Sunday, January 6, 2019

SEPENGGAL KISAH 119

 SEPENGGAL KISAH  119

(Tien Kumalasari)

 

Bowo memijit mijit kepalanya yang memang terasa pusing.Polisi yang memeriksa segera membawa tubuh Dewi kerumah sakit. Entah masih hidup, atau sudah mati.. yang dipikirkan Bowo adalah bagaimana Dewi bisa berada dikamarnya, kemudian bersimbah darah disitu. Bowo juga menemukan ponselnya diatas tempat tidur yang kemudian diambilnya. Jadi selama ini Dewi lah yang telah menemukan ponsel itu. Apakah Dewi menelpon Asri dan mengatakan dia sedang berada dihotel itu bersama dirinya? Pikir Bowo. Nyatanya Asri seperti marah ketika dia menelponnya, dan mengetahui kalau dia sedang berada dihotel. Namun sayangnya Bowo tidak tau bahwa Dewi ada disitu juga. dan bahwa ponselnya ditemukan Dewi tanpa mau mengembalikannya.

Hari telah pagi, letih lahir batin Bowo bersandar disebuah kursi dikantor polisi itu.Banyak pertanyaan dilontarkan, tapi tak banyak yang bisa Bowo katakan kecuali dia memang kenal dengan Dewi. Dan keberadaan Dewi disitupun.. Bowo juga tidak mengetahuinya.

Lelah dan letih dirasakannya, lahir batin. Bowo ingin segera pulang namun polisi belum mengijinkannya. Semua alibi Bowo harus dibuktikan, maka penjaga hotel dan pelayan di cafe itupun harus memberikan keterangannya.  

Bowo memejamkan matanya, dan bersandar pada kursi yang terasa keras dikepalanya. Ia berharap bisa terlelap, walau sebentar saja.

 

Pandu bangun pagi2 dan berlari kekamar orang tuanya.

"Ibu, apa bapak sudah pulang?"

Asri sedih, anaknya begitu merindukan ayahnya, namun batin Asri terluka mengingat Bowo sedanag berada dihotel bersama Dewi.

"Belum pulang ya bu?" Pandu mengulang pertanyaannya ketika ibunya tidak segera memberikan jawaban.

"Iya sayang, bapak belum pulang, sudah.. mandi sana, kamu harus ke sekolah bukan?" Asri mencium Pandu dan mendekapnya erat2. Bocah kecil itu tidak boleh tau akan penderitaan yang dirasakan kedua orang tuanya. Apalagi ibunya.

Pandu berlari kebelakang mencari kakeknya. Memang selama ini kakeknyalah yang membantunya mandi dan berganti pakaian. Entah apa yang dipikirkannya pagi itu. Mungkin ada rasa kecewa karena ayahnya belum juga pulang. Berhari hari tidak ketemu, hanya sebentar ketemu ketika ayahnya pulang dari Jakarta, kemudian berpisah lagi.

"Ayo mandi .. semuanya sudah kakek siapkan. Kok malah berdiri saja dipintu?" tegur kakek Marsam ketika melihat cucunya termangu didepan pintu kamar mandi.

Asri keluar dari kamarnya dan menyetel televisi, kemudian duduk dikursi didepan tv itu sambil termangu. Ia tak ingin melakukan apa2, ia juga malas menyiapkan sarapan buat anaknya. Ia masih kepikiran telephone Dewi semalam yang mengatakan bahwa Bowo sedang bersamanya.

Tiba2 ada gambar ditayangkan di acara berita disalah satu chanel tv itu. Dan sekilas dilihatnya wajah suaminya. Asri mengangkat kepalanya dan memperhatikan agar bisa melihat lebih jelas. Reporter televisi itu mengatakan, bahwa telah terjadi percobaan pembunuhan disebuah kamar hotel. Korban bernama Dewi dan tersangka penganiayaan itu adalah seorang pengusaha bernama Prabowo.

Asri terhenyak. Dewi... Prabowo... hotel.. percobaan pembunuhan... :"Ya Tuhan, apa yang dilakukan suamiku?" Asri menjerit lirih. Ia ingin mengatakannya pada pak Marsam, tapi ada Pandu disana sedang digantikan pakaian sekolahnya.

"Ibuuu... aku mau nasi goreng.. jangan pedes ya bu.." teriak Pandu dari belakang.

Asri sadar belum menyiapkan makan pagi untuk Pandu. Nasi goreng memakan waktu agak lama, sementara hati Asri sedang gundah gulana.

