Friday, April 22, 2022

ADUHAI AH 05

 

ADUHAI AH  05

(Tien Kumalasari)

 

“Ya ampuun, ibu sama bapak kompak banget deh, njawab saja bisa bersama-sama,” kata Desy sambil tertawa.

“Kamu jangan mengada-ada,” kata Haryo.

“Bapak kenapa sih? Apakah Bapak sama Ibu kompak tidak setuju karena perbedaan derajat? Bukankah Ibu pernah bilang bahwa derajat manusia sama dimata Tuhan?”

“Bukan masalah itu Desy,” kata Tindy

“Lalu kenapa?”

Desy yang sebenarnya merasa capek dan ingin segera beristirahat, kemudian duduk didepan ayah ibunya, urung masuk ke dalam kamarnya.

“Sarman itu kan sudah menjadi anggota keluarga kita, sudah kami anggap sebagai anak sulung di rumah ini. Jadi mereka itu bersaudara. Mengapa kamu menjodoh-jodohkan? Enggak ah, nggak boleh,” kata Tindy lagi.

“Betul kata ibumu,” sambung Haryo.

“Tapi sesungguhnya kan bukan saudara? Apa bedanya menjadi anak sulung atau menjadi menantu?”

“Beda lah.”

“Sudah, beristirahatlah sana,” kata ibunya.

“Desy hanya penasaran saja.”

“Nanti kami akan bicara secara jelas, tapi tidak sekarang. Lagi pula belum saatnya kamu menjodoh-jodohkan mereka. Kamu lebih tua, pikirkan dirimu sendiri. Kapan akan mengakhiri hubungan berteman itu menjadi lebih serius. Bapak sama ibu sudah siap menikahkan kalian,” kata Haryo.

Mendengar ayahnya menyinggung hubungannya dengan Danarto walau tidak sangat jelas, Desy terdiam.

“Sekarang istirahatlah, kamu pasti capek,” sambung ibunya.

Desy berdiri lalu melangkah masuk ke dalam kamarnya, dengan rasa sangat tidak puas. Menurutnya, ayah ibunya tetap saja membedakan status seseorang. Derajat seseorang, walau pernah berkata bahwa membeda-bedakan status manusia itu tidak baik, tidak terpuji. Lalu mengapa tadi menentang ketika dia ingin menjodohkan Tutut dan Sarman?

“Tutut sangat manja, dan Sarman bisa ngemong dengan sangat manis. Desy suka melihat mereka. Tapi kenapa bapak sama ibu menentangnya?” gumamnya sambil menutup kamarnya.

Haryo dan Tindy saling pandang. Tidak mengira bahwa kedekatan antara Sarman dan Tutut menimbulkan ide bagi Desy untuk menjodohkannya.

“Apa yang harus kita lakukan? Mas tidak bisa berdiam diri terus menerus. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Jangan sampai pada akhirnya mereka terluka.”

“Itu tadi kan ide nya Desy. Mereka tidak pacaran kan?”

“Waktu akan terus berjalan. Dan sebuah kedekatan persaudaraan, bisa saja meningkat ke hubungan yang lebih serius. Bisa saja saling cinta, apalagi mereka tampak cocok.”

“Menurut aku, Sarman sangat menjaga Tutut dan ngemong.”

“Bapak jangan mempermudah suatu kemungkinan yang tidak kita harapkan. Masalah ini harus segera digelar secara terbuka sehingga mereka tahu siapa sebenarnya Sarman.”

“Tidak, baiklah, kita sabar sebentar saja. Sambil menunggu Sarman menyelesaikan kuliahnya.”

***

Malam itu Danis menengok kembali keadaan sahabatnya. Saat itu Danarto masih terjaga. Perawat baru saja selesai mengambil sisa makanan yang hanya sedikit dimakan olehnya.

“Bagaimana keadaanmu?”

“Seperti inilah. Aku tak mengira separah ini.”

“Tidak parah, biasa saja. Kamu akan segera baik-baik saja.”

“Mudah-mudahan.”

“Sudah tidak demam kan?”

“Tidak. Aku merasa lebih enak.”

