ADA YANG MASIH TERSISA 08
(Tien Kumalasari)
“Tejo, kok malah melongo disitu, peluk isterimu, dia akan memberikanmu seorang anak,” kata bu Kusumo bersemangat.
Miranti merinding. Ibu mertuanya menyuruh Tejo memeluknya? Aduuh, jangan deh..
Tapi Tejo masih melongo ditempatnya. Mendengar berita yang seharusnya membahagiakan itu membuatnya seperti mimpi.
“Tejo....” lalu bu Kusumo tertawa, dianggapnya saking gembiranya Tejo jadi hanya terpaku ditempatnya. Bu Kusumo berdiri, menghampiri Tejo dan mendorongnya mendekati Miranti.
“Ayo.. peluk isteri kamu yang telah memberi kamu kebahagiaan dalam keluarga kita. Ayo Tejo,” kata bu Kusumo yang kemudian mendorong Tejo sehingga benar-benar menubruk Miranti, dan dengan gemetar tangannya memeluk bahu Miranti. Miranti bergidik.
“Tejo.. kamu tidak berbahagia?”
“Sebenarny Tejo lagi kesal sama Miranti.”
“Lho.. kesal kenapa? Ini sa’atnya berbahagia, kok kamu kesal?”
“Dia mengadu sama bapak tentang kehilangan gelang, bapak memarahi Tejo, menuduh Tejo pelakunya.
“Eehhh.. bukan Miranti yang mengadu, tapi ibu.”
“Ibu?”
“Tapi ibu tidak menuduh kamu. Kalau bapak berfikir kamu yang mengambilnya, itu asumsi bapak kamu sendiri.”
Bu Kusumo sedikit kesal kepada Tejo. Tak tampak kebahagiaan mendengar isterinya mengandung.
Miranti berdiri.
“Ibu, Miranti ingin beristirahat dulu ya,” katanya, lalu melangkah kedalam kamar.
“Iya Mir, tunggu nanti obatmu akan dikirim dari apotik. Ibu sudah memintanya untuk dikirim.
“Terimakasih bu.”
“Ibu pulang dulu ya nak, sudah ada suami kamu yang akan menjaga kamu.”
“Baik ibu, terimakasih banyak.”
Ketika bu Kusumo beranjak pergi Tejo masih menuding Miranti dengan kata-kata menyakitkan.
“Hei, apakah benar dia anakku?”
Miranti yang hampir merebahkan tubuhnya itu menatap Tejo dengan marah.
“Apa kamu kira aku ini wanita sebusuk kamu? Sebusuk perempuan yang menjadi kekasih kamu?” katanya dengan nada tinggi.
“Jangan memaki perempuanku.”
“Perempuan itu dan juga kamu, pantas mendapat caci maki !! Hanya orang berhati busuk yang tega mengotori sebuah rumah tangga.”
“Ooh, sombongnya, karena kedua orang tuaku memanjakan kamu?”
“Orang baik akan dikasihi setiap orang baik. Pergilah, aku muak melihat tampang kamu.”
Tejo mendekati Miranti dengan marah, tangannya sudah terayun untuk menampar wajah Miranti.
“Mau apa? Menyakiti aku dengan tanganmu? Lakukan saja, ayo lakukan !!” Miranti menantang dengan lantang.
Tejo menurunkan tangannya, berbalik kanan lalu keluar sambil membanting pintunya.
Miranti merebahkan tubuhnya, tak terasa air matanya meleleh membasahi pipi.
“Ya Tuhan, dunia apa yang sedang Kau berikan untuk hambaMu ini. Ampunilah dosaku .”
Lalu Miranti terisak, sangat keras, barangkali isak itu terdengar sampai langit tingkat tujuh. Lalu sebuah dentang panggilan singkat terdengar.
Wajah Miranti berbinar, sederet emotikon ‘love..love..love.. ‘ terkirim.
Lalu MIranti membalasnya dengan emotikon wajah meneteskan air mata.
“Apa kabar bidadari ?”
