ADUHAI AH 05
(Tien Kumalasari)
“Ya ampuun, ibu sama bapak kompak banget deh, njawab
saja bisa bersama-sama,” kata Desy sambil tertawa.
“Kamu jangan mengada-ada,” kata Haryo.
“Bapak kenapa sih? Apakah Bapak sama Ibu kompak tidak
setuju karena perbedaan derajat? Bukankah Ibu pernah bilang bahwa derajat
manusia sama dimata Tuhan?”
“Bukan masalah itu Desy,” kata Tindy
“Lalu kenapa?”
Desy yang sebenarnya merasa capek dan ingin segera
beristirahat, kemudian duduk didepan ayah ibunya, urung masuk ke dalam
kamarnya.
“Sarman itu kan sudah menjadi anggota keluarga kita,
sudah kami anggap sebagai anak sulung di rumah ini. Jadi mereka itu bersaudara.
Mengapa kamu menjodoh-jodohkan? Enggak ah, nggak boleh,” kata Tindy lagi.
“Betul kata ibumu,” sambung Haryo.
“Tapi sesungguhnya kan bukan saudara? Apa bedanya
menjadi anak sulung atau menjadi menantu?”
“Beda lah.”
“Sudah, beristirahatlah sana,” kata ibunya.
“Desy hanya penasaran saja.”
“Nanti kami akan bicara secara jelas, tapi tidak
sekarang. Lagi pula belum saatnya kamu menjodoh-jodohkan mereka. Kamu lebih
tua, pikirkan dirimu sendiri. Kapan akan mengakhiri hubungan berteman itu
menjadi lebih serius. Bapak sama ibu sudah siap menikahkan kalian,” kata Haryo.
Mendengar ayahnya menyinggung hubungannya dengan Danarto
walau tidak sangat jelas, Desy terdiam.
“Sekarang istirahatlah, kamu pasti capek,” sambung
ibunya.
Desy berdiri lalu melangkah masuk ke dalam kamarnya,
dengan rasa sangat tidak puas. Menurutnya, ayah ibunya tetap saja membedakan
status seseorang. Derajat seseorang, walau pernah berkata bahwa membeda-bedakan
status manusia itu tidak baik, tidak terpuji. Lalu mengapa tadi menentang
ketika dia ingin menjodohkan Tutut dan Sarman?
“Tutut sangat manja, dan Sarman bisa ngemong dengan
sangat manis. Desy suka melihat mereka. Tapi kenapa bapak sama ibu
menentangnya?” gumamnya sambil menutup kamarnya.
Haryo dan Tindy saling pandang. Tidak mengira bahwa
kedekatan antara Sarman dan Tutut menimbulkan ide bagi Desy untuk
menjodohkannya.
“Apa yang harus kita lakukan? Mas tidak bisa berdiam
diri terus menerus. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Jangan sampai pada
akhirnya mereka terluka.”
“Itu tadi kan ide nya Desy. Mereka tidak pacaran kan?”
“Waktu akan terus berjalan. Dan sebuah kedekatan
persaudaraan, bisa saja meningkat ke hubungan yang lebih serius. Bisa saja
saling cinta, apalagi mereka tampak cocok.”
“Menurut aku, Sarman sangat menjaga Tutut dan ngemong.”
“Bapak jangan mempermudah suatu kemungkinan yang tidak
kita harapkan. Masalah ini harus segera digelar secara terbuka sehingga mereka
tahu siapa sebenarnya Sarman.”
“Tidak, baiklah, kita sabar sebentar saja. Sambil
menunggu Sarman menyelesaikan kuliahnya.”
***
Malam itu Danis menengok kembali keadaan sahabatnya.
Saat itu Danarto masih terjaga. Perawat baru saja selesai mengambil sisa
makanan yang hanya sedikit dimakan olehnya.
“Bagaimana keadaanmu?”
“Seperti inilah. Aku tak mengira separah ini.”
“Tidak parah, biasa saja. Kamu akan segera baik-baik
saja.”
“Mudah-mudahan.”
“Sudah tidak demam kan?”
“Tidak. Aku merasa lebih enak.”
“Syukurlah.”
“Sebenarnya aku di rumah saja juga tidak apa-apa.”