“Syukurlah.”

“Sebenarnya aku di rumah saja juga tidak apa-apa.”

“Kamu di rumah sama siapa? O, gadis itu yang akan merawat kamu di rumah?”

“Gadis siapa?”

“Yang cantik … yang mengikuti kamu sampai kemari, dan tampak sangat khawatir?”

“Namanya Hesti.”

“Ya, siapapun namanya. Apakah dia istimewa bagi kamu?”

“Kamu ini ngomong apa.”

“Kamu bersikeras di rumah saja, karena berharap dia yang akan merawatmu?”

“Tidak. Aku baru bertemu dua hari yang lalu. Dia datang malam-malam dari Surabaya. Ibunya adalah teman sekolah almarhumah ibuku. Dia diterima kuliah disini, lalu aku mencarikan tempat kost untuk dia. Sudah dapat, dekat kampusnya sana.”

“Oh. Mungkin gadis itu yang membuat Desy cemburu.”

Danarto tersenyum.

“Aku senang kalau dia cemburu. Berarti dia cinta sama aku.”

“Sebenarnya seperti apa hubungan kalian?”

Danarto menghela napas panjang.

“Desy selalu mengingkarinya kalau aku bilang kalian berpacaran. Tapi anehnya dia kelihatan kurang suka dengan adanya Hesti di dekat kamu.”

“Aku juga bingung.”

“Ya sudah, tak perlu bingung, dari gelagatnya sudah kelihatan kalau dia suka sama kamu. Cuma dia tidak mau mengakuinya.”

“Ada yang dia takuti.”

“Apa?”

“Dia bercermin pada kejadian yang pernah menimpa keluarganya.”

“Oh, ya … itu aku tahu. Tapi kan tidak semua laki-laki seperti itu?”

“Benar. Entah mengapa, Desy selalu mengingkari perasaannya.”

“Kamu harus sabar. Dan satu lagi Danar, percayalah bahwa kalau jodoh pasti akan dipertemukan nanti. Maksudku, dipertemukan di pelaminan.”

Danarto tersenyum. Matanya menerawang, menatap langit-langit berwarna putih bersih, seakan menjari jawab di sana. Cintakah Desy kepadanya, atau tidak.

“Mas Danarto ….”

Danarto dan Danis terkejut. Hesti tiba-tiba masuk dan langsung mendekati Danarto yang masih terbaring.

“Kamu? Ngapain malam-malam datang kemari?”

“Aku sangat khawatir Mas. Bagaimana keadaanmu?”

“Aku baik-baik saja.”

“Syukurlah. Mas juga sudah tidak kelihatan pucat seperti tadi. Apa yang sekarang Mas rasakan?”

“Tidak ada. Lebih baik kamu segera pulang. Tidak baik malam-malam kamu keluar.”

“Tidak apa-apa, aku diantarkan oleh teman kost ku, dengan sepeda motor.”

“Mana dia?”

“Menunggu diluar.”

“Dia cowok?”

“Tidak, cewek.”

“Kalian cepat pulang, aku tidak apa-apa. Jam bezoek akan segera habis.”

“Danar, aku pulang dulu ya.”

“Danis, tunggu, aku masih mau bicara.”

“Kamu kan baru ada tamu.”

“Tidak, dia akan segera pulang,” kata Danarto sambil menatap Hesti.

“Ya sudah Mas, aku pulang dulu, besok pagi aku kemari lagi. Ini aku bawakan pisang. Boleh tidak orang sakit perut makan pisang dok?” katanya kemudian kepada Danis yang dikenalnya sebagai dokter yang menangani sakitnya Danarto.

“Boleh. Hati-hati kalau mau pulang sekarang. Awas ada razia wanita cantik lho,” goda Danis.

Hesti tertawa.

“Masa sih dok?”

“Pokoknya hati-hati.”

“Baiklah, saya permisi.”

Danis hanya mengangguk.”

Danarto membetulkan letak selimutnya.

“Kamu mau ngomong apa?”

“Tidak ada.”

“Gimana sih, tadi bilang mau ngomong.”