“Aku mau tidur sahabat terkasihku..”
“Tidurlah dan mimpikan dunia yang penuh indah. Nanti aku petikkan sekuntum mawar, dan aku suntingkan ditelingamu.”
“Pram..”
“Selamat tidur bidadari.”
Miranti menutup ponselnya, memejamkan matanya, berharap mimpi seperti yang diulaskan Pramadi dalam pesan singkatnya.
***
Pagi hari itu Miranti bangun pagi seperti biasa, menyiapkan minuman dan sarapan, kemudian langsung memasak sekalian, buat makan siang, supaya ia bisa beristirahat lebih banyak. Ketika Tejo minum minuman itu, lalu menyantap makan paginya, Miranti membiarkannya. Wajah yang tak pernah manis itu juga tak pernah mengacuhkannya. Tapi Miranti tak perduli. Sudah terlanjur ada luka dan luka dan luka lagi, yang ditorehkan didalam hatinya dalam rumah tangga ini. Ia hanya menjalankan anjuran ayah mertuanya agar Tejo selalu makan pagi siang dan malam dirumah, dan Miranti menyiapkannya. Maksud ayahnya adalah agar Tejo tidak makan diluaran lalu ketemuan sama perempuan itu. Tapi apakah hanya melarang makan diluar lalu mereka tak bisa saling bertemu? Kalau malam-malam dia selalu pergi.. bukankah banyak waktu untuk bertemu? Walau Miranti tak perduli, tapi menurutnya tak ada gunanya memaksa Tejo harus selalu makan dirumah.
Dan sambil sarapan itu Tejo justru memikirkan caranya agar dia bisa menyembunyikan pertemuannya dengan Anisa dari pengawasan bapaknya. Ancamannya sungguh berat. Dipecat. Dan kalau itu terjadi maka dia tak bisa melakukan apa-apa.
Miranti masih mengaduk-aduk sayur yang dimasaknya ketika Tejo meninggalkan ruang makan dan kemudian pergi begitu saja.
Ia bernafas lega karena tak harus melihatnya terlalu lama.
Acara masak selesai, Miranti baru selesai mandi ketika didengarnya ketukan dipintu. Miranti bergegas kedepan, dan sangat gembira ketika melihat ibu kandungnya yang datang.
“Ibu....” keduanya berangkulan lama sekali.
“Kangen sama kamu nduk, baru sekarang bisa menemui kamu,” kata bu Winardi sang ibu.
Miranti membimbingnya kedalam.
“Bapakmu masih sibuk membenahi usahanya, jadi belum sempat kemari. Ini ibu memaksa datang sendiri, karena ibu sangat gembira akan mendapat cucu.”
“Ibu mendengar dari siapa?”
“Bu Kusumo, mertua kamu yang menelpon ibu.”
“iya bu.. atas do’a ibu.”
“Sudah berapa bulan nak?”
“Baru tiga minggu lebih bu, ma’af belum mengabari ibu. Takut kalau kemudian ibu jadi repot.
“Kamu itu bagaimana, tidak ada yang repot kalau demi anak.”
“Ibu tadi naik apa?”
“Naik taksi, menunggu bapakmu masih sibuk, jadi ibu nekat berangkat sendiri.”
“Bapak sehat kan bu?”
“Ya sehat nduk, tapi ya itu, baru benar-benar bangkit setelah hampir bangkrut beberapa bulan lalu. Untunglah mertua kamu mau membantu.”
Miranti agak sedih, seperti diingatkan oleh kata-kata Tejo beberapa waktu lalu.
“Hargamu seratus juta.”
Miranti menghela nafas.
“Besok kalau usaha bapak sudah bisa berjalan lancar, bapak harus bisa mengembalikan uang itu. Tidak enak berhutang kan?”
“Iya, bapak juga berencana begitu, tapi ini kan belum menghasilkan lebih, biar berjalan saja dulu.”
“Iya bu, sebentar ibu Miranti buatkan minum ya, atau ibu mau makan? Miranti sudah memasak.”
