Thursday, January 16, 2020

DALAM BENING MATAMU 87

DALAM BENING MATAMU  87

(Tien Kumalasari)

Mirna tercengang mendengar kata-kata "mati". Mengapa Anggi mengatakannya? Dipandanginya perempuan cantik yang masih terhitung tantenya itu lekat-lekat. Anggi tersenyum. Lalu ditariknya tangan Mirna, dielusnya lembut.

"Itu kan yang kamu inginkan? Baru mau kalau aku sudah mati?"

Mirna meremas tangan Anggi.

"Mengapa tante berkata begitu? Itu sangat mengerikan bagi saya. Saya ingin tante selalu sehat dan berbahagia."

"Kalau begitu penuhilah permintaanku."

"Tante, sungguh saya tak sampai hati melakukannya. Saya seperti telah merebut kebahagiaan tante."

"Tidak, kamu tidak merebut kebahagiaanku Mirna, aku berikan kebahagiaan untuk kamu dan mas Adhit, dan itu tidak mengurangi kebahagiaanku. Kita akan bahagia bersama=sama."

 Mirna terdiam beberapa sa'at.

"Katakan "ya"... Mirna..."

"Ijinkan saya memikirkannya lebih jauh tante."

"Sudah berbulan-bulan aku mngatakannya, dan kamu sudah tau bahwa keinginanku tak akan surut. Mau menunggu berapa lama lagi?"

"Saya harus meminta pertimbangan juga dari bapak."

"Tapi intinya adalah... bahwa kamu mau kan?"

Mata Mirna basah penuh resah. Hatinya ter ombang-ambing antara mau dan tidak. Ia terharu ketika Anggi mengambil selembar tissue daan diusapkannya kematana. Mirna memegang tangan Anggi erat-erat.

"Kita akan bahagia bersama-sama Mirna.Percayalah.." bisik Anggi penuh perasaan. Tak urung berlinang juga air matanya ketika kemudian mereka berpelukan.

"Aku akan bilang pada mas Adhit. Besok kami akan kerumah kamu untuk melamar."

"Aap...apa?" gugup Mirna ketika menjawabnya.

"Iya Mirna, kami akan datang kepada pak Kadir, untuk melamar kamu."

"Tapi, bukankah eyang Susan tidak setuju?"

"Nanti mama akan mengerti. Ini hidup kita, kita yang akan menjalaninya."

"Ya Tuhan... apa yang terjadi pada hidupku ini?" desah Mirna sendu.

"Apa kamu masih ragu-ragu?"

"Tante...."

"Aku tau kamu mau menjalaninya. Besok kami sungguh-sungguh akan datang. Bukankah besok kamu libur?"

Mirna tak menjawab apapun. Hatinya masih diliputi rasa bingung dan kacau, semuanya jadi seperti mimpi...sampai ketika  kemudian Anggi mengantarnya kerumah, Mirna berjalan bagai melayang tak menginjak tanah. Dihempaskannya tubuhnya diatas kursi, dipejamkannya matanya sambil disandarkannya kepalanya pada sandaran kursi. Tak sadar dia bahwa mata tua pak Kadir menatapnya penuh tanda tanya. Tapi pak Kadir bisa menangkap wajah yang tampak lelah itu serta merasa yakin bahwa anaknya bukan sedang berduka.

***

Anggi langsung pulang setelah mengantarkan Mirna. Disepanjang jalan dia berfikir, apakah benar langkah yang diambilnya? Walau diyakininya sejak awal pernikahannya dengan Adhit, tapi merelakan suamainya menikahi perempuan lain, tak pernah terbayangkan sebelumnya. Sekaang dia sudah melangkah. Ibarat orang mau memasuki rumah, dia sudah sampai dipintu, sudah memegang pegangan pintu itu, dan nyaris membukanya lebih lebar. 

"Aku tak boleh ragu, ini hidup yang harus aku jalani," bisiknya ketika turun dari taksi dan melangkah perlahan menuju rumah.

Begitu menginjakkan kakinya diteras, sebuah teguran menyambut kedatangan Anggi.

"Anggi, kemana saja kamu? Pamit sebentar tapi sudah malam baru pulang." tegur  bu Broto.

"Ma'af eyang, ayo kita duduk, Anggi akan mengatakan sesuatu," kata Anggi sambil menarik tangan bu Broto, dan diajaknya bu Broto duduk dikursi yang ada di teras itu.

"Untung suamimu belum pulang, kalau sudah, pasti eyang kena tegur karena membiarkan kamu pergi sendirian."

"Tidak eyang, mas Adhit nggak akan marah," jawab Anggi sambil tersenyum. 

"Kamu juga belum minum obat yang seharusnya kamu minum sore tadi."

