ADUHAI AH 04
(Tien Kumalasari)
Hesti masih memegangi dahi Danarto ketika Danis dan
Desy masuk ke kamar.
“Panas sekali Mas,” celetuknya khawatir.
Danis yang lebih dulu mendekat, memegangi tangan
Danarto, Hesti melepaskan tangannya dan undur beberapa langkah. Danis dan Desy
masih memakai pakaian dokter. Jas putih bersih yang memang dipakainya sejak
berangkat dari rumah sakit. Hesti memandangnya dan mengira Danarto memang
mengundang mereka. Sekilas ditatapnya Desy, dan merasa seperti pernah
melihatnya. Tentu saja, baru kemarin dia menyapanya, lalu dia membalikkan tubuh
dan mengatakan bahwa dia salah alamat. Pikiran Hesti tak sampai kesana.
Barangkali karena penampilannya yang berbeda. Kemarin gadis biasa dan sekarang
dokter. Mana mungkin Hesti mengenalinya?.
“Kamu sakit begini, baru bilang sama aku,” kata Danis.
Danarto membuka matanya, dan tersenyum tipis.
“Mana obatku,” bisiknya pelan.
“Tidak disini, aku akan membawamu ke rumah sakit,”
tegas Danis yang memegangi lengan Danarto.
“Tidak … “
“Kamu itu dokter tapi bandel ya. Kamu sangat lemah.
Kemungkinan kamu tipes.”
Desy hanya berdiri terpaku di belakang Danis. Ia
gelisah karena melihat gadis cantik itu masih berada dirumah itu. Berarti …
“Desy, tolong suruh mereka mengambil usungan. Kita
harus membawanya sekarang.”
Desy tak menjawab. Ia membalikkan tubuhnya untuk
memanggil dua perawat yang memang ikut bersamanya.
“Jangan memaksa, aku tidak apa-apa.”
“Harus dipaksa,” kata Danis.
“Sakit apakah dia, pak dokter?” tanya Hesti.
“Belum tahu, kami masih harus memeriksanya sesampai di
rumah sakit,” jawab Danis.
Desy sudah ada dikamar itu lagi, dan Danarto
menatapnya lemah.
“Desy ?”
“Ya.”
“Mengapa diam di situ?” tanyanya pelan.
“Aku hanya mengantar Danis,” jawabnya tanpa mendekat,
karena dua perawat yang membawa usungan sudah masuk ke dalam kamar.
Mereka mengangkat tubuh Danarto yang semula
menolaknya, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya sangat lemah.
“Apa dia harus opname?” tanya Hesti yang mengikuti
mereka keluar dari kamar.
“Harus kita lihat keadaannya. Mungkin iya. Mbak
apanya?” tanya Danis.
“Saya … saya … hanya … hanya … teman.”
“Tinggal disini ?”
“Tidak … saya mau pulang ke … ke tempat kost saya.
Saya ditunggu taksi.
“Baiklah, tolong kunci pintu rumahnya, karena rumah
ini akan kosong sementara waktu.”
Hesty mengangguk.
Danarto sudah dimasukkan ke dalam ambulans, lalu Hesti
menyerahkan kunci pintu rumah kepada Danis.
“Desy, bawa kunci rumahnya.”
Hesti menyerahkan kunci itu kepada Desy, dan lagi-lagi
ia merasa pernah bertemu.
Desy hanya mengangguk, lalu mengikuti Danis masuk ke
dalam mobil.
***
Karena khawatir, Hesti memerintahkan kepada pengemudi
taksi agar mengikuti ambulans yang membawa Danarto.
Dia harus tahu keadaannya, karena dia sungguh merasa bersalah. Benarkah Danarto sakit karena sambal soto itu, ataukah sambal itu hanya pemicu timbulnya penyakit yang sebelumnya memang sudah ada tapi tidak dirasakannya?.
Sesampai di rumah sakit, dia menunggu di luar ruang
UGD, dan duduk dengan gelisah.
