MEMANG KEMBANG JALANAN
42
(Tien Kumalasari)
Haryo memutar kursi rodanya, kembali ke kamar. Dalam
hati terus bertanya, siapa yang telah membayar semua beaya ketika dirinya
dirawat selama ini.
Hari ini Desy mengatakan bahwa dia akan datang agak
siang. Haryo berencana pulang setelah meminta tolong sopir di kampus agar
menjemput dan mengantarkannya. Ia tak ingin Desy memaksanya untuk pulang ke
rumah.
Tadi pagi dokter Winoto yang memeriksanya telah
mengijinkannya pulang hari itu, dengan catatan harus selalu kontrol setiap
obatnya habis.
Tak lama setelah dia dirawat, Desy telah mengambil
mobil ayahnya yang diparkir di depan rumah makan dimana terjadi penganiayaan
itu, lalu diparkir di halaman rumah sakit, untuk mempermudah kalau
sewaktu-waktu ayahnya diperbolehkan pulang. Tapi kenyataannya Haryo tidak bisa
menyetir mobilnya karena kaki sebelah kirinya yang lumpuh. Mata kirinya juga
tak bisa melihat dengan jelas sehingga dia harus selalu memakai kacamata yang dipesan khusus oleh Desy.
Haryo membenahi barang-barang yang bisa dibawanya,
lalu duduk menunggu. Ia berharap sudah pergi dari rumah sakit sebelum Desy
datang.
Perawat yang kemudian datang, mengatakan bahwa semua
administrasi telah diselesaikan. Namun perawat itu tak tahu siapa yang
melakukannya. Ia hanya memberikan sebungkus obat yang harus diminum Haryo
selama rawat jalan.
Haryo berjanji akan menanyakannya nanti siapa yang
melakukannya, setelah dirinya ada di rumah. Kemudian dia meminta secarik kertas
dan amplop serta alat tulisnya kepada perawat yang membawa obatnya. Ketika sudah
didapat, Haryo menuliskan sesuatu, lalu memasukkannya ke dalam amplop.
“Suster, tolong nanti surat ini disampaikan kepada
anak saya, kalau dia datang.”
“Baiklah Pak,” kata suster sambil menerima amplop itu
dan dimasukkannya ke dalam saku bajunya.
Sopir kampus yang datang, sangat terkejut melihat
keadaan Haryo.
“Bagaimana Bapak bisa menjadi seperti ini, sementara
tidak ada teman-teman di kampus yang mengetahui keadaan Bapak?” tanya Sarman,
sang sopir.
“Ceritanya panjang, sambil jalan aku akan cerita,
bantu aku membawa barang-barang itu,” perintah Haryo.
Sarman menurut. Ia mendorong kursi roda Haryo sambil
menenteng tas yang tidak begitu besar, berisi beberapa baju.
Perawat yang mengenalnya hanya menyapa, dan semuanya
mengira kalau kepulangan Haryo sudah sepengetahuan keluarganya.
“Selamat ya Pak, semoga segera pulih,” sapa salah
seorang perawat.
“Terima kasih suster,” Haryo menjawab pelan sambil
tersenyum tipis.
Sarman membantu Haryo naik ke atas mobilnya, lalu
Haryo memintanya agar segera membawanya pergi, pulang menuju rumahnya.
“Kamu tidak usah cerita ke teman-teman kampus tentang
aku,” pesan Haryo ketika sudah dalam perjalanan.
“Mengapa Pak? Seharusnya mereka tahu, supaya mereka
juga memperhatikan Bapak.”
“Tidak perlu, aku ingin menyepi dulu.”
Sarman juga heran ketika Haryo bukannya meminta
membawanya pulang ke rumah yang biasanya dia tinggal. Lebih heran lagi ketika
Haryo menyuruh memasuki halaman kecil dengan rumah yang mungil, agak jauh dari
keramaian kota.
“Bapak tinggal disini?”
“Ya. Bantu aku turun.”
Sarman membantu Haryo turun, setelah menyiapkan kursi
roda di depan pintu mobil, dengan perasaan masih terheran-heran.
“Turunkan barang-barang aku, biar aku jalan sendiri.”
Haryo menjalankan kursi rodanya ke arah teras. Sarman
hanya membantunya ketika akan naik ke teras. Lalu Haryo membuka pintu rumahnya.
Bau pengap menyengat segera tercium, karena selama
sebulan lebih rumah itu tertutup rapat. Sarman membantu membuka semua jendela.
“Rumahku kotor dan berdebu. Tapi aku bisa
membersihkannya.”
“Biar saya bantu Pak,” kata Sarman setelah meletakkan
bawaan Haryo. Ia kebelakang dan mengambil sapu.
“Terima kasih Man,” kata Haryo sambil memasuki
kamarnya.
Ia bisa membuka jendela kamarnya karena jendela itu
tidak terlalu tinggi. Haryo merasa lega. Ia mendekati tempat tidurnya dan
membersihkannya dengan sapu lidi yang tak jauh dari sana. Lalu mencoba turun
dari kursi roda, kemudian duduk di tepi tempat tidur. Ia merasa senang bisa
melakukannya sendiri. Ia berharap tak akan membutuhkan siapapun dan siap hidup
sendirian.
Ternyata Sarman membantu membersihkan seluruh rumah
karena kasihan melihat keadaan Haryo. Ketika menjenguk ke arah kamar, Sarman
tersenyum melihat Haryo duduk di tepi pembaringan, lalu ketika melihat Sarman,
Haryo berusaha duduk di kursi roda kembali. Ia melarang ketika Sarman ingin
membantunya.
“Biar aku sendiri Man, nantinya aku kan harus
melakukannya sendiri.”
Dan ternyata Haryo bisa melakukannya.
“Mengapa Bapak tinggal disini? Tidak bersama Bu
Haryo?”
“Tidak, aku ingin sendiri disini,” kata Haryo yang kemudian
menjalankan kursi rodanya keluar dari kamar. Sarman mengikutinya.
“Maaf, apa Bapak sudah … sudah … bercerai?”
Haryo menggeleng.
“Kalau begitu ….”
“Aku mencoba hidup sendiri. Jangan katakan kepada
siapapun bahwa aku tinggal disini,” pesan Haryo wanti-wanti.
Sarman tak ingin bertanya lagi, karena nyatanya Haryo tidak ingin banyak bercerita tentang kehidupannya.
Sebelum pergi, Sarman membelikan makan untuk Haryo.
“Ini untuk makan siang Bapak, dan juga untuk sore.
Saya juga membelikan cemilan untuk Bapak.”
“Terima kasih Man.”
“Bagaimana untuk besok ?”
“Jangan kamu pikirkan. Aku bisa memesan makan dan
minum. Bukankah sekarang bisa beli apapun secara on line?”
Haryo memberikan uang tip untuk Sarman, yang walau
semula menolak tapi Haryo memaksanya.
“Aku sudah memesan taksi untuk kamu kembali ke
kampus,” kata Haryo.
“Ya ampun Pak, saya kan bisa mencarinya sendiri.”
“Tidak apa-apa, terima kasih sudah membantuku pulang.”
“Saya akan sering datang kemari. Tapi kalau Bapak
memerlukan apapun, Bapak bisa menghubungi saya. Saya akan siap membantu Bapak.”
“Terima kasih Man.”
***
“Ibu sudah pulang?” tanya Desy yang ketika itu siap
berangkat ke rumah sakit. Ia mendapat jadwal tugas malam hari itu.
“Ya, kamu ternyata belum berangkat?”
“Ini baru mau berangkat. Nanti Desy tugas malam.”
“Oh, pulang pagi dong.”
“Hari ini Bapak boleh pulang.”
“O ….”
“Apakah … apakah boleh … Bapak pulang kemari?”
Tindy terdiam.