"Sudah eyang, sudah Anggi minum sebelum berangkat tadi. Dengar eyang, Anggi mau mengatakan sesuatu."

"Apa itu?"

"Besok .. Anggi sama mas Adhit mau pergi untuk melamar Mirna."

Bu Broto tercengang. Anggi mengucapkannya dengan enteng, tanpa beban. Benarkah apa yang dikatakannya? Tapi bu Broto tak mampu ber kata-kata. Dipandanginya Anggi tanpa berkedip. Dilihatnya wajah cantik itu tetap mengucapkannya dengan senyuman. Benarkah Anggi siap untuk dimadu?

"Anggi, hidup itu bukan permainan. Sekali melangkah kamu harus tetap melangkah."

"Anggi sudah memikirkannya eyang. Anggi rela berbagi, demi kebahagiaan mas Adhit."

Bu Broto pernah mendengar ucapan Adhit yang walau hanya beberapa kata tapi bisa ditangkapnya, yaitu tentang Mirna yang dicintainya. Tapi dia sungguh tak menyangka bahwa Anggi akan berbuat senekat itu. 

"Kamu yakin akan keputusan kamu Nggi?"

"Sangat yakin eyang. Dengar, tak lama lagi eyang akan menimang cucu, dan Ananda akan segera mendapatkan teman untuk bermain," kata Anggi sambil, berdiri, kemudian mencium pipi bu Broto, dan melangkah kekamarnya.

Bu Broto meng geleng-gelengkan kepalanya. Tak beranjak dari tempat duduknya dan diam-diam berdo'a demi kebahagiaan anak cucunya.

***

Adhit belum pulang malam itu. Anggi merebahkan tubuhnya diranjang. Ia merasa hidupnya akan berubah. Ranjang ini akan menjadi milik Adhit dan Mirna. Ranjang ini akan menjadi sakti kebahagiaan yang sesungguhnya, dari sepasang anak manusia yang saling mencintai. Tak ada lagi jerit pedih dan perih, tak ada lagi desah-desah nikmat yang penuh kepalsuan, hanya nafsu dan bukan cinta. Ya Tuhan... Ya Tuhan... akan bagaimanakah hidupku nanti? Tak terasa pipi mulus itu basah oleh air mata. Tak bisa ditahannya. 

"Sedihkah aku?" isaknya perlahan diantara tangis.

"Benarkah aku siap untuk berbagi? Benarkah siap aku tinggalkan ranjang ini untuk aku berikan kepada perempuan pesaingku? Perempuan pilihan suamiku? Maduku? Benarkah aku rela? Tapi mengapa air mata ini tak bisa aku bendung lagi? Ini air mata kesedihan? Aduhai cinta, alangkah berat pengorbanan ini... "

Lalu diusapnya kasur busa tempatnya berbaring.

"Selamat tinggal ranjang yang penuh kenangan, selamat tinggal desah-desah yang menggema dibilik ini.. selamat tinggal tempatku terbuai oleh ayunan nafsu dan penyesalan.." lalu tangis itu semakin keras. Anggi membenamkan kepalanga pada bantal, menghabiskan tangisnya disana.

"Sudah, jangan menangis Anggi, ini keinginan kamu, ini jalan hidup kamu.. pilihan kamu," desahnya sambil membalikkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar yang selalu menjadi saksi atas pedih dan perihnya hati Anggi.

Diusapnya air matanya, lalu dia bangkit, pergi kekamar mandi, mengguyur tubuhnya dengan dinginnya air, agar teredam juga darah kesakitan yang nyaris mendidih. Ketika didengarnya pintu kamar terbuka, lalu didengarnya sebuah panggilan, Anggi mengguyurkan air semakin keras, dari ubun-ubunnya.

"Anggi...." suara Adhit setengah berteriak.

"Ya, aku lagi mandi mas," jawab Anggi juga sambil berteriak, berpacu dengan derasnya air yang mengguyur, dan derasnya air mata  yang mengucur.

"Anggi, bolehkah aku ikut mandi bersama kamu?"

"Tidaaak, jangan mas...aku hampir selesai," teriak Anggi.

Adhit menuju ke pintu kamar mandi, mencoba membukanya, tapi Anggi menguncinya dari dalam. Jangan sampai ada buih-buih cinta yang sesungguhnya nafsu, terburai dikamar mandi ini, bisik batin Anggi.

"Anggi...!"

"Aku sudah selesai, aku mau keluar !!"

Adhit menjauhi kamar mandi. Tapi agak lama Anggi belum juga keluar.

"Anggi, cepat mandinya, nanti kamu masuk angin," teriak Adhit sambil melepas baju kerjanya.Sesungguhnya ia ingin bertanya tentang pertemuannya dengan Mirna sore tadi, tapi ditahannya. Ia tak mau Anggi mengira dirinya terlalu bernafsu.