“Kamu di rumah sama siapa? O, gadis itu yang akan merawat
kamu di rumah?”
“Gadis siapa?”
“Yang cantik … yang mengikuti kamu sampai kemari, dan
tampak sangat khawatir?”
“Namanya Hesti.”
“Ya, siapapun namanya. Apakah dia istimewa bagi kamu?”
“Kamu ini ngomong apa.”
“Kamu bersikeras di rumah saja, karena berharap dia
yang akan merawatmu?”
“Tidak. Aku baru bertemu dua hari yang lalu. Dia
datang malam-malam dari Surabaya. Ibunya adalah teman sekolah almarhumah ibuku.
Dia diterima kuliah disini, lalu aku mencarikan tempat kost untuk dia. Sudah dapat,
dekat kampusnya sana.”
“Oh. Mungkin gadis itu yang membuat Desy cemburu.”
Danarto tersenyum.
“Aku senang kalau dia cemburu. Berarti dia cinta sama
aku.”
“Sebenarnya seperti apa hubungan kalian?”
Danarto menghela napas panjang.
“Desy selalu mengingkarinya kalau aku bilang kalian
berpacaran. Tapi anehnya dia kelihatan kurang suka dengan adanya Hesti di dekat
kamu.”
“Aku juga bingung.”
“Ya sudah, tak perlu bingung, dari gelagatnya sudah
kelihatan kalau dia suka sama kamu. Cuma dia tidak mau mengakuinya.”
“Ada yang dia takuti.”
“Apa?”
“Dia bercermin pada kejadian yang pernah menimpa
keluarganya.”
“Oh, ya … itu aku tahu. Tapi kan tidak semua laki-laki
seperti itu?”
“Benar. Entah mengapa, Desy selalu mengingkari
perasaannya.”
“Kamu harus sabar. Dan satu lagi Danar, percayalah
bahwa kalau jodoh pasti akan dipertemukan nanti. Maksudku, dipertemukan di pelaminan.”
Danarto tersenyum. Matanya menerawang, menatap
langit-langit berwarna putih bersih, seakan menjari jawab di sana. Cintakah
Desy kepadanya, atau tidak.
“Mas Danarto ….”
Danarto dan Danis terkejut. Hesti tiba-tiba masuk dan
langsung mendekati Danarto yang masih terbaring.
“Kamu? Ngapain malam-malam datang kemari?”
“Aku sangat khawatir Mas. Bagaimana keadaanmu?”
“Aku baik-baik saja.”
“Syukurlah. Mas juga sudah tidak kelihatan pucat
seperti tadi. Apa yang sekarang Mas rasakan?”
“Tidak ada. Lebih baik kamu segera pulang. Tidak baik
malam-malam kamu keluar.”
“Tidak apa-apa, aku diantarkan oleh teman kost ku,
dengan sepeda motor.”
“Mana dia?”
“Menunggu diluar.”
“Dia cowok?”
“Tidak, cewek.”
“Kalian cepat pulang, aku tidak apa-apa. Jam bezoek
akan segera habis.”
“Danar, aku pulang dulu ya.”
“Danis, tunggu, aku masih mau bicara.”
“Kamu kan baru ada tamu.”
“Tidak, dia akan segera pulang,” kata Danarto sambil
menatap Hesti.
“Ya sudah Mas, aku pulang dulu, besok pagi aku kemari
lagi. Ini aku bawakan pisang. Boleh tidak orang sakit perut makan pisang dok?”
katanya kemudian kepada Danis yang dikenalnya sebagai dokter yang menangani
sakitnya Danarto.
“Boleh. Hati-hati kalau mau pulang sekarang. Awas ada
razia wanita cantik lho,” goda Danis.
Hesti tertawa.
“Masa sih dok?”
“Pokoknya hati-hati.”
“Baiklah, saya permisi.”
Danis hanya mengangguk.”
Danarto membetulkan letak selimutnya.
“Kamu mau ngomong apa?”
“Tidak ada.”
“Gimana sih, tadi bilang mau ngomong.”
“Cuma supaya dia segera pulang.”
“Ya ampun, aku kira apa.”
“Ya sudah kalau kamu mau pulang sekarang.”