“Oh, masih pagi sudah selesai masak?”
“Hanya masak yang gampang-gampang kok. Ayuk ibu..kita makan.”
“Sebenarnya ibu sudah makan, tapi ingin mencicipi masakan anakku.”
Dengan gembira Miranti mengajak ibunya makan.
“Apakah kamu bahagia nduk?” tanya bu Winardi sambil menikmati makan bersama anaknya.
“Ya ibu, tentu saja Miranti bahagia.”
“Tapi kamu tampak kurusan.”
“Ah, masa bu, mungkin karena Miranti lagi hamil, jadi agak nggak suka makan.”
“Makan yang banyak, terutama sayur dan buah. Itu ibu membeli jeruk sama alpukat untuk kamu.”
“Terimakasih banyak bu, memang Miranti suka sekali jeruk. Ketika merasa seperti lelah.. lemas, tapi segar setelah makan jeruk.”
“Biasanya ibu hamil memang suka yang sedikit berasa asam. Tapi kamu tidak mual atau muntah?”
“Untungnya tidak bu, hanya sedikit cepat lelah.”
“Jangan dipaksakan kalau memang lelah. Banyak-banyaklah istirahat. Tapi kalau nanti kandunganmu sudah agak besar, harus sering jalan-jalan, supaya nanti lahirnya gampang.”
“Iya bu.”
“Jam berapa suami kamu pulang kerja?”
“Sore bu. Nanti ibu menginap disini ?”
“Tidak bisa sekarang Mir, Bapakmu sedang sibuk, kasihan kalau ibu tidak berada dirumah. Nanti siang-siangan ibu mau pulang. Lain kali saja ibu sama bapak kemari, dan menginap. “
“Bener ya bu, Miranti juga sudah kangen sama bapak. Kapan-kapan kalau Miranti merasa sehat akan pulang untuk ketemu bapak.”
“Jangan dipaksakan pergi jauh dulu, jaga anak kamu.”
“Iya bu. Tapi Sukoharjo kan tidak jauh.”
“Besok kalau kandungan kamu sudah kuat. Kalau masih awal-awal begini harus benar-benar dijaga. “
“Baiklah ibu, bagaimana masakan Miranti? “
“Enak banget nduk.. tidak menyangka, kamu yang cuma suka bantu-bantu ibu kok jadi langsung bisa masak enak.”
“Ya dari bantu-bantu itu, Miranti belajar dari ibu.”
“Pasti suamimu juga suka masakan kamu.”
“O, sangat suka bu, dia selalu memuji-muji masakan Miranti,” kata Miranti berbohong. Ia harus menampakkan betapa bahagia rumah tangganya, jangan sampai orang tua ikut menanggung derita anaknya.
“Ya sudah, ibu senang kalau hidup kamu juga sudah senang, bahagia, bahkan hampir mempunyai anak,” kata bu Winardi sambil memeluk Miranti. Terharu Miranti merasakan kebahagiaan ibunya. Tak apa derita dipendamnya sendiri, jangan sampai ibu dan bapaknya ikut merasakannya.
***
“Ini gawat Nis.. bapakku mengancam akan memecat aku,” kata Tejo ketika menelpon Anisa.
“Apanya yang gawat? Mas Tejo itu terlalu penakut. Kalau mas Tejo berani, ya sudah, lawan saja orang tua yang tidak punya belas kasihan itu,” jawab Anisa seenaknya. Tanpa menyadari bahwa kelakuan mereka itu keliru.
“Hidupku kan tergantung orang tuaku Nis, kalau kamu memang mencintai aku, kamu harus bersabar.”
“Sabar.. sabar terus.. sampai kapan ?”
“Aku sedang mencari jalan agar kita bisa saling bertemu setiap hari, tapi tanpa diketahui oleh orang tuaku.”
“Jalan yang bagaimana lagi? Kesal aku mas.”
“Yang penting setiap ada kesempatan aku pasti menemui kamu. Dan memenuhi semua permintaan kamu.”