“Cuma supaya dia segera pulang.”

“Ya ampun, aku kira apa.”

“Ya sudah kalau kamu mau pulang sekarang.”

“Nah, sekarang ngusir nih.”

“Sudah malam, nanti isteri kamu marah.”

“Isteri aku sedang di rumah orang tuanya. Ibunya sakit.”

“Oh, sakit apa?”

“Paling cuma kangen sama anak dan cucunya. Tapi ngomong-ngomong, gadis itu benar-benar besar perhatiannya sama kamu.”

“Nggak juga.”

“Tampaknya dia suka sama kamu.”

“Dia masih kanak-kanak.”

“Lama-lama juga tumbuh besar,” canda Danis sambil menepuk tangan Danarto.

“Aku pulang dulu, istirahat ya, besok harus sudah lebih segar.”

Danis meninggalkan Danarto, membiarkan sahabatnya agar segera bisa beristirahat. Tapi Danarto justru merasa susah memejamkan matanya. Sikap Desy yang sepertinya agak acuh sangat mengganggunya. Benarkah dia cemburu? Kalau benar, ia harus berbesar hati. Bukankah cemburu tandanya cinta? Barangkali memang harus ada seseorang yang bisa membuatnya cemburu, sehingga akan lebih jelas apa yang sebenarnya dirasakannya.

“Apakah aku harus memanas-manasinya?”

Danarto akhirnya memejamkan matanya, karena kepalanya terasa pusing.

***

Pagi-pagi sekali Sarman sudah bangun. Ia punya tugas yang menyenangkan, yaitu menyiram bunga-bunga dan merawat kebun. Hanya itu yang bisa dilakukannya untuk menyenangkan hati keluarga Haryo, karena ia tahu, Tindy menyukai bunga-bunga, terlebih bunga melati kesayangannya.

Udara pagi dingin menggigit, tapi keringat menetes dari tubuh Sarman, karena tangannya sibuk merawat dan menyirami tanaman-tanaman itu.

“Mas Sarman, rajin amat sih …”

Sarman menoleh, dari pintu samping, Tutut muncul masih dengan piyama tidur. Sarman tersenyum. Hari masih remang, tapi mata tajamnya menangkap wajah cantik tanpa polesan itu dan membuatnya berdebar.

“Sudah selesai?” tanyanya sambil mendekat.

“Sudah.”

“Ini… mawar yang kuning , kemarin masih kuncup, sekarang sudah mulai mekar. Cantiknya.”

“Ada dua mawar kuning, yang satu sudah lebih besar. Aku akan mengambilnya ya Mas.”

Tutut berlari ke dalam, dan ketika keluar sudah membawa pisau. Ia mengiris dua tangkai mawar lalu dibawanya masuk ke dalam.

Sarman menggeleng-gelengkan kepala, lalu mengelus dadanya perlahan.

“Tenang … tenang … kamu harus sadar Sarman, sadar siapa dirimu. Endapkan rasa yang bergejolak dalam hatimu,” gumamnya pelan, lalu menggulung selang yang tadi dipergunakannya untuk menyiram, lalu mengambil sapu dan menyapu halaman disekitar taman.

“Mas Sarman..” kali itu suara simbok.

“Ya Mbok.”

“Simbok buatkan kopi, simbok taruh didepan kamar mas Sarman,” katanya.

“Ya Mbok, terima kasih. Aku selesaikan dulu ini.”

“Hm, rajinnya … mas Sarman,” kata simbok sambil masuk kembali ke rumah, melanjutkan pekerjaannya di dapur, membuat sarapan pagi.

***

“Cantik sekali bunganya …” seru Tindy ketika Tutut membawa vas berisi dua tangkai mawar kuning.

“Sudah mekar Bu, lalu Tutut potong untuk Ibu,” kata Tutut.

“Cantiknya … “

“Masih ada kuncup yang tak lama lagi mekar Bu. Ada beberapa warna. Merahnya ada dua, yang satu merah segar, yang satu merah tua. Terus ada yang ungu muda, orange. Heran, diantara melati kesukaan ibu, bunga-bunga mawar itu seperti berpacu bermekaran.”

