Wednesday, March 16, 2022

BUKAN MILIKKU 14

 

BUKAN MILIKKU  14

(Tien Kumalasari)

 

Retno terpaku di pintu. Ia ingin kembali keluar kamar, tapi kemana? Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Ia ingin melangkah ke sofa dan berbaring disana, tapi tiba-tiba sebuah sapa membuatnya gemetar.

“Apa kamu mau terus berdiri disitu?”

Retno tak mampu melangkahkan kakinya. Tubuh yang semula terbaring itu bangkit dan melangkah mendekatinya. Retno hampir terduduk lemas ketika sepasang tangan mengangkatnya.

“Aauuhh,” jeritnya ketakutan.

Lalu Sapto membaringkannya di ranjang.

“Kamu takut?”

Retno diam membisu, memandang ke arah samping dengan wajah pucat.

“Kamu isteriku. Tidak lupa kan? Besok aku akan kembali ke Jakarta.”

Retno senang mendengarnya, tapi saat ini ia sedang dihimpit oleh rasa benci dan takut.

“Tapi aku punya kewajiban. Kamu harus hamil.”

Retno menarik napas panjang, berusaha menenangkan degup jantungnya.

“Kamu boleh membenci aku, dan boleh meminta agar aku menceraikan kamu, tapi ada saatnya. Kamu harus hamil dan melahirkan anak untukku. Itu harus kamu ingat.”

Retno merasa bahwa dirinya hanya seperti sebuah barang yang tidak punya hati dan rasa.

“Menolak keinginan suami itu dosa. Kamu tahu kan?”

Retno tahu, sangat tahu. Lalu dia kembali menghela napas, sambil memejamkan mata. Ia berusaha mematikan rasa, berusaha menganggap itu hanyalah mimpi. Ia seperti sedang melayang di angkasa, lalu melihat rembulan menangis, bintang berkedip penuh iba. Retno ingin bergayut diantara bintang-bintang itu, tapi mereka tampak mengecil, menjauh dan ia terjatuh di bumi dengan luka yang terasa ngilu di sekujur tubuhnya.

***

Pagi masih buta ketika suara bel tamu menggema ke seluruh rumah. Yu Asih yang sudah terbangun tergopoh ke arah depan, dan melihat Kori berdiri di depan pintu dengan wajah masam.

“Mana mas Sapto?”

“Barangkali masih tidur Bu, ini masih sangat pagi,” kata yu Asih yang segera bergegas ke belakang sebelum mendengar semburan kata kasar dari mulut wanita cantik yang menjadi isteri majikan mudanya.

“Mas Saptoooo!”

Teriakan itu terdengar jelas oleh Retno yang semalam tak bisa memejamkan matanya, dan meringkuk lemas dibawah selimut. Ia membiarkannya. Tapi Sapto yang tertidur disampingnya segera bangkit dan turun dari pembaringan. Ia kenakan pakaian dengan tergesa, kemudian keluar dari kamar, lalu mendapati isterinya berdiri kaku di luar pintu.

“Hmh, keenakan tidur ya, atau keenakan yang lainnya?” sengit Kori.

“Kamu kenapa sih, pagi sekali sudah berteriak-teriak,” kata Sapto kesal.

“Kita akan kembali ke Jakarta pagi-pagi, dan harus segera bersiap. Aku tak sabar menunggu kamu.”

“Aku harus mandi dulu,” kata Sapto.

“Mandi di rumah saja.”

“Aku juga harus shalat.”

“Di rumah kan bisa?”

“Sekarang. Tunggu aku disitu dan jangan banyak bicara,” kesal Sapto yang kemudian kembali masuk ke kamar, langsung ke kamar mandi.

Kori melangkah ke dapur. Yu Asih hampir terlonjak karena terkejut ketika tiba-tiba mendengar suara Kori.

“Buatkan aku coklat susu.”

“Oh, iya. Baik Bu Kori,” kata yu Asih terburu-buru.