“Tapi kalau tidak boleh, tidak apa-apa, Desy
mengerti,” lalu Desy mengambil tas nya, siap untuk berangkat.
Desy mencium tangan Ibunya dan berlalu.
“Desy,” langkah Desy terhenti, menoleh ke arah ibunya.
“Terserah kalau dia mau pulang kemari,” kata Tindy lirih.
Desy tersenyum. Ia membalikkan tubuhnya, dan kembali
mendekati Ibunya.
“Terima kasih Bu,” lalu diciumnya Ibunya.
“Hati-hati,” pesan Tindy ketika Desy berlalu.
Tapi kemudian Desy kembali lagi.
“Ada apa?”
“Desy lupa bilang sama Ibu, Bapak minta maaf.”
Tindy mengangguk, lalu kali ini Desy benar-benar
melangkah pergi.
Tindy mengantarkan anaknya sampai ke teras,
menungguinya sampai mobil yang dikendarai anaknya hilang di balik pagar. Ada
setitik air mata membasah, yang kemudian diusapnya dengan jarinya.
“Desy lupa, dia masih suamiku. Mana bisa aku
melarangnya pulang?” bisiknya lirih, kemudian masuk ke dalam rumahnya.
***
Desy melangkah ringan memasuki ruang inap ayahnya,
tapi terkejut melihat perawat membersihkan tempat tidur yang semula dipakai
oleh ayahnya. Ia melihat ke sekeliling, kursi roda yang dibelikannya untuk
ayahnya sudah tak ada disitu. Dia membuka almari, tak selembarpun pakaian
ayahnya yang tersisa.
“Dok, bukankah Pak Haryo sudah pulang?” sapa perawat
yang heran melihat ulah Desy.
“Pulang?” suara Desy hampir terdengar seperti sebuah
lengkingan.
“Sudah kira-kira dua jam yang lalu.”
Desy kalang kabut. Ia berjalan ke sana kemari dengan
bingung. Lalu dia mencoba menelpon.
“Aduh, tidak aktif. Bapak sengaja mematikan ponselnya.
Bapak pulang tanpa memberi tahu aku karena Bapak tak ingin aku memaksanya
pulang ke rumah Ibu. Bapak juga tak ingin aku mengetahui dimana beliau
tinggal.”
Desy kembali ke arah parkiran dan memasuki mobilnya
dengan perasaan sedih. Dia mencari-cari
mobil ayahnya yang semula diparkir didekat mobilnya.
“Bagaimana Bapak bisa membawa mobilnya?”
Tapi tiba-tiba seorang perawat mengejarnya.
“Tunggu dok,” teriaknya.
Desy membuka mobilnya.
“Ada titipan surat dari pak Haryo.”
“Oh, terima kasih sus. Tunggu dulu, apa suster tahu
Bapak pulang sama siapa?”
“Ada seorang laki-laki yang menemaninya, kami mengira
kerabat pak Haryo.”
“Oh, baiklah, sekali lagi terima kasih.”
Perawat itu mengangguk dan berlalu.
Desy berdebar, surat dari ayahnya. Ia membukanya
dengan tangan gemetar.
Desy,
Kalau kamu membaca surat ini, Bapak sudah tak ada lagi
di rumah sakit ini. Bapak hanya tak ingin menyusahkan kalian. Tapi kalian harus
tahu, bahwa Bapak baik-baik saja. Biarlah bapak menjalani sisa hidup Bapak
dengan cara Bapak sendiri,
Tapi ada yang mengganjal dalam hati Bapak. Katakan
siapa yang membayar semua perawatan Bapak selama Bapak dirawat di rumah sakit.
Ini sangat memberatkan Bapak. Apa kamu ? Bapak melihat nilai keseluruhannya,
lumayan banyak. Bapak akan menggantinya, juga hutang Bapak kepada Ibumu. Kabari
Bapak secepatnya, jangan membuat Bapak semakin terbebani dengan itu semua. Juga
harga kursi roda itu berapa. Ada lagi, kacamata Bapak juga. Kirim di WA saja,
jangan menelpon.