“Nah, sekarang ngusir nih.”
“Sudah malam, nanti isteri kamu marah.”
“Isteri aku sedang di rumah orang tuanya. Ibunya
sakit.”
“Oh, sakit apa?”
“Paling cuma kangen sama anak dan cucunya. Tapi
ngomong-ngomong, gadis itu benar-benar besar perhatiannya sama kamu.”
“Nggak juga.”
“Tampaknya dia suka sama kamu.”
“Dia masih kanak-kanak.”
“Lama-lama juga tumbuh besar,” canda Danis sambil
menepuk tangan Danarto.
“Aku pulang dulu, istirahat ya, besok harus sudah
lebih segar.”
Danis meninggalkan Danarto, membiarkan sahabatnya agar segera
bisa beristirahat. Tapi Danarto justru merasa susah memejamkan matanya. Sikap
Desy yang sepertinya agak acuh sangat mengganggunya. Benarkah dia cemburu?
Kalau benar, ia harus berbesar hati. Bukankah cemburu tandanya cinta?
Barangkali memang harus ada seseorang yang bisa membuatnya cemburu, sehingga akan
lebih jelas apa yang sebenarnya dirasakannya.
“Apakah aku harus memanas-manasinya?”
Danarto akhirnya memejamkan matanya, karena kepalanya
terasa pusing.
***
Pagi-pagi sekali Sarman sudah bangun. Ia punya tugas
yang menyenangkan, yaitu menyiram bunga-bunga dan merawat kebun. Hanya itu yang
bisa dilakukannya untuk menyenangkan hati keluarga Haryo, karena ia tahu, Tindy
menyukai bunga-bunga, terlebih bunga melati kesayangannya.
Udara pagi dingin menggigit, tapi keringat menetes
dari tubuh Sarman, karena tangannya sibuk merawat dan menyirami tanaman-tanaman
itu.
“Mas Sarman, rajin amat sih …”
Sarman menoleh, dari pintu samping, Tutut muncul masih
dengan piyama tidur. Sarman tersenyum. Hari masih remang, tapi mata tajamnya
menangkap wajah cantik tanpa polesan itu dan membuatnya berdebar.
“Sudah selesai?” tanyanya sambil mendekat.
“Sudah.”
“Ini… mawar yang kuning , kemarin masih kuncup,
sekarang sudah mulai mekar. Cantiknya.”
“Ada dua mawar kuning, yang satu sudah lebih besar.
Aku akan mengambilnya ya Mas.”
Tutut berlari ke dalam, dan ketika keluar sudah
membawa pisau. Ia mengiris dua tangkai mawar lalu dibawanya masuk ke dalam.
Sarman menggeleng-gelengkan kepala, lalu mengelus
dadanya perlahan.
“Tenang … tenang … kamu harus sadar Sarman, sadar
siapa dirimu. Endapkan rasa yang bergejolak dalam hatimu,” gumamnya pelan, lalu
menggulung selang yang tadi dipergunakannya untuk menyiram, lalu mengambil sapu
dan menyapu halaman disekitar taman.
“Mas Sarman..” kali itu suara simbok.
“Ya Mbok.”
“Simbok buatkan kopi, simbok taruh didepan kamar mas
Sarman,” katanya.
“Ya Mbok, terima kasih. Aku selesaikan dulu ini.”
“Hm, rajinnya … mas Sarman,” kata simbok sambil masuk
kembali ke rumah, melanjutkan pekerjaannya di dapur, membuat sarapan pagi.
***
“Cantik sekali bunganya …” seru Tindy ketika Tutut
membawa vas berisi dua tangkai mawar kuning.
“Sudah mekar Bu, lalu Tutut potong untuk Ibu,” kata
Tutut.
“Cantiknya … “
“Masih ada kuncup yang tak lama lagi mekar Bu. Ada
beberapa warna. Merahnya ada dua, yang satu merah segar, yang satu merah tua.
Terus ada yang ungu muda, orange. Heran, diantara melati kesukaan ibu, bunga-bunga mawar itu seperti berpacu bermekaran.”
“Iya, ibu sudah melihat banyak kuncup-kuncupnya.”
