SEPENGGAL KISAH 85
SEPENGGAL KISAH 85
(Tien Kumalasari)
"Gadis belia itu seperti merengek :"Boleh kan pa?"
Damar kebingungan. Apa yang harus dikatakannya? Kalau mau bilang ya, dia tak ingin hidup bersama anaknya Mimi, kalau bilang tidak, masa anaknya ikut papanya nggak boleh?
"Papa.."
"Begini Nancy, bukannya papa nggak mau, tapi kan papa setiap hari kerja, dari pagi sampai malam, kadang larut malam baru pulang, jadi...."
"Itu nggak apa2 papa.. Nancy nggak keberatan..."
"Memangnya kenapa kamu pengin tinggal disini? Bukankah lebih baik hidup bersama mama? Ditungguin terus setiap pagi siang dan malam.."
"Enggak papa, mama nggak pernah dirumah..,"
"Apa? Jadi dimana mama kamu?"
"Sering pergi setiap hari, sama teman2nya gitu, Nancy nggak suka papa. Kemarin grandma bilang mau pindah ke Indonesia saja, Nancy harus ikut, nggak mau ditinggal cuma sama mama."
Wajah Nancy cemberut, lama kelamaan seperti mau menangis, iba rasa hati Damar, tapi sungguh ia tak ingin hidup bersama Nancy. Damar lebih suka menikmati kesendiriannya, menekuni pekerjaannya, dan tak ingin diganggu oleh siapapun juga.
"Damar..." tiba2 bu Surya muncul, Damar berdiri dan menyalaminya.
"Apa kabar tante.."
"Baik Damar, kamu masih seperti dulu... gagah dan ganteng. Kamu persis seperti almarhum papa kamu."
Damar tersenyum. Ia tau bu Surya sangat dekat dengan orang tuanya, sangat menyayangi dirinya, dan bertahun2 sejak ia meninggalkan bayinya Mimi, ia belum pernah berjumpa kecuali hanya berdialog melalui telepone.
"Ini bayinya Mimi, kamu sudah bicara banyak dengannya? Kasihan, dia taunya adalah kamu papanya."
"Benar tante, tapi suatu hari nanti ia harus tau bukan?"
Bu Surya mengangguk. :" Tante ingin kembali ke Indonesia, setelah om mu dibebaskan, biarlah ia tidak usah kembali ke Amerika lagi.Karena ia sudah sering sakit2an.Ini tadi juga kami sedang mengantar om mu kontrol kerumah sakit di Jogya ini, "
"O, begitu ? Jadi om masih disini?" Damar agak enggan seandainya nanti ia harus bertemu pak Surya, ia telah melukai rasa persahabatan diantara kedua orang tuanya, dengan berusaha memiliki hartanya.
"Tapi dia masih dirumah sakit, menunggu hasil lab nya, nanti sore kami pulang ke Solo.Kami tadi melewati rumahmu, terawat kok, siapa merawatnya? Kan kamu tidak tinggal dirumah itu?"
"Hanya seminggu sekali Damar pulang dan menyuruh orang membersihkannya." Damar sungguh tak ingin seandanya keluarga Surya akan menempati rumahnya lagi. Itu rumah orang tuanya yang pernah diakui sebagai rumah keluarga Surya.
"Tapi Nancy tidak mau ikut mamanya, ia ikut bersama kami, dan mencari kamu."
"Tapi mohon ma'af tante, saya tidak bisa menerima Nancy bersama saya. Saya sangat sibuk dan tak akan bisa menjaganya."
Bu Surya mengangguk mengerti, lalu dipandangnya cucunya,:"Kamu dengar Nancy, papa kamu sangat sibuk."
"Okey, tapi Nancy boleh sering main kesini bukan?"
"Tentu Nancy,"
Nancy mengangguk, walau tampak ada nada kecewa tersirat diwajahnya.
Ketika Nancy dan bu Surya pergi, Damar merenung, sudah sekian belas tahun ia menyendiri, dan ingatannya terhadap Asri tak pernah berhenti mambayanginya. Ia sangat mencintainya, dan kemudian diketahuinya bahwa seseorang telah merenggutnya dari hidupnya, kemudian hidupnya sendiri jadi terombang ambing oleh rasa dan kepasrahannya pada nasib , yang membawanya kepada keadaan yang menyakitkan. Damar benar2 merasa sendiri, tanpa teman. Tiba2 ia teringat pada Danik, teman SMA nya dulu yang juga sahabat Asri. Siapa tau Danik pernah bertemu Asri.
"Hallo," suara dari seberang ketika Damar memutar sebuah nomor. Itu suar Danik.
"Apa kabar Danik?"
"Baik, kamu sendiri?"
"Aku ya seperti inilah Danik, kesepian dan merana."
Suara dari seberang terdengar tertawa.
"Kamu itu sebenarnya mau cari apa to Damar, harta ada, wajah lumayan, gadis yang mana yang akan menolak kamu, cari dong, supaya kamu nggak selalu sambat kesepian melulu."
"Aku kan sudah tua Danik,"
"Katanya laki2 itu nggak punya batasan umur untuk mencintai perempuan, Kamu masih pantas punya isteri Damar, carilah,"
"Aku hanya mau menikah sama Asri," tandas Damar.
"Apa kamu sudah gila?Asri sudah punya suami, sudah punya anak, dan hidup bahagia, untuk apa kamu masih memikirkannya?"
"Sudahlah, kamu tau apa.. ini hatiku, bukan hatimu.."
"Damar....."
"Stop, berhenti mengajariku Danik, sekarang katakan, apa kamu sudah bertemu Asri?'
"Damar...."
"Dengar, aku bertanya padamu.. dan jawab dengan jujur. Dia masih di Solo kah?"
"Nggak Damar, aku tidak tau."
Damar menutup telepone dengn perasaan kesal. Selalu begitu jawab Danik, tapi Damar sesungguhnya tau, pasti Danik berbohong.
Tibe2 telephone berdering lagi, Damar enggan mengangkatnya, itu nomor yang asing, siapa kira2? Pasti bukan Danik. Ya sudahlah, Damar mengalah.
"Hallo papa,"
Astaga, bule kecil nan cantik itu lagi? :" Hallo Nancy..ada apa lagi?"
"Papa, aku tadi lupa memberikannya pada papa, karena aku sedih.."
"Apa itu, dan kenapa sedih ?"
"Karena papa nggak suka kalau Nancy ikut papa.."
"Nancy, suatu sa'at nanti kamu akan mengerti, lalu apa yang kamu lupa?"
"Ada berkas2 punya papa yang tertinggal disana, lalu Nancy bawa ke Indonesia. Barangkali papa memerlukannya. Ada amplop kecil, tulisannya jelek...tapi aku jadikan satu dalam amplop besar."
Damar tercengang, amplop tulisannya jelek?"
#adalanjutannyalho#
Ngulang baca cerbung ini aah.. salam aduhai bunda Tien .
ReplyDelete