Salam dari Bapak yang tak berguna ini,
Suharyo.
Desy meremas surat itu. Air matanya mengalir seperti
anak sungai, membasahi pipinya. Ayahnya benar-benar ingin menjauh dari anak dan
isterinya, karena merasa tak berharga.
“Tidak Bapak, kami tetap menyayangimu. Dengar Pak, Ibu
akan menerima Bapak kalau Bapak ingin pulang. Percayalah Pak, jangan pergi,”
isaknya perlahan.
Tapi Desy juga tak tahu, siapa yang membayar semua
beaya perawatan ayahnya. Sudah lama dia menunggu sejak ayahnya dirawat, akan
datangnya tagihan itu. Tapi sampai ayahnya pulang, tagihan itu tak kunjung
datang. Ayahnya bahkan bertanya, siapa yang membayarnya.
“Siapa? Desy juga tidak tahu Pak,” bisik Desy masih
terisak.
Desy ingin bertanya kepada Danarto, tapi takut
telponnya mengganggu. Lalu ia menuliskan sebuah pesan singkat, tentang
pembayaran itu, apakah Danarto yang melakukannya. Tapi pesan itu masih
menggantung.
“Sudahlah, mungkin dia sedang sibuk, nanti pasti juga
akan terbaca,” gumamnya.
Desy lalu mengirimkan pesan singkat kepada ayahnya.
“Bapak, mengapa Bapak tega pergi begitu saja? Kami
sangat mencintai Bapak. Ibu juga mau menerima seandainya Bapak pulang. Bapak
sangat berharga bagi kami. Desy mohon, pulanglah Pak. Ibu sudah memaafkan
Bapak. Permintaan maaf dari Bapak sudah Desy sampaikan.
Tentang siapa yang membayar, Desy juga tidak tahu. Desy
hanya membelikan kursi roda dan kacamata buat Bapak, itu tidak usah Bapak
ganti.
Tolong Pak, pulanglah, kami semua menunggu Bapak.”
Desy mengirimkan pesan itu, karena beberapa kali
menelpon, tapi Haryo mematikan ponselnya.
Berkali-kali Desy mengusap air matanya yang tak
berhenti mengalir, lalu menjalankan mobilnya, pulang.
***
Begitu sampai di rumah, Desy melepas tangisnya dalam
pelukan Ibunya.
Tindy heran melihat Desy kembali pulang.
“Ada apa?”
“Bapak sudah pergi ….”
Tindy terhenyak, salah mengartikan kata ‘pergi’ itu.
“Apa ?”
“Bapak sudah pergi dari rumah sakit, sebelum Desy datang.”
Tindy menghempaskan napas lega.
“Kemana?”
“Kalau saja Desy tahu. Rupanya Bapak memang ingin
menjauh dari kita karena merasa bersalah pada Ibu.”
Tindy mengelus kepala anaknya.
“Bapakmu tahu apa yang harus dilakukannya.”
“Bapak itu tidak bisa berjalan normal Bu, hanya dengan
kursi roda. Kecuali itu mata kirinya juga cacat, tak bisa melihat jelas. Bagaimana
Bapak bisa menjalani hari-harinya?” isak Desy.
“Kamu sudah mencoba menelponnya?”
“Ponselnya mati.”
“Ya sudah, kamu tenang saja, jangan bingung, jangan
sedih. Mari kita berserah kepadaNya, dan mohon yang terbaik untuk kita semua.
Bukankah manusia itu hanya wajib menjalani? Biar kamu menangis berhari-hari,
yang akan terjadi pasti terjadi. Karena itu sekali lagi ibu katakan, marilah
memohon yang terbaik kehadapanNya,” kata Tindy lembut, sambil mengelus kepala
anaknya.
Dan suara lembut itu mampu
menenangkan hati Desy yang gelisah.
