ADUHAI AH 01
(Tien Kumalasari)
Sepasang anak muda sedang duduk disebuah taman. Udara
tak lagi panas, karena sore sudah menjelang. Hembusan angin yang semilir,
menerbangkan anak rambut sang gadis sehingga menutupi sebagian keningnya yang
mulus. Sesekali si gadis menyingkirkan anak rambut itu, dan si pria menatapnya
dengan takjub. Karunia kecantikan diberikan kepada gadis itu. Kecantikan yang
nyaris sempurna, karena dia juga memiliki hati yang baik dan lembut.
“Enak ya pacaran disini?”
“Apa?”
“Enak pacaran disini.”
“Siapa yang pacaran?”
“Aku, sama kamu.”
“Ah …”
“Tuh kan. Ah lagi deh.”
“Kita tidak sedang pacaran. Memangnya siapa pacar
kamu?”
“Kamu.”
“Ah …”
“Desy, bertahun-tahun aku menunggu, belum juga terbuka
hati kamu?”
“Bukankah kita hanya berteman?”
“Tapi aku berharap lebih. Desy, jangan mempermainkan
perasaan aku. Aku mencintai kamu sejak pertama kali melihat kamu.”
“Tapi aku tidak.”
“Waktu itu kamu mengatakan ‘belum’, sekarang tidak?”
“Aku takut jatuh cinta.”
“Cinta itu indah.”
“Bagaimana kalau tiba-tiba pudar?”
“Memangnya bisa pudar?”
“Cinta adalah warna dari sebuah kehidupan. Dan warna
itu pada suatu hari bisa pudar.”
“Tapi tidak dengan cintaku.”
“Begitu yakin?”
“Warna cintaku adalah warna alami yang tak akan
pudar.”
“Itu rayuan bukan?”
“Boleh saja dibilang begitu. Memang seorang wanita
harus dirayu supaya hatinya luluh.”
“Ah…”
“Hiih, ‘ah’ melulu, jangan membuat aku gemas dong.”
“Mas Danar, sungguh aku takut jatuh cinta.”
“Gambaran yang pernah kamu lihat bukan gambaran
keseluruhan dari apa yang ada di dunia ini, juga di sekitar kamu. Dunia juga
penuh warna, penuh kejadian, baik yang kita alami maupun yang pernah kita
lihat. Melihat hal buruk bukan cermin dari apa yang akan kita alami. Tapi
memberi pelajaran agar kita lebih berhati-hati dalam melangkah.”
“Nah, harus berhati-hati kan?”
“Jangan jadikan kata-kataku untuk menjeratku dalam
situasi yang seperti gambaran kamu. Tidak semua pria tidak setia.”
“Benar.”
“Nah, apa lagi?”
“Kan mas Danar bilang bahwa kita harus berhati-hati?”
“Tapi kamu salah menilaiku.”
“Kamu pria yang sukses, seorang dokter spesialis muda
yang pasti akan banyak pemujanya. Itu membuat aku takut.”
“Apakah aku harus menjadi laki-laki bodoh supaya kamu
suka sama aku?”
Desy tertawa lirih. Ia heran pada dirinya sendiri. Ia
suka laki-laki disampingnya. Suka karena selalu membuat dirinya nyaman,
wajahnya tampan, senyumnya menawan. Dia pria yang sukses dalam kariernya, dan
dengan setia menunggunya. Aduhai bukan? Dia juga selalu merasa rindu kalau lama
tidak bertemu. Tapi Desy selalu bilang takut jatuh cinta. Cinta kah namanya apa
yang dirasakannya?
“Mas Danar, aku sedang bertanya kepada diriku.”
“Apa pertanyaannya?”
“Apakah aku cinta sama kamu?”
“Bertahun menunggu, masih juga belum bisa menilai
perasaan kamu?”
“Entahlah, maukah kamu menunggu?”