“Bener ya? Kalau enggak awas kamu mas.”
“Lho kok pakai mengancam.. awas.. awas.. segala.”
“Iyalah.. kalau sampai mas bohong.. aku akan bilang pada bapaknya mas, bahwa kamu telah memperlakukan aku layaknya suami isteri.”
“Jangan Nisa. Kamu mau membunuh aku?”
“Pokoknya selalu temui aku, dan jangan membuat aku kecewa.”
“Iya, aku selalu mencari kesempatan untuk itu, tapi aku harus hati-hati, karena Miranti sedang mengandung, jadi bapak sama ibu akan sering berada dirumah.”
“Apa mas? Miranti mengandung? Kamu bohong sama aku ya. Katanya tidak pernah menyentuh dia, kok bisa mengandung?” kata Anisa dengan marah.
“Tunggu Nis, jangan marah dulu. Ada suatu ketika dimana aku sebenarnya hanya ingin menyiksa dia. Sungguh aku tidak punya perasaan apa-apa ketika itu, hanya ingin menyakiti dia saja. Sama sekali aku tidak mengira kalau yang hanya sekali itu bisa membuat dia hamil.”
“Bohong !”
“Aku berani bersumpah Nis, aku tidak bohong !!”
“Sekian lama aku menunggu dan tidak hamil-hamil juga, dia yang hanya sekali langsung hamil?”
“Aku juga kaget Nis, mau bagaimana lagi. Tapi kamu harus percaya bahwa itu bukan mauku. Aku sangat membencinya karena dia membuat aku jauh dari kamu.”
“Hm, aku punya akal mas.”
“Katakan bagaimana?”
“Tapi ngomongnya nanti kalau ketemu, nggak akan jelas kalau hanya telponan begini.”
“Okey nanti malam ketemu ya, kita bicarakan itu bersama-sama.”
Kedua orang yang dimabuk cinta itu tak perduli jalan mana yang akan ditempuh, yang penting selalu bisa melampiaskan keinginan mereka.
***
“Aku heran sama Tejo. Isterinya mengandung kok tidak tampak senang.. “ kata bu Kusumo kepada suaminya.
“Jangan heran sama Tejo. Dia itu masih tergila-gila sama perempuan pengerat itu.”
“Yang namanya Anisa itu?”
“Iya, apa ibu tidak tahu bahwa selama ini mereka masih berhubungan? Dia itu sama sekali tidak mencintai isterinya, karena masih ada perempuan itu.”
“Kemarin ketika ibu datang bersama Miranti setelah pergi ke dokter, dia mendamprat Miranti, menuduh Miranti mengadu sama bapak tentang gelangnya yang hilang itu. Kan Miranti tidak salah apa-apa, yang bilang sama bapak kan ibu?”
“Biarkan saja, memang dia yang mencuri gelangnya kok. Pasti diberikan kepada kecintaannya itu. Kalau tidak uangnya setelah gelang itu dijual, ya gelangnya langsung diberikan.”
“Kok bapak tahu?”
“Tadinya bapak hanya menduga-duga. Kan waktu itu dia ribut meminta uang ke kasir, tapi aku melarangnya. Mungkin dia butuh uang untuk bersenang senang atau entah apa. Karena tidak dapat uangnya, ya dia lalu mengambil gelang isterinya.”
“Bapak yakin?”
“Bocahnya sudah mengaku, tidak yakin bagaimana?”
“Aduuh.. Tejo kok gitu ya, sampai hati sama isterinya.”
“Ibu kok baru tahu sekarang. Sampai bapak memberikan gaji Tejo langsung ke rekening Miranti, apa ibu tahu? Itu karena bapak tidak ingin Tejo menghamburkan uang seenaknya. Harusnya ibu berpesan pada Miranti agar perhiasan itu disimpan ditempat yang Tejo tidak akan tahu. Bapak khawatir dia akan mencuri perhiasan yang lainnya.”
“Sungguh ibu tidak menduga sampai begitu.”
