseorang bisa
menyadari jalan salah yang ditempuhnya. Ada peringatan yang terkadang
menyakitkan. Tapi kalau kita menyadarinya maka kita akan bisa membenahi jalan
hidup kita.”
“Lama-lama Mbak Desy seperti Mbak Lala ya?”
“Aku sudah semakin tua, dan mulai bisa mengendapkan
segala rasa. Tapi kamu bicara tentang Mbak Lala, aku jadi ingat, mereka belum
bisa pulang karena belum mendapatkan cuti.”
“Iya, kangen sama Narend juga. Semoga kalau aku
menikah, kita semua bisa berkumpul ya.”
“Hm, tampaknya sudah bersiap menikah nih? Atau ada
yang bersiap melamar ?”
“Eh, siapa yang mau dilamar?” tiba-tiba Danarto yang
baru selesai mandi muncul diantara mereka.
“Hmm, kompak nih kalau nggangguin adiknya. Ya sudah,
aku pulang saja,” kata Tutut sambil tersipu karena merasa kelepasan bicara.
Danarto dan Desy tertawa.
“Ya sudah, pulang sana, selesaikan tugas kamu. Siapa
tahu sudah ada yang siap melamar,” kata Desy lagi sambil berdiri mengikuti
adiknya.
“Hesti belum pulang ya?” tanya Tutut sambil menjauh.
“Belum, dia bilang tadi ada kuliah sampai sore.”
***
“Desy terkejut, ketika di rumah sakit menemui wanita
yang dioperasi kemarin, dan ternyata benar Endah adanya.
“Mengapa kamu melakukannya?” tegur Desy, bukannya
kasihan tapi dia kesal.
“Saya tidak tahan dok,” katanya pelan.
“Tidak tahan apanya?”
“Tidak bisa merawatnya, dan malu, dan akhirnya putus
asa.”
“Kamu tidak bisa menyadari bahwa janin itu tidak berdosa.”
“Saya sekarang menyesalinya.”
“Penyesalan selalu terlambat datangnya.”
“Maaf,” isaknya.
“Jangan kepadaku. Memohonlah kepada Tuhan, dan
bertobatlah. Dan kamu harus ingat, bahwa tanaman yang baik akan berbuah baik.
Jadi mulai sekarang lakukan hal-hal yang baik, agar kamu juga menemukan
kehidupan yang baik.”
Endah mengusap air matanya, lalu mengangguk lemah.
“Dan bersyukurlah kamu bisa selamat, karena perdarahan
kemarin hampir merenggut nyawa kamu juga. Dan itu berarti Allah masih memberi
waktu buat kamu agar kamu bertobat. Sadarilah itu.”
“Baiklah, dokter.”
Endah menatap punggung dokter cantik itu saat
meninggalkan ruang rawatnya yang sederhana, senyap tanpa seorangpun menjenguknya.
Lalu disadarinya bahwa dia benar-benar sendirian.
“Allah memberi waktu untuk aku, agar aku bertobat,”
desisnya pelan. Lalu menitiklah air matanya semakin deras, ketika mulutnya berkomat
kamit melantunkan doa.
“Ya Allah, ampunilah hambaMu ini. Hamba bertobat
kepadaMu Ya Allah, tuntunlah aku ke jalan yang Engkau ridhoi."
Dan doa didalam tangis adalah doa yang membubung
tinggi ke atas sana, yang semoga Allah mendengar dan mengabulkanNya.
***
Hesti,” kata Sarman siang itu saat Hesti ada di rumah. Akhir-akhir ini Sarman sering menemui Hesti ketika perkara bu Sriani mau disidangkan.
“Hesti …” ulangnya, karena Hesti sepertinya tak mendengar.
“Mas Sarman selalu membuat aku kaget,” kata Hesti yang kali itu duduk sendirian di teras.
“Soalnya kamu sedang melamun, jadi tidak menyadari bahwa aku sudah beberapa saat lalu ada di depan kamu.”
“Benarkah?”
“Melamunkan apa?”
“Bukankah hari ini sidang dimulai?”
“Iya.”
“Sebenarnya aku ingin datang menghadiri sidang itu.”
“Nanti saja, saat kamu diperlukan, aku akan mengantarmu.”
“Aku selalu sedih membayangkan ibu duduk di kursi terdakwa.”
“Jangan begitu Hesti, itu bisa melemahkan kamu. Kamu harus kuat. Kamu harus sadar bahwa kalau kamu telah dijahati oleh ibu tiri kamu.”
“Iya, aku tahu. Tapi kalau aku ingat, selalu saja aku merasa kasihan sama dia.”
“Semua yang diterimanya sekarang ini, adalah peringatan dari Allah. Semoga semuanya akan membuatnya bisa memperbaiki kesalahannya, dan berjalan di atas kebenaran.”
***
Hari ini sidang pertama kasus penipuan dan penggelapan
atas Sriani disidangkan. Duduk di kursi terdakwa, Sriani tampak kurus dan
kusut. Tak pernah diimpikannya, anak tirinya yang lugu bisa melakukan semua
ini. Ia menjawab semua pertanyaan hakim dengan lemah, menahan sakit yang
menusuk dadanya.
Saat jaksa membacakan dakwaan, Sriani mendengarkan
dengan perasaan gusar. Bagaimana semuanya jadi berbalik seperti ini? Dia yang
semula merasa aman dengan tanda tangan Hesti maka semuanya akan berjalan mulus,
ternyata menjadi bumerang yang mencelakai dirinya.
Betapa sakit mendengar dakwaan yang dibacakan jaksa.
Betapa sakit saat menyadari bahwa mimpi-mimpinya akan kandas dan lebur
berkeping menjadi serpihan mimpi. Ya, hanya serpihan karena ia merasa tak ada
sisa yang bisa dipungutnya.