Semilir angin semakin dingin, matahari mulai merayap
turun dibalik bukit. Jingga keemasan itu memberi tanda bahwa senja akan segera
tiba.
“Ayo pulang, sebentar lagi malam akan datang,” ajak
Danarto sambil berdiri.
Desy mengikutinya. Ada rasa sedih melihat sinar kecewa
diwajah Danarto.
“Maafkan aku,” bisiknya lirih.
Mereka berjalan berdampingan ke arah mobil yang
diparkir dijalan raya.
Danarto tersenyum tipis.
Mereka baru saja pulang dari dinas, lalu makan siang
bersama, dan bersantai di taman itu.
“Jangan marah ya?” bisik Desy pelan.
“Bagaimana bisa marah kepada gadis yang aku sayangi?”
“Ah …”
Perasaan Desy masih menggantung. Danarto berusaha
menerimanya. Mereka selalu bersama, tapi kata cinta di hati Desy belum
terungkap. Danarto heran, tatapan mata Desy begitu manis setiap kali
memandangnya. Dia juga tak pernah menolak setiap ajakannya, tapi sangat susah
mengetahui perasaannya. Begitu besarkah pengaruh keadaan keluarganya terhadap
dirinya? Walau kedua orang tuanya sudah baikan dan hidup tenang bersama-sama?
***
“Sarman, berhenti bersih-bersih kebun, sudah hampir
gelap nih,” tegur Tindy melihat Sarman masih berkutat di kebun bunganya.
“Sebentar Bu, pohon melati ini dahannya sudah berjuntai
kemana-mana, jadi tidak teratur. Ini sudah hampir selesai,” jawab Sarman.
Tindy mendekat. Anak tirinya teramat rajin bekerja.
Dia juga rendah hati. Tapi sejauh ini bahwa Sarman adalah anak Haryo, Sarman sama sekali belum
tahu.
Sarman kuliah di sebuah universitas swasta, atas permintaan
Tindy dan juga beaya dari Tindy. Sarman yang semula menolak, akhirnya menurut
dan kemudian dia sering membantu di rumah Tindy. Tahun depan kuliahnya selesai,
dan dia tetap menganggap bahwa Tindy adalah isteri atasannya yang sangat baik
dan mulia hatinya.
“Sarman, berhentilah. Cuci tanganmu dan duduk disini. Teh yang disediakan untuk kamu sudah mulai dingin,” ulang Tindy lagi sambil melangkah kembali ke teras.
“Iya Bu, ini sudah selesai.”
Tindy tersenyum melihat Sarman mencuci tangannya di
samping rumah, dimana biasanya dia mengambil air untuk menyiram bunga-bunga.
Haryo yang baru keluar dari dalam, kemudian duduk di
samping Tindy.
“Kemana Sarman?”
“Baru mencuci tangannya, dari tadi berkutat di kebun
bunga.”
“Dia juga suka merawat bunga. Dirumahnya juga banyak
ditanam bunga-bunga,” kata Haryo.
“Dia juga bilang begitu.”
“Terima kasih karena telah bisa menerima Sarman
seperti anak kamu sendiri, dan menyekolahkannya sampai hampir jadi sarjana,”
kata Haryo sambil menghirup tehnya.
“Anak itu kan tidak berdosa. Dia merasa sendirian, dan
disini merasa memiliki keluarga. Padahal sebetulnya memang keluarganya. Ya kan?”
“Karena kebaikan kamu.”
“Sudah, jangan diulang-ulang.”
“Aku merasa kecil dihadapanmu.”
“Bukankah sudah berkali-kali Mas mengucapkan itu? Dan
berkali-kali pula aku minta bahwa kita harus menutup masa lalu dan melupakan
semuanya?”
“Iya, aku tahu.”