Ketika Desy keluar dari ruang UGD, Hesti mendekatinya.
“Dokter …” sapanya.
Desy terkejut, tak mengira Hesti mengikuti sampai ke
rumah sakit.
“Anda mengikuti sampai di sini?”
“Ya dok. Saya menghawatirkan keadaannya.”
“Oo… sangat manis terdengarnya,” kata Desy, tapi hanya
di dalam hati. Ada rasa aneh melihat seorang gadis lain begitu menghawatirkan
Danarto. Pasti ada sesuatu diantara mereka. Desy masih berpikir begitu.
“Anda sebetulnya siapa? Saudaranya?”
“Bukan … hanya teman … Oh ya, nama saya Hesti,” kata
Hesti memperkenalkan diri.
“O, hanya teman? Teman istimewa rupanya,” kata Desy
sambil tersenyum, serasa hanya menggoda saja, tapi sebenarnya dia sedang
memancing ujud hubungan mereka.
Hesti tersipu malu. Tuh kan, kenapa wajahnya mendadak
memerah dadu?
“Saya baru datang dari Surabaya kemarin. Lalu meminta
mas Danar mencarikan tempat kost untuk saya. Baru tadi siang saya pindah ke
tempat kost itu, setelah semalam bermalam di rumah mas Danar.”
“O ….”
“Kemarin baik-baik saja, tapi sejak paginya mengeluh
sakit perut. Ketika mengantarkan saya ke tempat kost, dia masih mengeluh,
setelah sebelum berangkat dia diare.”
Desy hanya mengangguk.
“Tadi saya kembali kesana karena tas saya dan dompet
ketinggalan. Tidak mengira dia sakit dan sepertinya parah.”
“Dia sudah ditangani, sebentar lagi akan dibawa ke
ruang rawat inap.”
“Bolehkah saya menemuinya?”
“Nanti, setelah di ruang rawat inap,” kata Desy
kemudian berlalu.
“Dokter …” panggil Hesti lagi, menghentikan langkah
Desy.
“Apakah sakitnya parah?” lanjut Hesti.
“Kita lihat saja nanti. Berdoa saja,” kata Desy yang
kali ini benar-benar berlalu, meninggalkan Hesti yang semakin khawatir. Dokter
cantik itu sama sekali tak memberinya harapan yang menyenangkan.
Hesti kembali duduk menunggu.
***
“Apa kamar ini terlalu sempit untuk kamu Man?” tanya
Tindy ketika Sarman selesai merapikan kamarnya.
“Tidak Bu, kamar ini cukup besar untuk saya. Bahkan ada meja
untuk saya belajar yang sama sekali tidak membuat kamar ini sempit.”
“Syukurlah. Aku berharap kamu bisa kerasan tinggal
disini, tidak hanya sehari dua hari lalu pulang ke rumah kamu.”
“Perhatian bapak sama Ibu sangat besar untuk saya. Ini
sangat berlebihan. Saya tidak tahu mengapa, tapi saya merasa telah mendapatkan
orang tua saya kembali,” kata Sarman yang tak urung matanya merebak menahan
tangis haru.
“Aku senang kamu menganggap kami adalah orang tua
kamu. Pasti sebelumnya kamu merasa sangat kehilangan.”
“Iya. Saya bahkan tidak pernah tahu siapa ayah kandung
saya.”
Tindy diam. Bukankah dia sebenarnya tahu? Ingin sekali
ia mengatakan yang sebenarnya, tapi Haryo melarangnya.
“Apa ibumu tidak menyimpan fotonya, barangkali bisa
untuk kenang-kenangan?”
“Ibu saya terluka hatinya karena ayah saya
meninggalkannya begitu saja, saat saya masih dalam kandungan, sehingga dia
membuang semua barang yang ada hubungannya dengan ayah saya.”
“Apa kamu juga ikut membencinya?”