Ia menatak ke sekeliling, melihat pak RT, Yu Sukini
dan beberapa tetangga bu Mintarsih duduk berjajar di sana. Tapi dia tak melihat Hesti maupun teman
laki-lakinya yang bernama Sarman itu. Nama yang menurutnya tidak berkelas, yang
ia tahu bahwa pasti laki-laki itu yang menuntun Hesti hingga berani
melakukannya.
“Mereka akan menyoraki kegagalanku,” desisnya pelan. Ingin dia menjerit dan meronta.
Sriani terkejut ketika mendengar suara keras yang menyebut
namanya.
“Apa ibu Sriani mengerti atas dakw0q⁸aan yang telah dibacakan?”
Sriani tak mau berlama-lama di tempat itu, dan kalau
dia menjawab tidak mengerti pun, apakah dakwaan itu akan dibacakannya lagi,
atau diubahnya sekalian?
“Ya, saya mengerti.”
Sriani juga pasrah ketika kemudian petugas kembali membawanya ke dalam kurungan. Ia melirik sekilas ke arah pak RT, lirikan penuh kebencian, karena ia yakin bahwa laki-laki setengah tua itu tak akan mendukungnya. Ia sudah tahu bagaimana sikapnya, ketika ia mengajaknya bicara. Tak ada manis-manisnya, bahkan setengah menentangnya.
Tiba-tiba kemarahannya memuncak. Ia meronta dan membalikkan tubuhnya.
“Hmh, mengapa tidak sekalian saja dihukum? Dan harus
menunggu lagi?” cetus yu Sukini ketika pak RT mengajaknya pulang.
“Ya tidak bisa langsung begitu Yu, nanti kita juga
akan dipanggil sebagai saksi, lalu disumpah, dan diminta kesaksian kita, atau mungkin
menunjukkan bukti-bukti dan sebagainya,” terang pak RT.
“Hm, aku sudah berdebar tadi, dan siap menjawab kalau
ditanya sama pak hakim.”
“Nanti ada saatnya Yu, kata mas pengacara kita akan
mendapat surat panggilan dulu untuk bersaksi.
“Saya sudah gemes sama dia pak RT. Pak RT
tahu tidak, dia menoleh ke arah kita dengan mata bengisnya.”
“Ya mata bengis itu yang membuat nak Hesti takut. Tapi
untunglah banyak yang membantunya.”
“Iya pak RT, saya juga rela membantu kok. Saya pernah
mendengar sendiri, bu Mintarsih akan memberikan perhiasannya itu pada nak
Hesti. Kok tiba-tiba sudah hilang waktu kita memeriksa kamar almarhumah.”
“Iya Yu. Semoga saja semua ini bisa menjadi pelajaran untuk
bu Sriani, sehingga dia bisa menyadari bahwa keserakahannya adalah hal yang salah.”
“Aamiin. Nanti kalau ada suratnya kan saya diberi tahu
ya, pak RT.”
“Iya, pasti, pokoknya kita siap-siap saja dulu.”
Tapi tiba- tiba terdengar teriakan keras.
"Tidaaaaaak... aku difitnah!!"
***
Alhamdulillah ADUHAI...AH Eps_48 sdh tayang......
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien, salam sehat tetap semangat.
ADUHAI AH..........
Kakek.....juara 1
Delete
ReplyDeleteMtnuwun....Mbk Tien 🙏🙏
Yeees
ReplyDeleteYes
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien K
ReplyDeleteAlhamdulillah AA sdh tayang, Manusang bu Tien, slm Aduhai Ah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyu Tienkumalasari
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Sugeng dalu mbakyu
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien ... alhamdulillah sdh tayang ...
ReplyDeleteSalam sehat
Terima ksih bunda Tien AA nya..slmt mlm dan slmt istrht..slm sht sll dan tetap aduhai dri 💖🌹🙏
ReplyDeleteAlhamdullilah AA 48 sdh tayang, terima kasih mbak Tien, sehat selalu dan selamat berbahagia bersama keluarga
ReplyDeletealhamduliah.....
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah tayang.
ReplyDeleteApa masih ada kejutan yang akan muncul ya, kok terdengar teriakan...
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH.
Matur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteTapi tiba- tiba terdengar teriakan keras. "Tidaaaaaak... aku difitnah!!"
ReplyDeleteWong nek wis kesetanan...... gak gelem ndang ngakoni salahe, trus bertobat...... malah ngeyel...... DASAR
Matur nuwun bunda
ReplyDeleteAlhamduliklah.
ReplyDeleteSuwun ibu
Alhamdulillah ADUHAI-AH 48 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terimakasih bunda Tien... Salam sejat selalu..
ReplyDeleteMatur nuwun,bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien sayang
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
Alhamdulillah sudah tayang episode 48
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien semoga bunda Tien selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta aamiin Kutunggu kelanjutannya Cerbung nya
Alhamdulillah ADUHAI AH~48 sudah hadir... maturnuwun dan salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah .trimakasih bu Tien
ReplyDeleteTrims Bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillaah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien ❤❤
Alhamdulillah, mmtr nuwun bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta ya. aamiin
Ditunggu kelanjutannya Cerbung nya
Alhamdulillah, suwun Bu Tien.....
ReplyDeletesalam sehat selalu.....
Duhai
ReplyDeleteTerima ksih bunda Tien🙏🌹🌹🙏
ReplyDeleteAh, tiiiddaaaaakkkk. Kenapa lagi nih ibu jahat..
ReplyDelete😆😆😆😆😆
Sriani kena batunya.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam Aduhai... Ah