“Aku tunggu di ruang tengah. Sekalian buatkan untuk pak Sapto.

“Baik Bu.”

Kori duduk di sofa ruang tengah, sambil sesekali menoleh ke arah kamar, dimana suaminya ada di dalamnya.

Wajahnya masih gelap ketika yu Asih menghidangkan coklat susu pesanannya. Diletakkannya dua gelas didepan Kori.

“Ibu mau dibuatkan roti bakar?” yu Asih menawarkan.

“Tidak, kami mau segera pergi.”

Yu Asih mengangguk, kemudian berlalu.

“Cepat maaas!” teriak Kori sebelum menghirup coklat susunya.

“Ada apa sih, pagi-pagi sudah berteriak-teriak?” tiba-tiba bu Siswanto muncul didekat Kori.

“Itu Bu, membangunkan mas Sapto, karena kami akan berangkat pagi-pagi,” kata Kori sambil terus menikmati minumannya.

“Mengapa harus pagi? Ada beberapa penerbangan yang bisa dipilih, tanpa harus tergesa-gesa,” kesal bu Siswanto.

Kori tak menjawab, sambil sekali lagi melongok ke arah kamar.

***

Retno bangkit dari ranjang setelah Sapto keluar. Ia melihat kartu ATM di letakkan di nakas.

“Kamu boleh beli apa saja. No PIN nya aku tulis disitu,” kata Sapto sebelum pergi.

Retno bergeming ketika itu.

Ia mengacuhkannya, kemudian beranjak ke kamar mandi, menuntaskan tangis disana.

***

Bu Siswanto dan Budiono sudah duduk di ruang makan. Yu Asih menghidangkan nasi goreng sosis dan telur ceplok yang wanginya menggoda.

“Asih, coba panggil Bu Retno, pastinya sudah bangun dia.”

“Baik Bu,” kata yu Asih yang kemudian bergegas menuju ke kamar Retno.

Ia mengetuk pintu pelan. Tak ada jawaban.

“Bu Retno, ini yu Asih.”

“Masuklah yu, suara pelan terdengar. Yu Asih membuka pintu perlahan, dan melihat Retno masih terbaring di ranjang.

“Bu Retno sakit?”

“Badanku kurang sehat yu, biarkan aku istirahat sebentar.”

“Ibu dan mas Budi menunggu di ruang makan. Kalau Bu Retno tidak enak badan, biarlah saya bawakan sarapannya ke kamar.”

“Eh, tidak yu. Baiklah, saya akan keluar,”

“Nah, barangkali itu lebih baik, sekalian minum obat kalau Bu Retno merasa tidak enak badan.”

Retno mengangguk, lalu bangkit dari ranjang. Ia merapikan rambutnya, menggelungnya seperti biasa, dan keluar dari kamar setelah merapikan ranjangnya yang berantakan.

Begitu memasuki ruang makan, bu Sis menyambutnya dengan sapa manis, seperti biasanya.

“Sarapan Ret, Asih masak nasi goreng nih. Sedap.”

Retno tersenyum tipis, lalu duduk di depan ibu mertuanya.

“Ayo Mbak, enak nih nasgor nya,” sapa Budiono.

“Ya, terima kasih.”

“Mbak kelihatan pucat, sakit?”

“Iya Ret, kamu pucat sekali. Sakit?”

“Hanya sedikit pusing, setelah ini saya mau istirahat di kamar saja.”

“Baiklah. Istirahat saja, tapi makan dan minum obat dulu. Sih, tolong ambilkan obat pusing di almari obat,” katanya kemudian kepada yu Asih.

Budiono menatap Retno. Wajah itu selalu menimbulkan rasa iba. Ia menduga-duga apa yang terjadi semalam, dan tampaknya seperti wajah yang kurang tidur. Matanya sayu dan sedikit sembab. Ingin rasanya dia mengelus rambutnya dan menghiburnya. Lalu Budi teringat pesan kakaknya. Kakaknya ingin agar dia menjaga Retno dan tak ingin ada kedekatan lain kecuali kedekatan seorang adik dan kakak ipar. Budi menyanggupinya, dan berusaha menahan gejolak hatinya, demi janjinya kepada sang kakak, dan demi menjaga perilaku santun di dalam keluarganya.