***

Ketika kemudian keduanya terbaring ditempat tidur, Anggi bertutur tentang pertemuannya dengan Mirna.  Adhit mendengarkan dengan seksama, bersikap seolah berita itu biasa-biasa saja.

"Besok kita akan melamarnya." 

"Apa?" Adhit terkejut, diangkatnya kepalanya yang kemudian ditumpu oleh sebelah tangannya.

"Seneng kan?" ejek Anggi.

"Kamu jangan bercanda Anggi."

"Aku merayunya habis-habisan. Nggak mudah meluluhkan hatinya. Dia benar-benar perempuan yang hebat. Dia akan menjadi isteri mas yang sangat baik."

"Anggi, apakah kamu sudah memikirkannya? Hidup bermadu... fikirkan baik-baik."

"Apa mas tidak mencintainya?"

"Itu bukan jawaban yang aku minta."

"Tapi mas juga harus menjawab pertanyaan itu."

"Gimana sih, pertanyaan belum dijawab kok mengajukan pertanyaan lain."

"Pertanyaan mas itu sudah sering mas ajukan, aku sudah menjawabnya dan sampai aku bosan."

"Anggi, tiba-tiba kamu bilang akan melamarnya, mengapa tiba-tiba?"

"Jawab dulu pertanyaanku."

"Kamu sudah tau jawabannya, tapi itu bukan alasan untuk mencarikan kamu seorang madu. Tidak Anggi. Cinta itu tidak harus memiliki bukan?"

"Tapi kalau bisa memiliki, itu adalah kebahagiaan."

Adhit merebahkan kembali kepalanya. Tak terbayangkan bahwa Anggi sungguh-sungguh akan melamar Mirna untuk dirinya. Ada perasaan tak enak.. walau dia mengharapkannya.

"Tidak Anggi, fikirkan sekali lagi. Sungguh aku tak ingin kamu terluka."

"Nggak mas, ini keinginanku, ikhlas aku berbagi bersama Mirna. Sekarang aku mau tidur, aku akan menikmati tidur disini untuk beberapa hari kedepan, karena tak lama lagi ranjang ini akan menjadi milik Mirna."

Teriris hati Adhit mendengar penuturan isterinya. Ia menggeser tubuhnya lebih dekat dengan isterinya, kemudian memeluknya erat.

"Ini bukan kemauan aku Nggi, sungguh, Hidup kita ini aku yang memilihnya, akan aku genggam seperti janjiku," bisik Adhit.

"Aku ingin mas melakukannya. kita akan bahagia bertiga."

***

Galang terkejut ketika pagi itu Adhit menelphone. Dia bersama Anggi akan melamar Mirna? Diserahkan ponselnya kepada isterinya, agar Isterinya bisa mendengarnya langsung.

"Apa mas?" tanya Putri ketika Galang mengangsurkan ponselnya.

"Itu lho, Adhit sama Anggi mau melamar Mirna."

"Apa? Jadi melamar? Semalam ibu sudah menelphone. Aku hampir tak percaya Anggi rela berbagi suami."

"Aku sudah pernah menasehati Adhit. Dia mengakui bahwa dia mencintai Mirna, tapi tak ingin berpisah dengan isterinya. Sudah terima dulu, malah ngobrol sama aku, kamu tuh."

"Hallo Dhit," sapa Putri kepada anaknya.

"Ibu, Adhit sudah bilang sama bapak, kami mohon do'a restu."

"Isterimu itu luar biasa Dhit."

"Iya bu, ini juga keputusan dia. Kami cuma mohon do'a restu agar hidup kami tetap bahagia."

"Ibu sama bapak nggak bisa ngapa-ngapain Dhit, kalian bukan anak kecil lagi. Kami hanya akan berdo'a untuk kebahagiaan kalian."

"Kalau kamu menikah nanti, ibu sama bapak akan berusaha datang."

"Terimakasih bu."

Namun ketika ponsel itu ditutup, Putri dan Galang masih seperti orang bingung. Tak percaya Anggi rela melakukannya.

***

Ketika melamar itu, tak banyak yang bisa dilakukan pak Kadir. Seperti juga Galang, ia menyerahkan kepada yang mau menjalani. Barangkali Mirna juga sudah letih bersembunyi, atau juga desakan Anggi yang ber tubi-tubi membuatnya akhirnya menyerah.Tapi ia belum mendengar sendiri semuanya dari Adhit. Benarkah Adhit mencintainya?

"Mirna, hari ini aku mau mengajak kamu menemui mama," kata Anggi mengejutkan Mirna. Bukankah bu Susan sangat menolak keinginan Anggi itu?