"Pandu, makan pakai telur ceplok saja ya? Ibu belum sempat masak tadi."

"Baiklah bu, telur mata sapi ya bu?"

Asri menggoreng telur pesanan Pandu. Hatinya tetap tidak karuan. Bagaimana ia bisa tenang mendengar bahwa suaminya tersangkut percobaan pembunuhan?

"Ibu, Pandu sudah siap." teriak Pandu didepan meja makan.

Asri terkejut, telur mata sapi itu hampir gosong.

"Pandu, ma'afkan ibu ya, telurnya hampir gosong, Pandu masih mau memakannya? Atau mau digorengkan lagi" tanya Asri memelas.

Pandu memiliki kecerdasan yang  luar biasa. Ia merasa punya  ikatan batin dengan orang tuanya, apalagi dengan ibunya. Bahkan tanpa sadar, jauh dilubuk hatinya  ada pertanyaan, apa yang terjadi pada ibuku, namun ia tak bisa mengungkapkannya. Ia juga tak sadar itu rasa apa.Ia hanya merasa kasihan pada ibunya yang telah bersusah payah menggoreng telur untuknya, dan kemudian agak gosong. Pandu yang cerdas hanya mengatakan :"Tak apa2 ibu, berarti telurnya benar2 matang."

Dan Pandu menyendok makanannya tanpa menunjukkan rasa kecewa. Berlinang air mata Asri. Mengapa Pandu begitu penurut hari ini? Biasanya kalau lauknya bukan  yang diinginkannya pasti dia protes. "Apa dia merasakan kesedihanku?" suara batin Asri.

"Bapak,kesini sebentar."

Asri membawa ayahnya menjauh dari meja makan itu dan membisikkan sesuatu. Pak Marsam tampak terkejut. Asri mengatakan apa yang tadi dilihatnya di televisi.

"Jangan sampai Pandu tau." bisik Asri lagi.

Pak Marsam mengangguk, mata tua itupun berlinang linang.

"Pagi ini tolong bapak yang mengantarkan Pandu ya, Asri akan mengabari bapak sama ibu. Mereka juga harus mendengar."

"Baiklah.

Dan Pandupun diantar kakeknya pagi itu.

Asri sudah bersiap menelpon mertuanya, ketika telephone berdering.  

"Hallo," 

"Asri, ini bapak."

"Ya bapak, baru saja Asri mau menelpon bapak."

"Kamu melihat berita di televisi itu?"

"Ya bapak, dan Asri pun terisak."

"Baiklah, jangan menangis, suamimu belum tentu bersalah. Baru saja bapak menelpon rumah sakit, katanya Dewi tidak meninggal. "

"Oh.. ya bapak.."

"Kalau Dewi meninggal semakin berat tuduhan kepada suamimu. Tapi kamu jangan panik dulu,  belum tentu benar suamimu pelakunya."

"Mudah2an pak." Asri masih terisak.

"Bapak akan nyamperin kamu dan kita akan sama2 menemui suamimu disana."

"Baiklah pak." 

Asri bersiap siap untuk pergi bersama mertuanya.Dengan segera ia mandi, sementara masih terjadi perang didalam hatinya. Mengapa Bowo bisa bersama Dewi.. dan itu membakar rasa cemburunya. Namun ketika disadarinya bahwa suaminya terancam hukuman berat, hatinya menjadi sedih.

"Mengapa to mas, kamu melakukan hal yang aneh2. Menyimpang dari keluhuraan budimu dan menodai cinta kasih kita? Kamu menuduhku melakukan selingkuh, tapi mas sendiri bagaimana? Ini nista, dan noda buat keluarga kita mas, mengapa kamu melakukannya? Kemana keteguhan hatimu mas? Atau kamu melakukan itu karena kamu menganggap ini sebuah pembalasan dendam untuk aku? Padahal kamu keliru mas, aku masih Asri yang dulu, Asri yang selalu mencintai kamu mas... mengapa?" dan Asri mengguyur  tubuhnya dengan air yang mengucur deras. Ia berharap air matanya larut dan tak akan muncul lagi. Tapi ia tak kuat menahannya, dan disepanjang mandi itu air matanya terus deras mengalir.

 Asri berdandan sekenanya, ia harus segera siap ketika mertuanya datang supaya bisa segera berangkat. Namun ketika ia membuka pintu depan untuk menunggu kedatangan mereka, seorang laki2 telah berdiri didepan pintu. Asri sangat terkejut. Laki2 itu adalah Damar.

#ada lanjutannya ya#

No comments:

Post a Comment