SEPENGGAL KISAH 117
SEPENGGAL KISAH 118
(Tien Kumalasari)
Bowo memutuskan tidak pulang dulu malam itu, dan menginap disebuah hotel Kalau dia pulang dalam keadaan seperti itu pasti akan menimbulkan kekhawatiran untuk semuaya.
Namun tanpa dia sadari Dewi mengikutinya sampai ke hotel itu. Ia memesan kamar yang bersebelahan dengan kamar Bowo.
Didalam kamar, sambil beristirahat, Bowo merenung .. bagaimana ia menjadi seperti ini. Mungkin benar kata Ongky, bahwa ia seorang laki2 tak pantas melarikan diri. Apapun yang terjadi ia harus berani menghadapi. Kalau benar isterinya menyukai Damar, mengapa ia harus mempertahankannya. Tapi kalau tidak .. dan Damar memaksanya, maka Bowo bersiap untuk menjaga isterinya sampai titik darah penghabisan. Dan itu bisa ia ketahui semuanya apabila dia pulang dan berbicara langsung dengan Asri. Sayang semuanya jadi tertunda. Itu gara2 aku naik darah begitu melihat wajahnya. Pikir Bowo. Ia masih teringat betapa Damar tiba2 menonjok mukanya padahal bukan salah dia kalau ketika itu dia terjatuh di pintu masuk. Bowo benar2 geram dan menyesal karena Asri mencegahnya membalas perlakuan Damar. Dan sekarang ia lebih menyesal lagi karena gara2 dia naik darah begitu melihat Damar, terjadilah baku hamtam yang membuatnya tertunda pulang kerumah.
Tiba2 ia ingin sekali menelpon kerumah, mendengar suara isterinya, atau mendengar celoteh anaknya. Ia memutuskan keluar untuk membeli ponsel baru. Itu tak terpikirkan pada hari2 sebelumnya. Maka ia keluar kamar lagi, memakai masker untuk menutui wajahnya dan mencari sebuah toko ponsel disekitar hotel itu.
Pak Marsam masih memegangi ponsel Asri, dan tertegun mendengar suara seorang laki2.
"Hallo, " suara laki2 dari seberang sana.
"Ini siapa ya?" Jawab pak Marsam.
"Oh, saya ingin berbicara dengan ibu Asri, ada hal penting yang ingin saya sampaikan."
Pak Marsam berdebar debar. Hal penting apakah yang akan ia dengar dari laki2 itu?
"Ada apa pak?" tanya Asri ketika melihat ayahnya tampak bingung.
"Seorang laki2, ingin bicara sama kamu." pak Marsam mengulurkan ponselnya.
"Hallo, " sapa Asri..
"Hallo," suara laki2 dari seberang sana.
"Anda mencari siapa?"
"Ini ibu Asri?"
"Benar, ini siapa ya?"
Tiba2 suara ditelephone itu berubah, suara seorang perempuan.
"Hallo Asri, " dan perempuan itu memang Dewi, terkekeh senang karena bisa memperdayai Asri agar mau menerma telephone nya.
"Aku sedang berada disebuah hotel bersama mas Bowo nih. "
Dan Asri menutup ponselnya dengan gemas.
"Bagaimana nduk?"
"Itu Dewi lagi, menyuruh entah siapa untuk menelpon supaya Asri mau mengangkat telphonnya. Setelah aku yang mengangkat, Dewi yang bicara." jawab Asri sebal. Ia benar2 marah sekali.
Pak Marsam dan Asri kembali terdiam.. mereka sangat menghawatirkan keadaan Bowo.
"Mereka sedang berada disebuah hotel," kata Asri gemas.
"Hotel mana katanya?"
"Asri nggak nanya pak, begitu mendengar suaranya langsung Asri tutup telephone nya.
"Ya sudah nduk, bersabarlah dulu. Kita tunggu sampai besok. "
Ketika itu sebuah mobil berhenti dihalaman. Pak Marsam yang membuka pintu segera berteriak memanggil Asri.