“Iya, ibu sudah melihat banyak kuncup-kuncupnya.”

“Aduh, mawar Ibu rajin berbunga. Itu karena mas Sarman merawatnya dengan baik.”

“Sarman sangat rajin merawat bunga, karena katanya almarhumah ibunya juga suka bunga. Itu sebabnya di rumahnya juga banyak bunga-bunga.

“Waduh, sayang kalau ditinggal begitu saja ya Bu. Mudah-mudahan orang yang mengontrak rumahnya senang bunga-bunga juga sehingga mau merawatnya.”

“Iya. Semoga saja begitu.”

“Ini teh untuk Tutut bukan?” tanya Tutut sambil meraih cangkir berisi teh yang masih mengepul.

“Kopi untuk mas Sarman mana Mbok?” teriak Tutut.

“Sudah Simbok taruh didepan kamarnya Mbak. Biasanya minta di taruh disana.”

“Oo. Ya sudah.”

“Bapak kok belum bangun, katanya mau jalan-jalan dengan mengajak Sarman.”

“Aku nanti ke kampus nggak bawa mobil saja Bu.”

“Bareng teman kamu lagi?”

“Tidak, mau mbonceng mas Sarman saja. Nanti mas Sarman juga mau berangkat pagi.”

“Tutut, kamu itu jangan keseringan merepotkan mas mu. Biasanya berangkat sendiri kok sekarang mau membonceng.”

“Kan sekalian bareng Bu, mas Sarman pasti lewat kampusnya Tutut kan?”

“Tidak, Sarman mau jalan-jalan sama Bapak kok,” tiba-tiba Haryo sudah keluar dari kamar dengan memakai celana dan kaos olah raga.

“Mau berangkat sekarang Pak?” tanya Tindy,

“Iya, mana Sarman?”

“Ya Pak, saya sudah siap,” Sarman tiba-tiba sudah muncul dengan pakaian olah raga juga.

“Bagus, ayo kita berangkat,” ajak Haryo sambil melangkah keluar, diikuti Sarman.

“Aku ikut,” seru Tutut.

“Tut, nanti bareng Ibu saja,” kata Tindy sambil berdiri.

“Ibu juga mau jalan-jalan?”

“Iya, mau ganti baju dulu. Kamu juga belum ganti baju kan?”

***

Haryo berjalan pelan-pelan, ditemani Sarman, karena memang kakinya tidak lagi sekuat dulu setelah cedera beberapa tahun lalu.

“Kapan kuliah kamu selesai Man?”

“Sebentar lagi Pak, mudah-mudahan tahun depan ini sudah selesai.”

“Aku senang. Kamu sangat cerdas, sehingga bisa segera menyelesaikan kuliah kamu.”

“Bukan karena Sarman cerdas Pak, Sarman ingin segera menyelesaikan karena umur sudah tua. Kalau kelamaan kuliahnya, bisa-bisa tua di kampus,” jawab Sarman sambil tertawa.

“Bisa saja kamu menjawabnya,” kata Haryo sambil tertawa juga. Ia sembunyikan rasa bangga dihatinya karena memiliki anak laki-laki pintar seperti Sarman.

“Kamu sudah punya pacar?”

Sarman tertawa.

“Belum Pak.”

“Kamu sudah cukup umur. Mau aku carikan? Aku punya teman yang juga memiliki anak gadis. Cantik dia, tapi dia sudah bekerja di sebuah perusahaan otomotif.”

“Tidak dulu Pak, biar saya selesaikan kuliah dulu dan bekerja.”

“Baiklah. Aku setuju.”

“Bapak tidak capek? Kita sudah berjalan jauh.”

“Nanti kita makan nasi liwet di dekat perempatan itu ya Man.”

“Baik pak. Terserah Bapak saja.”

***

Tutut sudah selesai berdandan dan siap berangkat, berkali-kali melongok kedepan, seperti ada yang ditunggunya. Desy yang juga sudah siap berangkat menegurnya.

“Kamu ngapain Tut?”

“Kok bapak belum pulang ya?”