“Kemarin bapak mengancam, kalau Tejo masih juga berhubungan dengan perempuan itu, bapak akan pecat dia.”
“Tapi pak, kalau bapak memecat dia, lalu darimana dia dapat uang?”
“Biarkan saja, butuhnya kan cuma makan dan pakaian, bapak akan cukupi semuanya. Tapi dia tak akan bisa melakukan apa-apa, dan perempuan itu akan pergi dengan sendirinya kalau Tejo tak lagi punya uang. Percayalah bu.”
“Ibu jadi sedih, dan kasihan pada Miranti. Pantas dia tampak tak suka ketika Tejo memeluknya.”
“Tejo memeluk isterinya?”
“Ibu yang memaksa, masa mendengar isterinya hamil kok tidak tampak senang. Lalu ibu dorong dia supaya memeluk isterinya.”
“Dasarnya dia tidak suka pada isterinya. Bapak juga kasihan sama Miranti. Ya sudah biarkan saja, hanya saja ibu harus lebih memperhatikan Miranti, dia mengandung cucu kita.”
“Ya pastilah pak, ibu juga sayang sama Miranti, anak baik, santun dan tidak suka menghamburkan uang. Kalau ibu memberikan sesuatu, kalau tidak dipaksa-paksa dia tidak mau.”
“Mata hati Tejo itu buta karena sudah dikuasai oleh setan. Semoga Tuhan segera menunjukkan kebenaran atas jalan yang dilaluinya.”
“Kok bisa tergila-gila sama Anisa ya pak, padahal Miranti itu kan lebih cantik, lebih pantas menjadi isterinya, pintar masak, dan enak lagi masakannya.”
“Setan sudah menguasainya. Dan perempuan itu pintar merayu anakmu. Sudahlah, kita lihat saja nanti, apa dia terpengaruh dengan ancaman bapak atau tidak.”
“Oh iya, bu Winardi apa sudah menjenguk anaknya ya? Ibu sudah mengabari kalau kita mau punya cucu.”
“Pastinya ya sudah bu, sa’at ini bapaknya Miranti kan lagi sibuk membenahi perusahaannya, semoga segera selesai dan bisa berjalan lebih baik.”
“Nanti akan ibu tanyakan pada Miranti. Syukurlah kalau sudah menjenguknya.”
***
Hari itu Minggu, Tejo ada dirumah. Ia ingin pergi tapi khawatir kalau tiba-tiba bapak atau ibunya datang, karena sejak Miranti mengandung memang mereka sering mampir kerumah. Tejo merasa sebal saja, dan tak tahu apa yang harus dilakukan.
Miranti sudah menyiapkan minuman seperti biasanya, dan juga sarapan nasi goreng udang dengan telur ceplok diatasnya.
“Sarapan sudah siap, silahkan kalau mau makan,” kata Miranti yang kemudian mendahului duduk di meja makan. Ia menyuap nasi goreng kesukaannya dengan lahap. Lalu membiarkan saja ketika Tejo mendekati meja makan kemudian duduk didepannya lalu ikut menyantap sarapan yang disiapkan isterinya. Tak ada kata terucap, masing-masing tenggelam dalam keasyikannya menikmati nasi goreng yang tersedia. Diam-diam Tejo harus mengakui bahwa isterinya selalu memasak apapun dengan enak. Tapi dasar cinta itu tak ada, apapun kebaikan Miranti tak pernah meluluhkan hati Tejo. Kebenciannya kepada Miranti sudah meluap sampai ke ubun-ubun, karena Miranti dianggap sebagai penyebab hancurnya hubungannya dengan Anisa, dan membuat hubungan mereka berlalu dengan sembunyi-sembunyi.
Miranti sudah selesai makan, tapi ditahannya agar tidak berdiri terlebih dulu sebelum Tejo selesai makan. Tapi begitu selesai, Tejo berdiri begitu saja.
Miranti membenahi meja makan dan membersihkan semuanya. Lalu dia beranjak kekamar. Selalu merasa lelah apabila sedikit saja melakukan aktifitas.