“Tak ada yang sempurna di dunia ini. Bahwa kemudian Mas menyadari langkah yang salah, itu adalah karunia bagi aku. Hidup ini kan
sebenarnya terasa pincang kalau aku berjalan sendiri? Dan aku sudah
menjalaninya dengan ikhlas. Makanya ketika Mas kembali, aku mensyukuri
semuanya. Anak-anak juga akan bahagia.”
“Nah itu Sarman sudah selesai,” celetuk Haryo.
“Sini, lihat teh kamu sudah dingin,” kata Tindy.
“Iya Bu.”
“Duduklah,” kata Tindy lagi.
Sarman pun duduk lalu menghirup teh nya.
Kamu nanti pulang atau tidur disini?” tanya Haryo.
“Pulang Pak, sudah dua hari saya tidur disini. Saya
harus membersihkan rumah juga.”
“Sarman, bukankah sudah berkali-kali Ibu bilang.
Tinggal disini saja. Rumahmu itu bisa kamu kontrakkan, uangnya bisa untuk
tabungan kamu,” kata Tindy.
“Itu benar Sarman. Kamu disana juga sendirian. Disini
ada Bapak, ada Ibu dan adik-adik kamu,” kata Haryo.
“Tuh, disini kamu bisa menemukan keluarga yang
lengkap, dan di rumah kamu … kamu sendirian.”
“Saya sudah banyak menerima kebaikan di rumah ini.”
“Bukankah kamu sudah aku anggap seperti anakku
sendiri?”
“Iya Bu.”
“Jadi coba kamu urus rumah kamu. Dikontrakkan saja dan
kamu bisa tinggal disini.”
“Bagaimana Man?” sambung Haryo.
“Baiklah, nanti saya pikirkan lagi.”
“Mas Sarman, aku nanti diantarkan keluar sebentar ya?
Nggak akan pulang kan?” tiba-tiba Tutut keluar dari dalam.
“Mau kemana?” tanya Sarman.
“Cari buku.”
“Ya, nanti setelah shalat ya.”
Mereka melongok keluar ketika mendengar mobil memasuki
halaman.
Desy turun diikuti Danarto.
“Danar, masuklah,” sapa Haryo.
“Terima kasih Pak, saya mau langsung saja,” jawab
Danar.
“Lho, tidak mampir dulu?”
“Sudah sejak pagi belum pulang. Lain kali saja saya
mampir,” kata Danar sambil mencium tangan Haryo dan Tindy.
“Hati-hati ya Mas,” pesan Desy yang mengantarkan Danar
lagi ke mobilnya.
“Apakah mereka serius?” tanya Haryo pelan.
“Entahlah. Desy itu kan susah.”
“Bertahun-tahun tidak segera menikah, sementara Lala
sudah punya anak di luar negri,” keluh Haryo.
“mBak Desy itu takut,” celetuk Tutut.
“Takut apa?”
“Takut kalau nanti suaminya tidak setia.”
“Heii.. ngomongin aku ya?” kata Desy yang sudah naik
ke teras.
“Bapak tuh,” kata Tutut yang kemudian masuk ke dalam.
“Bapak bertanya, bagaimana hubungan kamu sama Danar.”
“Belum dipikirkan, Bapak. Sabar ya …" kata Desy
seenaknya, kemudian berlalu ke dalam rumah.
“Kelamaan, nanti mas Danar digaet gadis lain, baru
tahu rasa,” omel Tutut yang terdengar dari luar, kemudian terdengar pekikan
Tutut karena Desy mencubitnya keras.
Pak Haryo saling pandang dengan isterinya yang
tersenyum mendengar ulah kedua anak gadisnya. Sarman pun tersenyum, kemudian
berdiri.
“Mau ke masjid dulu Pak.”
“Ya sudah, sana.”
Sudah menjadi kebiasaan, Sarman selalu shalat di
masjid. Haryo dan Tindy pun segera beranjak ke dalam rumah.
***
“Mas Sarman, beli bakso yuk,” ajak Tutut ketika selesai belanja buku.
“Baiklah.”