“Jalan-jalannya jauh, barangkali, terus mampir sarapan. Kamu nungguin bapak apa nungguin mas Sarman?”

“Nungguin mas Sarman.”

“Kamu mau ke kampus jam berapa?”

“Sekarang sih, tadi aku sudah bilang mau mbonceng mas Sarman, tapi bapak mengajaknya jalan-jalan. Terus aku mau ikut, supaya nanti pulangnya tidak kelamaan, ibu ganti mengajak aku jalan. Tapi cuma memutari kampung ini, lalu pulang,” keluh Tutut.

Tiba-tiba Desy menangkap situasi pagi yang membuat Tutut uring-uringan. Rupanya ayah dan ibunya berdalih jalan-jalan untuk menghalangi Tutut yang ingin berangkat bersama Sarman. Langkah awal untuk melarang secara halus.

“Ayo bareng aku saja kalau begitu,” ajak Desy.

“Nanti mbak Desy muter jalannya.”

“Nggak apa-apa, muter sedikit, ayo berangkat.”

***

Desy sampai di rumah sakit agak terlambat karena harus mengantar Tutut lebih dulu. Tapi ketika ia turun dari mobil, dari jauh dilihatnya gadis itu.  Gadis cantik yang sangat perhatian akan sakitnya Danarto. Dan tanpa diduga juga tiba-tiba gadis itu melangkah mendekatinya.

"Dokter  maukah dokter menolong saya agar saya diperbolehkan masuk? Ini belum jam bezoek, tapi mas Danar ingin agar saya datang pagi-pagi," kata Hesti berbohong.

***

Besok lagi ya.

48 comments:

  1. Makasih bunda mas Danar dah hadir
    Aduhai ah....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat jeng Wiwik Juara 1 menjemput kehadiran Hesty dan Desy yang lagi cemburu......

      Delete
    2. Alhamdulillah......
      Ad..Ah eps_05 sdh tayang.
      Yuk kita baca rame².
      Terima kasih bu Tien, salam sehat dan trust semangat.

      Delete
    3. Ah yg bener... bu wiwik. Ini sy baru hadir. He.. he..

      Delete
  2. Alhamdulillah .. Aduhai .. baca Aaal .. desy danarto

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah ADUHAI-AH 05 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  4. Alhamdullilah. Terima kasih bunda Tien AA 05 nya..slmt mlm dan slmt istrhat. Salam sehat sll dan salam Aduhai dri 🥰🙏💖

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah yg di tunggu sdh datang..
    Terima kasih Bu Tien..
    Salam sehat *ADUHAI*

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Sdh datang
    Mskasih buuu

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun bunda Tien AA5 telah tàyang..

    Salam sehat selalu dan tetep ADUHAI..

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, Terima kasih mbak Tien
    Salam sehat dan salam ADUHAI....

    ReplyDelete
  9. Semakin seru ceritanya, terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  10. Bunda Tien salam Aduhai...terima kasih sudah hadir

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah tayang.
    Makin bikin deg-degan saja, bagaimana kalau Tutut tahu Sarman itu kakaknya. Bisa stress kalau tidak kuat.
    Dan Desy makin panas saja dengan rivalnya yg ingin merebut hati sang dokter.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah , teria kasih mbakyu Tienkumalasari....salam sehat & aduhaai dari Lampung

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah yg ditunggu sdh tayang
    Terimakasih bunda..
    Salam aduhai dari sukabumi

    ReplyDelete
  14. Makasih Bu cantik.. makin seru aja.. salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien

    ReplyDelete
  15. Trimakasih bu Tien AA05nyaa..

    Waduuh...sabaar Desy..Danar hny cinta kamu...😊

    Itu Hesti mènthèl jg ya...ngapusi..🤨

    Salam sehat dan aduhaiii bu Tien..🙏🌹

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah...
    Mtrnwn bubtien...

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien untuk Aduhaaii ah,,Makin mantab 👍 nih Sarman,,,Desy cemburu nih ya,,,tandanya cinta tuh,🤭

    Salam Sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗💖

    ReplyDelete
  18. Hesti duplikat Endah anaknya Nina kok ngotot hrs ketemu Danarto dg caranya dia memberi perhatian yg lebih pada Danarto .