"Mertuamu yang datang nduk."
Asri berdiri, dan menyambut kedepan. Ternyata memang pak Prasojo dan bu Prasojo yang datang. Asri menyambut keduanya dan mencium tangan mereka. Bu Prasojo nampak masih memandangi Asri dengan wajah kaku. Barangkali ia belum sepenuhnya percaya pada menantunya.
"Mana Pandu? Aku kangen cucuku," kata bu Prasojo yang langsung masuk kedalam.
"Kalau sudah tidur ya biarkan saja bu, ini sudah malam." tegur pak Prasojo.
"Silahkan duduk pak." Asri mempersilahkan duduk.
"Pak Marsam, sini ikut duduk disini saja, kok malah mau kebelakang." kata pak Prasojo ketika melihat pak Marsam mau pergi kebelakang.
"Baik pak, tapi saya akan ambilkan minuman dulu."
"Nggak usah pak, kami habis makan direstoran, dan ini juga mampir sebentar saja, kan sudah malam.."
Pak Marsam duduk disamping Asri.
"Belum ada kabar tentang Bowo?"
"Belum pak, tapi kata bapak, waktu Asri mengantar Pandu kesekolah, mas Bowo menelpone kerumah."
"Oh ya, jadi lagi dimana dia sekarang?" pak Prasojo tampak bersemangat.
"Entahlah, ketika bapak bertanya dimana dia sekarang, mas Bowo bilang nanti dirumah saja ceriteranya. Gitu kan pak?" Asri berpaling pada ayahnya.
"Benar pak, cuma sebentar nelponnya, katanya mau segera pulang, tapi kok sampai sekarang belum sampai juga. "
"Barusan Dewi telephone, katanya mas Bowo ada dihotel bersama dia."
Pak Prasojo kaget. :" Jadi dia bersama Dewi? Mengapa dihotel bersama Dewi?"
Asri menggelengkan kepalanya.
"Tapi Asri, kamu jangan percaya begitu saja, mungkin Dewi hanya memanas manasi kamu .."
"Tapi dia menelphone pakai ponsel mas Bowo."
"Di hotel mana katanya?"
"Dewi pasti tidak mau mengatakannya pak."
Pak Prasojo terdiam, mungkin sama dengan pak Marsam dan Asri, meeka bertanya tanya, apa yang sedang dikerjakan Bowo dan Dewi dihotel itu.
Pak Prasojo dan isterinya pulang, setelah mencium kening Pandu yang tampak tertidur pulas. Belum ada jawaban apapun tentang anaknya.
"Tutup saja pintunya pak, sudah malam, dan Asri rasa tak mungkin mas Bowo akan pulang malam ini."
"Iya nduk, sebaiknya begitu."
Pak Marsam menutup dan mengunci pintu , tapi begitu akan kembali duduk, telephone rumah berdering.
"Aduuh.. siapa lagi itu." keluh pak Marsam.
"Sudah pak, jangan diangkat. Biarkan saja, dan lebih baik bapak beristirahat dikamar."
Tapi dering itu tak juga mau berhenti. Pak Marsam sudah masuk kekamarnya.. dan keingin tahuan Asri membuatnya mengangkat telpon itu.
Asri hanya mengangkat telephone tapi tidak mengucapkan apapun. Kalau itu suara Dewi ia akan segera menutupnya.
"Hallo," itu suara dari seberang, suara Bowo.
Asri terpaku diam, rasa panas dan cemburu segera membakar hatinya. Ia tak tahan untuk tidak mengucapkan apapun.
"Ya sudah mas, tetaplah dhotel dan jangan pulang!!"
Lalu Asri menutup pembicaraan itu, menggantung gagang telephonenya agar tak lagi berdering dan memekakkan telinganya.
#adalanjutannyalho#
No comments:
Post a Comment