Dan mereka kemudian mampir ke sebuah warung bakso.
“Kamu suka sekali bakso sih,” tegur Sarman ketika
keduanya sudah duduk menikmati pesanannya.
“Nggak suka banget sih, cuma nggak tahu kenapa kalau
lagi pengin makan kok larinya ke bakso. Mas Sarman nggak suka?”
“Aku tuh makan apa saja suka.”
“Kok nggak gemuk ?”
“Makanku nggak banyak. Kalau badan nggak begitu besar,
beli pakaian jadi irit,” canda Sarman.
Tutut tertawa.
“Mas Sarman selalu lucu deh. Makanan kok nyambungnya
ke pakaian.”
“Iya lah, bisa nyambung ke situ. Coba kalau orang
bilang, aku sekarang kurus ya, susah makan soalnya, pakaianku jadi longgar.
Tuh, ke pakaian lagi kan?”
“Iya juga.”
“Tapi aku tuh sebenarnya doyan makan, tapi kok nggak
gemuk ya?”
“Memang porsi tubuhnya segitu. Bagus. Cantik.”
“Benarkah cantik?” tiba-tiba Tutut merasa senang. Senyumnya
mengembang. Sarman mengalihkan pandangan ke arah lain. Selalu ada debar aneh
setiap memandangi senyum Tutut. Apakah dia suka? Tapi Sarman selalu
mengendapkan perasaannya. Sarman tahu diri, dia hanyalah anak pungut
yang diangkat oleh keluarga Haryo karena belas kasihan. Jangan bermimpi bisa
mengambil hati seorang Dewi yang jauh dari jangkauannya.
“Mas, kok ngelihat ke sana terus sih?” tegur Tutut.
Sarman terkejut. Ia terpaksa kembali menatap Tutut.
“Ngelihatin apa?”
“Bukan apa-apa, itu … jalanan ramai sekali.”
“Iih, memang saatnya jalanan ramai.”
“Iya juga sih, kok aku bisa heran ya?”
Tutut kembali tertawa lirih, dan kali ini Sarman
menundukkan wajahnya.”
“Mas.”
“Gadis ini benar-benar tak tahu, bahwa senyumannya
selalu membuatku berdebar tak karuan,” kata batin Sarman yang kembali menatap
Tutut. Mata bening itu berkilat-kilat, seperti sepasang bintang yang memancar
dari langit sana.
“Hari ini Mas Sarman agak aneh. Kalau ngomong
ngelihatin aku dong. Kan temannya ngomong itu aku?”
“Habisnya, kamu nggemesin,” Sarman kelepasan bicara.
“Tadi bilang aku cantik, sekarang bilang aku nggemesin,”
Tutut selalu bicara ceplas ceplos, kadang tak terkendali. Dia mirip Desy, hanya
saja Desy sering bisa menahannya, apalagi sekarang sudah lebih dewasa dalam
bersikap. Tapi Tutut masih tampak manja dan seenaknya.
“Emang iya,” lalu Sarman pun menanggapi seenaknya,
walau kemudian menyesalinya. Ia takut dikatakan lancang.
“Maaf ya.”
“Kok minta maaf segala?”
“Aku lancang bukan?”
“Tidak. Aku senang dong dibilang cantik dan
menggemaskan.”
Tuh kan, Tutut memang seenaknya, sementara Sarman
kebat kebit tidak karuan.
“Mas Sarman nanti mau pulang?” akhirnya Sarman lega,
karena Tutut mengalihkan pembicaraan.
“Iya, mau bersih-bersih rumah.”
“Mengapa tidak tinggal di rumah kami saja. Kan Mas
Sarman sudah punya kamar sendiri. Soalnya kalau ada Mas Sarman, gampang kalau
saya tanya sesuatu. Habisnya, Mas Sarman itu pintar. Aku kuliah lebih dulu,
tapi Mas Sarman bakal selesai sebelum aku.”