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah. Mtr nuwun mb.Tien. AA05 mulai geregetan.
    Salam sehat dan Aduhai🙏

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah ....
    ADUHAI AH 05 dah tayang mksh bu Tien
    Selamat malam selamat beristirahat smoga ibu sehat2 sll...

    ReplyDelete
  21. Hesti langsung mengejar apa yang disuka meskipun yang disukainya itu belum tentu menyukainya. Itu ikhtiar Hesti.
    Tapi Deasy berusaha mengaburkan apa yang disukainya.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah .waduh Tutut makin kesini suka sama Sarman ..Desy curiga ma bpk dan ibunya...Wik pagi di sodorin dag dig duk Hesti ooo pasti makin buat cemburu..Danar laki2 lo awas kepincut deh ma Hesti ..tp Danar itu suka ma Desy yang Aah😄😄😄.terima kasih bu Tien ..ubek² nya manjur buat kita deg deg n gusar...Desy VS Danar dan ada Hesti.. Sarman n Tutut yg kakak satu bpk wahhh nih ada yg sakit Hati . Marah dan hmmmmm

    ReplyDelete
  23. Perasaan percintaan Danar - Desy seperti dialami banyak orang.
    Pura2 tdk suka krn takut suatu alasan, cowoknya ada yg dekatin cemburu...

    Saya percaya jodoh itu ada yg mengatur...

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah ....ADUHAI AH 05 sudah hadir, maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  25. Trmksh mb Tien AA 05 sdh tayang. Desy makin galau...org jawa bilang Dek sana mek itu menang mek... Akankah Hesti mampu merebut simpati Danarto? Ayo Desy inilah saatnya menunjukkan perhatian saat Danarto sakit... Abaikan sj ulah Hesti🤗

    ReplyDelete
  26. Hesti...mau jadi pengganggu nih.
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat dan selalu aduhai

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, matursuwun bu Tienqu yang ADUHAI...
    Semoga sehat selalu dan selalu menghibur PCTK dengan karyanya

    ReplyDelete
  28. Mulai deh konflik Tutut-Sarman dan Desy-Hesty, bu Tien.... Ah Aduhai

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah ...maturnuwun bu Tien makin seru

    ReplyDelete
  30. Deg 2an bacanya.
    Desy sih. Hesti kok genit jg ya Semoga Danar tak tergoda. Takutnya manas2i Desy, Desy mlh jd benci lho. Waduh py Tutut n Sarman
    Wah mb Tien memang ok.
    Salam manis n aduhai
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  31. Assalamualaikum wr wb. Hesty makin perhatian thdp Danarto, cemburukah Desy....mudah mudahan Danarto berjodoh dgn Desy.. Maturnuwun mbak Tien, semoga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  32. Mudah mudahan Desy tidak terlalu serius dan bisa menerima gejolak hatinya, Sarman dianggap kakak pertama dan itu beda bila dijadikan menantu, andai Desy curhat ke Lala jangan jangan malah bisa menjelaskan bahkan menyadarkan sikap Desy ke Danar apalagi ada tantangan didepan mata ada adik Hesti yang sangat perhatian pada mas Dokter sampai dibela belain pagi pagi datang mengunjungi Danar yang katanya atas permintaan Danar

    ADUHAI

    Nah gimana Des, bila tidak diplokamirkan perpacaran antara Desy dan Danar, bisa samber gelap hilang tuh Danar walaupun sekarang mati matian nenginginkan mu Desy.

    Hayuh tinggal kasih jawaban saja dari Desy
    Kasihan kan Danar, tuh Haryo dan Tindy siap jadi sponsor, Hesti pun pagi pagi datang juga ingin tahu kedekatan Desy dan Danar.



    Terimakasih Bu Tien,

    ADUHAI AH yang ke lima sudah tayang.

    Sehat sehat selalu doaku,
    sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  33. klu bisa sekali tayang 3 epesode lah, bacanya jg seru,

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...