“Aduh, mawar Ibu rajin berbunga. Itu karena mas Sarman
merawatnya dengan baik.”
“Sarman sangat rajin merawat bunga, karena katanya
almarhumah ibunya juga suka bunga. Itu sebabnya di rumahnya juga banyak
bunga-bunga.
“Waduh, sayang kalau ditinggal begitu saja ya Bu.
Mudah-mudahan orang yang mengontrak rumahnya senang bunga-bunga juga sehingga
mau merawatnya.”
“Iya. Semoga saja begitu.”
“Ini teh untuk Tutut bukan?” tanya Tutut sambil meraih
cangkir berisi teh yang masih mengepul.
“Kopi untuk mas Sarman mana Mbok?” teriak Tutut.
“Sudah Simbok taruh didepan kamarnya Mbak. Biasanya
minta di taruh disana.”
“Oo. Ya sudah.”
“Bapak kok belum bangun, katanya mau jalan-jalan
dengan mengajak Sarman.”
“Aku nanti ke kampus nggak bawa mobil saja Bu.”
“Bareng teman kamu lagi?”
“Tidak, mau mbonceng mas Sarman saja. Nanti mas Sarman
juga mau berangkat pagi.”
“Tutut, kamu itu jangan keseringan merepotkan mas mu.
Biasanya berangkat sendiri kok sekarang mau membonceng.”
“Kan sekalian bareng Bu, mas Sarman pasti lewat kampusnya
Tutut kan?”
“Tidak, Sarman mau jalan-jalan sama Bapak kok,”
tiba-tiba Haryo sudah keluar dari kamar dengan memakai celana dan kaos olah
raga.
“Mau berangkat sekarang Pak?” tanya Tindy,
“Iya, mana Sarman?”
“Ya Pak, saya sudah siap,” Sarman tiba-tiba sudah
muncul dengan pakaian olah raga juga.
“Bagus, ayo kita berangkat,” ajak Haryo sambil
melangkah keluar, diikuti Sarman.
“Aku ikut,” seru Tutut.
“Tut, nanti bareng Ibu saja,” kata Tindy sambil
berdiri.
“Ibu juga mau jalan-jalan?”
“Iya, mau ganti baju dulu. Kamu juga belum ganti baju
kan?”
***
Haryo berjalan pelan-pelan, ditemani Sarman, karena
memang kakinya tidak lagi sekuat dulu setelah cedera beberapa tahun lalu.
“Kapan kuliah kamu selesai Man?”
“Sebentar lagi Pak, mudah-mudahan tahun depan ini
sudah selesai.”
“Aku senang. Kamu sangat cerdas, sehingga bisa segera
menyelesaikan kuliah kamu.”
“Bukan karena Sarman cerdas Pak, Sarman ingin segera
menyelesaikan karena umur sudah tua. Kalau kelamaan kuliahnya, bisa-bisa tua di
kampus,” jawab Sarman sambil tertawa.
“Bisa saja kamu menjawabnya,” kata Haryo sambil
tertawa juga. Ia sembunyikan rasa bangga dihatinya karena memiliki anak
laki-laki pintar seperti Sarman.
“Kamu sudah punya pacar?”
Sarman tertawa.
“Belum Pak.”
“Kamu sudah cukup umur. Mau aku carikan? Aku punya
teman yang juga memiliki anak gadis. Cantik dia, tapi dia sudah bekerja di
sebuah perusahaan otomotif.”
“Tidak dulu Pak, biar saya selesaikan kuliah dulu dan
bekerja.”
“Baiklah. Aku setuju.”
“Bapak tidak capek? Kita sudah berjalan jauh.”
“Nanti kita makan nasi liwet di dekat perempatan itu
ya Man.”
“Baik pak. Terserah Bapak saja.”
***
Tutut sudah selesai berdandan dan siap berangkat,
berkali-kali melongok kedepan, seperti ada yang ditunggunya. Desy yang juga
sudah siap berangkat menegurnya.
“Kamu ngapain Tut?”
“Kok bapak belum pulang ya?”
“Jalan-jalannya jauh, barangkali, terus mampir sarapan.
Kamu nungguin bapak apa nungguin mas Sarman?”
“Nungguin mas Sarman.”