“Aku kan sudah ketuaan, jadi kalau kuliah nggak
selesai-selesai, malu sama yang muda. Lagian kasihan bapak sama ibu yang
membeayai aku. Lebih lama kuliah lebih besar dong beayanya. Apalagi aku sekolah
swasta. Mahal, tahu. Kalau bukan karena bapak sama ibu yang baik hati, mana
kuat aku bayar kuliah.”
“Bukan itu, memang Mas Sarman itu cerdas dan pintar.
Itu kata ibu juga lhoh.”
“Masa sih?” Sarman mengaduk-aduk minumannya, lalu
mencecapnya sambil melirik ke arah gadis didepannya. Senang lho, dipuji pintar
oleh gadis yang dikaguminya.
“Iya. Itu benar, aku senang karena bisa
bertanya-tanya.
Mereka pulang, dan entah mengapa sore itu Sarman
merasa aneh. Baru sekarang dia menyadari bahwa Tutut itu cantik dan menawan. Aduhai.
***
Danarto tidak langsung pulang ke rumah. Dia mampir
shalat di masjid, lalu makan di sebuah warung, Dia hidup sendiri, dan tak perlu
harus memasak setiap hari.
Dalam.perjalanan pulang itu pikirannya selalu dipenuhi oleh sikap Desy yang menurutnya jinak-jinak merpati. Rasa gemas selalu ditahannya. Kapan sih bisa meluluhkan hati gadis itu?
Tapi dia terkejut sekali, ketika mobilnya memasuki
halaman, dilihatnya seorang gadis duduk sendirian di teras.
***
Besok lagi ya.
ADUHAI AH
ReplyDeleteTayang pertama nih
Alhamdulillah
Moga bunda Tien ttp sehat dan semangat
Aamiin
DeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏Alhamdulillah
Alhamdulillah. Tayang perdana Aduhai ah ah ah
DeleteSelamat jeng In juara 1
This comment has been removed by the author.
DeleteAlhamdulillah......
DeleteGak Jadi tayang CERBUNG PENGGANTI.
Matursembah nuwun bu Tien, walau badan kurang sehat, terus berkarya demi para penggemarnya.
Semoga bunda cepat sehat kembali....
Soal LASTRI yang dibajak di NOVELTOON, mudah2an pembajaknya segera minta maaf sebelum di SOMASI.
Tetap semangat bun, kami ada dibelakang bunda.
Terima kasih bunda, semoga bunda Tien sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulilah, cerita baru sudah tayang Terima kasih mbak Tien srmoga mbak Tien dan kel sehat selalu..
ReplyDeleteSalam ADUHAI...
Terima kasih Bunda Tien ...Aduhai sudah terbit...salam sehatvta bub
ReplyDeleteAlhamdulillah..bisa ketemu lg dengan Bu Tindy yg super baik.. Tera kasih Bu Tien.. ADUHAI AH PERDANA sdh hadir..
ReplyDeleteSemoga Bu Tien sshat selalu..
Salam *ADUHAI AH*
Terimakasih Bunda Tien....Aduhai sudah terbit...
ReplyDeleteAlhamdulillah...cerbung baru Aduhai....salam Aduha ibuTien
ReplyDeletesehat selalu
Alhamdulillah cerbung baru dah tayang, makasih Bunda
ReplyDeleteMaturnuwun Ibu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏,sehat selalu beserta keluarga....
ReplyDeleteAlhamdulillah.. cerbung baru Aduhai Ah sudah tayang, terima kasih bunda Tien, salam sehat selalu...aduhai ah
ReplyDeleteAduhai Ah sdh terbit terimakasih Bu Tien
ReplyDeleteAduhai Ah sudah tayang,tks mbak Tien.
ReplyDeleteSalam Aduhai Ah dari Tegal.
