Thursday, December 20, 2018

SEPENGGAL KISAH 92

SEPENGGAL KISAH  93

(Tien Kumalasari)

Asri terbangun sangat pagi, atau boleh dikatakan hampir tidak tidur semalaman. Teriakan yang didengar semalam bagai guntur menggelegar yang merontokkan isi dadanya. "AKU AKAN MEREBUTMU KEMBALI, ASRI!!"

Asri sungguh tak menyangka akan bertemu Damar dipesta itu. Ia akan menegur Danik sahabatnya, tapi apa Danik salah? Ia berpesta dan ingin bersenang senang dengan teman2nya, lalu datang juga Damar, yang kemudian kata2nya seperti sebuah ancaman yang mencekam.

Mengapa Damar bersikap seperti itu? Ia seperti melihat orang lain. Memang dulu ia sangat mencintai Damar, tapi kan itu sudah berlalu. Dengan berjalannya waktu, cinta itu telah layu karena telah tumbuh tunas baru.

Bowo adalah laki2 yang amat mencintainya, melindunginya dan membuatnya nyaman. Ia tak pernah menyangka Damar masih mengharapkan cinta itu, ketika usia menjelang senja, ketika Asri telah merasa nyaman dengan kehidupannya.

"Asri, masih sakit perutmu?" Bowo tiba2 menegurnya ketika melihat Asri duduk termenung ditepi tempat tidur.

"Ah, nggak mas, sudah baikan kok, mungkin aku hanya masuk angin. Ya sudah sekarang mas mandi dulu, sementara aku akan membuatkan sarapan buat mas dan Pandu ya."

Tanpa menanti jawaban suaminya Asri keluar dari kamar. Dilihatnya Pandu telah rapi dan sedang mepersiapkan buku2 sekolahnya.

"Ibu, Pandu sudah mandi sama kakek," celotehnya senang.

"Bagus, sekarang ibu mau buatkan sarapan dulu ya buat Pandu dan bapak.."

"Aku mau telur mata sapi ibu."

"Baiklah, "

Asri berjalan menuju dapur, dilihatnya pak Marsam telah merebus air dan hampir mendidih.

"Biarkan Asri saja yang buat minuman pak, bapak duduk saja disaqna menemani Pandu." tegur Asri.

"Baiklah, tadi bapak bangun kepagian, karena sore2 sudah tidur bersama Pandu. Habis setelah kalian berangkat Pandu minta dikelonin. Jadi ikut tertidur deh bapak,"

Asri tersenyum, senang bapaknya bisa kompak sama cucunya.

Setelah Bowo berangkat sekalian mengantar Pandu kesekolah,  Asri menelpon Danik. Ia menceriterakan peristiwa yang membuatnya ketkutan semalam.

"Ya ampun Asri, ma'aaaf ya, aku nggak nyangka Damar akan seperti itu," suara Danik dari seberang.

"Aku juga nggak nyangka kalau dia akan datang. Aku heran, mestipun ketemu, harusnya dia bersikap biasa saja.. kan kita sudah sama2 tua, dan hampir 30an tahun tidak ketemu, mengapa dia masih begitu."

"Sinting dia itu, setiap sa'at menelpon aku, bertanya kamu tinggal dimana, nggak pernah aku kasih tau lho, aduuh.. aku menyesal telah mengundang dia juga. Nggak kepikiran dia akan berbuat begitu. Apa mas Bowo tau?"

"Untungnya nggak, dia sedang sibuk ngobrol dengan temannya yang kebetulan bertemu disana."

"Ya sudah, nanti aku akan mencoba menghubungi dia dan menegurnya. Sebetulnya kasihan dia itu Asri, penderitaan yang dirasakannya membuat dia menjadi orang seperti kehilangan pegangan. Kalau saja aku bisa menenangkannya..."

Ketika telepon ditutup, Asri terbawa oeh kata2 Danik, bahwa Damar sangat menderita. Ya ampun, mengapa hatinya jadi ikut teriris? Apakah masih ada sisa cinta dihatinya walau hanya sedikit saja? Asri mengibaskan perasaan itu dan bersiap menjalankan tugas2 rutinnya dirumah.

Setelah menerima telepon dari Asri, Danik segera mendatangi kantor Damar. Dilihatnya Damar sedang menulis sesuatu, atau mungkin menandatangani sesuatu, entahlah, tapi itu kan pekerjaan seorang bos seperti Damar.

"Damar," 

Damar mengangkat wajahnya dan tertawa senang :" Hallo, tamu yang tidak sopan, tanpa mengetuk pintu langsung nyelonong masuk. " omelnya sambil tertawa.

"Untuk kamu, apa perlu sopan santun itu?" serius Danik menyambut kata2 Damar.

"Haa... serius amat.. Oh ya, duduklah sayang, aku senang kamu datang, aku baru akan menelponmu untuk mengucapkan terimakasih."

"Terimakasih untuk apa?"

"Karena undangan kamu itu, aku jadi bertemu Asri,bahagia sekali aku."

Danik merengut. :"Dan karena itu maka Asri ketakutan, tau.. "

"Ketakutan? Apa wajahku menakutkan?"

"Sikapmu yang menakutkan. Dengar Damar, kamu tidak pantas membuat onar ditempat pestaku."

"Onar, nggak ada onar kan? Semua baik2 saja sampai acara selesai."

"Itu karena Asri cepat2 mengajak suaminya pulang lewat pintu belakang, kalau sampa suaminya tau, benar2 terjadi perang dirumahku."

Namun Damar menanggapinya dengan tertawa. "Danik, aku itu sungguh masih mencintai dia, dan aku ingin menyatakannya dihadapannya. Salah dia mengapa malah lari."

"Damar .. aku tidak mau berdebat denganmu, kamu ini sakit tau. Dengar, kamu harus tau bahwa Asri itu sudah ada suaminya, sudah ada anaknya, dan mereka sudah hidup tenang dan bahagia. Jadi aku mohon, jangan ganggu dia lagi .. Ingat Damar, kita itu sudah tua, bukan remaja yang pantas memperebutkan sebuah cinta. Ya ampun Damar, jangan gila kamu, sadar cah bagus."

Danik berdiri dan meninggalkan Damar termenung sendiri. Jauh2 datang dari Solo ke Jogya, hanya untuk mengomeli dirinya. Mungkin benar apa yang dikatakan Danik, ia tak boleh mengganggunya, tapi ia merasa mendapatkan derita sementara Asri bahagia.

"Mengapa semesta tidak adil padaku?" Rintih Damar pilu.

#adalanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment