SEPENGGAL KISAH 121
SEPENGGAL KISAH 121
(Tien Kumalasari)
Damar sangat marah, tamparan itu membuatnya terpelanting. Ia bangkit dan menuding Ongky yang berdiri didepannya.
"Tega kamu mas? Tega kamu menyakiti aku?" teriaknya sambil menyerang Ongky. Namun Ongky yang sudah siap sedia menghindar dan membuat Damar jatuh tersungkur.
Asri menjerit dipelukan Danik. Ia tidak menyangka Damar kenal dengan Ongky, dan bahkan seperti sudah sangat dekat. Danik menariknya mundur dari arena pertarungan itu. Berkali kali Damar berteriak :" Tega kamu mas... "
Dan berkali kali Damar tersungkur.
Asri tak tega melihatnya, dan memejamkan mata. Sedih bercampur cemas memenuhi hatinya.
"Sudah mas Ongky, sudah, hentikan," teriaknya.
Ongky menangkap kecemasan dalam teriakan itu. Dan pukulan terakhir yang dilontarkannya membuat Damar tak mampu bangun lagi.
Asri berlari mendekati. :" Mas, kamu membunuhnya?"
"Dia tidak mati Asri, jangan khawatir. "
"Bukan begitu mas, hanya.. kalau itu terjadi..."
"Aku akan membawanya kerumah sakit, dia akan sembuh. Tapi mungkin ia harus diperiksa seorang psikiater."
Ongky mengangkat tubuh Damar yang lemas, lunglai, membawanya kemobil dan meletakkannya di jok belakang.
"Asri, aku sebenarnya kemari untuk mengabarkan ke kamu so'al Bowo."
"Ya mas, aku sudah mendengar. Aku mau kekantor polisi sekarang. Mertuaku menungguku disana."
"Baiklah, setelah mengurusi orang gila itu aku akan menyusul kalian kesana."
Ongky menuju mobilnya, dan meluncur membawa tubuh Damar yang masih pingsan.
"Siapa dia?" tanya Danik..
"Itu mas Ongky... sahabatnya mas Bowo.."
"Oh.. kamu kan pernah ceritera tentang dia, salah satu penggemarmu ya?" goda Danik, tapi Asri tidak tersenyum. Banyak hal yang dipikirkannya, yang membuatnya sangat susah tersenyum.
"Danik, aku mau ke kantor polisi sekarang."
"Aku antar kamu, pakai mobilku saja."
"Baiklah, aku akan menelpon bapak dulu, supaya kalau pulang nanti tidak mencari cari aku."
Pak Prasojo dan isternya telah diijinkan bertemu Bowo. Bu Prasojo merangkul anaknya dan menangis tersedu sedu.
"Apa yang terjadi le, apa yang telah kamu lakukan?"
"Bapak, ibu.. tak usah khawatir, Bowo tidak melakukan apa2, Bowo hanya diperiksa sebagai saksi, bukan tersangka. Kalau semuanya selesai, mungkin nanti Bowo boleh pulang."
"Syukurlah le, bu Prasojo memeluk anaknya kembali dengan senang."
"Tapi mengapa kamu bisa tidur sehotel dengan perempuan itu? Bapak kan sudah bilang dia perempuan tidak baik, dan dulupun kamu nggak pernah suka kan?"
"Bapak, Bowo tidak dihotel bersama dia.. Bowo menginap sendiri dan tidak tau kalau dia juga ada disana."
"Tapi kan ditemukan dia berada dikamar kamu to le?"
"Itu juga Bowo tidak tau, polisi sedang memeriksa semua yang berkaitan dengan peristiwa ini. Ketika itu Bowo pergi keluar untuk membeli ponsel baru, karena sudah tiga hari ponsel Bowo hilang. Dan ketika Bowo kembali kekamar, Dewi sudah ada dilantai bersimbah darah. Kemudian Bowo juga menemukan ponsel Bowo, yang ternyata dibawa Dewi."
"Kenapa Dewi bisa membawa ponselmu?" tanya ibunya masih curiga..
"Bowo ketemu Dewi disebuah rumah makan, dia ikut duduk dimeja Bowo, dan dengan sebal Bowo meninggalkannnya. Mungkin ketika itu ponsel Bowo tertinggal dan ditemukan olehnya."
"Dan perempuan itu menelpon Asri berkali kali untuk memanas manasinya."
"Iya, Bowo sudah menduga, yang terakhir, Bowo menelpon Asri , tapi Asri menjawabnya dengan marah. Dia juga tau kalau Bowo sedang menginap dihotel. Siapa lagi yang memberi tau kalau bukan Dewi?"
"Jadi memang perempuan itu ingin merusak rumah tangga kalian."
"Oh ya pak, apa Asri tau kalau Bowo berada disini?"
"Tau, tadinya bapak mau nyamperin, tapi dia bilang mau berangkat sendiri."
"Tapi kok lama belum juga menyusul ya pak?" timpal bu Prasojo.
"Mungkin kena macet kayak kita tadi bu."
"Apa dia masih marah sama Bowo ya pak?"
"Mungkin ya, tapi lebih besar kekhawatirannya tentang keadaanmu ini daripada rasa marahnya."
"Bowo sudah ketemu dengan laki2 yang ada di foto itu. Dan kami sempat berantem sengit."
"Ooh.. itu sebabnya mukamu tampak sembab begini le, ibu kira kamu dihajar oleh polisi2 itu." kata bu Prasojo sambil mengelus wajah anaknya.
"Bukan bu, polisi tau kalau Bowo tidak bersalah, ini Bowo berantem sama dia. Dan ternyata dia itu rekan kerjanya Ongky."dan Bowo pun berceritera menganai pertemuannya dengan Damar.
Pak Prasojo hanya menggeleng gelengkan kepalanya. Tapi bu Prasojo memang tampak kalau belum sepenuhnya percaya pada menantunya.
Apalagi ketika Asri datang bersama Danik, dan merangkul suaminya tanpa berkata kata. Masih ada rasa cemburu Asri tentang keberadaan suaminya dihotel itu bersama Dewi.
Pak Prasojolah yang kemudian mencairkan keadaan yang kaku itu dengan menceriterakan kepada Asri seperti kata Bowo yang dipaparkannya pada ayah ibunya tadi.
Ongky sudah membawa Damar kerumah sakit, tapi kemudian ia juga membawanya ke seorang psikiater.
Diruangan khusus tanpa Damar, dokter itu berkata bahwa keadaan Damar sudah parah.
"Apakah dia bisa disembuhkan?"
"Ya pasti bisa, tapi harus ada penanganan khusus. Kalau anda membawanya pulang, anda harus menjaganya seperti menjaga bayi, agar dia tidaak mengulangi perbuatan gilanya untuk menemui wanita yang dia cintai. Dia tidak takut apapun, dan dia berani mati untuk itu."
"Jadi apa yang harus kami lakukan dok?"
Bawa dia ke rumah sakit jiwa.. dan biarakan dia menginap disana sampai beberapa waktu.
#adalanjutannyalho#
No comments:
Post a Comment