Ikut kebat kebit karena sarman gak tau di jatuh cinta pada adiknya sendiri
ReplyDeleteSampun diparingi ... ADUHAI
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru Aduhai Ah sdh tayang ... Siapkah gadis yg dtg dikehidupan Danar andai Desy sll ragu? Gadis yg ada di hal rmhkah? Aduhai teka teki mb Tien dimulai? Smg lekas pulih mb Tien slm seroja selalu utk mb Tien dan para pctk. Aamiin YRA🤲🙏
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, ADUHAI AH sudah terbit.
ReplyDeleteLala sudah punya anak? Wah... kapan nikahnya, ga kasih kabar.
Desy kelamaan tu mikirnya, awas bisa diserobot Tutut loh.
Sebaiknya pak Haryo langsung berterus terang tentang Sarman agar tidak terjadi salah paham.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH...
Terima kasih Mbak Tien ... Asyiiik , ada cerbung baru ... Smg sehat sll & Salam Aduhai ...
ReplyDeleteAsiiik...cerbung baruu..ketemu lagi sm Desy..Danarto..Tutut..Sarman..eh Lala udh punya anak..
ReplyDeleteNaah..siapa gadis yh dirmh Danar..apakah anaknya Nina ya..siapa namanya lupaaa...🤦♀️
Semoga Danar tdk goyah...
Trimakasih bu Tien.. AA01 nya..
Salam sehat selalu dan aduhaiiii aaah...🙏🌹
Terima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteselamat datang Aduhai ah..
maturnuwun bi Tien
Wah udah Tayang Aduhai..
ReplyDeleteDan Desi blm juga nikah ..Nah tutus waduh kenapa Sarman blm juga di kasih tahu anak kandung Haryo.. siapa lg nih ada yg suka ma Dr Danar.hayoo nih selamat malam u bu Tien salam aduhai..terima kasih cerbung baru...nya
𝑨𝒉𝒌𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒋𝒖𝒈𝒂 𝒄𝒆𝒓𝒃𝒖𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒓𝒖𝒏𝒚𝒂..𝑺𝒆𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝑩𝒖 𝑻𝒊𝒆𝒏 𝒔𝒆𝒌𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒈𝒂...🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru ADUHAI AH sdh hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu lekas pulih dan sehat kembali.
Aamiin
Salam ADUHAI AH...
Penasaran komen kakek Habi saya buka Mangatoon penulis Inez Maulida tapi ada episode yg tertulis Tien Kumalasari
ReplyDeleteTien Kumaladari dijadikan judul digandeng sama Lastri.
Delete"Lastri Tien Kumalasari"
Karya Ines Maulida.
Puji Tuhan episode pertama sdh bikin penasaran.
ReplyDeleteDesi masih ada luka batin tentang pengalaman pasutri ayah ibunya, sehingga takut melangkah untuk bercinta dgn Danar.
Monggo ibu Tien dilanjut aja. Matur nuwun Berkah Dalem.
Alhamdulillah, Aduhai Ah sdh tayang 👍👏👏👏
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien, salam sehat dan bahagia.
Alhamdulillah, si Desy kembali lg.....suwun Bu Tien....
ReplyDeleteSalam sehat selalu....😊🙏🙏
Alhamdulillah cerbung baru, ADUHAI AH, sudah terbit.
ReplyDeleteKarya bu Tien ... Semoga gak ada yg kelewatan...