Retno hanya menyendok sedikit nasi gorengnya, kemudian meraih obat yang diletakkan yu Asih disamping gelas minumnya.

“Kok cuma sedikit makannya?” kata Budiono.

“Sudah cukup. Sekarang ijinkan saya mendahului ya Bu, mau istirahat sebentar.”

“Baiklah Ret. Lebih baik kamu beristirahat. Sapto sudah mengatakan kalau hari ini kembali ke Jakarta?”

Retno mengangguk pelan, kemudian berlalu.

Bu Siswanto menghela napas, lalu melanjutkan sarapannya.

“Mbak Retno masih merasa tertekan,” gumam Budiono pelan.

“Nanti akan Ibu ajak jalan-jalan sambil belanja, supaya dia semakin dekat dengan keluarga kita.”

“Tapi tampaknya dia sakit.”

“Kita lihat saja nanti. Kamu ke kantor kan hari ini?”

“Ya, kalau Ibu mau keluar, telpon Budi, nanti Budi antarkan.”

“Iya, gampang, nanti Ibu kabarin.”

***

Tapi siang hari itu Retno nggak bisa bangun. Dia merasa kedinginan. Ditariknya selimut agar menutupi seluruh tubuhnya.

Ketika yu Asih masuk ke kamar untuk mengajaknya makan siang, Retno menggelengkan kepalanya.

“Aku nggak makan Yu,” lirihnya.

Yu Asih mendekat, memegangi tangan Retno, kemudian dahinya.

“Ya ampun Bu, badan Ibu panas sekali,” pekik yu Asih.

“Aku kedinginan.”

Asih membetulkan letak selimut Retno, sehingga menutupinya sampai ke dada. Lalu dia beranjak keluar, menemui bu Siswanto yang sudah duduk di meja makan.

“Bu, tampaknya Bu Retno sakit.”

“Apa?” bu Siswanto terkejut.

“Badannya panas sekali. Saya akan membawakan makan ke kamarnya saja.”

“Apakah ada obat panas di almari?”

“Ada Bu, nanti saya bawakan sekalian. Ibu makan sendiri dulu ya Bu,” kata Asih sambil menyiapkan makan untuk Retno.

“Nanti sore kalau masih sakit aku akan membawanya ke dokter.”

“Iya Bu, lebih baik begitu.”

Asih membawa makan siang Retno ke dalam kamar, tapi Retno menolaknya.

“Nggak mau Yu, aku mau tidur saja.”

“Jangan begitu Bu, Bu Retno harus makan. Yu Asih masak sup ayam sama perkedel. Saya suapin ya. Supaya setelahnya Bu Retno bisa minum obat.”

Retno diam saja. Tubuhnya menggigil. Yu Asih memaksanya makan, dengan menyuapinya sedikit demi sedikit.

“Sudah Yu.”

“Sedikit lagi Bu, ini masih anget, pasti enak terasa di tubuh. Setelah ini lalu minum obatnya.”

Retno menurut ketika Asih menyuapinya dua tiga suap lagi, lalu menggeleng.

“Sudah Yu, kalau dipaksa bisa muntah.”

“Baiklah, sekarang minum obatnya ya Bu.”

Yu Asih melayani Retno dengan telaten, kemudian ia meninggalkannya.

“Bagaimana? Dia mau ?” tanya bu Sis ketika Asih melewati ruang makan.

“Mau beberapa suap Bu, lumayan.”

“Obatnya?”

“Sudah saya minumkan. Semoga panas badannya turun. Tadi sampai menggigil.”