Sarman diam. Sungguh dia membencinya. Wajahnya
mendadak muram, matanya berkilat, dan ada api kemarahan di sana. Tindy
menangkap semua itu dan menemukan jawabannya. Memang benar, Sarman amat
membenci ayah kandungnya. Ya Tuhan, bagaimana kalau kemudian dia tahu bahw
Haryo lah ayah kandungnya?
“Sarman, betapapun buruknya dia, dia adalah ayah
kandung kamu. Darahnya mengalir disepanjang nadimu. Kamu tak bisa mengingkarinya,”
kata Tindy lembut.
Sarman mengusap matanya.
“Kamu juga harus tahu, bahwa perjalanan hidup manusia
itu sudah digariskan dari Sana,” kata Tindy sambil jarinya menunjuk ke arah
atas.
Sarman menatap Tindy lekat-lekat.
“Dan kita juga tak bisa mengingkarinya.”
Lalu Sarman menundukkan wajahnya.
“Kalau kamu benci, kalau kamu marah, mau marah kepada
siapa? Kepada nasib? Kepada Allah Yang Maha Kuasa yang membuat hidupmu seperti
ini? Sungguh, sebuah perjalanan hidup itu sudah diatur olehNya, Sarman. Kamu
tahu itu?”
“Ya Bu,” Sarman menjawab lirih.
“Jangan pernah membenci siapapun, karena rasa benci
hanya akan membuat kita sakit. Coba rasakan, ketika kamu merasa marah atau
benci, pasti ada sesuatu yang mengganjal di dada kamu. Itu adalah rasa sakit,
dan luka. Berbeda kalau kamu tersenyum, gembira, merasa suka apalagi sayang,
yang terasa didada hanyalah rasa nyaman. Coba rasakan Sarman.”
Sarman mencoba memahani kata demi kata yang diucapkan
oleh Tindy dengan lembut. Ia teringat pada almarhumah ibunya. Sungguh Tindy
adalah pengganti ibunya, yang rasa sayangnya juga dia rasakan. Sarman merasa, bahagia memenuhi dadanya. Dan benar, bahagia itu adalah rasa suka, lalu ia tahu, memang benar yang ada hanyalah rasa nyaman.
“Apa kamu bisa menerima apa yang aku katakan?”
Sarman mencoba mengingat-ingat, ketika benci merayapi
hatinya, setiap kali mengingat ayahnya yang begitu tega meninggalkan ibunya,
dadanya terasa sakit. Iya benar, rasa benci itu menyakiti.
Sarman menghela napas panjang.
“Maafkan aku, kalau aku menyakiti kamu dengan
kata-kata tadi.”
“Tidak … tidak Bu … saya merasa sedang bertemu dengan
ibu saya. Saya bisa menerima apa yang Ibu katakan. Saya berterima kasih karena Ibu
menunjukkan sebuah jalan bagi saya, agar hidup saya juga merasa nyaman. Saya
akan mencobanya Bu, saya akan berusaha menghilangkan rasa benci itu. Terima
kasih Bu,” kata Sarman yang kemudian berlutut dihadapan Tindy dan terisak di depannya.
“Aku memang Ibumu, anggap saja begitu, karena dalam
hidup ini, aku akan merasa bahagia bila bisa membuat orang bahagia.”
Sarman mengusap air matanya, lalu mencium tangan Tindy
lama sekali.
***
“Mas Danar, maafkan Hesti ya?” kata Hesti ketika sudah
bisa menemui Danarto di kamarnya.
“Mengapa kamu minta maaf?”
“Aku yang mengajak Mas Danar makan soto, sehingga Mas
Danar makan sangat banyak sambal, lalu ….”
“Tidak, aku sudah sakit sebelumnya, hanya saja aku
tidak merasakannya. Jangan merasa bersalah.”
“Benarkah?”
“Ya, sekarang pulanglah, aku tidak apa-apa.”
“Danar, kamu harus banyak beristirahat," tiba2 Danis memasuki ruang rawat inapnya.
“Mana Desy?”