“Bu, tadi Bapak menulis surat pada
Desy. Ini suratnya,” kata Desy yang memberikan surat yang sudah kucel itu
kepada ibunya.
“Mengapa seperti ini?”
“Tadi Desy meremasnya karena sedih.”
Tindy membaca surat itu, lalu
menyerahkannya kembali kepada Desy.
“Siapa ya Bu, yang telah membayar
beaya perawatan Bapak? Desy sedang menulis WA kepada mas Danarto, tapi belum
dibalas. Mungkinkah mas Danarto yang membayarnya ya Bu?”
Tindy mengangkat bahunya.
“Entahlah. Tapi apapun itu adalah
pertolongan Allah pada ayah kamu, karena kemungkinan dia tak punya uang
sebanyak itu. Terbukti dia pernah meminjam uang pada Ibu. Itu berarti uang ayah
kamu tidak seberapa.”
“Iya, Bapak bilang punya hutang sama
Ibu juga. Tapi nyatanya Bapak bilang akan menggantinya, berarti Bapak punya
uang.”
“Entahlah, Ibu tidak tahu. Sudah,
jangan pikirkan itu semua. Berterima kasihlah pada Allah yang telah menurunkan
seseorang yang bisa meringankan beban ayahmu. Sekarang lebih baik kamu
beristirahat, karena malam nanti kamu jaga kan?”
***
Nina terkejut ketika siang hari itu Siska muncul di
rumahnya.
“Apa kabar Nin? Wah, senang hidup kamu sekarang ya?”
“Ya beginilah Sis. Karena pertolongan kamu. Tapi
anakku kan juga bekerja, bukan menerima uang dengan cuma-cuma.”
“Aku ingin bicara sama kamu. Endah sudah beberapa hari
tidak pulang. Dia dibawa oleh seorang pengusaha yang kaya raya.”
“Iya, Ana sudah cerita.”
“Apa Ana juga cerita bahwa Endah akan dijadikan wanita
simpanannya?”
“Ana bercerita sedikit tentang itu, tapi aku belum
tahu jelasnya.”
“Dengar ya Nin, kalau itu benar, Endah harus tahu
bahwa dia harus membayar ganti rugi sama aku.”
“Ganti rugi bagaimana Sis? Apakah kamu dirugikan? Bukankah
kamu juga mendapatkan uang hasil kerja anak-anakku?”
“Benar, tapi kalau dia diambil orang, aku yang rugi.
Aku sudah mendidiknya, mengajarinya bagaimana memberikan pelayanan yang
memuaskan, kalau dia pergi, aku rugi dong. Jadi kalau nanti dia pulang, katakan
apa yang aku bilang tadi.”
“Apa kamu tak bisa menghubunginya sendiri?”
“Tidak. Pejabat itu mau main curi dari aku. Aku tidak
terima. Dan ini juga pelajaran buat Ana, dia tidak bisa pergi begitu saja, atau
dia akan mendapatkan ganjarannya.”
***
Besok lagi ya.
_Tapi ketika Haryo sampai di depan loket kasir, mereka menjawab bahwa semua beaya perawatannya telah dibayar lunas. Haryo tertegun. (eMKaJe_41)_
ReplyDeleteIkutan balapan ah....
Semoga berhasil.....
Yeee....
DeleteBetul bunda Wiwik
Kakek juara nya
Kakek memang hebat. Engklek tetep juara 1
Suka gowes jadi menang balapan ya Kek?
DeleteMtnuwun mbak Tien
Om kakek gitu lohπ juaralah... Bu Tienku matur suwun
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah sdh tayang MKJ. Terimakasih bunda..
ReplyDeleteAlhamdulillah yg di-tunggu" MKJ42 sdh tayang.
ReplyDeleteterima kasih mbak Tien.
semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin. Salam Aduhai dr Malang
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, sudah tayang.
ReplyDeleteMakasih bu Tien, salam sehat selalu.