Bu Siswanto mengangguk. Setelah makan dia memasuki kamar Retno. Retno memejamkan mata dengan selimut menutupi hampir seluruh tubuhnya.

Ia memegang dahi menantunya.

“Panas sekali. Nanti kalau sampai sore panasnya belum turun, kita ke dokter ya.”

“Tidak usah Bu, biarkan saya istirahat saja dulu,” jawabnya tanpa membuka matanya.

“Ya sudah, istirahatlah, kalau butuh apa-apa, panggil Asih ya.”

Bu Siswanto meninggalkan kamar Retno dengan perasaan prihatin. Diam-diam terpikir olehnya, bagaimana caranya agar membuat Retno bahagia.

***

Wahyudi baru saja menstandartkan motornya, ketika seseorang mengejutkannya dari belakang.

“Mas, baru pulang?”

“Aduh Wuri, kamu itu selalu begitu ya, membuat aku terkejut saja,” keluh Wahyudi sambil melangkah mendekati rumah. Wuri mengikutinya.

“Ibu mengirimi kamu untuk makan malam nih.”

“Ya ampun Wuri, bilang sama Ibu bahwa tak usah selalu repot untuk aku.”

“Ya nggak apa-apa Mas, kan ibu tinggal ambil, nggak usah beli, wong dagangan punya sendiri.”

“Barang yang didagang itu kan asalnya juga dari beli?”

“Sudah, nggak usah protes. Menolak rejeki itu nggak baik,” kata Wuri sambil mengikuti Wahyudi masuk ke rumah, kemudian menata nasi dan lauk yang dibawanya, diletakkannya di meja makan.

“Bilang Ibu, terima kasih ya Wuri.”

“Iya. Ya sudah, aku pulang ya?”

“Kok pulang sih?”

“Lha kok nggak boleh pulang? Memangnya aku harus menginap disini? Bisa-bisa ditangkap hansip.”

“Kalau ketangkap terus dinikahkan, seneng kan?”

“Menikah sama kamu mas? Ogah.”

“Kenapa ogah?”

“Nggak suka menikah sama orang tua,” kata Wuri sambil nyengir lalu buru-buru keluar rumah sebelum Wahyudi melemparinya bantal dari sofa yang ada didekatnya.

Wahyudi tersenyum. Dengan adanya Wuri yang setiap hari didekatnya, perlahan dia bisa melupakan sakit hatinya. Wuri sangat cerewet, menggemaskan dan terkadang lucu. Baru beberapa waktu ini Wahyudi dekat dengan Wuri. Dulu, setiap pulang, waktunya selalu dihabiskan bersama Retno. Pulang saat sudah malam, lalu esok paginya sudah kembali ke Jakarta. Tetapi sekarang tidak lagi. Dia minta agar dipindahkan ke kota asalnya, saat frustasi ketika kehilangan Retno, sehingga Wuri sering kali bisa  menemaninya.

Wahyudi membersihkan diri, lalu berganti pakaian. Ia membuat minuman hangat, dan menikmatinya seorang diri sambil melihat televisi.

Tiba-tiba Wuri datang lalu duduk begitu saja di depannya.

Wahyudi menatapnya tak berkedip.

“Mas, mau minta tolong, bisa nggak?”

“Minta tolong apa? Kalau aku bisa melakukannya, ya pasti bisa lah. Apa sih yang enggak buat kamu?” kata Wahyudi sambil menatap lucu.

“Ibu agak sakit, tadi ke dokter, tapi obatnya belum diambil. Mau mengantarkan ke apotik?”

“Boleh, sekarang?”

“Soalnya sepeda motorku agak rewel. Nggak tahu kenapa, mungkin businya harus diganti.”

“Baiklah. Ayo sekarang saja kalau begitu. Aku ganti pakaian dulu. Untunglah motorku masih di depan. Besok aku lihat motor kamu, yang rusak apanya. Kalau memang ada yang rusak, dibawa ke bengkel saja.”

“Iya mas. Sekarang aku pulang dulu, resepnya belum aku bawa.”