“Kamu belum ketemu dia?”
“Melihat dia di UGD tadi, belum sempat bicara.”
“Kangen ya?” goda Danis.
“Mana dong.”
“Kamu sakit, kayak anak kecil saja. Baiklah, aku
panggilkan, tapi jangan banyak bergerak, kamu terkena tipes,” kata Danis yang
kemudian keluar setelah mengangguk sekilas kepada Hesti yang berdiri terpaku
didekat ranjang.
“Kamu pulang saja,” kata Danarto kepada Hesti.
“Ya Mas, aku pulang dulu, setidaknya sudah melihat
keadaan Mas, besok aku kesini lagi.”
“Tidak usah bolak balik kesini, disini teman-teman aku
semua.”
Hesti mengangguk, kemudian beranjak keluar. Ada
pertanyaan mengganjal dalam hatinya ketika Danarto menyebut nama Desy dan Danis
menggodanya.
“Ada hubungan apa mas Danar sama yang bernama Desy?
Pacarnya? Aku kok ya tidak bertanya, apa mas Danar sudah punya pacar apa belum.
Bagaimana kalau sudah? Kecewa berat dong aku. Bisakah aku merebut hatinya? Siapakah
Desy, aku kok jadi pengin tahu,” kata batin Hesti.
***
“Desy, kamu ngapain di sini?” kata Danis yang melihat
Desy duduk di ruang prakteknya, sendiri.
“Ini, lagi … “
“Kamu sama Danar lagi marahan?”
“Eh, nuduh sembarangan. Siapa yang marahan ?”
“Ya sudah kalau enggak, tuh, kamu dicari.”
“Dicari siapa?”
“Danar lah, dari tadi nanyain kamu terus. Heran, pacar
sakit bukannya dirawat malah diacuhin.”
“Yee … pacar siapa?”
“Kamu selalu begitu deh, ya sudah … pacar atau bukan,
temuilah dia. Kalau nggak, nanti sakitnya tambah parah lho.”
“Iya, sebentar … “
“Sekarang saja. Ayo, aku sudah berjanji mau memanggil
kamu untuk dia.”
“Sudah nggak panas kan?” tanyanya sambil bangkit lalu
jalan bersama ke arah ruang rawat Danarto.
“Sudah menurun, setelah diinjeksi tadi. Payah, kenapa
bisa kena tipes sih? Makan sembarangan barangkali.”
“Namanya penyakit, suka-suka dia mau hinggap di mana,” kata Desy seenaknya.
“Kamu bener-benar nggak lagi marahan sama dia?”
“Enggak. Nuduh sembarangan deh.”
“Habis sikap kamu aneh. Dari tadi seperti nggak peduli
sama sakitnya dia.”
“Kan sudah ada sahabatnya yang merawatnya dengan baik.”
“Bagaimana dengan pacarnya?”
“Jangan sebut pacar lagi Danis. Kami tidak pacaran.”
Dan ketika Desy masuk ke dalam ruangan, maka Danis
meninggalkannya. Tanpa mereka sadari, ternyata Hesti masih ada disekitar tempat
itu dan menatapnya.
“Yang namanya Desy itu dokter? Dokter yang tadi? Oh
iya, bukankah tadi aku sempat membaca namanya? Tapi aku tak mengira kalau yang
dimaksud adalah dokter Desy. Pacarnya?” gumam Hesti sambil beranjak keluar,
lalu memanggil taksi.
***
“Ada apa?” tanya Desy sambil duduk ditepi ranjang di mana
Danarto berbaring,
“Aku sakit Des … “ katanya pelan.
“Iya aku tahu.”
“Kamu kok nggak peduli sih sama aku?”
“Kan sudah ada yang peduli.”
“Siapa?”
“Yang cantik dan sangat menghawatirkan kamu.”
“Hesti? Dia baru saja datang dua hari lalu. Rumahnya
di Surabaya.”
“Iya aku tahu.”
