SEPENGGAL KISAH 82
SEPENGGAL KISAH 82
(Tien Kumalasari)
Damar benar2 tercengang. Begitu cepat pak Darman bergerak, keadaan pasti akan menjadi ramai. Ketika itu pak Abert notaris pak Surya datang kekantor, Damar mendengarkan pembicaraan mereka.
"Pak Surya hanya memberikan foto copy yang kemudian saya disuruh membuatnya."
"Kamu itu kan orang yang bekerja untuk segala sesuatu supaya menjadi legal, tapi kamu bekerja secara ilegal, Bagaimana mungkin membuat sebuah sertifikat yang kemudian dianggap asli padahal sebenarnya yang benar2 asli masih ada? "
"Tolonglah pak, saya terpaksa," pengacara itu ketakutan.
"Terpaksa karena ada uang didalamnya kan? Berapa Surya membayarmu untuk itu semua? Apa karena Marsudi sudah meninggal dan anaknya ketika itu masih kecil maka kamu berani berbuat begitu?"
"Ma'af pak.."
"Dan kamu yang semula bilang bahwa surat itu palsu kemudian berbalik mengatakan bahwa itu asli. Baiklah, itu bukan urusanku lagi.. karena semua sudah berada ditangan yang berwajib.
Damar berterimakasih pada pak Darman karena telah membantu kembalinya harta milik ayahnya. Tapi masih ada sedikit ganjalan dihati Damar, so'al surat pak Manto yang hilang.
Bertahun tahun berlalu, Asri dan Bowo hidup berbahagia. Bu Prasojo sangat menyayangi Asri karena ternyata Asri benar2 menjadi isteri dan menantu yang baik.
Bu Prasojo pagi itu sedang melayani sarapan pagi untuk suaminya, dan mengatakan kebahagian hatinya karena Asri ternyata tidak mengecewakan.
"Aku salah menilai Asri pak, tapi Tuhan menuntunku kearah yang benar, ini anugerah yang sangat indah buat kita bukan?"
"Benar, kita harus mensyukuri itu semua."
"Untung bukan Dewi yang menjadi menantu kita, aku sungguh menyesal kalau teringat itu semua, aku banyak salah pada Asri dan bapaknya. Hanya karena Dewi.."
"Ya sudah nggak usah di ingat2 lagi, memang jalannya harus seperti itu.. "
"Tapi pak, sudah tiga tahun berlalu, kok Asri belum memberikan kita cucu ya?"
"Anak itu kan juga anugerah, kalau belum sa'atnya Tuhan memberi, ya kita harus bersabar dan jangan lupa selalu memohon."
"Iya sih, nanti ibu mau kesana, kangen masakannya menantu kita."
"Ya jangan sendiri to bu, aku juga mau.." pak Prasojo tak mau kalah.
"Begini pak, nanti ibu duluan kesana, setelah dari kantor nanti bapak menyusul.. masa harus menunggu bapak pulang dari kantor."
"Baiklah, aku nanti pulang lebih awal saja, takut nanti masakan Asri ibu habiskan semua." Bu Prasojo tertawa.
"Bapak ini ada2 saja.." dan tawa bahagia segera memenuhi seisi ruang, sampai2 simbok yang ada didapur menengok keruang makan, kemudian menggeleng gelengkan kepalanya sambil tersenyum. Iapun ikut bahagia karena momongannya mendapat isteri yang bisa membuat orang tuanya bahagia.
Pagi itu Bowo heran karena hari telah siang tapi Asri belum bangkit dari tempat tidurnya. Tubuhnya tidak panas ..
Bowo memegang dahinya, biasa saja... :" Asri... kamu sakit?"
Asri membuka matanya yang terasa berat.
"Jam berapa ini ?"
"Setengah delapan kurang, sayang."
Asri melompat dari tidurnya :" Astaga, sudah sesiang ini? Tapi kemudian direbahkannya lagi tubuhnya. Kepala rasanya berputar, dan tiba2 perutnya terasa mual. Ia berusaha bangkit lagi karena merasa ingin muntah.
Bowo menangkap tubuh Asri dan memapahnya kekamar mandi. Asri memuntahkan apa saja yang ada didalam perutnya. Bowo sangat khawatir. Diambilnya minyak gosok dan diusapkannya kedadanya .. perutnya.. bahunya... Asri kembali memejamkan matanya.
"Kita harus ke dokter,"
"Tapi mas kan harus kekantor...
"Aku antar dulu kamu ke dokter.. jangan bandel Asri.."
Dirumah sakit itu Asri menyandarkan kepalanya dibahu Bowo. Pusing itu belum hilang juga, dan tubuhnya lemas. Dokter baru saja memeriksanya dan mereka menunggu hasil lab yang kata dokternya tidak akan memakan waktu lama.
Bowo yang merasa khawatir segera menelpon ibunya.
"Lhah.. ini ibu mau kerumahmu, malah kalian ada dirumah sakit, kenapa isterimu?"
"Nggak tau bu, pagi tadi muntah2, ini sedang menunggu hasil pemeriksaan dokter,"
"Ibu kesitu sekarang."
Bowo merasa lega karena ada ibunya yang akan menemaninya.
Tiba2 seorang wanita mendekati mereka dan berteriak..:"Hai, kamu Asri kan?"
Asri membuka matanya yang semula terpejam. Dilihatnya seorang wanita cantik yang sedang berdiri didepannya, sedang menggandeng anak kecil. Asri segera ingat itu sahabatnya.
"Danik !!"
"Syukurlah kamu nggak melupakan aku. Kamu sakit?"
"Oh ya, kenalkan, ini suamiku." Asri memperkenalkan suaminya.
Bowo dan Danik bersalaman. :"Kamu menikah juga nggak ngundang aku sih, tapi memang baru setahun ini aku balik ke Solo, suamiku masih ada di luar Jawa."
"Iya, kamu jauh sih,"
Asri merasa enggan banyak berkata, tubuhnya lemas.
"Kamu sakit apa?"
"Sejak pagi tadi dia muntah2 terus mbak," Bowo yang menjawab pertanyaan Danik.
"Haaa... jangan2 .. jangan2..."
"Nyonya Asriati.." tiba2 perawat memanggil namanya, Bowo berdiri dan mengajak Asri masuk keruangan dokter.
"Sebentar, Danik," Asri pamit pada sahabatnya sebelum meninggalkannya.
Diruangan dokter itu Bowo dan Asri menunggu dokter membuka lembaran hasil lab itu; wajahnya tampak tegang, apalagi ketika melihat wajah dokter itu mengerutkan dahinya.
Dokter itu melipat lembaran hasil lap itu, lalu tersenyum.
"Selamat, ibu Asri hamil."
#adalanjutannyalho#
"
No comments:
Post a Comment