Tiba-tiba dari arah depan terdengar suara pengamen.
“Aduuh, sebel banget, pagi-pagi mendengar orang mengamen,” gerutu Tejo. Ia mengambil receh limaratusan lalu pergi kedepan.
Tapi Miranti seperti mengenal alunan lagu yang didendangkan. Ketika ia melangkah kedepan, Tejo sedang melemparkan uang limaratusan kearah pengamen itu. Tapi pengamen itu tak memperdulikan uang limaratusan yang menggelinding didepannya. Alunan gitarnya terus berbunyi, dan suara merdu mengalun begitu apik.
“I can’t stop loving you... I’ve made up my mind.. to live in memory.. of the lonesome time...”
Miranti berdebar, ia mengenali suara itu.. lagu itu.. lalu ia turun dari teras, mengambil keping uang limaratusan yang terserak ditanah, sambil melirik kearah pengamen itu. Jean bolong, kaos lusuh .. topi lebar yang hampir menutupi seluruh wajahnya..
***
Besok lagi ya..
alhamdulillah.. Sdh tayang
ReplyDeleteMatur nuwun bu tien...
Salam sehat dari Malang
Terimakasih mbak Tien....uhuy...ngintip utk kesekian kalinya, ternyata sdh ada Aymt 08.
ReplyDeleteWah..Pram menyamar jadi pengamen ya...
Iyeng Sri Setiawati -Semarang
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Samiadi, Pudji, asi Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril,
Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi
Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
Alhamdulillah trimakasih Bu Tien, salam sehat bahagia dr Madiun yg sllu setia hadir.
DeleteAlhamdulillah AYMT 08 sudah tayang.
DeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari, semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
Salam Hormat dari Karang Tengah, Tangerang.
Alhamdulillah.....
DeleteYg ditunggu tunggu sudah hadir
Matur nuwun Ibu Tien,
Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.
T'kasih Mba Tien ceritanya bikin penasaran. Terus berkarya dan sehat selalu..
ReplyDeleteMatur Nuwun mbak Tien..Selamat malam Salam sehat bahagia selaluπππ
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat sll dr Bekasi
Pram kah?
ReplyDeleteNasi goreng udang. Wah bikin lapar bu tien. Slamat malm salm sehat waras bu tien.
ReplyDeleteSalam sehat buat ibu Tien
ReplyDeletePengamennya Pram yaaa.... Hee hee..... Met rehat ndalu bu Tien... Nuwun... Tata Suryo Semarang
ReplyDeleteMaturnuwun mbak Tien...
ReplyDeleteAymt08..tambah gregetan sm tejo..masa tanya 'apa anakku'...edan tenan..
Bener prihatin sm miranti..semoga mendapat kebahagiaan..
Yg ngamen pram ya..
Lanjuut mbak Tien..
Salam sehat dari bandung buat mbak Tien & kelg.
Itu pasti Pram.. mengawal Miranti dg cr mengamen... Lanjut mb Tien...slm seroja
ReplyDeleteTks mbak Tien episode 8 sdh nongol,rupanya Pram rindu pengin ketemu Miranti pura2 jd pengamen ....Asyikkk banget mbak Tien critanya tambah seru pengin lanjut dan lanjut terusss.
ReplyDeleteSalam sehat dr Tegal.
Mau apa? Menyakiti aku dengan tanganmu? Lakukan saja, ayo lakukan !!” Maruti menantang dengan lantang.
ReplyDeleteMaksudnya Miranti, bukan?
Siapa pengamen itu ya? Apakah Pram. Gak sabar nunggu kelanjutannya bu Tien......
ReplyDeleteAlhamdulillah AYMT~08 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien..π
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien ... barusan kami nikmati cerita yg mengasyikkan ini.
ReplyDeleteSalam kami dari Yogya mbak
Alhamdulillah AYMT 08 sudah hadir
ReplyDeletePengamen itu Pram kah?