“Kamu mau ke kampus jam berapa?”
“Sekarang sih, tadi aku sudah bilang mau mbonceng mas
Sarman, tapi bapak mengajaknya jalan-jalan. Terus aku mau ikut, supaya nanti
pulangnya tidak kelamaan, ibu ganti mengajak aku jalan. Tapi cuma memutari
kampung ini, lalu pulang,” keluh Tutut.
Tiba-tiba Desy menangkap situasi pagi yang membuat
Tutut uring-uringan. Rupanya ayah dan ibunya berdalih jalan-jalan untuk menghalangi
Tutut yang ingin berangkat bersama Sarman. Langkah awal untuk melarang secara
halus.
“Ayo bareng aku saja kalau begitu,” ajak Desy.
“Nanti mbak Desy muter jalannya.”
“Nggak apa-apa, muter sedikit, ayo berangkat.”
***
Desy sampai di rumah sakit agak terlambat karena harus
mengantar Tutut lebih dulu. Tapi ketika ia turun dari mobil, dari jauh
dilihatnya gadis itu. Gadis cantik yang
sangat perhatian akan sakitnya Danarto. Dan tanpa diduga juga tiba-tiba gadis itu melangkah mendekatinya.
"Dokter maukah dokter menolong saya agar saya diperbolehkan masuk? Ini belum jam bezoek, tapi mas Danar ingin agar saya datang pagi-pagi," kata Hesti berbohong.
***
Besok lagi ya.
Makasih bunda mas Danar dah hadir
ReplyDeleteAduhai ah....
Haiiii mbk Wiwik.... Juara 1
DeleteSelamat jeng Wiwik Juara 1 menjemput kehadiran Hesty dan Desy yang lagi cemburu......
DeleteAlhamdulillah......
DeleteAd..Ah eps_05 sdh tayang.
Yuk kita baca rame².
Terima kasih bu Tien, salam sehat dan trust semangat.
Ah yg bener... bu wiwik. Ini sy baru hadir. He.. he..
DeleteADUHAI AH
ReplyDeleteWah ini yang ditunggu
ReplyDeleteMatur suwun bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah .. Aduhai .. baca Aaal .. desy danarto
ReplyDeleteAlhamdulillah ADUHAI-AH 05 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdullilah. Terima kasih bunda Tien AA 05 nya..slmt mlm dan slmt istrhat. Salam sehat sll dan salam Aduhai dri 🥰🙏💖
ReplyDeleteAlhamdulillah yg di tunggu sdh datang..
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Salam sehat *ADUHAI*
Alhamdulillah tayang episode 5
ReplyDeletealhamdulillah, maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSdh datang
Mskasih buuu
Matur nuwun bunda Tien AA5 telah tàyang..
ReplyDeleteSalam sehat selalu dan tetep ADUHAI..
Alhamdulillah..... suwun ibu
ReplyDeleteAlhamdulillah, Terima kasih mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan salam ADUHAI....
Alhamdulillah
ReplyDeleteSemakin seru ceritanya, terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteBunda Tien salam Aduhai...terima kasih sudah hadir
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah tayang.
ReplyDeleteMakin bikin deg-degan saja, bagaimana kalau Tutut tahu Sarman itu kakaknya. Bisa stress kalau tidak kuat.
Dan Desy makin panas saja dengan rivalnya yg ingin merebut hati sang dokter.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH.
Ah Aduhai.Terimakasih
ReplyDeleteAlhamdulilah , teria kasih mbakyu Tienkumalasari....salam sehat & aduhaai dari Lampung
ReplyDeleteAlhamdulilah yg ditunggu sdh tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda..
Salam aduhai dari sukabumi
Makasih Bu cantik.. makin seru aja.. salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteAlhamdulillah... terima kasih...
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien AA05nyaa..
ReplyDeleteWaduuh...sabaar Desy..Danar hny cinta kamu...😊
Itu Hesti mènthèl jg ya...ngapusi..🤨
Salam sehat dan aduhaiii bu Tien..🙏🌹
Alhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMtrnwn bubtien...
Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien untuk Aduhaaii ah,,Makin mantab 👍 nih Sarman,,,Desy cemburu nih ya,,,tandanya cinta tuh,🤭
ReplyDeleteSalam Sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗💖
Hesti duplikat Endah anaknya Nina kok ngotot hrs ketemu Danarto dg caranya dia memberi perhatian yg lebih pada Danarto .
ReplyDeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun mb.Tien. AA05 mulai geregetan.
ReplyDeleteSalam sehat dan Aduhai🙏
Alhamdulillah ....
ReplyDeleteADUHAI AH 05 dah tayang mksh bu Tien
Selamat malam selamat beristirahat smoga ibu sehat2 sll...
Hesti langsung mengejar apa yang disuka meskipun yang disukainya itu belum tentu menyukainya. Itu ikhtiar Hesti.
ReplyDeleteTapi Deasy berusaha mengaburkan apa yang disukainya.
Alhamdulillah .waduh Tutut makin kesini suka sama Sarman ..Desy curiga ma bpk dan ibunya...Wik pagi di sodorin dag dig duk Hesti ooo pasti makin buat cemburu..Danar laki2 lo awas kepincut deh ma Hesti ..tp Danar itu suka ma Desy yang Aah😄😄😄.terima kasih bu Tien ..ubek² nya manjur buat kita deg deg n gusar...Desy VS Danar dan ada Hesti.. Sarman n Tutut yg kakak satu bpk wahhh nih ada yg sakit Hati . Marah dan hmmmmm
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMakasih bu Tien.
Perasaan percintaan Danar - Desy seperti dialami banyak orang.
ReplyDeletePura2 tdk suka krn takut suatu alasan, cowoknya ada yg dekatin cemburu...
Saya percaya jodoh itu ada yg mengatur...
Alhamdulillah ....ADUHAI AH 05 sudah hadir, maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteTrmksh mb Tien AA 05 sdh tayang. Desy makin galau...org jawa bilang Dek sana mek itu menang mek... Akankah Hesti mampu merebut simpati Danarto? Ayo Desy inilah saatnya menunjukkan perhatian saat Danarto sakit... Abaikan sj ulah Hesti🤗
ReplyDeleteHesti...mau jadi pengganggu nih.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat dan selalu aduhai
Alhamdulillah, matursuwun bu Tienqu yang ADUHAI...
ReplyDeleteSemoga sehat selalu dan selalu menghibur PCTK dengan karyanya
Mulai deh konflik Tutut-Sarman dan Desy-Hesty, bu Tien.... Ah Aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah ...maturnuwun bu Tien makin seru
ReplyDeleteDeg 2an bacanya.
ReplyDeleteDesy sih. Hesti kok genit jg ya Semoga Danar tak tergoda. Takutnya manas2i Desy, Desy mlh jd benci lho. Waduh py Tutut n Sarman
Wah mb Tien memang ok.
Salam manis n aduhai
Yuli Semarang
Assalamualaikum wr wb. Hesty makin perhatian thdp Danarto, cemburukah Desy....mudah mudahan Danarto berjodoh dgn Desy.. Maturnuwun mbak Tien, semoga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteMudah mudahan Desy tidak terlalu serius dan bisa menerima gejolak hatinya, Sarman dianggap kakak pertama dan itu beda bila dijadikan menantu, andai Desy curhat ke Lala jangan jangan malah bisa menjelaskan bahkan menyadarkan sikap Desy ke Danar apalagi ada tantangan didepan mata ada adik Hesti yang sangat perhatian pada mas Dokter sampai dibela belain pagi pagi datang mengunjungi Danar yang katanya atas permintaan Danar
ReplyDeleteADUHAI
Nah gimana Des, bila tidak diplokamirkan perpacaran antara Desy dan Danar, bisa samber gelap hilang tuh Danar walaupun sekarang mati matian nenginginkan mu Desy.
Hayuh tinggal kasih jawaban saja dari Desy
Kasihan kan Danar, tuh Haryo dan Tindy siap jadi sponsor, Hesti pun pagi pagi datang juga ingin tahu kedekatan Desy dan Danar.
Terimakasih Bu Tien,
ADUHAI AH yang ke lima sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku,
sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
klu bisa sekali tayang 3 epesode lah, bacanya jg seru,
ReplyDelete