SEPENGGAL KISAH 151
20 Nov 2018 - 30 Januari 2019
SA'AT HATI BICARA 53
21 Mei - 17 Juli 2019
SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 59
19 Juli - 13 Sept 2019
DALAM BENING MATAMU 90
16 Sept 2019 - 19 Januari 2020
LASTRI 37
20 Januari - 28 Februari 2020
SETANGKAI MAWAR BUAT IBU 41
02 Maret - 16 April 2020
KEMBANG TITIPAN 31
18 April - 19 Mei 2020
LESTARI PUNYA MIMPI 30
21 Mei - 24 Juni 2020
CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 34
25 Juni - 30 Juli 2020
BUAH HATIKU 31
01 Agust - 03 Sept 2020
BAGAI REMBULAN 36
05 Sept - 10 Oktober 2020
ADA YANG MASIH TERSISA 38
12 Okt - 21 Nov 2020
SANG PUTRI 50
23 Nov 2020 - 16 Januari 2021
AYNA 44
18 Januari - 9 Maret 2021
JANGAN BAWA CINTAKU 47
11 Maret - 07 Mei 2021
MENGAIS CINTA YANG BERSERAK 48
11 Mei - 10 Agustus 2021
ROTI CINTA 52
12 Agustus - 14 Oktober 2021
MELANI KEKASIHKU 62
16 Oktober - 28 Desember 2021
MEMANG KEMBANG JALANAN 50
31 Des 2021 - 26 Feb 2022
BUKAN MILIKKU 40
01 Mret 2022 - 16 Aprl 2022
ADUHAI AH 01
18 April 1022 -
Asyik cerbung baru....semoga ceritanya gak kalah seru trims Bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru
ReplyDeleteTerima kasih bunda tien
Sehat selalu ya bunda
Aamiin
Alhamdulillah sudah terbit cerbung barunya yang mulai ADUHAI
ReplyDeleteSalam sehat selalu bu Tien
Alhamdulillah.selalu sehat & tetap semangat Maturnuwun Mbak Tien
ReplyDeleteAh ... aduhai ... makasihbmbak Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, cerbung baru. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb..slmt pgii bundaqu Tien..terima ksih tayangan perdananya Aduhai Ah 01..Semoga bunda sht sll dan tetap semangat..slm seroja dan aduhaai dri sukabumi🥰💖🙏🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, ternyata ADUHAI AH sudah mulai tayang.. maturnuwun bu Tien..🙏🙏🙏
ReplyDeleteHatur nuhun cerbung barunya mba Tien..
ReplyDeleteIni ditunggu tunggu sodara2ku yang ikut membacanya...
Salam sehat dan selamat berpuasa Romadhon..
Kang Idih Tea, Bandung
Pg, cerbung baru
ReplyDeleteMaturnuwun, mb Tien
Desi ki py to?
Semoga jangan Endah ya yg dirumah Danar
Salam manis nan aduhai mb Tien
Yuli Semarang
Alhamdulillah ADUHAI AH telah tayang PERDANA, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Langsung dilanjut bu Tien, aduhai ah
ReplyDeleteAlhamdulillah...cerbung baru ADUHAI AH dah tayang mksh Ibu Tien semogabsehat selalu dan semangat...
ReplyDeleteAsiiik..Aduhai ah.
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Salam sehat selalu
Assalamualaikum wr wb. Wah nggak nyangka, AA 01, sdh terbit dan seru. Maturnuwun Mbak Tien, semoga senantiasa dalam lindungan Allah Swt. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteBenar2 Aduhai...ah....terima kasih mbak Tien, salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah, Matur nuwun bu Tien untuk ADUHAAIInya,,memang Aduhaaii 👍👍👍
ReplyDeleteSehat wal'afiat semua ya bu Tien
Wow.. Aduhai..seru dan indah..pas judul nya..Bu cantik memang top markotop.. salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys,
Alhamdulillah ada kelanjutannya, Terima kasih bunda
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien,ini sambil mengingat MKJ..pasti lebih ADUHAI ini ntar 😊
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien dapat cerbung baru...ikutan happy baca yg lg jatuh cinta
ReplyDeleteSehat2 selalu ya Bun... 😍😘
Alhamdulillah Aduhai 2 tayang
ReplyDeleteBabak baru sudah dimulai...pertama baca sudah dag dig dug.....bunda Tien terimakasih cerbung barunya....
ReplyDeleteAlhamdulillah.matur nuwun cerbungnya zenk Tien,sehat ,semangaat, success selalu
ReplyDelete