Mantap dah hadir MKJ nya
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien.. tetap sehat selalu yaa.. dan tetap Aduhaaaai ❤️π
ReplyDeleteAlhamdulillah .... Orang baik diberi kemudahan, masio dirasani tetep heppy.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien sdh tayang, mau nemui Desy mumpung Danarto di Jakarta.
Saya ngrasani baik lhoo...
DeleteBuktinya mau ditraktir baso.
Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dari Jogja
Matur nuwun ibu....siap membaca
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerima kasih, Ibu Tien.... Salam.sehat sekwluarga, ya....
ReplyDeleteAlamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap..
Alhamdulillah MKJ 42 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Salam Aduhai
terima kasih....salam aduhai
ReplyDeleteMatur nuwun mb Tien
ReplyDeleteSalam sehat dari Purwodadi
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... πππ
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteWoh gasik Bu Tien.. trims udah menghibur
ReplyDeleteAlhamdulillah, sore sdh tayang....
ReplyDeleteMakasih Bu Tien....
Salam sehat selalu...π
Maturnuwun but Tien...
ReplyDeleteMkin aduhai..
Sukurlah dah terbit...π
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ~42 sudah hadir... maturnuwun Bu Tien π
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulillah sdh tayang.... trimakasih bu Tien. Semoga bu Tien diparingi sehat selalu
ReplyDeleteSami2 Ibu Endang
DeleteAamiin
Terima kasih bu tien, selamat malam dan sehat selalu... mkj bikin penasaran ...salam aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteSalam ADUHAI AH
Alhamdulillah, MKJ semakin asyiik, terima kasih bunda Tien salam bahagia, sehat selalu dan aduhai.. ah.. nya tidak ada hari ini...
ReplyDeleteSami2 Ibu Komariah
DeleteAda kok. ADUHAI AH
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 Ibu Yati
DeleteAamiin
Maturnuwun, mb Tien.
ReplyDeleteMakin seru, Siska bingung dagangannya ilang satu
Haryo sdh mulai sadar
Mb Tien memang top
Salam sehat nan aduhai mb Tien
Yuli Semarang
Sami2 Ibu Yuli
DeleteADUHAI AH
Maturnuwun mbak Tien..MKJ42nya..
ReplyDeleteSeruuu critanyaa..bikin baper..kasian jg Haryo..tp betul kt Tindy...
Duuh Siska keterlaluan ya...udh merusak anak org..msh nuntut ganti rugi..π€¨
Lanjuut besok lagii..
Salam sehat selalu dan aduhaiii mbak Tien..πππΉ
Sami2 Ibu Maria
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ Eps 42 sudah tayang.
ReplyDeleteSalam hangat dari Karang Tengah, Tangerang
Sami2 mas Dudut
ReplyDeleteSalam hangat
Padahal,jangan-jangan Bu Tyndi yang bayarin. Bu Tien kan suka bikin kejutan. Maaf kalau salah.
ReplyDeleteHehee.. yang salah adalah, mengapa tidak cantumkan nama
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun....
Sami2 Wo
DeleteAamiin
Ruwet tenan
ReplyDeleteAlhamdulillaah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien, salam sehat
ReplyDeleteSami2 Pak Anton
DeleteAlhamdulillah,matur nuwun Bu Tien ..
ReplyDeleteTansah pinaringan sehat nggih,Aamiin.
Sami2 Ibu Rini
DeleteAamiin Ya Robb
Haaiii haii haiii ADuuh .. hati ini ikut teriris, hampir menangis ... mutur nuwun Mbak Tien .. salam sehat bahagia dr Magelang, Utara lembah Tidar
ReplyDeleteSami2 Pak Pri
DeleteSalam sehat bahagia AH
Matur nuwun bunda Tien.π
ReplyDeleteSami2 Ibu Padmasari
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien ...