“Dia sudah mengatakannya? Ibunya, dulu teman sekolah
ibuku. Sekarang dia kuliah disini, kemarin aku mencari tempat kost didekat
kampus dia,” terang Danarto pelan. Tubuhnya masih terasa lemas.
“Ya, aku juga sudah tahu. Dia menginap semalam di
rumah kamu kan?”
“Dia datang sudah malam, saat aku pulang setelah
mengantar kamu.”
“Dia cantik, dan tampaknya penuh perhatian.”
“Kamu cemburu?”
“Nggaaak, mengapa harus cemburu.”
“Kamu kelihatan nggak suka. Tapi aku senang kamu
cemburu, berarti kamu cinta sama aku.”
“Ah ….”
Danarto tersenyum, walau wajahnya masih tampak pucat.
“Jangan pergi … Supaya aku cepat sembuh.”
“Manja.” sungut Desy. Tapi ia merasa iba melihat
keadaan Danarto. Wajahnya pucat dan tampak sangat lelah. Ia juga lega karena
Danarto masih membutuhkannya.
“Sudah, tidurlah.”
“Jangan tinggalkan aku, ya.”
“Ya.”
Lalu Danarto memejamkan matanya. Desy mulai meraba
hatinya. Apa yang terjadi? Nggak mau mengaku cinta, tapi rasa cemburu itu ada.
“Ya Tuhan, benarkah ini cinta?”
***
Desy sampai di rumah ketika hari sudah sore. Ia meninggalkan
Danarto saat dilihatnya Danarto sudah tertidur.
Ia melewati kamar Sarman yang terbuka, dan dilihatnya
Tutut sedang bertanya-tanya tentang banyak hal. Desy tersenyum, kemudian
beranjak ke kamarnya sendiri. Di ruang tengah dilihatnya ayah ibunya sedang
duduk bersantai.
“Baru pulang Des ?” tanya ayahnya.
“Iya Pak, Mas Danar dirawat.”
“Lhoh, sakit apa?”
“Sakit perut, sepertinya tipes.”
“Bagaimana keadaannya?” sambung ibunya.
“Tadinya panas tinggi, sore ini sudah agak mendingan.”
“Mudah-mudahan segera sembuh,” kata ayahnya lagi.
“Bu, lihat tuh, Tutut sama Sarman kelihatan rukun
sekali," kata Desy sambil tersenyum.
“Iya, Sarman itu kan pintar, kebetulan jurusannya
sama, jadi Tutut bisa banyak bertanya.”
“Bagaimana kalau dijodohin ?” canda Desy.
“Tidaaak…” seru Haryo dan Tindy hampir bersamaan. Desy
terkejut.
***
Besok lagi ya.
Ah...
ReplyDeleteHore mb Nani juara
DeleteAlhamdulillah jeng Nani Juara 1 selamat ya...
DeleteSaya baru pulang dari traweh kebetulan hari ini jadwal menerima tamy traweh keliling MUI Kel Antapani Kulon di RW-ku
Terima kasih bu Tien Ad..Ah episode 04 sdh tayang.
DeleteOh iya jeng WILLA L. SULLIVAN BOSTON, sdh berhabung di WAG PCTK mulai hari ini.
Semoga krasan dan betah dengan kita2 yang di Indonesia.
Salem( Boston) Selasa 26 April 2022, salam hangat untuk semua ibu, bapak, penggemar PCTK! Terima kasih bunda Tien saya sudah membaca Aduhai Ah seri 8 pagi ini, selamat malam semua sahabat tetap semangat puasa tinggal berapa hari lagi, salam sehat ya!
DeleteTerimakasih mbak Tien
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah ADUHAI-AH 04 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien 🙏
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSudah ada penampakan;
ADUHAI AH yang ke empat.
Mudah mudahan ada penjelasan diatas ambulan, agar tidak ada syak wasangka, siapa itu Hesti.
Hesti Nurani rambutnya ekor-kuda, Anak Bu Sriani, sahabat ibunya Danar yang diterima kuliah di kota ini.