***

Wahyudi sedang menunggu resep disiapkan, dan duduk sambil otak atik ponsel masing-masing. Tiba-tiba masuk seorang pria muda, memberikan resep ke petugas apotek, lalu menunggu di tempat duduk, yang kebetulan letaknya berhadapan dengan mereka.

Wuri meliriknya sejenak, kemudian kembali mengotak-atik ponselnya.

Tak berapa lama, sebuah nama dipanggil, dan pria muda didepan Wuri berdiri.

Wuri melotot kesal.

“Eh, dia baru datang, kenapa sudah selesai? Aku yang dari tadi menyerahkan resep masih harus menunggu?”

Wuri berdiri disamping pria itu, ketika petugas apotek sedang menerangkan cara minumnya.

“Eh, mbak. Kenapa punya dia sudah jadi dan punyaku belum?” protesnya.

“Mbak, nama pasiennya siapa?”

“Ibu Sumantri.”

“O, ibu Sumantri itu obatnya ramuan Mbak, jadi agak lama. Sedangkan Ibu Retno ini, obat paten. Jadi disiapkan lebih cepat."

Wahyudi mengangkat kepalanya, mendengar nama Retno disebut. Tadi dia tak begitu memperhatikan, tapi setelah melihat Wuri protes, dia melihat ke arah Wuri dan laki-laki di sebelahnya. Wahyudi terkejut. Bukankah itu suami Retno? Pikirnya.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

81 comments:

  1. Alhamdulillah.... salam aduhai mbk Tien, sehat selalu

    ReplyDelete
  2. Alhmdllh... yg dtunggu sdh hadir... terima kasih... sehat yrs Mbu Tien

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah yg di tunggu sdh hadir..
    Terima kasih Bu Tien..
    Semoga Ibu sehat selalu..
    Salam *ADUHAI*

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah suwun mbak Tien kumalasari salam sehat dan aduhaai dari Cibubur

    ReplyDelete
  5. Alhamdulilah.. BK sdh tayang
    Tks bunda Tien...
    Semoga retno cepat sembuh ya..
    Semoga bunda sehat dan selalu bahagia bersama kelg tercinta..
    Salam aduhaiii... 🙏🙏❤

    ReplyDelete
  6. Slmt mlm bunda Tien.. Trimaksih BM nya.. Salamsehat sll unk bunda

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah , terimakasih Bu Tien BM 14 sudah hadir

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah BM 14 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun, bu Tien. Hari ini BM muncul gasik. Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah,BM~14 sudah hadir, maturnuwun bu Tien 🙏

    Reply

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah yang penting mbak Tien sehat wal'afiat ...

    ReplyDelete
  12. 𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pak Indiyanto
      Lama nggak komen ya
      Semoga selalu sehat

      Delete
  13. Alhamdulilah baca gasik.. trmksh mb Tien. bm14 nya... slm seroja selalu utk mb Tien dan para pctk🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah
    Gasik
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  15. Maturnuwun bu Tien.. BM014nya...

    Salam sehat selalu dan aduhaiii..🙏💟🌷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Ibu Maria.
      Sekarang komennya pendek2 yah?
      ADUHAI

      Delete
  16. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,

    ReplyDelete
  17. Sugeng dalu sederek sedaya
    BM gasik... Tp kok cepet banget slesenya
    Maturnuwun mb Tien.
    Semoga mb Tien sehat
    Salam manis nan aduhai
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  18. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan,

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah...
    Syukron Mbak Tien *BuMil*-nya⚘⚘⚘⚘⚘

    ReplyDelete
  20. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  21. Alhamdulilah ..suwun bunda Tien BM 14 yg ditunggu2 sdh hadir

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah
    Aduh sdh ketinggalan
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  23. Matur nuwun Bu Tien, tayang gasik.salam Seroja ah. Aduhai, ceritanya semakin selalu mengharapkan terus.
    Sugeng istirahat, Sugeng sare.