Semakin ADUHAI MKJ-nya ☺π·π·π·π·π·
Sami2 Ibu Susi
DeleteADUHAI AH
Assalamu'alaikum.malam ..terima kasih ibu Tien ...sehat selalu
ReplyDeleteWa'alaikum salam, pagi..
DeleteAamiin
Ibu Yanti
DeleteADUHAI AH
Makin seru saja cerbung MKJ...gemes deh sama Siska...sdh buat hancur anak orang kok masih minta ganti rugi... Bener2 deh dia..
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien salam sehat
Sami2 Ibu Winarni
DeleteSalam seru dan ADUHAI AH
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih Mbak
Sami2 Pak Herry
DeleteTerimakasih mbak Tien, "aduhai"salam Seroja 'ah'
ReplyDeleteSami2 Ibu Tuti
DeleteADUHAI AH
πΊππππ πππ ππππππππ πππππ. ..
ReplyDeleteπ»πππππ πππππ ππππ π»πππ. ..
Hidup menyendiri, Haryo kan biasa dilayani, betapa repotnya.
ReplyDeleteSiska mulai tampak 'perhitungannya' kepada Nina. Siap" saja menghadapi pemerasan.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI...AH... ADUHAI.
ADUHAI AH, Pak Latief
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien untuk MKJ42nya
Kejamnya Siska ,,itulah dunia jalanan
Sepertinya yg bayar RS ,Tindy π€
Salam sehat wal'afiat semua bu Tien
Makin Aduhaaii MKJnya πππ
Sami2 Ibu Ika Laksmi
DeleteADUHAI deh
Haryo melarikan diri, setelah membingungkan diri; siapa yang membayar biaya di rumah sakit untuknya.
ReplyDeleteTernyata masih takut karena ulah diri, belum melunasi utang nya ke Tindy yang waktu itu buat membelikan motor buat anak Nina.
Desy sudah njawab beberapa pertanyaan via chat pada Haryo, telepon nya dimatiin, memang pesan kalau komunikasi musti via chat(halah; sms, ngono waΓ© isin).
Ya pulang kerumah Tindy juga nggak pa pa tΓ₯, paling itu alasannya; lha siapa tau memang utang belum dilunasi, terus rumah sakit dibayari kalau semua pakΓ© dhuwit nya Tindy kan ya bΓͺnΓͺr bΓͺnΓͺr seperti cilikan mu nang; cilikanΓ© gawΓ©nΓ© mangan jangan bung rak gedhΓ©nΓ© rai gΓͺdhΓ¨g tho, wΓ¨h jangan ngΓ©cΓ© gitu tΓ₯.
Makanya Haryo mau menyendiri minta tolong Sarman membantu, biar kelihatan sakti, bisa menghilang gitu.
Lha saking sedih nya laporan sama Tindy; bapak sudah pergi;
ya kagèt, dikira pergi ke rahmatullah, baru setelah dijelaskan owh ternyata, cuma melarikan diri, menghindari bertemu dengan anaknya, takut kalau disuru balik kerumah.
Wah Tante kehilangan anak didik, yang ternyata berhari hari nggak pulang ke asrama, Tante mau minta ganti rugi rupanya; sudah susah susah mendidik, mengajari horse keeping(kliru apa ya, itu kan jaran kepang tΓ₯), malah pergi nggak permisi.
Wah nggak tahu dah urusan klaim klaiman, ini punya siapa itu punya siapa.
Ana ada masalah polisi juga, memang gimana lagi mungkin itu resikonya orang mencari pesugihan, belum buat makelar dimana-mana semua minta bagian masing masing.
Pusing juga ya jadi peternak bèbèk malah seringnya harga telur asin kadang bisa lebih murah dari telur lehorn mentah, nanti bisa minta di adakan operasi pasar.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh dua sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Sami2 Nanang
DeleteADUHAI AH
Jangan bung itu enak bagi yang suka.
Kalau aku suka yang telur bebek asin.
Hehee...
Ternyata dunia Siska ruwet tenan semua ada nilainya
ReplyDeleteSiska gitu lhoh..