Semakin seru dan bikin penasaran ceritanya
Terima kasih Mbak Tien
Salam sehat dari Bekasi
Matur nuwun.... Mbak tien... Smg sehat jasmani rohani ekonomi selalu berimajinasi tanpa henti.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien,, sehat terus ya Bunda,, Aamiin,,, dan selalu semangat πππ
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya muncul juga eps yg ke 8 setelah qiyamul lail langsung baca...Mantap Bu Tien mungkin kah Pram yg menyamar jadi pengamen karena rindu ingin bertemu???.. πππ Salam sehat utk Bu Tien dan keluarga...πππ
ReplyDeleteHatur nuhun mbak Tien..
ReplyDeleteAda yg mau saya tanyakan..
Berkali-kali saya melihat ada jenis makanan *Selat Solo dan Timlo* itu seperti apa mbak..? Nuhun
Alhamdulillah.. Mtur swun Bun..
ReplyDeleteRahayu sami pinanggih
Siapakah pengamen itu...?
ReplyDeleteMungkinkah Pram...
Salam sehat selalu mbak Tien
Pram kah si pengamen? Makasih mba Tien. Salam hangat selalu
ReplyDeleteEhm... Pasti pengamen itu Pram...asikk seruuu
ReplyDeletePram...lelaki yg baik hati...
ReplyDeleteBikin meleleh...
Salam sehat mb Tien dr YulieSleman
Halow mbak Tien smg sehat selalu..Tejo lg keblinger..spt ank kecil..ga punya pendirian..salam sehat dari Pejaten,Pasar Minggu
ReplyDeleteDuh pingin segera baca episode selanjutnya...mayur nwn bu Tien..
ReplyDeleteceritanya bikin penasaran trs
Dan Deg degan apa yg mau dilakukan oleh Tejo dan Anisa
DeletePasukan pengintai mulai beraksi
ReplyDeletePuji Tuhan, cerbung andalan hadir dan tetap bikin penasaran...
ReplyDeletePram datang dg penyamaran dan lagu yg sangat nenghibur ...
Yustinhar dkk di Priok menunggu eps 9.
Matur nuwun ibu Tien...
kisah cerbung ini kok mirip sinetron indosiar ya..yang ada lagunya rossa ...kumenangiiiiiiis ππ.terimakasih bu tien ,selalu ditunggu lanjutan nya.
ReplyDeleteSetia menanti kelanjutannya bu Tien...
ReplyDeleteSalam untuk ibu Tien, semoga selalu sehat.
ReplyDeleteTks Bu Tien.....sehat" selalu yaaa..... Cerbungnya all daku tunggu, pokoknya the Best dech
ReplyDeleteMulai menungguuu
ReplyDeleteCerbungnya makin seru ditunggu episud lanjutnya mb Tien salam sehat selalu
ReplyDelete''I can't stop loving you...,I've made up my mind..to live in memory...of the lonesome time...''
ReplyDeleteSungguh cantik dn mendalam liriknya...selamat malam mbak Tien..salam sehat bahagia..ππ
Terima kasih, mbak Tien. Saya menunggu kelanjutannya. Cerbung-cerbungnya sungguh menarik dan menghibur. Ada bahan literasi tiap pagi
ReplyDeleteKenapa nomor 09 gak ada terus ya? Bu Tien bisa kirim link nya? Makasih ya...
ReplyDeleteTerima kasih cerbung yang kian seru dan menegangkan.
ReplyDeleteTidak sabar menunggu episode 09. Dan juga ikut marah atas prilaku Tejo.
Kok belum muncul ya episode 9? Q tunggu mbak Tien
ReplyDeleteEpisode 09 .. dimana dikau.. aku menunggumu..ππ
ReplyDeleteEpisode 09 belum keluar atau saya gak bisa dapat link nya ya? Bu Tien sehat kan? Udah seperti menunggu hujan di kemarau panjang ini...
ReplyDeleteSy selalu mengikuti cerbung mbak Tien❤️
ReplyDelete