    ReplyDelete
  24. Slhamdulillaah BM nya muncul
    Makasih bunda ... selalu sehat

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah sdh tayang ....
    Nunggunya ketdran an jd telat... Trimakasih bu Tin salam sehat selalusalam aduhai. Pengin cepet baca

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah
    Horeeee.... matursuwun mbak Tien

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah BM 14 dah tayang, Makasih Bunda Tien sehat selalu dan tetap semangat.
    Met malam dan met istirahat.
    Salam ADUHAI.......

    ReplyDelete
  28. Terima kasih... Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  29. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
    Wahyudi makin dekat dengan Wuri ya, cepat nian move on.
    Yang asli menderita malah tampak bahagia, bisa aja.
    Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang ADUHAI.

    ReplyDelete
  30. 𝘊𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘶𝘦𝘯𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘦𝘬...
    𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...

    ReplyDelete
  31. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga BM 14 hadir menghibur kami penggandrungnya.

    Semoga Retno cepat sembuh dan terhibur oleh kebaikan hati Bu Sis, Budi maupun yu Asih.

    Monggo ibu, dilanjut aja penasaran. Matur nuwun Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  32. Sakitbya retno karena stres ya bu tuen

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah BM 14 dah tayang, Matur nuwun mbak Tien. Salam sehat selalu dan tetap semangat.

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah BM 14 sdh tayang. Matursuwun bu Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  35. Terima kasih bunda Tien, salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah...
    Matursuwun bu Tien...smg ibu sehat sll...salam santun dari Yk....aduhai.....

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda tien
    Semoga sehat selalu ya bunda
    Aamiin

    ReplyDelete
  38. Terimakasih bu Tien.
    Salam sehat dan aduhai selalu.

    ReplyDelete
  39. Sami2 Ibu Sri
    ADUHAI dan sehat selalu

    ReplyDelete
  40. Assalamualaikum wr wb. Maturnuwun Bu Tien tdk terasa sdh di episode 14, ditunggu lanjutannya, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
      Aamiin ya robbal alamin
      Matir nuwun Pak Mashudi
      ADUHAI

      Delete
  41. Alhamdulilah sudah bisa membaca kisah Retno,Sapto,Wuri, Wahyudi....
    Matur muwun Bu Tien. Sugeng siang menjelang nisfu Sya'ban. Semoga semuanya selalu dalam perlindungan Alloh dan mendapat ampunan. Aamiin

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah .trima kasih Bu Tien .mohon maaf lahir dan batin, ini malam Nifsu Syaban ..semoga kita semua selalu di beri sehat

    ReplyDelete
  43. Saya sekeluarga mohon maaf lahir batin atas segala khilaf dan kesalahan saya selama berikteraksi di blog bu Tien Kumalasari.
    Semoga Allah ridho dan mengijabah doa-doa kita semua. Aamiin.

    5 Keistimewaan malam Nisfu Sya’ban….
    Kamis / hari ini setelah adzan maghrib….

    Pertama, lailatu ‘iid al-malaikah (Malam Raya Malaikat). Sebagaimana manusia, para malaikat juga memiliki malam raya. Yaitu malam nisfu Sya’ban dan malam lailatul qadar.

    Kedua, lailatul Qismah (malam pembagian). Pada malam nisfu Sya’ban, Allah membagikan penentuan rejeki dan ajal manusia.

    Ketiga, lailatul bara’ah (malam kebebasan). Inilah malam ketika Allah membebaskan manusia dari dosa-dosa dan api neraka.

    Keempat, lailatul ijabah (malam dikabulkannya doa). Pada malam ini doa yang kita panjatkan kepada Allah pasti akan diterima.

    Kelima, lailatul barakah (malam keberkahan). Para malaikat di malam nisfu sya’ban akan menyebar mendekati hamba-hamba Allah dan melayani apa yg di inginkannya.

    Semoga bermanfaat.

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...