DeleteEndah dan Anna kuliah kilat sama Siska ternyata imbalannya selangit.Pria½ tua kaya raya yg bersama Anna yg membayar perawatan pa Haryof
ReplyDeleteHahaa.. ADUHAI AH
DeleteSiapa nih ?
Alhamdulillah..yg di tunggu telah datang.. . Terima kasih Bu Tien.. Sehat selalu ya Ibu.. Salam *ADUHAI* dari Mbu Nina Karawang..
ReplyDeleteSami2 Ibu Nina
DeleteAamiin
Sepertinya Ibu Tindy yg membayar perawatan pa Haryo. Karena beliau tahu pa,Haryo tdk.punya uang. Untuk beli motor anak tirinya saja ngutang..
ReplyDeleteMemang bu Tundy berhati mulia.. Terima kasih Bu Tien banyak hilmah yg daoat di petik dr cerita ini..
Komen yang bagus.
DeleteSayang saya tidak tahu namanya. ADUHAI AH, UNKNOWN.
Haryo pulanglah..
ReplyDeleteAnak istrimu dah memaafkan
Bahkan istrimu dah ngijinkan kalau kamu mau pulang.
Btw siapa ya yg bayar perawatamu
Desy tidak, kalau Danar juga tidak
Lalu siapa....
Jangan" diam" Tindy yg bayar....
Aduhai
Who bu Tien memang pandai buat teka teki..
Hingga pembacanya sll berfikir dan
cerita itu tetasa lebih hidup
Trimakasih moga bu Tien sehat sll
Salam dari Bojonegoro
Sami2 Ibu Wiwik
DeleteSalam ADUHAI AH
Assalamualaikum wr wb. Dugaan saya yg melunasi beaya RS untuk Haryo, itu lelaki tua yg bersama Ana,karena anak buah lelaki tua tsb sdh membuat Haryo babak belur dan mungkin ada yg cacat.
ReplyDeleteSiska sdh tdk punya rasa kemanusiaan lagi, karena kemanusiaan orang lain pun, sdh dia jual. Pikirannya hanya uang, uang dan uang, sdh tdk ada lagi rasa dosa dlm hatinya....
Maturnuwun Bu Tien yg dgn cerdasnya sdh mengaduk aduk perasaan pembaca, ada rasa benci, marah, kasihan kpd Haryo dan sangat marah kpd Nina yg tega menjual ke dua anak gadisnya demi uang kesenangannya...mengerikan...Semoga Bu Tien beserta keluarga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, sehat wal afiat. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
ReplyDeleteAamiin ya Robb.
Matur nuwun pak Mashudi.
Salam ADUHAI AH
Selamat siang bunda Tienterima kasih MKJ 42 nya.. Slmsehat sll dari sukabumiπ₯°π·π·π
ReplyDeleteIkut komrn bu Tien. Kalaulah Tindy yang membayar memanglah hatinya mulis meski disakiti tetapi Haryo masih berstatus suaminya sah. Memberi kan tidak harus menulis nama yang penting ihlas. Kalaulah yang membayar pak tua kaya raya ya wajar dia tidak mau terlibat sehingga cukup transfer ke rekening rumah sakit melalui anak buahnya. Siapapun itu Haryo harus mensykuri..ada tangan Tuhan yang membantu. Salam sehat selu semoga bu Tien senantiasa diberi semangat untuk berkarya. Aamiin
ReplyDeleteSetuju,mensyukuri campurtangan Allah ya mbak Noor.
Delete'ah' saya senang membaca interaksi antara mas Danarto dan Dessy, mbak Tien memang 'aduhai' πππ
ReplyDeleteSalam dari Yogya.
Sy bikin tlr bebek asin lho p Nanang,tp harganya g pernah naik,sgg ndalu mb Tien K,slm sht,itulah Tindy,wl di sakit i tp ttp sj perhatian dgn yg menyakiti..
ReplyDelete