"Jangan sekarang, saya belum siap," jawab Mirna pelan.

"Belum siap apanya? Haa.. aku tau, so'alnya mas Adhit belum pernah bicara. Ayo mas, bicaralah," kata Anggi sambil memandangi suaminya yang sejak tadi hanya diam, dan bermain-main dengan ponselnya.

"Aap..apa?" 

"Mas, dari tadi kan aku yang bicara. Mas Adhit kenapa diam saja?"

"Karena kamu sudah bicara, ya aku diam, masa dua-duanya bicara bareng?"

"Iih, bercanda deh. Sekarang katakan pada Mirna, bahwa mas sungguh-sungguh mencintainya."

"Ak..aku mengatakannya? Bukankah kamu sudah?"

"Mas Adhit harus mengatakannya dehadapan Mirna, supaya dia merasa mantap, dan tidak ragu-ragu dalam menerima lamaran kita ini.

"Masa aku harus mengatakannya?"

"Harus !!"

Mirna menundukkan kepala. Jantungnya berdebar lebih keras, harap-harap cemas ketika menunggu ucapan cinta itu keluar dari mulut bos ganteng yang dicintainya.

"Mas !"

"Mirna, aku mencintai kamu," akhirnya suara itu keluar, Berlinang air mata Mirna. Ada bahagia yang membuncah.

Anggi tersenyum, tapi batinnya menjerit. Dia belum pernah mengucapkan itu dihadapanku... Aduhai... lalu titiklah air matanya, tak tertahankan lagi.

"Anggi..." Adhit menyentuh lengannya.

"Aku terharu mas, ini kebahagiaan kita," bisiknya sendu.

***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 








29 comments:

  1. Makin penasaran..ditggu part selanjutnya

    ReplyDelete
  2. Tks mba Tien, apakah ini endingnya atau masih ada lanjutannya

    ReplyDelete
  3. Terimakasih mbak Tien, semoga happy ending ya

    ReplyDelete
  4. maaf mbak Tien... Apakah ini masih ada lanjutannya atau sudah Tamat..?

    ReplyDelete
  5. Makasih mbak tien.. smg happy ending

    ReplyDelete
  6. Smg 87 bukan part ending khan mb Tien?...
    tp msh berlanjut ke sequel berikutnyakah? Apapun jln crtnya kita tinggu dg penasaran..

    ReplyDelete
  7. Makasih mba Tien. Belum tamat kan? Ditunggu lanjutannya

    ReplyDelete
  8. Kok tata bahasanya agak membingungkn

    ReplyDelete
  9. Pengen Adit dg Mirna gak punya anak krn adit jg mandul, biar impas

    ReplyDelete
  10. Mbak Tien.. makin seru dan penasaran... apakah ini endingnya? Atau msh ada lanjutannya... ditunggu...

    ReplyDelete
  11. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, kalau saya ingin Adhit punya anak kembar dg Mirna, lalu Mirnanya meninggal, anaknya d besarkan Adit dg Anggi, shg Adhit & Anggi bahagia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aduh ..jangan dong...anaknya kembar ,yg satu di gendong Mirna ,satunya lagi digendong Anggi ..🤗

      Delete
  12. Aduh.. makin penasaran.. ditunggu lanjutanny mbak Tien..

    ReplyDelete
  13. Tks ya mbak Tien veritanya bagus g bikin bosan.

    ReplyDelete
  14. Klo sy sih pingin adit bahagya bersama Mirna mempunyai anak, pd dasarny Adith menikahi Anggi kan jrn kasian bkn krn cinta, kasian dong Aditny ga mrsa bhgya klo terus sm Anggi.bhkn tudurpun selalu mmbayangkanm mirba itu kan dosa..

    ReplyDelete
  15. MB Tien ....aku nangis 😭.nyesekkk dada ini.aku harap ga sia²pengorbanan anggi.semoga mereka rukun²aja ya..😊

    ReplyDelete
  16. Di tunggu klanjutan ny mbak,, smoga brakhir bahagia,,,

    ReplyDelete
  17. Semangat terus bu Tien n ditunggu klanjutannya.mksihhh

    ReplyDelete
  18. Cerita yg bagus baper jadinya lanjut mbak Tien sukses selalu menyertaimu

    ReplyDelete
  19. di tunggu lanjutan nya emba . ku ingin bahagia . mereka yg di madu. mirna. . anggi. mas adit ....mereka betbahagia

    ReplyDelete
  20. Ditunggu kelanjutannya
    Mdh" akhirnya semua bahagia
    Kalau boleh kelanjutannyajng lama" makasih mbak tien

    ReplyDelete
  21. Makin penasaran..mbak tien...ditunggu lanjutannya

    ReplyDelete
  22. Numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
    ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...