SEPENGGAL KISAH 83
SEPENGGAL KISAH 83
(Tien Kumalasari)
Bu Prasojo yang datang setelah Bowo dan Asri keluar dari pemeriksaan dokter, sangat gembira mendengar bahwa Asri dinyatakan hamil. Bowo terharu melihatnya, bersyukur karena akhirnya mimpinya menjadi kenyataan.
"Ma'afkanlah ibu, ma'af ya.." bisik Bu Prasojo lirih ditelinga Asri. Asri membalasnya dengan linangan air mata bahagia.
"Ibu tidak bersalah, ibu adalah ibuku.. Asri senang dan bahagia, ibu mengasihiku.."
Danik yang berdiri agak jauh kemudian mendekat dan menyalami Asri.
"Selamat Asri.. selamat ya.." Danik juga mencium Asri dengan antusias.
Tiba2 Asri limbung, dan hampir terjatuh kalau saja Bowo tidak menangkapnya. Bowo segera berteriak :" Susteeer..dokteeer..."
Bu Prasojo juga panik... dengan cepat suster datang membawa brankar dan mengusung Asri keruang pemeriksaan. Bu Prasojo ingin mengikutinya tapi dokter melarang.
"Biar kami periksa dulu ya bu, ibu nggak usah khawatir," perawat itu menutup pintu ruang pemeriksaan. Bu Prasojo bersandar kebahu Bowo yang pucat wajahnya. Danik yang diam sedari tadi, mendekati bu Prasojo dan menghiburnya. :"Ibu nggak usah khawatir, terkadang orang hamil memerlukan perawatan ekstra. Itu bawaan bayi, ada yang rewel.. ada yang ibunya tidak merasakan apa2..."
Bu Prasojo mengangguk, ada sedikit rasa terhibur mendengar kata2 perempuan muda yang menggandeng anak kecil itu.
"Saya Danik bu,teman sekolah Asri.."
"Oh, ya? Saya bu Prasojo, ibu mertuanya Asri, ibu sangat khawatir. Dulu waktu ibu hamil tidak begitu," lalu bu Prasojo duduk dikursi tunggu.. Bowo memapahnya.
Bowo juga merasa lega mendengar penjelasan Danik. Namun ia tetap saja khawatir, harap2 cemas ia menunggu pintu pemeriksaan itu terbuka.
Namun ketika pintu itu terbukan, dokter menyuruh Asri agar dirawat untuk beberapa hari.
"Mengapa dokter?" tanya Bowo khawatir..
"Tidak apa2, jangan khawatir," dokter itu menepuk punggung Bowo dan berlalu.
Ketika brankar itu keluar, Bowo dan bu Prasojo menyambutnya. Asri tampak tergolek lemah, namun sudah sadarkan diri.
"Asri, bagaimana rasanya ?Pusing? Mana yang sakit?"
Asri tersenyum, menggeleng gelengkan kepalanya. "Aku ingin pulang saja,"
Perawat itu menjawab. :" Ibu mengalami dehidrasi, didalam tadi beberapa kali muntah, harus di infus."
"Oh.. begitu, ya sudah sabar dulu ya.. mungkin hanya sehari atau dua hari." kata Bowo kepada isterinya.
"Iya Asri, menurut sama dokter ya, kasihan anakmu," bu Prasojo menimpali.
Asri dirawat dua hari. Wajahnya sudah memerah, tidak pucat seperti beberapa hari yang lalu. Bu Prasojo menemani dirumah Bowo, dan pak Marsam juga rajin menunggui anaknya. Asri sangat dimanjakan ibu mertuanya, ia tak boleh mengerjakan apapun, kecuali duduk makan tidur. Semua kebutuhannya, bu Prasojo yang menyiapkan. Menyapu saja juga dilarang. Apalagi Asri masih sering muntah2. Asri merasa rikuh. :" Ibu jangan begitu, Asri kan tidak sakit. Asri bisa mengerjakan semuanya sendiri kok."
"Nggak Asri, kasihan kamu, kasihan anak kamu kalau kau bekerja nanti anakmu ikut kecapean, dan kalau kamu terus muntah2 nanti dokter menyuruhmu opname lagi, bagaimana?"
Asri terdiam, ia tak suka tiduran dirumah sakit seperti beberapa hari yang lalu, dengan jarum menempel pada tangannya, dan selang infus membayanginya. Tapi itu bukan karena dia mengerjakan sesuatu kan? Dalam hati Asri masih ngeyel.
Hari itu Asri kedatangan Danik temannya. Setelah mengetahui alamat Asri, ia memerlukan mengunjungi karena lama tidak ketemu.
"Aku kangen sama kamu Asri, setelah lulus sekolah kamu terus saja menghilang,"
"Bukan aku yang menghilang, tapi kamu. Kamu begitu lulus kan terus dipaksa menikah sama orang tua kamu, trus dibawa suamimu entah kemana." sanggah Asri.
Danik tertawa. :" Iya sih, sekarang anakku sudah dua, yang kemarin aku ajak itu yang kecil, umurnya 3 tahun, yang besar sudah 7 tahun."
"Wah.. wah..aku kalah sama kamu, ini baru mau satu aja nunggunya sampai 3 tahun."
"Nggak apa2, kan akhirnyaa diberikan untuk kamu seorang anak, oleh Tuhan Yang Maha Pengasih. Tapi kamu pucat, anakmu rewel ya?"
"Masa?" Memang aku sedikit sekali makan, sering mual. Mencium bau suamiku saja aku mual."
"Waduh... kasihan bener suamimu. Nggak pernah boleh deket2 dong."
"Boleh kalau dia sudah bau wangi,"
Keduanya tertawa tawa gembira. :" Sekarang aku sudah di sini, jadi bisa sering bertemu nanti."
Kedua sahabat lama itu sangat asyik berceritera.
Tapi ketika Danik berceritera tentang Damar, wajah Asri muram. Kelihatan sedih.
"Dia sudah menikah sekitar tujuh tahunan yang lalu. Kasihan dia, menikah dengan orang yang sama sekali nggak pernah dia cintai. Bukankah dia itu sangat mencintai kamu?"
"Ssst.. pelankan suaramu, ada mertuaku disini." Bisik Asri sambil menoleh kedalam rumah.
"Dia sudah punya anak, perempuan, cantik, tapi itu bukan darah dagingnya," Danik mngecilkan suaranya.
Asri terkejut. "Bukan darah dagingnya?"
"Ya, kasihan Damar, Mimi mengandung karena hubungannya dengan teman bule nya."
"Damar sudah bercerai, tapi ia menyayangi anak itu. Katanya dia tak berdosa, tak pantas ia membencinya."
"Darimana kamu tau semua itu?"
"Damar sering menelpon aku , kaya sekarang dia, menjadi penerus usaha ayahnya, yang semula ditipu oleh ayahnya Mimi."
"Ooh, begitu,"
"Dia tinggal di Jogya,"
"Tapi aku minta tolong sama kamu, jangan sekali2 kamu kasih tau dia bahwa aku tinggal disini."
"Siaap, boss.." Danik tertawa.
Tiba2 Asri merasa sangat pusing, ia lari kedalam dan muntah2 lagi dikamar mandi. Danik yang mengikutinya dari belakang, langsung disemprot oleh bu Prasojo.
#adalanjutannyaya#
No comments:
Post a Comment