Hemm cemburu dia, senyum lucu Danarto mengembang..
Ha ha ha ha,
DeleteCengkulêknya..
Keisengan Desy disambut paduan suara nada Alto dan Tenor dari ortunya, syairnya yang terucap "Tidak.."
Sik sik sik, åpå kuwi -cêngkulêknya-
Oo kuwi padha baé; rupanya = jêbulé.
Nah lho sama sama seirama; penasaran, mengapa tidak boleh, karena Sarman hanya sopir kampus kah?.
Wah mulai ada pemberontakan di hati para remaja atas nama hak asasi kebebasan berekspresi tentang rasa cinta..
Iho
håråtånåyå piyé kuwi hayo,
sampai kapan mereka berdua di sadarkan hubungan terlarang ini?
Sekali lagi
Terimakasih Bu Tien,
Sehat sehat selalu doaku,
Sedjahtera dan bahagialah bersama keluarga tercinta
🙏
Susah masuk,,🤭
ReplyDeleteAlhamdulillah udh tayang , terima kasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang ... salam sehat bu Tien
ReplyDeleteAlhamdullilah AA 04 sdh tayang bund..terima ksih..slm sehat selalu dri skbmi unk bunda sekeluarga🥰💖🙏
ReplyDeleteAduhaixa ada muncul lagi hehehe mdh2n anak tirixa p harjo yg 2 org itu ikut nimbrung mesti tambah ramai ya hehehe
ReplyDeleteButien emang amazing tenan
Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang ... salam sehat bu Tien. Kok gak bisa terkirim ya
ReplyDeleteAlhamdulillsh
ReplyDeleteSdh hadir
Matur nuwun bu Tien
Alhamdulillah, maturnuwun bu Tien
ReplyDeletesalam sehat selalu
Alhamdulillah ADUHAI-AH 04 telah tayang, terima kasih mbak Tien,salam sehat dan semoga selalu berbahagia bersama keluarga. Aamiin YRA.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah berkunjung.
ReplyDeleteTiidaaakk...., Tentu saja membuat Desy terkejut. Nahh ...beri tahu Tutut bahwa mereka tidak bisa hidup bersama.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH...
Matur nuwun, bu Tien. AA semakin ADUHAI
ReplyDeleteAlhamdulillah suwun ibu.
ReplyDeleteMugi Allah tansah paring karaharjan kasarasan dumateng ibu sekeluarga. Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteWow.. makin unyu2..top markotop Bu cantik memang aduhai.. salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteWah,bisa tidur nyenyak.
ReplyDeleteDesy masih malu2 kucing
Hesti km jangan genit ya.
Semoga Danar cepat sembuh
Wah semoga Tutut jangan sampai suka sama Sarman. Sarman sm Hesti aja ya mb Tien
Salam manis nan aduhai
Yuli Semarang
Alhamdulillah.. salam kenal bu tien..
ReplyDeleteWaduuuh...Sarman hrs segra diberitahu klo bapaknya itu Haryo...jgn sampe keburu jatuh hati sm Tutut...
ReplyDeleteDesy...akuinaja kata hatimu...cinta itu..😊
Makasiih bu Tuen AA04nya..
Memang benar2 aduhaiii...
Salam sehat selaku n aduhaii..🙏🌹
Eaaa.a.hampir kecolongan ...seperti kisah dian suka sama dina ya ..hehe...
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
𝐓𝐡𝐚𝐧𝐤𝐬 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐞𝐩𝐬 4 𝐬𝐝𝐡 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠. 𝐒𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡 𝐚𝐬𝐲𝐢𝐢𝐤 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚..𝐥𝐢𝐤𝐮² 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨 & 𝐓𝐢𝐧𝐝𝐲.
ReplyDeleteTerima kasih banyak mbak tien, semoga mbak tien sehat selalu.
