Saturday, October 5, 2019

DALAM BENING MATAMU 15

DALAM BENING MATAMU  15

(Tien Kumalasari)

Mirna tak bisa memejamkan mata dimalam terakhir, dimana keesokan harinya ia harus mengikuti Adhitama ke Sarangan. Ibunya sangat yakin sakit  hati dan dendamnya akan terbalas. Membunuhnya? Tidak.. Mirna mana mungkin bis melakukannya? Bos ganteng itu bukan hanya menarik hatinya, tapi juga sangat baik padanya, bagaimana dia bisa membunuhnya? Tapi kalau dia tidak melakukannya, pasti ibunya akan marah, dan mengancam akan pergi dari rumah.

Menjelang subuh, dia baru bisa memejamkan matanya. Ia terkejut ketika ibunya membangunkannya.

"Ini sudah jam lima lebih, bukankah kamu harus siap-siap?" kata ibunya sambil me nepuk nepuk lengannya. Mirna membuka matanya dengan berat, ia sadar akan apa yang akan terjadi hari ini. Meracuni pak bos yang menawan hatinya, aduhai...

"Heiii... kamu mau bangun tidak?" hardik ibunya, yang kemudian membuatnya terbangun dengan malas.

"Katamu akan ke kantor pagi-pagi.."

Mirna berdiri, menyambar handuk di gantungan, lalu melangkah ke kamar mandi.

Widi ter tawa-tawa sendirian, ketika membuat teh hangat untuk anaknya dan dirinya sendiri. 

"Hari ini... hahaaaa... hari ini.... tak kusangka akan semudah ini Galang... kamu akan kehilangan orang yang kamu sayangi.. seperti ketika aku kehilangan dirimu.. kehilangan harga diriku.. kehilangan kedudukan ken mata pencaharianku... kehilangan keluargaku... Hahaaa... akan kamu rasakan Galang....alangkah sakit rasanya kehilangan... " dan Widi terkekeh aneh... dan terkekeh terus ketika membawa nampan berini dua gelas minuman,,, lalu terdengar suara gedubragg.... krompyaaaang......

"Aaauuuwww.."  jerit Widi yang terdengar oleh Widi dari dalam kamarnya, yang kemudian ia berlari masih dengan tubuh terbalut handuk.

"Ibuuu... ada apa ini?"

"Auuwww... ini.. aku menabrak bangku disudut itu...  haduuuww... " rintihnya sambil berusaha bangun.. Bajunya basah.. oleh tumpahan 2 gelas minuman, sedangkan pecahan gelas berserakan kemana mana..

"Ibu... awas bu... kaki ibu nanti kena pacahan kaca... sudah.. diam saja disitu bu... biar Mirna bersihkan dulu pecahan gelasnya.. ibu diam disitu ya..."

Mirna mengencangkan ikatan handuknya yang melilit ditubuhnya, lalu berlari kearah kamar, mengambil daster lalu mengenakannya. Ia melangkah kearah dapur, mengambil sapu danserokan  untuk mengumpulkan pecahan kaca..

Widi masih merintih sambil bersandar ke pintu, tak bergerak, lagi pula tumitnya terlanjur berdarah, pasti sekeping kaca telah melukainya.

Widi membersihkan semuanya, lalu membantu ibunya untuk berdiri.

"Pelan-pelan bu, lihat.. kaki ibu juga berdarah...

"Sudah, jangan hiraukan ini, ibu bisa mengobatinya sendiri, segera bersiap untuk berangkat ke kantor," kata Widi sambil melangkah tertatih kedalam kamarnya, meninggalkan bercak-bercak darah pada lantai yang dilaluinya. Mirna mengambil tissue untuk membersihkannya.

Ia melihat jam beker diatas meja, sudah jam tujuh lebih.. ia harus cepat berangkat, pak Adhit sudah berpesan bahwa dia harus sampai di kantor sebelum jam delapan.

Ia berganti pakaian lalu dandan, kemudian menyambar tas tangannya, memakai sepatu sambil sambil berteriak pamit pada ibunya.

"Ibu... Mirna berangkat duluuu..."

"Jangan lupa pesan ibu..." teriak ibunya sambil keluar dari kamarnya sambil ber jinjit-jinjit..

Mirna tak mengacuhkannya. Ia sudah tiba diluar dan lupa memanggil ojek online, terpaksa dipesannya ojek ketika ia sudah ada dijalan, sambil berjalan pula.

Dijalan itu sudah ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang, kebanyakan dari mereka bergegas pergi ke kantor. Ojek yang dipanggilnya belum tamak datang. Ketika tiba-tiba didengarnya motor mendekat, Mirna menoleh, tapi yang datang adalah dua anak muda berboncengan, yang tanpa diduga menyambar tas tangan yang tergantung dilengannya. Ponselnya terlempar, Mirna terpelanting dipinggir jalan. 

"Copeeeeet.... " teriak Mirna. Tapi pencopet itu terlalu gesir. Ia menyelinap diantara lalu lalang kendaraan dan menghilang ditikungan kecil yang kebetulan ada disana. Beberapa orang berusaha mengejarnya, namung yang namanya pencopet pasti lebih gesit dari pengejarnya.

"Copeeeet.... " teriaknya sambil menangis. Ia memungut ponselnya yang terlempar. Rusakkah ?

Seorang laki-laki mendekati.

"mBak.. lukakah?"

"Nggap apa-apa mas, hanya... tas saya..."

"Mari saya antar lapor ke polisi  saja mbak..."

Mirna kebingungan, kalau lapur terlalu lama, sementara ia ter gesa-gesa.. lagi pula bisakah tasnya ketemu? Ketika bingung itulah ojek yang dipesan baru nyampe.

"mBak Mirna?"

"Ya mas, kok lama banget baru nyampe," tegur Mirna.

"Jadi gimana mbak, mau lapor tidak?"

"Nanti saja mas, saya mau buru-buru ke kantor .. terimakasih ya mas..."kata Mirna yang segera naik keatas bocengan ojek yang dipesan.

Sambil berjalan Mirna mencoba menelpon kantor, tapi ponselnya mati. Pasti rusak karena kebanting tadi.

***

"Mengapa jam delapan lebih dia belum datang juga?" keluh Ayud sambil melihat ke arah jam tangannya.

"Iya, biasanya dia nggak pernah terlambat. Barusan aku menelponnya tapi ponselnya mati."

"Coba ke ibunya.."

"Mana aku tau nomor ibunya?"

"Kan pernah menelpon mas waktu katanya Mirna sakit."

"Uda terbuang semuanya."

"Ya udah, kalau begitu biar sama aku saja."

"Nah, gitu dong.. dari kemarin-kemarin aku bilang apa...Ya sudah siapkan semuanya."

Akhirnya Adhitama berangkat bersama Ayud. Ketika mobil Adhit keluar, ojek yang ditumpangi Mirna baru berhenti didepan gerbang kantor.  Begitu masuk satpam yang berjaga didepan menegurnya.

"Tumben kesiangan mbak.."

"Iya, tasku dicopet mas.." jawab Mirna sambil terus berjalan.

"Pak Adhit sama bu Ayud baru saja keluar.," kata satpam itu tadi.

Mirna berhenti melangkah, menoleh kearah satpam yang memberi tau.

"Oh, sudah berangkat?"

"Baru saja, begitu mereka keluar, mbak baru datang."

"Oh..." Mirna bergegas masuk kekantor, menuju ruangannya. Ponselnya tak bisa dipergunakan sehingga ia tak bisa mengabari Adhit ketika kecopetan. Ia langsung menuju kemejanya dan menelpon Adhit dari telephone kantor.

"Tolong Yud, telephone dari kantor."

"Hallo..." Ayud menjawab telephone itu.

"Hallo bu Ayud, saya Mirna," jawab Mirna takut-takut.

"Kamu kemana saja? Ini jam  berapa?"

"Ma'af bu, begitu keluar dari rumah, dijalan besar saya kecopetan."

"Kecopetan? Mengapa nggak langsung telephone ke kantor?"

"Ma'af bu, ponsel saya terlempar dan mati... saya langsung ke kantor.

"Sudah lapor polisi ? Apa saja isinya?"

"Uang sedikit, KTP, dan...." tiba-tiba Mirna teringat botol berisi bubuk putih itu. Aduh, bagaimana kalau  pencopet itu mengira sebangsa narkotik.. lalu...

"Lapor saja ke polisi... buruan, setelahnya kamu di kantor saja. Pak Adhit sudah sama aku."

"Baik bu."

Ayud mengembalikan ponsel Adhit.

"Mirna kecopetan,"

"Kasihan, berapa uang yang hilang?"

"Nggak bilang, tapi ada KTP, dan mungkin ATM atau surat-surat apa, entahlah, Ayud sudah menyuruh dia lapor ke polisi."

"Ya sudahlah, memang lagi berhalangan, mau bagaimana lagi."

*** 

Sore itu Widi sudah dirumah, karena memang dia tidak masuk bekerja, dia sudah pamit pada majikanuya dan bilang kalau kena halangan, sehingga kakinya ter pincang-pincang.

Ia memasak enak hari itu, karena tadi sempat berbelanja di tukang sayur keliling. Ada ayam dimasak rendang, sayur bening.. kerupuk udang.. ada tahu.. Hm.. ini luar biasa. Widi belum pernah masak sebanyak itu. Bahkan jarang sekali memasak, paling beli nasi bungkus diluar, karena kan dia dan Mirna jarang ada dirumah waktu siang. Tapi hari itu Widi sedang bergembira. Ia membayangkan anak musuhnya sudah terjungkal ke jurang dan mampus. Dan Mirna..? Ia sudah mengirim SMS tadi, bahwa kalau terjadi sesuatu dijalan ia harus segera melompat keluar kalau ingin selamat. Lalu ia menelponnya setelah selesai memasak, tapi ponsel Mirna kan mati?

Sekarang ia menata semua masakannya dimeja, dan berharap Mirna segera mengabarkan terjadinya sebuah bencana, Adhit yang menyetir merasa pusing, lalu kendaraannya oleng .. dan terjungkal ke jurang.. karena diperkirakan obat yang diberikan Mirna akan bereaksi ketika mereka tiba disekitar jalanan yang kiri kanannya adalah jurang. Mirna bukan orang bodoh, ia pernah meracuni galang, dan kini giliran anaknya, dengan racun yang sudah pasti mematikan. Widi terbahak bahak seperti orang kesetanan... Tawa itu masih terdengar ketika Mirna masuk kedalam rumah.

"Haa... bukankah kamu membawa berita baik?" sambut Widi sambil mengembangkan tangannya.

"Ibu.. aku tidak jadi ikut..."

"Apa? Jadi kamu belum juga berhasil menyenangkan hati ibumu?" mata menakutkan itu bertambah tampak menakutkan, karena Widi tak pernah memakai cadar sa'at dirumah. Mirna bergidik memandangnya.

"Ma'af bu, aku kecopetan ketika masih dijalan sana."

"Apaaa?" teriakan itu seperti lolongan iblis yang menguak dari langit sana.

Widi mengamuk, ia menarik alas meja dimana ia menata makanannya, lalu makanan itu berhamburan ke mana-mana. 

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...