ReplyDeleteSarman dan tutut tanpa sadar sedang menempuh jalan yg sangat berbahaya. Mudah²an mereka segera menyadari.
Semoga sakitnya Danar merupakan cara mendekatkan Desy dgnnya, sehingga keduanya menyatakan siap jadi pacar dan bahkan sbg suami isteri...
ReplyDeleteAlhamdulillah terimakasih mbak Tien salam sehat selalu...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien Aduhai 4 sdh hadir....asyik Desy cemburu tanda ada cinta..
ReplyDeleteAlhamdulillah......ADUHAI AH 4 dah tayang
ReplyDeleteMksh bu Tien...
Heeeem....Desi cemburu ni yee
Desy cem cem nih wah pasti deh makanya hrs tenan cinta ma dr Danarto.Tutut ma Sarman dasar Desy jail ya pasti Tindy ma Haryo bersamaan bicaranya la se darah gak blh nikah bahaya deh
ReplyDeleteAlhamdulillah,matur nuwun bu Tien 🤗💖
ReplyDeleteMemang Aduhaaii ah ,,cirinya Desy
Salam Sehat wal'afiat semua ya bu Tien
Bu Tien paling pinter bikin gemess. Ahh aduhaii❤❤
ReplyDeleteMakasih bu Tien👍💗
Horeeee.... ternyata sdh tayang
ReplyDeleteRapell...3 episode
Cerita yg menarik...
Ahh... Aduhaiii 😁
Salam sehat kagem mbak Tien 🥰
Ah..ah...ah...terus sih Desy
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien salam sehat selalu .
Desy desy klau cinta bilang aja cinta sama danar...nunggu opo meneh to des des....opo nunggu danarto di ambil orang hehehe
ReplyDelete....tarima bu tien
O O Hesti.Maturnuwun
ReplyDeleteSemakin menarik...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Alhamdulillah, suwun Bu Tien....salam sehat selalu....😊🙏🙏
ReplyDeleteDesy loving you what can i do best.. itu yg pernah aq baca? Knp mengingkari hati nurani? Nti ketika Danarto melabuhkan hati ke Hesti hatimu sakit... Rasa cemburu itu dtg... Segeralah kalian resmikan hub...sdh ckp lama Danarto menunggu. Benar kata Danie...apalg yg ditunggu? Sdh sm2 mapan... Biarlah Hesti mencr arjunanua? Siapa tahu berjodoh dg Sarman? Sptnya rmh Sarman yg dikontrak Desy... Semoga. Tutut akan ketemu jodohnya nti. Slm seroja mb Tien demikian pula utk para pctk🤗
ReplyDeleteYeiy... Tau aja nebak alur cerita bu Tien. Beliau paling hobi bisa ngaduk-aduk perasaan loh... Ah.
DeleteAlhamdulilah.. yang selalu dinanti tayang, mksh bunda Tien salam sehat selalu dan ah..ah..ah aduhai maaf terbalik..😊😊
ReplyDeleteAlhamdulillah ADUHAI AH 04 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu
Salam sehat dan ADUHAI AH
Terima kasih bu Tien, AA04 sdh hadir, Tindi dan Haryo kompak banget bilang tidaaak nya.. bikin Desy curiga..
ReplyDeleteAlhamdulillah ADUHAI AH 04 sdh hadir
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien, semoga sehat selalu
Salam sehat dan selalu .... ADUHAI AH
Alhamdulillah, salam sehat bu Tien
ReplyDeleteAduhhaiii....sungguh manis sekali ceritanya ....
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, semoga bu Tien sehat selalu. Aamiin 🤲
Alhamdulilah , teria kasih bu tien....salam sehat
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb. Ya, Desy tentu saja terkejut, krn tdk tahu asal muasal Sarman. Maka sebaiknya pak Haryo sgr memberitahu Sarman, siapa sebenarnya. Maturnuwun mbak Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteHadeh...
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu. Aduhai
Sehat ibu Tien blm tayang ya ...apa libur
ReplyDelete